Anda di halaman 1dari 2

Hipertensi, Darah Tinggi yang Disebabkan Pola Hidup Tak

Sehat
tirto.id/hipertensi-darah-tinggi-yang-disebabkan-pola-hidup-tak-sehat-c8vn

Hipertensi derajat 1, di mana tekanan darah sistolik 140-159 mmHg, dan tekanan darah
diastolik lebih dari 90-99 mmHg, kemudian hipertensi derajat 2, tekanan darah sistolik
lebih dari 160-179 mmHg, dan tekanan darah diastolik 100-109 mmHg, dan hipertensi
derajat 3, tekanan darah sistolik lebih dari 180 mmHg, dan tekanan darah diastolik lebih
dari 110 mmHg.

Untuk mencegah hipertensi, pola hidup sehat penting untuk dilakukan. Dengan
menjalani pola hidup sehat, tekanan darah menurun dan secara umum akan
mengurangi risiko permasalahan kardiovaskular.

Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor kardiovaskular lain, maka
strategi memulai hidup sehat merupakan cara pengobatan tahap awal yang bagus, dan
harus dijalani selama 4-6 bulan. Jika setelah jangka waktu tersebut tekanan darah tidak
juga menurun, atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat
dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.

Pola hidup sehat yang dianjurkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia adalah dengan menurunkan berat badan, mengurangi asupan garam, rutin
melakukan olahraga, mengurangi konsumsi alkohol, dan menghentkan kebiasaan
merokok.

Langkah pengobatan selanjutnya, adalah terapi farmakologi. Terapi ini dimulai bila
pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah
lebih dari 6 bulan menjalani pola hidup sehat, dan juga untuk pasien hipertensi derajat 2
dan seterusnya.

Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk meminimalisir
efek samping, yaitu dengan memberikan obat dosis tunggal, seperti obat generic (non-
paten), memberikan obat pada pasien lanjut usia (di atas usia 80 tahun) sama seperti
ketika memberikan obat untuk pasien 55-80 tahun, dengan memperhatikan faktor
komorbid.

Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i) dengan


angiotensin II receptor blockers (ARBs), kemudian memberikan edukasi yang
menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi, dan lakukan pemantauan efek
samping obat secara teratur.

(tirto.id - Kesehatan)

Penulis: Maria Ulfa


Editor: Dipna Videlia Putsanra
1/2
2/2

Anda mungkin juga menyukai