Anda di halaman 1dari 15

INTERVENSI NUTRISI LINTAS GENERASI

Oleh: Nurlaila, S.Kep, Ns., M.Kep


Dosen Keperawatan Anak STIKES Muhammadiyah Gombong
Koselor Menyusui

A. Stunting
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi
badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan
panjang atau tinggi badan yang lebih dari -2 standar deviasi median standar
pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang
disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil,
kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa
yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik
dan kognitif yang optimal. Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting
merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Pada
tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting. Namun
angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka stunting pada
tahun 2000 yaitu 32,6%.Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia
berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika.
Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan
(58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%).Data prevalensi balita
stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO), Indonesia termasuk
ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-
East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun
2005-2017 adalah 36,4% (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2018)
B. Stunting dan Nutrisi
Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang
dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga
tahun terakhir, pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah
gizi lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita pendek
mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun
2017(Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2018)
2

Prevalensi balita pendek dan sangat pendek di Indonesia cenderung statis.


Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita
pendek dan sangat pendek di Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi
sedikit penurunan menjadi 35,6%. Namun prevalensi balita pendek kembali
meningkat pada tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%. Prevalensi balita pendek dan
sangat pendek tahun 2018 menurun menjadi 30,8%. Target RPJMN 2019 sebesar
28% pada Baduta (Kementrian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2018).
Kejadian stunting pada anak dipengaruhi oleh status gizi sejak kehamilan.
Kondisi kesehatan dan gizi ibu saat hamil mempengaruhi kejadian berat bayi lahir
rendah dan resiko stunting. BBLR merupakan faktor risiko yang paling dominan
berhubungan dengan kejadian stunting. Anak dengan BBLR memiliki risiko 5,87 kali
untuk mengalami stunting. Dampak dari bayi yang memiliki berat lahir rendah akan
berlangsung dari generasi ke generasi, anak dengan BBLR akan memiliki ukuran
antropometri yang kurang pada perkembangannya. Berdasarkan hasil penelitian bayi
lahir dengan berat badan tidak mencapai standar normal salah satunya disebabkan
karena ibunya ketika sebelum hamil memiliki pola makan yang tidak mengonsumsi
makanan bersumber protein hewani (Rahayu, Yulidasari, Putri, & Rahman, 2015).
Pertumbuhan bayi dan balita dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang akan
mempengaruhi resiko terjadinya stunting. Nutrisi pada bayi balita dimulai dari
pemberian ASI Eksklusif dan Makanan pendamping ASI (MP-ASI). Keberhasilan
pemberian ASI Eksklusif dipengaruhi oleh praktik Inisiasi Menyusui Dini (IMD),
sikap ibu terhadap menyusui dan dukungan keluarga (Susiloretni, Hadi, Blakstad,
Smith, & Shankar, 2019). Hasil penelitian lain menunjukan bahwa terdapat
perbedaan pada tingkat kecukupan energi, protein, zinc, dan zat besi pada bayi
dengan riwayat pemberian ASI eksklusif dan non ASI eksklusif. Balita dengan
riwayat pemberian ASI non eksklusif dan balita yang memiliki tingkat konsumsi
nutrisi inadekuat, memiliki risiko lebih besar untuk mengalami stunting (Damayanti,
Muniroh, & Farapti, 2016; Rachmi, Agho, Li, & Baur, 2016). Hasil penelitian lain
menunjukan bahwa terdapat hubungan antara panjang badan lahir balita, riwayat ASI
eksklusif, pendapatan keluarga, pendidikan ibu dan pengetahuan gizi ibu terhadap
kejadian stunting pada balita. Perlunya program yang terintegrasi dan multisektoral

Disampaikan pada Seminar Nasional “Intervensi Holistik Integratif Penanganan


Anak Stunting” 30 Maret 2019
3

untuk meningkatkan pendapatan keluarga, pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu dan
pemberian ASI eksklusif untuk mengurangi kejadian stunting (Ni’mah & Nadhiroh,
2015). Kekurangan nutrisi bayi berkaitan erat dengan keterlambatan pertumbuhan
dan kondisi kesehatan. Malnutrisi selama 2 tahun pertama kehidupan akan
menyebabkan stunting dan tinggi badan saat dewasa menjadi lebih pendek daripada
tinggi badan yang seharusnya. Pada 2 tahun pertama kehidupan merupakan periode
kritis untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi (World Health
Organization, 2009). Selain fator utrisi, kondisi sosial ekonomi dan sanitasi tempat
tinggal juga berkaitan dengan terjadinya stunting. Kondisi ekonomi erat kaitannya
dengan kemampuan dalam memenuhi asupan yang bergizi dan pelayanan kesehatan
untuk ibu hamil dan balita. Sedangkan sanitasi dan keamanan pangan dapat
meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi.

C. Intervensi Nutrisi Lintas Generasi


1. Nutrisi Ibu Hamil
Gizi Seimbang untuk Ibu Hamil dan Ibu Menyusui mengindikasikan bahwa
konsumsi makanan ibu hamil dan ibu menyusui harus memenuhi kebutuhan untuk
dirinya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan janin/bayinya. Oleh karena
itu ibu hamil dan ibu menyusui membutuhkan zat gizi yang lebih banyak
dibandingkan dengan keadaan tidak hamil atau tidak menyusui, tetapi konsumsi
pangannya tetap beranekaragam dan seimbang dalam jumlah dan proporsinya.
Janin tumbuh dengan mengambil zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi oleh
ibunya dan dari simpanan zat gizi yang berada di dalam tubuh ibunya. Selama
hamil atau menyusui seorang ibu harus menambah jumlah dan jenis makanan
yang dimakan untuk mencukupi kebutuhan pertumbuhan bayi dan kebutuhan ibu
yang sedang mengandung bayinya serta untuk memproduksi ASI. Bila makanan
ibu sehari-hari tidak cukup mengandung zat gizi yang dibutuhkan, maka janin atau
bayi akan mengambil persediaan yang ada didalam tubuh ibunya, seperti sel lemak
ibu sebagai sumber kalori; zat besi dari simpanan di dalam tubuh ibu sebagai
sumber zat besi janin/bayi. Demikian juga beberapa zat gizi tertentu tidak
disimpan di dalam tubuh seperti vitamin C dan vitamin B yang banyak terdapat di
dalam sayuran dan buah.

Disampaikan pada Seminar Nasional “Intervensi Holistik Integratif Penanganan


Anak Stunting” 30 Maret 2019
4

Sehubungan dengan hal itu, ibu harus mempunyai status gizi yang baik sebelum
hamil dan mengonsumsi makanan yang beranekaragam baik proporsi maupun
jumlahnya. Kenyataannya di Indonesia masih banyak ibu-ibu yang saat hamil
mempunyai status gizi kurang, misalnya kurus dan menderita Anemia. Hal ini
dapat disebabkan karena asupan makanannyaselama kehamilan tidak mencukupi
untuk kebutuhan dirinya sendiri dan bayinya. Selain itu kondisi ini dapat
diperburuk oleh beban kerja ibu hamil yang biasanya sama atau lebih berat
dibandingakan dengan saat sebelum hamil. Akibatnya, bayi tidak mendapatkan
zat gizi yang dibutuhkan, sehingga mengganggu pertumbuhan dan
perkembangannya. Demikian pula dengan konsumsi pangan ibu menyusui harus
bergizi seimbang agar memenuhi kebutuhan zat gizi bayi maupun untuk
mengganti zat gizi ibu yang dikeluarkan melalui ASI. Tidak semua zat gizi yang
diperlukan bayi dapat dipenuhi dari simpanan zat gizi ibu, seperti vitamin C dan
vitamin B, oleh karena itu harus didapat dari konsumsi pangan ibu setiap hari
(Kementerian Kesehatan RI, 2014).
2. ASI Eksklusif
a. Strategi Global dalam pemberian makan pada bayi dan anak
Strategi global WHO dan UNICEF untuk pemberian makanan bayi
yang optimal adalah sebagai berikut (World Health Organization, 2009)
1) ASI eksklusif selama 6 bulan (180 hari)
Pemberian ASI eksklusif berarti bahwa bayi hanya menerima ASI dari
ibunya atau dari orang lain melalui ASI Perah (ASIP) tanpa mendapatkan
cairan dan zat padat lainnya. Larutan dehidrasi oral, sirup, vitamin,
suplemen mineral dan obat-obatan dapat diberikan pada bayi pada masa
ini sesuai rekomendasi dokter.
2) Pemberian makanan bergizi yang cukup dan aman mulai dari usia 6 bulan
dengan terus menyusui hingga usia 2 tahun atau lebih.
Pemberian makanan komplementer didefinisikan sebagai proses mulai
saat ASI tidak lagi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi
sehingga makanan dan cairan lain sangat dibutuhkan, bersama dengan air
susu ibu. Rentang target untuk makanan pelengkap umumnya dianggap

Disampaikan pada Seminar Nasional “Intervensi Holistik Integratif Penanganan


Anak Stunting” 30 Maret 2019
5

berumur 6 sampai 23 bulan namun menyusui bisa berlanjut lebih dari dua
tahun.
b. Pola menyusui dibagi menjadi 3 kategori yaitu:
1) Menyusui efektif yaitu tidak memberi bayi makanan atau minuman lain
termasuk air putih selain menyusui (kecuali obat-obatan dan vitamin atau
mineral tetes; ASIP juga diperbolehkan)
2) Menyusui predominan yaitu menyusui bayi tetapi pernah memberikan
sedikit air atau minuman berbasis air misalnya teh sebagai makanan atau
minuman prelakteal sebelum ASI keluar
3) Menyusui parsial yaitu menyusui bayi serta diberikan makanan buatan
selain ASI baik susu formula, bubur atau makanan lainnya sebelum bayi
berusia 6 bulan. Baik diberikan secara kontinyu maupun diberikan sebagai
makanan prelakteal.
c. Beberapa peraturan hukum terkait pemberian ASI Eksklusif:
1) UU nomor 36/2009 tentang kesehatan
Pasal 28 ayat 2 dan 3 disebutkan bahawa selama pemberian ASI pihak
keluarga, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu secara
penuh dengan menyediakan waktu dan fasilitas khusus. Penyediaan
fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan ditempat
kerja dan tempat sarana umum.
Pasal 200 sanksi pidana dikenakan bagi setiap orang yang dengan sengaja
menghalangi program pemberian ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud
dalam pasal 128 ayat (2). Ancaman pidana yang diberikan adalah pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp.100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah).
2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang
Pemberian Air SUSU Ibu Eksklusif
Pasal 6 berbunyi ‘Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI
eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya”.
3) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 450/MENKES/SK/VI/2004 tentang
Pemberian ASI secara Eksklusif di Indonesia:

Disampaikan pada Seminar Nasional “Intervensi Holistik Integratif Penanganan


Anak Stunting” 30 Maret 2019
6

Menetapkan ASI Eksklusif di Indonesia selama 6 bulan dan dianjurkan


dilanjutkan sampai dengan anak berusia 2 tahun atau lebih dengan
pemberian makanan tambahan yang sesuai.
Tenaga kesehatan agar menginfokan kepada semua ibu yang baru
melahirkan untuk memberikan ASI Eksklusif dengan mengacu pada 10
langkah keberhasilan menyusui.
d. Komposisi ASI
1) Kolostrum (colostrum/susu jolong)
Kolostrum adalah cairan encer dan sering berwarna kuning atau dapat pula
jernih yang kaya zat antibodi (10-17 kali lebih banyak dari susu matang) dan
protein. Kolostrum keluar pada hari pertama sampai hari ke-4/ke-7.
Kolostrum membersihkan zat sisa dari saluran pencernaan bayi dan
mempersiapkan nya untuk makanan yang akan datang. Jika dibandingkan
dengan susu matang, kolostrum mengandung karbohidrat dan lemak lebih
rendah , dan total energi lebih rendah. Volume kolostrum 150-300 ml/24
jam
2) Lemak ASI
Lemak didalam ASI adalah makanan terbaik bagi otak bayi yang akan
mendukung perkembangan bayi. Lemak ASI mudah dicerna dan diserap
bayi karena enzim lipase yang mencerna lemak. Susu formula tidak
mengandung enzim sehingga bayi kesulitan menyerap lemak susu formula.
Lemak utama ASI adalah lemak ikatan panjang (omega 3, omega 6, DHA
dan asam arakhidonat). Lemak ini sedikit terdapat pada susu sapi. Kolesterol
juga berfungsi dalam pembentukan enzim metabolisme. Kolesterol yang
mengendalikan kadar kolesterol di kemudian hari sehingga dapat mencegah
serangan jantung dan arteriosklerosis pada usia muda.
3) Karbohidrat ASI
Karbohidrat utama ASI adalah laktosa (gula) dan kandungannya lebih
banyak dibanding dengan susu mamalia lainnya atau sekitar 20-30% lebih
banyak dari susu sapi. Salah satu produk dari laktosa adalah galaktosa yang
merupakan makanan vital bagi jaringan otak yang sedang tumbuh. Laktosa
meningkatkan penyerapan kalsium yang sangat penting untuk pertumbuhan

Disampaikan pada Seminar Nasional “Intervensi Holistik Integratif Penanganan


Anak Stunting” 30 Maret 2019
7

tulang. Laktosa juga meningkatkan pertumbuhan bakteri usus yang baik


yaitu Lactobacillis bifidus. Fermentasi laktosa menghasilkan asam laktat
yang memberikan suasana asam dalam usus bayi sehingga menghambat
pertumbuhan bakteri patogen
4) Protein ASI
Protein utama ASI adalah whey (mudah dicerna), sedangkan protein utama
susu sapi adalah kasein (sukar dicerna). Rasio whey dan kasein dalam ASI
adalah 60:40, sedangkan dalam susu sapi rasionya 20:80. ASI tentu lebih
menguntungkan bayi, karena whey lebih mudah dicerna dibanding kasein.
ASI mengandung alfa laktalbumin, sedangkan susu sapi mengandung
lactoglobulin dan bovine serum albumin yang sering menyebabkan alergi.
Selain itu, pemberian ASI eksklusif dapat menghindarkan bayi dari alergen
karena setelah 6 bulan usus bayi mulai matang dan bersifat lebih protektif.
ASI juga mengandung lactoferin sebagai pengangkut zat besi dan sebagai
sistem imun usus bayi dari bakteri patogen. Laktoferin membiarkan flora
normal usus untuk tumbuh dan membunuh bakteri patogen. Zat imun lain
dalam ASI adalah suatu kelompok antibiotik alami yaitu lysosyme. Protein
istimewa lainnya yang hanya terdapat di ASI adalah taurine yang diperlukan
untuk pertumbuhan otak, susunan saraf, juga penting untuk pertumbuhan
retina.Susu sapi tidak mengandung taurine sama sekali.
5) Faktor pelindung dalam ASI
ASI sebagai imunisasi aktif merangsang pembentukan daya tahan tubuh
bayi. Selain itu, ASI juga berperan sebagai imunisasi pasif yaitu dengan
adanya SIgA (secretory immunoglobulin A) yang melindungi usus bayi
pada minggu pertama kehidupan dari allergen
6) Vitamin, mineral dan zat besi ASI
ASI mengandung vitamin, mineral dan zat besi yang lengkap dan mudah
diserap oleh bayi.
e. Posisi Menyusui
1) The cradle. Posisi ini sangat baik untuk bayi yang baru lahir. Bagaimana
caranya? Pastikan punggung benar-benar mendukung untuk posisi ini. Jaga

Disampaikan pada Seminar Nasional “Intervensi Holistik Integratif Penanganan


Anak Stunting” 30 Maret 2019
8

bayi di perut, sampai kulitnya dan kulit ibu saling bersentuhan. Biarkan
tubuhnya menghadap ke arah dan letakkan kepalanya pada siku ibu .
2) The cross cradle hold. Satu lengan mendukung tubuh bayi dan yang lain
mendukung kepala, mirip dengan posisi dudukan tetapi ibu akan memiliki
kontrol lebih besar atas kepala bayi. Posisi menyusui ini bagus untuk bayi
prematur atau ibu dengan puting payudara kecil.
3) Posisi sepak bola. Caranya, pegang bayi di samping ibu dengan kaki di
belakang dan bayi terselip di bawah lengan ibu, seolah-olah ibu sedang
memegang bola kaki. Ini adalah posisi terbaik untuk ibu yang melahirkan
dengan operasi caesar atau untuk ibu-ibu dengan payudara besar. Tapi, ibu
butuh bantal untuk menopang bayi.
4) Duduk. Ini merupakan cara yang menyenangkan untuk menyusui dalam
posisi duduk. Ini juga bekerja dengan baik jika bayi memiliki pilek atau sakit
telinga. Caranya, bayi duduk tegak dengan kaki mengangkangi kita sendiri.
5) Tidur miring. Menyusui dengan berbaring akan memberi lebih banyak
kesempatan untuk bersantai dan juga untuk tidur lebih banyak pada malam
hari. Ibu bisa tidur saat bayi menyusu. Dukung punggung dan kepala bayi
dengan bantal. Pastikan bahwa perut bayi menyentuh kita.
f. Pelekatan Yang Benar
1) Angkat dan pegang bayi. Baringkan sisinya sehingga perut bayi berhadapan
dengan perut ibu dengan tangan kiri. Berat bayi disandang dengan siku
(bukan tangan atau jari).
2) Dorong pantat bayi menuju tubuh ibu, dengan kakinya berada di bawah
lengan Anda, menggunakan sisi depan lengan (telapak tangan ibu
menghadap langit-langit)
3) Tangan kanan ibu berada di bawah muka bayi, telapak tengan ke atas
memegang kepala bayi. Jempol dan jari-jari berada di tengkuk leher bayi
serta di bawah telinga bayi.
4) Angkat payudara ibu dengan tangan kiri kemudian letakkan ibu jari di atas
payudara dan seluruh sisa jari dibawahnya. Perlahan, sapukan bibir atas bayi
pada puting.

Disampaikan pada Seminar Nasional “Intervensi Holistik Integratif Penanganan


Anak Stunting” 30 Maret 2019
9

5) Tunggu bayi membuka mulutnya selebar mungkin, seperti akan menguap,


lalu dengan cepat bawa bayi ke payudara menggunakan lengan bawah ibu,
bukan hanya dengan tangan atau kepalan untuk menggerakkannya. Dengan
menggerakkan lengan, ibu akan membuat pantat dan kaki bayi menempel
dekat.
6) Bayi harus mendekat pada payudara dengan membentuk sudut, sehingga
puting ibu berhadapan dengan langit mulut bayi
g. Tanda perlekatan yang baik:
1) Sebagian besar areola dan jaringan di bawahnya, termasuk duktus yang
lebih besar, ada di mulut bayi.
2) Bibir bawah membuka keluar.
3) Lidah bayi bergerak maju di atas gusi bawah, di bawah saluran
4) Bayi menghisap di payudara bukan di puting.

3. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)


a. Pengertian
MP-ASI adalah makanan bergizi yang diberikan bersamaan/ berdampingan
dengan ASI kepada bayi berusia 6 bulan keatas atau sampai anak berusia 24
bulan MP-ASIyang baik adalah MP-ASIyang kaya energi, protein,
mikronutrien, mudah dimakan anak, disukai anak, berasal dari bahan
makanan lokal dan terjangkau, serta mudah disiapkan (Nurlaila, Utami, &
Cahyani, 2018)
b. Panduan Pemberian Makan bagi Bayi
1) Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan dan mengenalkan makanan
pendamping ASI pada usia 6 bulan usia (180 hari) sambil terus menyusui.
2) Teruslah menyusui sesuai permintaan (on demand) sampai 2 tahun
usia atau lebih.
3) Memberikan makan dengan aktif responsif, memperhatikan reaksi
psikososial bayi.
4) Jaga kebersihan dan penanganan makanan yang baik.

Disampaikan pada Seminar Nasional “Intervensi Holistik Integratif Penanganan


Anak Stunting” 30 Maret 2019
10

5) Mulai memberikan MP-ASI pada usia 6 bulan dengan porsi sedikit dan
meningkatkan kuantitas makanan saat anak bertambah usia, dan teruskan
pemberian ASI.
6) Meningkatkan konsistensi dan variasi makanan
bayi secara bertahap sesuai pertambahan usia. Konsistensi dan variasi
makanan ditingkatkan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan bayi.
7) Tingkatkan frekeunsi pemberian makan anak seiring dengan
bertambahnya usia.
8) Berikan berbagai makanan yang kaya nutrisi untuk memastikan
kebutuhan gizi terpenuhi.
9) Gunakan makanan yang mengandung vitamin dan mineral sesuai
kebutuhan bayi.
10) Tingkatkan asupan cairan saat bayi sakit, lebih sering menyusui,
mendorong anak untuk makan makanan yang disukai dengan tekstur
yang lembut. Setelah sakit, berikan makanan lebih sering dari biasanya
dan dorong anak untuk makan dengan porsi yang lebih banyak.
c. Prinsip MP-ASI sesuai standar WHO
1) Age
MP-ASI diberikan saat bayi berusia 180 hari berdasarkan kesiapan
pencernaan bayi. Resiko pemberian MP-ASIsebelum usia 180 hari
beresiko terhadap infeksi pencernaan bayi dan penurunan produksi ASI.
Pemberian MP-ASItelat bulan dapat menyebabkan bayi tidak mendapat
cukup nutrisi, sehingga mengalami defisiensi zat besi dan terhambatnya
tumbuh kembang anak.
2) Frequency
Di awal MP-ASI diberikan 1-2 kali dalam sehari; seterusnya usia 6-9 bulan
diberikan 2-3 kali makan utama menu 4 bintang dalam sehari ditambah 1-
2 x cemilan; usia 9-12 bulan 3 x makan utama menu 4 bintang dan 2x
cemilan.
3) Amount
a) Di awal MP-ASI berikan sebanyak 2-3 sdm untuk tiap makan;

Disampaikan pada Seminar Nasional “Intervensi Holistik Integratif Penanganan


Anak Stunting” 30 Maret 2019
11

b) Usia 6-9 bulan bertahap mulai dari 3 sdm hingga 125 ml untuk tiap
makan;
c) Usia 9-12 bulan bertahap mulai dari 125 ml hingga 250 ml untuk tiap
makan.
4) Texture
Berdasarkan panduan WHO terbaru ini bayi langsung diberi puree/bubur
lembut semi kental. Patokan kekentalan dilihat dari makanan yang tidak
langsung tumpah mengucur ketika sendok dimiringkan, tapi jatuh
perlahan. Kekentalan berbanding lurus dengan banyaknya asupan kalori
dan nutrisi. Setelah mulai makan beberapa minggu sampai usia 9 bulan,
tekstur lebih kental berupa bubur saring yang lebih bertekstur agak kasar
dan akhirnya kasar. Mulai usia 9 bulan sudah diberikan makanan yang
dicincang halus, tidak keras dan mudah dijumput oleh anak, bukan berupa
bubur lagi. Diharapkan mulai usia 1 tahun anak sudah bisa makan
makanan keluarga.
Bayi belajar mengunyah dengan gusi, jadi pemberian makanan bertekstur
sesuai tahapan usia sesuai anjuran WHO tidak harus menunggu tumbuh
gigi. Pemberian makanan dengan tahapan tekstur justru akan membantu
merangsang pertumbuhan gigi.
Di usia 9 bulan inilah saat yang tepat untuk menstimulasi anak belajar
makan sendiri (belajar memegang dan memasukkan makanan ke dalam
mulut dengan tangan) melalui pemberian finger food (buah potong,
homemade cookies, sayuran kukus, dll).
5) Variety
Variasi keberagaman makanan diberikan sejak awal pemberian MP-ASI6
bulan yang terdiri dari aneka sumber karbohidrat; aneka sumber protein
nabati (kacang-kacangan) termasuk aneka jamur; aneka sumber protein
hewani seperti daging merah, termasuk telur, aneka ikan laut, aneka ikan
tawar; aneka sayuran dan aneka buah-buahan; serta sumber lemak
tambahan (mentega, santan, aneka minyak, margarin).
Untuk perkenalan awal MP-ASI, maksimal 2 minggu pertama (10-14 hari)
disarankan dikenalkan menu tunggal untuk tiap makan dari aneka sumber

Disampaikan pada Seminar Nasional “Intervensi Holistik Integratif Penanganan


Anak Stunting” 30 Maret 2019
12

karbohidrat sebagai makanan pokok keluarga, menyegerakan pemberian


aneka protein hewani, aneka kacang-kacangan/protein nabati, aneka
sayuran dan aneka buah-buahan. Pengenalan menu tunggal dianjurkan
ditambah dengan lemak tambahan kecuali pada buah. Bayi butuh asupan
serat dari sayur dan buah, tapi tidak banyak. Asupan serat yang banyak
justru dapat mengganggu pencernaan bayi.
Masuk minggu ketiga sudah WAJIB diberikan menu lengkap gizi
seimbang yang memenuhi komposisi menu 4 bintang dalam bentuk bubur
saring dalam 1 mangkuk/piring untuk tiap makan yang terdiri dari dari :
sumber karbohidrat + protein hewani + kacang-kacangan + sayuran , dan
dilengkapi dengan sumber lemak tambahan.
6) Active/responsive
Saat memberi makan, berikan respon anak dengan senyum, tetap jaga
kontak mata dengan anak, berikan kata-kata positif yang menyemangati.
Beri makanan lunak yang bisa dipegang untuk merangsang anak aktif
makan sendiri.
7) Hygiene
Menyiapkan dan memasak makanan secara higienis. Pastikan makanan
bebas patogen, tidak mengandung racun/bahan kimia berbahaya, cuci
bersih, masak dan simpan dengan baik, cuci tangan ibu dan bayi pakai
sabun sebelum makan.

Disampaikan pada Seminar Nasional “Intervensi Holistik Integratif Penanganan


Anak Stunting” 30 Maret 2019
13

d. Praktik Pemberian Makanan Tambahan Yang Dianjurkan


Umur
Jenis 6 bulan 14 hari 6-8 bulan 9-11 bulan 12-24 bulan
pertama
Frekuensi 2-3 kali secara 3 kali sehari makanan 3 kali sehari makanan utama 3-4 kali sehari makanan
bertahap utama 1-2 kali sehari makanan selingan utama 2-3 kali sehari
1-2 kali sehari makanan (biskuit/buah) makanan selingan
selingan (buah) (biskuit/buah)

Takaran 2-3 sendok makan ½ cangkir/mangkok setiap ½ cangkir/mangkok – 1 1 cangkir/mangkok setiap


setiap pemberian pemberian camgkir/mangkok setiap pemberian
pemberian.
Tekstur Bubur kental Bubur kasar Bubur kasar Nasi
Makanan yang dicincang atau
dilumatkan
Variasi Menu tunggal ( rasa Menu 4 bintang Menu 4 bintang Menu disamakan seperti
tunggal yaitu tanpa Karbohidrat, protein Karbohidrat, protein nabati, makanan keluarga sehari-
campuran garam,gula nabati, protein hewani, protein hewani, sayuran. hari.
atau penyedap rasa) sayuran.
Contoh : Lemak tambahan.
Lemak tambahan.
Buah untuk makanan selingan
Buah untuk makanan
selingan Perkenalkan karbohidrat dari
tepung dan finger food mulai 8
bulan

Disampaikan pada Seminar Nasional “Intervensi Holistik Integratif Penanganan Anak Stunting” 30 Maret 2019
14

4. Nutrisi anak usia 2-5 tahun


a. Biasakan makan 3 kali sehari (pagi, siang dan malam) bersama keluarga
b. Perbanyak mengkonsumsi makanan kaya protein seperti ikan, telur, tempe,tahu, ayam
dan daging.
c. Perbanyak konsumsi sayuran dan buah
d. Batasi mengkonsumsi makanan selingan terlalu manis, asin dan berlemak
e. Minumlah air putih sesuai kebutuhan(Kementerian Kesehatan RI, 2014)
5. Nutrisi pada Remaja
a. Biasakan makan 3 kali sehari (pagi, siang dan malam) bersama keluarga
b. Biasakan mengkonsumsi ikan dan sumber protein lainnya
c. Perbanyak mengonsumsi sayuran dan cukup buah
d. Biasakan membawa bekal makanan dan air putih dari rumah
e. Batasi konsumsi makanan cepat saji, jajanan dan makann selingan yang manis, asin
dan berlemak(Kementerian Kesehatan RI, 2014)

DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, R. A., Muniroh, L., & Farapti. (2016). Perbedaan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dan
Riwayat Pemberian ASI Eksklusif pada Balita Stunting dan Non Stunting. Media Gizi
Indonesia, 11(1), 61–69.
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Pedoman gizi seimbang. Jakarta: Bina Gizi dan KIA
Kementrian Kesehatan RI.
Kementrian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2018). Hasil Utama
RISKESDAS 2018.
Ni’mah, K., & Nadhiroh, S. R. (2015). Faktor yang berhubungan dengan kejadian Stunting pada
Balita. Media Gizi Indonesia, 10(1), 13–19.
Nurlaila, Utami, W., & Cahyani, T. . (2018). Buku Ajar Keperawatan Anak (1st ed.). Yogyakarta:
Leutikaprio.
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. (2018). Topik Utama: Situasi Balita Pendek
(Stunting) di Indonesia. Buletin Jendela Data Dan Informasi Kesehatan.
Rachmi, C. N., Agho, K. E., Li, M., & Baur, L. A. (2016). Stunting , Underweight and Overweight
in Children Aged 2 . 0 – 4 . 9 Years in Indonesia : Prevalence Trends and Associated Risk

Disampaikan pada Seminar Nasional “Intervensi Holistik Integratif Penanganan Anak


Stunting” 30 Maret 2019
15

Factors, 1–17. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0154756


Rahayu, A., Yulidasari, Putri, A. O., & Rahman, F. (2015). Riwayat Berat Badan Lahir dengan
Kejadian Stunting pada Anak Usia Bawah Dua Tahun. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional, 10(2), 67–73.
Susiloretni, K. A., Hadi, H., Blakstad, M. M., Smith, E. R., & Shankar, A. H. (2019). Does
exclusive breastfeeding relate to the longer duration of breastfeeding? A prospective cohort
study. Midwifery, 69, 163–171. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.midw.2018.11.008
World Health Organization. (2009). Infant and young child feeding. Switzerland: WHO Library
Catalogue-in-Publication Data.

Disampaikan pada Seminar Nasional “Intervensi Holistik Integratif Penanganan Anak


Stunting” 30 Maret 2019

Anda mungkin juga menyukai