Dosen Pengampu :
1. Maskanah (180502039)
2. Khairunnisa Asfarini (180502045)
3. Ikhwanul Muslimin (180502055)
4. Esy Aulia (180502061)
A. PENDAHULUAN
Bisnis merupakan bagian dari kegiatan ekonomi dan memiliki peranan yang
sangat vital untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berbagai motif berbisnis dapat menjadi
pendorong yang kuat dalam mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Bisnis selalu
berkaitan dengan membangun relasi dan kontrak antar individu ataupun golongan yang
bermuara pada adanya kesepakatan antara kedua belah pihak. Rasulullah sangat
memotivasi umatnya untuk berbisnis, karena berbisnis adalah cara yang paling cepat
mendatangkan rezeki.1
Akhir-akhir ini di tengah-tengah masyarakat Indonesia muncul sistem
perdagangan baru yang dikenal dengan istilah MLM. Sistem perdagangan ini
dipraktekkan oleh berbagai perusahaan, baik yang berskala lokal, nasional, regional,
maupun internasional. Sistem perdagangan ini sangat menggiurkan sebagian anggota
masyarakat karena menjanjikan keuntungan besar dalam waktu yang relatif singkat.
Semua bisnis termasuk yang menggunakan sistem MLM dalam literatur syariah Islam
pada dasarnya termasuk kategori mu’amalat yang dibahas dalam bab Al-Buyu’ (jual-beli)
yang hukum asalnya dari aspek hukum jualbelinya secara prinsip boleh berdasarkan
kaidah fiqh sebagaimana dikemukakan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah “Pada dasarnya
semua ibadah hukumnya haram kecuali kalau ada dalil yang memerintahkannya,
sedangkan asal dari hukum transaksi dan mu’amalah adalah halal kecuali kalau ada dalil
yang melarangnya”.
Salah satu karakteristik trend marketing dalam Era Globalisasi adalah munculnya
apa yang disebut dengan MLM. Hal ini terbukti dengan banyaknya perusahaan yang
memakai sistem ini untuk memasarkan produk-produknya. Konsep MLM yang lahir
1939 merupakan kreasi dan inovasi marketing, sebagai solusi untuk melibatkan
masyarakat konsumen dapat menikmati tidak saja manfaat produk, tapi juga manfaat
finansial dalam bentuk insentif, hadiah dan bahkan kepemilikan saham perusahaan.2
1
Anita Rahmawaty. “Bisnis Multilevel Marketing Dalam Perspektif Islam”. Equilibrum. Vol. 2, No. 1, Juni
2014. Hlm. 69.
2
Agus Marimin, dkk, “Bisnis Multi Level Marketing (MLM) Dalam Pandangan Islam”, Ekonomi Islam, Vol. 02,
No.02, Juli 2016, hlm. 105-106.
Berdasarkan uraian di atas penting juga kita mengetahui dalam berbisnis harus
berpedoman pada ajaran agama. Oleh karena itu kami menyusun makalah ini dengan
judul “Multi Level Perusahaan”.
B. PEMBAHASAN
PENGERTIAN, SEJARAH & SISTEM KERJA MULTI LEVEL MARKETING
1. Pengertian Multi Level Marketing
Secara etimologi Multi Level Marketing (MLM) berasal dari bahasa Inggris, Multi
berarti banyak sedangkan Level berarti jenjang atau tingkat. Adapun marketing berarti
pemasaran. Jadi dari kata tersebut dapat dipahami bahwa MLM adalah pemasaran
yang berjenjang banyak.3 MLM merupakan sebuah sistem pemasaran modern melalui
jaringan distribusi yang dibangun secara permanen dengan memposisikan pelanggan
perusahaan sekaligus sebagai tenaga pemasaran. Singkatnya, bahwa MLM adalah
suatu konsep penyaluran (distribusi) barang berupa produk dan jasa tertentu, yang
memberi kesempatan kepada para konsumen untuk turut terlibat sebagai penjual dan
memperoleh keuntungan di dalam garis kemitraannya.
Menurut Peter J. Cloither, Multilevel Marketing atau yang terkadang juga disebut
dengan Networking Selling (jaringan penjualan) atau direct selling (penjualan
langsung) adalah bentuk pemasaran suatu produk atau jasa dari suatu perusahaan yang
dilakukan secara perorangan atau berkelompok yang membentuk jaringan secara
berjenjang, lalu dari hasil penjualan pribadi dan jaringan tersebut, setiap bulannya
perusahaan akan memperhitungkan bonus atau komisi sebagai hasil usahanya.
Sedang menurut Ahmad Teguh Wibowo Yusuf, MLM merupakan sistem “Getok
Tular” (informasi) yang berjalan dari mulut ke mulut dan konsep ini sebenarnya sudah
diterapkan oleh Rasulullah SAW dalam mengembangkan misi dakwahnya, dimana
Rasulullah menyampaikan risalah Islam kepada isteri, keluarga dan sahabatnya baru
kemudian kepada masyarakat luas. Sama halnya dengan sistem MLM yang merupakan
sistem levelisasi atau sponsorisasi.
Bisnis ini dinamakan multilevel karena berbentuk suatu organisasi distributor
yang melaksanakan pemasaran dengan menggunakan sistem distribusi berjenjang atau
bertingkat-tingkat. Distributor pelaksana pemasaran berjenjang tersebut terdiri dari
Upline (tingkat atas) dan Downline (tingkat bawah). Distributor akan disebut Upline
3
Firman Wahyudi. “Multi Level Marketing Dalam Kajian Fiqh Muamalah”. Al- Banjari. Vol 13, No. 2, Juli-
Desember 2014. Hal. 163-177.
jika telah memiliki Downline. Jaringan Upline dan Downline inilah yang
menggerakkan bisnis ini, baik yang bersifat vertikal maupun horizontal ataupun
gabung dari keduanya.4
Secara sederhana, yang dimaksud dengan multilevel marketing adalah suatu
konsep penyaluran barang (produk/jasa tertentu) yang memberi kesempatan kepada
para konsumen untuk turut terlibat sebagai penjual dan menikmati keuntungan di
dalam garis kemitraannya/sponsorisasi (Pedoman Mitra Niaga, 1997: 25). Dalam
pengertian yang lebih luas, multilevel marketing adalah salah satu bentuk kerja sama
dibidang perdagangan/pemasaran suatu produk/jasa yang dengan sistem ini diberikan
kepada setiap orang kesempatan untuk mempunyai dan menjalankan usaha sendiri.
Kepada setiap orang yang bergabung dapat mengkonsumsi produk dengan potongan
harga, serta sekaligus dapat menjalankan kegiatan usaha secara sendiri dengan cara
menjual produk/jasa dan mengajak orang lain untuk ikut bergabung dalam
kelompoknya. Setiap orang yang berhasil diajak dan bergabung dalam kelompoknya
akan memberikan manfaat dan keuntungan kepada yang mengajaknya, lazimnya
dengan memakai sistem presentase atau bonus.5
4
Muh. Baihaqi. “Fiqih Muamalah Kontemporer”. (Mataram: Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram).
2016. Hal. 1-2
5
Suhrawardi K Lubis. “Hukum Ekonomi Islam”. (Jakarta Timur: Sinar Grafika). 2014. Hlm. 182-183.
tersedia sarana seperti televisi, radio bahkan internet untuk memperkenalkan suatu
produk.
Sistem MLM mulai dibicarakan secara ilmiah sejak 1945 oleh dua profesor
pemasaran dari Universitas Chicago yaitu Karl Ramburg & Robert Metcalt. Sejak saat
itulah, mulai bermunculan perusahaan yang menerapkan sistem MLM. Beberapa
perusahaan MLM yang cukup dikenal pada masa itu adalah Nutrilite, Shaklee,
Corporation, dan lain-lain.
Perusahaan berbasis MLM di Indonesia sendiri diawali dengan berdirinya
Creative Network International (CNI) pada tahun 1986 di Bandung. CNI menjual
produk tunggal berupa makanan kesehatan Sun Chlorela buatan Jepang. Seiring
dengan perkembangan usaha dan semakin banyaknya produk yang dipasarkan, CNI
berhasil mengembangkan bisnisnya hingga ke mancanegara seperti Malaysia,
Singapura, India, dan Amerika Serikat. Kesuksesan CNI sebagai perusahaan berbasis
MLM inilah yang menjadi kunci lahirnya perusahaan-perusahaan lain di Indonesia
yang menggunakan sistem MLM sebagai basisnya.
Pasca era moneter hingga saat ini, perusahaan berbasis MLM ini semakin
bertumbuh pesat. Para pelaku usaha menggunakan momentum dan situasi krisis untuk
menawarkan solusi bisnis bagi pemain asing maupun lokal seperti Amway, Avon,
Tupperware, Sophie Martin, Oriflame, Herbalife, dan lain-lain. Hingga Mei 2014,
tercatat lebih diperkirakan ada lebih dari 300 perusahaan yang bergerak dalam industri
penjualan langsung. Sekitar 200 perusahaan di antaranya sudah memiliki surat izin
usaha penjualan langsung (SIUPL). Sebanyak 86 perusahaan penjualan langsung
merupakan anggota APLI. Peraturan yang berlaku di Indonesia pun mewajibkan
sebuah perusahaan berbasis MLM harus menjadi anggota APLI. APLI sendiri menjadi
satu-satunya organisasi yang dipercaya oleh World Federation of Direct Selling
Associations (WFDSA) sebagai lembaga yang bertugas untuk mengawasi kinerja
perusahaan berbasis MLM di Indonesia.6
6
Ibid. Hal. 3-6
ikut merupakan suatu kelompok distributor yang bebas mengajak orang lain lagi
sampai level yang tanpa batas.
Dalam MLM ini terdapat unsur jasa. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya
seorang distributor yang menjualkan barang yang bukan miliknya dan ia mendapatkan
upah dari persentase harga barang. Selain itu jika ia dapat menjual barang tersebut
sesuai dengan target yang telah ditetapkan perusahaan.
Promotor adalah anggota yang sudah lebih dahulu mendapatkan hak keanggotaan.
Sedangkan bawahan adalah anggota yang direkrut oleh promotor. Akan tetapi, pada
beberapa sistem tertentu, jenjang keanggotaan ini bisa berubah-ubah sesuai dengan
syarat pembayaran atau pembelian tertentu. Komisi yang diberikan dalam pemasaran
berjenjang dihitung berdasarkan banyaknya jasa distribusi yang otomatis terjadi jika
bawahan melakukan pembelian barang. Promotor akan mendapatkan bagian komisi
tertentu sebagai bentuk balas jasa atas perekrutan bawahan.7
7
Ibid. Hal. 9-10
lain-lain. Pandangan syariat tentang MLM ini sangat bervariasi karena ternyata ketika
dibedah ada sekian banyak sistem dan aturan main dalam MLM ini yang berbeda-beda
secara prinsip. Di mana masing-masing perusahaan menerapkan kebijakan yang
berbeda-beda sesuai dengan selera mereka masing-masing. Karena itu kita tidak bisa
mengeneralisir hukum MLM dewasa ini, diperlukan kajian yang bersifat kasuistik,
mendalam dan terpadu atas masing-masing perusahaan itu dan bagaimana cara mereka
melaksanakan sistem kerjanya.
Mlm dalam literatur Fiqh Islam masuk dalam pembahasan Fiqh Muamalah atau
bab Buyu’ (perdagangan). MLM adalah menjual atau memasarkan langsung suatu
produk baik berupa barang atau jasa kepada konsumen. Sehingga biaya distribusi
barang sangat minim atau sampai ke titik nol. MLM juga menghilangkan biaya
berpromosi karena distribusi dan promosi ditangani langsung oleh distrributor dengan
sistem berjenjang. Oleh karena itu kami akan memberi jawaban yang bersifat batasan-
batasan umum sebagai panduan bagi umat islam yang akan terlibat dalam bidang
MLM.
Allah SWT berfirman:
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275).
“Tolong menolonglah atas kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong atas dosa
dan permusuhan” (QS. Al-Maidah:2).
Rasulullah SAW bersabda:
“Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha” (HR. Baihaqi dan Ibnu Majah).
“Umat Islam terikat dengan persyaratan mereka” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan
Hakim).8
Secara garis besar, ada dua pendapat pakar hukum Islam mengenai MLM, ada
yang memandang bisnis ini hukumnya adalah halal dan sebagian lagi memandangnya
haram.
Pendapat yang Mengharamkan
Pandangan yang menyatakan bahwa bisnis MLM ini hukumnya haram karena
berbagai alasan, di antaranya adalah:
1. Di dalam transaksi dengan metode MLM, seseorang anggota mempunyai dua
kedudukan. Kedudukan pertama, sebagai pembeli produk, karena dia membeli produk
secara langsung dari perusahaan atau distributor. Pada setiap pembelian, biasanya dia
8
Kuswara. “Mengenal MLM Syariah dari Halal Haram, Kiat Berwirausaha, sampai dengan Pengelolaannya”.
(Tangerang: QultumMedia). 2005. Hal. 86-88.
akan mendapatkan bonus berupa potongan harga. Kedudukan kedua, sebagai makelar,
karena selain membeli produk tersebut, dia harus berusaha merekrut anggota baru.
Setiap perekrutan dia mendapatkan bonus juga. Pertanyaannya adalah bagaimana
hukum melakukan suatu akad dengan menghasilkan dua akad sekaligus, yaitu sebagai
pembeli dan makelar?
Dalam Islam hal itu dilarang, ini berdasarkan hadis-hadis di bawah ini:
a. Hadis abu Hurairah RA:
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam telah melarang dua pembelian dalam satu akad
pembelian”.(HR Tirmidzi, Nasai dan Ahmad)
Imam Syafi’i rahimahullah berkata tentang hadis ini sebagaimana dinukil Imam
Tirmidzi, bahwa jika seseorang mengatakan aku menjual rumahku kepadamu
dengan harga sekian dengan syarat kamu harus menjual budakmu kepadaku
dengan harga sekian. Jika budakmu sudah menjadi milikku berarti rumahku juga
menjadi milikmu. Kesimpulannya bahwa melakukan dua macam akad dalam satu
transaksi yang mengikat satu dengan yang lainnya adalah haraam berdasarkan
hadist di atas.
b. Hadis Abdullah bin Amr, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak halal menjual sesuatu dengan syarat memberikan hutangan, dua syarat
dalam transaksi, keuntungan menjual sesuatu yang belum engkau jamin, serta
menjual sesuatu yang bukan milikmu”. (HR Abu Daud)
Hadis di atas juga menerangkan tentang keharaman melakukan dua transaksi
dalam satu akad, seperti melakukan akad utang piutang dan jual beli, satu dengan
yang lainnya saling mengikat. Contohnya, seseorang berkata kepada temannya,
“Saya akan jual rumah ini kepadamu dengan syarat kamu meminjamkan mobilmu
kepada saya selama satu bulan”. Alasan diharamkan transaksi seperti ini adalah
tidak jelasnya harga barang dan menggantungkan suatu transaksi kepada syarat
yang elum tentu terjadi.
2. Di dalam MLM terdapat makelar berantai. Sebenarnya makelar dibolehkan di dalam
Islam, yaitu transaksi dimana pihak pertama mendapatkan imbalan atas usahanya
memasarkan produk dan pertemukannya dengan pembelinya. Adapun makelar di
dalam MLM bukanlah memasarkan produk, tetapi memasarkan komisi. Maka, kita
dapatkan setiap anggota MLM memasarkan produk kepada orang yang akan
memasarkan dan seterusnya, sehingga terjadilah pemasaran berantai dan ini tidak
dibolehkan karena akadnya mengandung gharar dan spekulatif.
3. Di dalam MLM terdapat unsur perjudian, karena seseorang ketika membeli salah satu
produk yang ditawarkan, sebenarnya niatnya bukan karena ingin memanfaatkan atau
memakai produk tersebut, tetapi dia membelinya sekedar sebagai sarana untuk
mendapatkan point yang nilainya jauh lebih besar dari harga barang tersebut.
Sedangkan nilai yang diharapkan tersebut belum tentu ia dapatkan. Perjudian juga
seperti itu, seorang menaruh uang dimeja perjudian dengan harapan untuk meraup
keuntungan yang lebih banyak, padahal keuntungan tersebut belum tentu ia dapatkan.
4. Di dalam MLM banyak terdapat unsur gharar (spekulatif) atau sesuatu yang tidak ada
kejelasan yang diharamkan syariat karena anggota yang sudah membeli produk tadi,
mengharapkan keuntungan yang lebih banyak. Tetapi dia sendiri tidak mengetahui
apakah berhasil mendapatkan keuntungan tersebut atau malah rugi dan Nabi
Muhammad SAW sendiri melarang setiap transaksi yang mengandung gharar,
sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA bahwasanya ia berkata:
“Rasulullah SAW melarang jual beli dengan cara al-hasnah (yaitu: jual beli dengan
melempar kerikil) dan cara yang mengandung unsur gharar (spekulatif)”. HR. Muslim
5. Di dalam MLM terdapat hal-hal yang bertentangan dengan kaidah umum jual beli,
seperti kaidah Al Ghunmu bi al Ghurmi, yang artinya bahwa keuntungan itu sesuai
dengan tenaga yang dikeluarkan atau risiko yang dihadapinya. Di dalam MLM ada
pihak-pihak yang paling dirugikan yaitu mereka yang berada di level-level paling
bawah, karena merekalah yang sebenarnya bekerja keras untuk merekrut anggota baru,
tetaapi keuntungannya yang menikmati adalah orang-orang yang berada pada level
atas. Merekalah yang terus-menerus mendapatkan keuntungan tanpa bekerja, dan
mereka bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Apalagi jika mereka
kesulitan untuk melakukan perekrutan, dikarenakan jumlah anggota sudah sangat
banyak.
6. Sebagian ulama mengatakan bahwa transaksi dengan sistem MLM mengandung riba
fadhl, karena anggotanya membayar sejumlah kecil dari hartaanya untuk mendapatkan
jumlah yang lebih besar darinya, seakan-akan ia menukar uang dengan uang dengan
jumlah yang berbeda. Inilah yang disebut dengan riba fadhl (ada selisih nilai). Begitu
juga termasuk dalam kategori riba nasi’ah, karena anggotanya mendapatkan uang
penggantinya tidak secara cash. Sementara produk yang dijual oleh perusahaan kepada
konsumen tiada lain hanya sebagai saraana untuk barter uang tersebut dan bukan
menjadi tujuan anggota, sehingga keberadaannya tidak berpengaruh dalam hukum
transaksi ini.
Keharaman jual beli dengan sistem MLM ini sebenarnya sudah difatwakan oleh
sejumlah ulama di Timur Tengah, di antaranya adalah Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-
Islamy Sudan yang dikeluarkan pada tanggal 17 Rabi’ul Akhir 1424 H, bertepatan
dengan 17 Juni 2003 M, pada majelis no 3/24. Kemudian dikuatkan dengan Fatwa
Lajnah Daimah Arab Saudi pada tanggal 14/3/1425 dengan nomor 22935.
9
Muh. Baihaqi. “Fiqih Muamalah Kontemporer”. (Mataram: Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram).
2016. Hal. 16-19.
Pada tahap tertentu mendapat bonus Bonusnya untuk hal-
8 Bonus/Insentif wisata ke luar negeri yang berorientasi hal yang bermanfaat
hedonisme dan bernilai ibadah
Pertemuan hanya
menjadi semacam
katalisator dan sifatnya
Pertemuan menjadi media yang sangat
hanya pendukung serta
vital untuk pengembangan jaringan
Frekuensi insidental serta dapat
9 dan dilakukan secara intensif dan
pertemuan diadakan dengan
formal karena melibatkan middle to
sangat informal karena
high-class
sifatnya yang
menjangkau seluruh
kalangan
Kebanyakan berasal
Produsen Kebanyakan berasal dari luar negeri
10 dari dalam negeri dan
produk dan belum tentu muslim
pasti muslim
Sangat besar, di
Indonesia saja yang
mayoritas muslim
11 Prospek Masih cukup besar adalah merupakan
pangsa pasar potensial
bagi bisnis MLM
Syariah
Tidak ada, umat muslim hanya sekedar
Ada kontribusi yang
menjadi konsumen, sedang sumber
sangat positif, karena
daya dan finansial umat muslim hanya
dilakukan oleh umat
12 Kontribusi menjadi alat untuk mem-perkaya orang
muslim dan untuk
lain dan hanya sedikit yang tertinggal
kesejahteraan umat
pada distributor-distributornya yang
muslim
muslim
C. PENUTUP
1. SIMPULAN
Secara sederhana, yang dimaksud dengan multilevel marketing adalah suatu
konsep penyaluran barang (produk/jasa tertentu) yang memberi kesempatan kepada
para konsumen untuk turut terlibat sebagai penjual dan menikmati keuntungan di
dalam garis kemitraannya/sponsorisasi (Pedoman Mitra Niaga, 1997: 25). Sistem
MLM mulai dibicarakan secara ilmiah sejak 1945 oleh dua profesor pemasaran dari
Universitas Chicago yaitu Karl Ramburg & Robert Metcalt. Sejak saat itulah, mulai
bermunculan perusahaan yang menerapkan sistem MLM. Beberapa perusahaan MLM
yang cukup dikenal pada masa itu adalah Nutrilite, Shaklee, Corporation, dan lain-
lain.
Secara garis besar, ada dua pendapat pakar hukum Islam mengenai MLM, ada
yang memandang bisnis ini hukumnya adalah halal dan sebagian lagi memandangnya
haram. Secara kasat mata multilevel marketing syariah tidk berbeda dengan praktik-
praktik bisnis multi level marketing lainnya, akan tetapi jika diperhatikan lebih jauh
dalam proses operasionalnya, terdapat beberapa perbedaan mendasar antara kedua
varian Multi level marketing salah satunya yaitu 1. Konsep halal haram, maka
penjual harus benar-benar mengerti perbedaan antara halal dan haram, yang bukan
hanya terletak pada pencapaian hasil semata tetapi juga proses atau cara
mendapatkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Muh. Baihaqi. 2016. Fiqih Muamalah Kontemporer. (Mataram: Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Mataram).
Kuswara. 2005. Mengenal MLM Syariah dari Halal Haram, Kiat Berwirausaha, sampai
dengan Pengelolaannya. (Tangerang: QultumMedia).
Lubis, Suhrawardi K. 2014. Hukum Ekonomi Islam. (Jakarta Timur: Sinar Grafika).
Marimin, Agus dkk, “Bisnis Multi Level Marketing (MLM) Dalam Pandangan Islam”,
Ekonomi Islam, Vol. 02, No.02, Juli 2016.
Wahyudi, Firman. “Multi Level Marketing Dalam Kajian Fiqh Muamalah”. Al- Banjari. Vol
13, No. 2, Juli-Desember 2014.
Rahmawaty, Anita. “Bisnis Multilevel Marketing Dalam Perspektif Islam”. Equilibrum. Vol.
2, No. 1, Juni 2014.