Disfoniaa
Disfoniaa
Disfoniaa
DISFAGIA
Oleh:
Surahmayanti Tahir
110 206 031
Supervisor:
Dr. dr. M. Amsyar Akil, Sp.THT-KL(K)
Mengetahui,
Supervisor
i
DAFTAR ISI
4. DIAGNOSIS ............................................................ 7
7. PENATALAKSANAAN ............................................................ 8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN
disebabkan kelainan pada organ-organ fonasi, terutama laring, baik yang bersifat
suara atau disfonia ini dapat berupa suara parau yaitu suara terdengar kasar
(roughness) dengan nada lebih rendah dari biasanya, suara lemah (hipofonia),
hilang suara (afonia), suara tegang dan susah keluar (spastik), suara terdiri dari
dalam ketegangan serta gangguan dalam pendekatan (aduksi) kedua pita suara kiri
yang dilakukan pada 1 Januari 2004 sampai 31 Desember 2008 menemukan dari
hampir 55 juta individu dalam database, 536.943 pasien (usia 0 sampai >65 tahun)
lebih tinggi di antara perempuan dibandingkan laki-laki (1,2% banding 0,7%) dan
di antaranya usia > 70 tahun (2,5%). Secara keseluruhan diagnosis yang paling
1
sering adalah laringitis akut, disfonia tidak spesifik, lesi plika vokalis benigna, dan
laringitis kronik. Dokter layanan primer lebih sering mendiagnosis laringitis akut,
keseluruhan prevalensi kanker laring pada populasi diobati-dicari adalah 2,2% dan
kemungkinan terdapatnya gangguan suara pada pekerja call center dan back
pekerja call center sebesar 78% dan back office sebesar 51%.3
berlangsung lama (kronik) keadaan ini dapat merupakan tanda awal dari penyakit
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. ANATOMI LARING
Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas.
Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar
Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah batas
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan
beberapa buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang
tendo dan otot-otot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan
laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini bekerja
kuneiformis.1
a. Kartilago krikoid
3
b. Kartilago aritenoid
krikoaritenoid.
d. Kartilago kuneiformis
f. Kartilago tiroid
prominence, Adam’s apple. Dibalik Adam’s apple ini terletak korda vokalis.
g. Kartilago epiglotis
Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi
krikoaritenoid.1
4
ligamentum ventrikularis, ligamentum vokalis yang menghubungkan kartilago
laring sendiri.1
5
Gambar 1. a. Tampak anterior laring pada leher. b dan c. Anatomi rangka laring4
Rongga Laring
Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas
bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas
tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago
6
elastikus dan arkus kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya ialah
ventrikularis, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika
Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotis, sedangkan
Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian,
Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut
Rima glotis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian
interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plika vokalis, dan
adalah rongga laring yang terletak di bawah pita suara (plika vokalis).1
Persarafan laring
7
muskulus laring sangat kompleks baik ditinjau dari segi anatomi maupun
fisiologi. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik.1
Dari sudut anatomi, N. laringis inferior sinistra lebih panjang karena harus
membelok diaorta dahulu sebelum naik keatas. Akibatnya saraf ini mudah
mengalami gangguan.1
sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara. Saraf ini mula-mula terletak di
atas M.konstriktor faring medial, di sebelah medial A.karotis interna dan eksterna,
kemudian menuju ke kornu mayor tulang hioid, dan setelah menerima hubungan
dengan ganglion servikal superior, membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus
Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari N.rekuren setelah saraf itu
sedangkan N.rekuren kiri akan menyilang arkus aorta. Nervus laringis inferior
8
ramus anterior dan ramus posterior. Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot
Pendarahan
Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu A.laringis superior dan
A.laringis inferior.2
lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk mempendarahi mukosa dan otot-otot
laring.1
9
Arteri laringis inferior merupakan cabang. dari A.tiroid inferior dan
masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari M.konstriktor faring inferior. Di
dalam laring arteri itu bercabang-cabang, mempendarahi mukosa dan otot serta
superior.1
Vena laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan
A.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid
10
Gambar 4. Suplai darah laring4
Pembuluh Limfa
Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vokal. Disini
mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokalis. Di daerah lipatan
kelenjar dari bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari
11
dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa di antaranya menjalar sampai sejauh
kelenjar supraklavikular.1
2. FISIOLOGI LARING
serta fonasi.1
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda
asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis
laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilago
12
Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam
trakea dapat dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang
Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima
(abduksi).1
sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga sebagai alat
yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis dan
dalam laring.1
Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara serta
ketegangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi maka M. krikotiroid
atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan
13
yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi M. krikoaritenoid akan
nada.1
Gejala klinis disfonia seperti suara serak, kasar atau rasa gatal, suara
kering atau ada benjolan di tenggorokan. 5 Namun, ada pula gejala yang menyertai
berdasarkan penyebabnya.
dan sekitarnya. Penyebab (etiologi) ini dapat berupa radang, tumor (neoplasma),
paralisis otot-otot laring, kelainan seperti sikatriks akibat operasi, fiksasi pada
sendi krikoaritenoid dan lain-lain. Ada satu keadaan yang disebut sebagai disfonia
ventrikular, yaitu keadaan plika ventrikular yang mengambil alih fungsi fonasi
dari pita suara, misalnya sebagai akibat pemakaian suara yang terus menerus pada
pasien dengan laringitis akut. Inilah pentingnya istirahat berbicara (vocal rest)
Radang laring dapat akut atau kronik. Radang akut biasanya disertai gejala
lain seperti demam, malaise, nyeri menelan atau berbicara, batuk, disamping
gangguan suara. Kadang – kadang dapat terjadi sumbatan laring dengan gejala
14
Radang kronik nonspesifik, dapat disebabkan oleh sinusitis kronis,
bronkitis kronis atau karena penggunaan suara yang salah dan berlebihan (vocal
abuse) seperti sering berteriak – teriak atau berbicara keras. Vocal abuse juga
sering terjadi pada penyanyi, penceramah, aktor, dosen, guru dan lain – lain.1
Tumor laring dapat jinak atau ganas. Gejala tergantung dari lokasi tumor,
misalnya tumor pada pita suara, gejala gangguan suara akan segera timbul dan
bila tumor tumbuh menjadi besar dapat menimbulkan sumbatan jalan napas.
Tumor jinak laring seperti papiloma sering ditemukan pada anak dimana disfonia
merupakan gejala dini yang harus diwaspadai. Begitu pula padatumor ganas pita
gangguan suara yang menetap. Tumor ganas sering disertai gejala lain, misalnya
batuk (kadang – kadang batuk darah), berat badan menurun, keadaan umum
memburuk.1
Tumor pita suara non neoplastik dapat berupa nodul, kista, polip atau
edema submukosa (Reinke’s edema). Lesi jinak yang lain dapat berupa sikatriks,
sentral maupun perifer, dan biasanya paralisis motorik bersama dengan paralisis
mempunyai gejala lain dan muncul sebagai kelaianan neurologik selain dari
15
tabes dorsalis, multipel sklerosis. Penyebab perifer misalnya ; tumor tiroid,
Paralisis pita suara merupakan kelainan otot intrinsik laring yang sering
5 posisi pita suara, posisi median, paramedian, intermedian, abduksi ringan dan
abduksi penuh. Pada posisi median kedua pita suara berada di garis tengah, pada
intermedian 7 mm. Pada posisi abduksi ringan pembukaan pita suara 14 mm dan
Gambaran posisi pita suara dapat bermacam – macam tergantung dari otot
mana yang terkena. Saraf laring superior dan inferior bersifat motorik dan
Paralisis motorik otot laring dapat digolongkan menurut lokasi jenis otot
yang terkena atau jumlah otot yang terkena. Penggolongan menurut lokasi,
misalnya dikenal paralisis unilateral atau bilateral. Menurut jenis otot yang
terkena dikenal paralisis aduktor atau paralisis abduktor atau paralisis tensor.
Sedangkan menurut jumlah otot yang terkena, paralisis sempurna atau tidak
sempurna.1
16
4. PATOMEKANISME
sifat epitel dapat secara signifikan membatasi dan mengubah gerakan gelombang
perjalanan normal pita suara. Perubahan ini jelas terdengar, bahkan untuk orang
Jika pita suara menutup bersama terlalu kuat karena keadaan patologi,
siklus getaran menjadi tersentak dan suara terdengar keras dan terpotong-potong.
Jika pita saling mendekat terlalu lemah atau tidak dapat bertemu, suara terdengar
lemah dan mendesah dan kenyaringan tidak dapat ditingkatkan. Dalam hal ini,
getaran pita suara dapat menjadi tidak sesuai sementara, disebabkan sisi kanan
5. DIAGNOSIS
pemeriksaan penunjang.1
Anamnesis
atau alkohol, hobi atau aktivitas di luar pekerjaan, penyakit yang pernah atau
sedang diderita, alergi, lingkungan tempat tinggal dan bekerja, dan lain-lain.1,7
17
Sangat penting untuk menanyakan riwayat pembedahan yang memerlukan
anestesi umum. Apakah pasien pernah mengalami cedera leher atau tidak. Pada
anestesi umum dipakai pipa endotrakeal yang dapat merusak pita suara dan
menyebabkan serak.7
untuk melihat laring melalui kaca laring atau dengan menggunakan teleskop
laring baik yang kaku (rigid telescope) atau serat optik (fiberoptic telescope).
laringoskopi) sehingga akan memberikan visualisasi laring (pita suara) yang lebih
jelas baik dalam keadaan diam (statis) maupun pada saat bergerak (dinamis).
Selain itu dapat juga dilakukan dokumentasi hasil pemeriksaan untuk tindak lanjut
hasil pengobatan. Visualisasi laring dan pita suara secara dinamis akan lebih jelas
dapat diperlambat (slowmotion) sehingga dapat terlihat getaran (vibrasi) pita suara
dan gelombang mukosanya (mucosal wave). Dengan bantuan alat canggih ini
Selain secara anatomis fungsi laring dan pita suara juga dapat dinilai
dengan menganalisa produk yang dihasilkannya yaitu suara. Analisa suara dapat
dilakukan secara perseptual yaitu dengan mendengarkan suara dan menilai derajat
18
(astenisitas) dan kekakuan (strain). Saat ini juga telah berkembang analisis akustik
dianalisis. Parameter akustik dan spektogram ini dapat dibandingkan antara suara
normal dan suara yang mengalami gangguan. Alat ini juga dapat digunakan untuk
(mikrolaringoskopi).1
anatomi.1
6. PENATALAKSANAAN
suara dan bicara (Voice-speech therapy), terapi psikogenik, dan tindakan operatif.
19
Tindakan operatif untuk mengatasi gangguan suara atau disfonia disebut
Phonosurgery.1
perilaku bermain.5
20
BAB III
KESIMPULAN
disebabkan kelainan pada organ-organ fonasi, terutama laring, baik yang bersifat
berlangsung lama (kronik) keadaan ini dapat merupakan tanda awal dari penyakit
Gejala klinis disfonia seperti suara serak, kasar atau rasa gatal, suara
kering atau ada benjolan di tenggorokan. Disertai dengan gejala lain yang sesuai
suara dan bicara (Voice-speech therapy), terapi psikogenik, dan tindakan operatif.
21
DAFTAR PUSTAKA
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Ed. Ke-7. Badan Penerbit
343-348.
Jakarta. Dalam: Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 59, No. 5. Jakarta. 2009.
Hal. 203-207.
5. Clarke R. Voice Disorders. In: Disease of The Ear, Nose and Throat Lecture
7. Swartz MH. Rongga Mulut dan Faring. Dalam: Buku Ajar Diagnostik Fisik.
Terj. Petrus L, R.F. Maulani, Jan T. EGC: Jakarta. 1995. Hal. 139-153.
22