SYARIAH INDONESIA
Dosen Pengampu:
Budi Sukardi, S.E.I.,M.S.I
Disusun oleh:
Kelompok 8
Kelas 5B
PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2019
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keuangan syariah merupakan suatu segmen industri keuangan
global yang paling pesat pertumbuhannya, khususnya dunia
perbankan. Di Indonesia sendiri perkembangan industri perbankan
dilakukan di bawah sistem perbankan ganda. Tetapi Bank Syariah
merupakan lembaga intermediasi yang mirip dengan bank
konvensional. Perbedaan mendasar yaitu adanya lima prinsip utama
yang meliputi larangan bunga (riba), gharar, maysir, dan investasi
dalam industri yang tidak etis. Prinsip-prinsip tersebut cenderung
meningkatkan stabilitas keuangan pada lembaga keuangan syariah di
Indonesia.1
Pada tahun 1998, terjadi perubahan UU No. 7 tahun 1992, yang
berdasarkan undang-undang tersebut bank umum konvensional boleh
melakukan kegiatan usaha dengan prinsip syariah. Akan tetapi setelah
pendirian, Bank Syariah memiliki kendala risiko yang mana pada bank
umum konvensional tidak ada, yaitu adanya risiko imbal hasil.
Sedangkan imbal hasil tersebut sangat mempengaruhi Dana Pihak
Ketiga, apalagi jika tingkat suku bunga Bank Konvenional lebih besar
dibandingkan dengan tingkat bagi hasil Bank Syariah. Hal tersebut
dapat menyebabkan nasabah untuk melakukan penarikan dana dan
mungkin lebih memilih pindah ke Bank Konvensional.2
1
Salina Kassim dan Zairy Zaino, “An Analysis of Islamic Bank’s Exposure to Rate of
Return Risk”, Journal of Economic Cooperation and Development Vol. 31 No. 1, 2010, Hal.
59-61.
2
Ario Bagas Khoirudzaki,”Analisis Manajemen Risiko Imbal Hasil Terhadap
Perhitungan Bagi Hasil di Perbankan Syariah”, (Makalah yang Diajukan Sebagai Tugas
Kuliah Manajemen Risiko Bank Syariah, Jakarta, 2018), Hal. 1.
Dalam konteks keseluruhan eksposur neraca, bank-bank Islam
terkena "tekanan" yang dihasilkan dari memegang aset pengembalian
tetap seperti murabahah yang dibiayai oleh akun investasi, dan
pemegang yang mengharapkan tingkat pengembalian sesuai dengan
harga patokan. Tekanan tersebut berasal dari peningkatan suku bunga
acuan dapat mengakibatkan investor atau penyedia dana memiliki
ekspektasi tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Sehingga risiko
pengembalian berbeda dari risiko suku bunga karena bank syariah
peduli dengan hasil kegiatan investasi mereka pada akhir tahun periode
memegang investasi. Menurut Iqbal dan Greuning(2008), tingkat
risiko pengembalian berbeda dari risiko tingkat bunga dalam dua cara.
Pertama, karena bank syariah memiliki campuran mark up-based dan
investasi berbasis ekuitas, ada ketidakpastian yang lebih tinggi dalam
tingkat pengembalian yang diperoleh dari investasi dibandingkan
dengan bank konvensional yang beroperasi dengan berbasis bunga di
mana terdapat efek pendapatan tetap pada sisi aset. Kedua,
pengembalian deposito di bank konvensional telah ditentukan,
sementara pengembalian deposito di bank syariah diantisipasi tetapi
tidak disepakati sebelumnya.3
Sehingga risiko imbal hasil atau risk return yang dihadapi oleh
perbankan syariah tidak bisa dipandang sebelah mata. Hal tersebut
telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011
yang berisi bahwa bank syariah harus menambah dua penerapan
3
Abar Fitwi dan Laura Elder, “Unravelling Risk and Return in Islamic Banking:
Does the Perceived High Return Risk”, Journal of Economic Cooperation and Development
Vol. 2 No. 2, 2015, Hal. 194-195.
manajemen risiko yaitu risiko investasi (equity investment risk) dan
risiko imbal hasil (rate of return risk).4
Risiko imbal hasil pada perbankan syariah adalah risiko yang
timbul karena adanya akad syirkah (kerja sama) dalam bentuk
mudharabah dan musyarakah sehingga berdampak pada munculnya
profit and loss sharing (PLS). Risiko imbal hasil ini memiliki
pengaruh positif terhadap imbal hasil yang dibagikan bank syariah
kepada nasabah yang diambil dari investasi rekening nasabah itu
sendiri. Selain itu, imbal hasil juga berpengaruh positif pada tingkat
imbal hasil yang akan dibagikan pada para nasabah.5
Berdasarkan pemaparan tersebut penulis ingin menjelaskan
tentang tingkat risiko pengembalian atau imbal hasil yang dihadapi
oleh industri perbankan syariah dalam menyalurkan dan
pembiayaannya untuk menghasilkan return yang sesuai dan dapat
mengembalikan dana nasabah berikut dengan imbal hasilnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan risiko imbal hasil pada bank
syariah?
2. Bagaimana risiko imbal hasil di perbankan syariah?
3. Bagaimana profil risiko imbal hasil pada bank syariah?
4. Bagaimana penilaian risiko inheren untuk risiko imbal hasil
pada bank syariah?
5. Bagaimana kualitas penerapan manajemen risiko imbal hasil
pada bank syariah?
4
Abdul Latief Fathi, Skripsi:”Analisis Potensi Risiko dan Pengembalian Hasil
Deposito Mudharabah pada BUS dan UUS Menggunakan VAR dan RAROC”, (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah, 2018), Hal. 6.
5
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risko Perbankan Syariah di Era Digital:
Konsep dan Penerapan di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2018), Hal. 230.
6. Berikanlah contoh studi kasus risko imbal hasil dan cara
perhitungannya?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan risko imbal hasil pada
bank syariah.
2. Mengetahui bagaimana risiko imbal hasil di perbankan
syariah?
3. Mengetahui profil risiko imbal hasil pada bank syariah.
4. Mengetahui penilaian inheren risiko imbal hasil pada bank
syariah.
5. Mengetahui kualitas penerapan manajemen risiko imbal hasil
pada bank syariah.
6. Mengetahui kasus dari risiko imbal hasil dan cara
perhitungannya.
D. Kajian Teori
Dalam UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah,
menjelaskan bahwa:
1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk simpanan, kredit, dan/atau
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
masyarakat.
2. Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut
tentang bank umum syariah dan unit usaha syariah,
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.6
6
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risko Perbankan Syariah di Era Digital:
Konsep dan Penerapan di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2018), Hal. 24.
Menurut Bank Indonesia, risiko adalah potensi kerugian akibat
terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu. Risiko dalam konteks
perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat
diperkirakan (expected) maupun yang tidak dapat diperkirakan
(unexpected) yang berdampak pada pendapatan dan permodalan suatu
bank syariah.7 Sehingga dapat diartikan bahwa lembaga perbankan
syariah adalah salah satu bisnis yang tidak saja bisa menghasilkan laba
untuk dibagi hasikan kepada para nasabahnya tetapi bank syariah juda
dapat mengalami kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa yang tidak
diduga.
Menurut James A.F. Stoner, manajemen adalah suatu proses
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian
upaya anggota organisasi dan menggunakan sumber daya organisasi
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.8
Manajemen risiko adalah suatu tahapan proses yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian
SDM untuk meminimalisasi kerugian yang akan dihadapi oleh
perbankan syariah sehingga dapat tercapai tujuan yang telah
ditetapkan. Beberapa aspek dalam manajemen risiko meliputi:
1. Pengawasan aktif direksi, dewan komisaris, dan dewan
pengawas syariah.
2. Kecukupan kebijakan dan prosedur manajemen risiko dan
penetapan limit risiko.
3. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan,
pengendalian risiko, serta sistem informasi manajemen.
7
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003.
8
Khaerul Umam, Manajemen Perbankan Syariah, (Bandung: Pustaka Setia, 2013),
hal. 41.
4. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.9
9
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risko Perbankan Syariah di Era Digital:
Konsep dan Penerapan di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2018), Hal. 36.
10
Ibid, hal. 40.
komoditas sehingga nilai portofolio atau aset yang dimiliki
bank menurun.
c. Risiko Kredit adalah risiko yang timbul akibat kegagalan
(default) dari pihak lain dalam memenuhi kewajibanya.
d. Risiko Hukum adalah risiko yang timbul akibat tuntutan
hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. Risiko ini juga dapat
timbul antara lain karena ketiadaan peraturan perundang-
undangan yang mendasari atau kelemahan perikatan, seperti
tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau agunan yang
tidak memadai.
e. Risiko Imbal Hasil adalah risiko akibat perubahan tingkat
imbal hasil yang dibayarkan bank kepada nasabah karena
terjadi perubahan tingkat imbal hasil yang diterima bank dari
penyaluran dana yang dapat mempengaruhi perilaku nasabah
dan pihak ketiga.
f. Risiko Investasi adalah risiko akibat bank ikut menanggung
kerugian nasabah yang dibiayai dalam pembiayaan bagi hasil.
g. Risiko Operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan
dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan
manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal
yang mempengaruhi operasional Bank. Sumber risiko ini
antara lain oleh sumber daya manusia, proses, sistem, dan
kejadian eksternal.
h. Risiko Stratejik adalah risiko akibat ketidaktepatan Bank
dalam mengambil keputusan dan/atau pelaksanaan suatu
keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi
perubahan lingkungan bisnis. Sumber Risiko Stratejik antara
lain ditimbulkan dari kelemahan dalam proses formulasi
strategi dan ketidaktepatan dalam perumusan strategi,
ketidaktepatan dalam implementasi strategi, dan kegagalan
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
i. Risiko Kepatuhan adalah risiko yang timbul akibat Bank tidak
mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-
undangan dan ketentuan yang berlaku. Sumber Risiko
Kepatuhan antara lain timbul karena kurangnya pemahaman
atau kesadaran hukum terhadap ketentuan maupun standar
bisnis yang berlaku umum.
j. Risiko Reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat
kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif
terhadap Bank. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam
mengkategorikan sumber Risiko Reputasi bersifat tidak
langsung (below the line) dan bersifat langsung (above the
line).
PEMBAHASAN
A. Pengertian Risiko Imbal Hasil
Risiko imbal hasil (rate of return risk) adalah potensi kerugian
akibat pergerakan imbal hasil di pasar yang berlawanan dengan posisi
atau transaksi bank. Bank syariah tidak mengalami risiko risiko suku
bunga, karena harga untuk pembiayaan dan pendanaan tidak
menggunakan tingkat suku bunga atau secara regulasi risiko imbal
hasil adalah risiko akibat perubahan tingkat imbal hasil yang
dibayarkan bank kepada nasabah risiko ini timbul karena adanya
perubahan perilaku nasabah dana pihak ketiga bank yang disebabkan
oleh perubahan ekspetasi tingkat yang di terima dari bank syariah.
Risiko imbal hasil pada perbankan syariah adalah risiko yang
muncul karena konsekuensi akad syirkah (kerjasama) yang berupa
mudharabah dan musyarakah sehingga berdampak pada munculnya
profit and loss sharing (PLS). PLS adalah perjanjian kontraktual antara
dua atau lebih pihak yang bertransaksi yang memungkinkan mereka
untuk menyatukan sumber daya (modal) mereka untuk diinvestasikan
dalam suatu proyek untuk berbagi dalam untung dan rugi finansial.11
Risiko imbal hasil serupa dengan risiko tingkat suku bunga
yang terdapat di bank konvensional. Namun terdapat perbedaan antara
risiko imbal hasil dengan risiko tingkat suku bunga yang ada di bank
konvensional, sebagaimana yang terdapat dalam tabel berikut.12
11
Inten Muetia, “Empirical Research on Rate of Return, Interest Rate And
Mudharabah Deposit”, Internasional Journal of Accounting Research Vol. 5 No. 1,
(Palembang: Universitas Sriwijaya, 2016), Hal. 2.
12
M. Nur Rianto Al – Arif dan Yuke Rahmawati. “Manajemen Risiko Bank
Syariah”, (Jakarta. UIN Press, 2015) hal:179
sebelumnya. Selain itu, konvensional telah
kembalian investasi yang ditentukan sebelumnya.
berdasarkan kemitraan
tidak akurat sampai akhir
periode investasi.
13
Ibid.
14
Bambang Rianto Rustam, “Manajemen Resiko Bank Syariah di Indonesia”,
(Jakarta: Salemba Empat, 2013), Hal. 254
tersebut. Pencadangan ini juga berpengaruh pada nasabah IAH yang
menaruh dana dalam jangka pendek atau menaruh dana dalam periode
dimana kinerja sedang baik. Karena pencadangan ini mereka akan
mendapatkan imbal hasil yang lebih rendah dari pada seharusnya
diterima jika ada pencadangan. Bank pun terkena dampak karena
labanya akan tergerus oleh pencadangan.15 Ada beberapa factor yang
harus dipertimbangkan oleh sebuah perbankan syariah terkait dengan
tingkat imbal hasil, yaitu:
1. Risiko komersial yang berasal dari tekanan persaingan
terhadap bank untuk menarik dan mempertahankan investor.
2. Cadangan penyaman keuntungan (PER).
3. Cadangan risiko investasi (IRR).16
C. Profil Risiko Imbal Hasil
Profil risiko adalah gambaran keseluruhan risiko yang melekat pada
operasional bank syariah baik BUS maupun UUS. Seluruh BUS dan UUS
harus menyusun laporan profl risiko sebagai bentuk pelaporan pada OJK.
Parameter atau indikator yang dapat digunakan dalam menilai risiko
inharen untuk risiko imbal hasil adalah :
a. Komposisi dana pihak ketiga
b. Strategi dan kinerja bank dalam menghasilkan laba atau
pendapatan
c. Perilaku nasabah dana pihak ketiga
D. Penilaian Risiko Inheren untuk Risiko Imbal Hasil
Penilaian risiko inheren merupakan penilaian atas risiko yang
melekat pada kegiatan bisnis Bank, baik yang dapat dikuantifikasikan
15
Ario Bagas Khoirudzaki,”Analisis Manajemen Risiko Imbal Hasil Terhadap
Perhitungan Bagi Hasil di Perbankan Syariah”, (Makalah yang Diajukan Sebagai Tugas
Kuliah Manajemen Risiko Bank Syariah, Jakarta, 2018), Hal. 9.
16
Irawan Febianto, “Adapting Risk Management for Profit and Loss Sharing
Financing of Islamic Banks”, Journal of Economic Cooperation and Development Vol. 2 No.
2, 2012, Hal. 78.
maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan
Bank. Karakteristik risiko inheren Bank ditentukan oleh faktor internal
maupun eksternal, antara lain strategi bisnis, karakteristik bisnis,
kompleksitas produk dan aktivitas Bank, industri dimana Bank
melakukan kegiatan usaha, serta kondisi makro ekonomi. Penilaian
atas risiko inheren dilakukan dengan memperhatikan
parameter/indicator yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Penetapan tingkat risiko inheren atas masing-masing jenis
Risiko mengacu pada prinsip-prinsip umum penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum. Penetapan tingkat risiko inheren untuk
masing-masing jenis Risiko dikategorikan ke dalam peringkat 1 (low),
peringkat 2 (low to moderate), peringkat 3(moderate), peringkat 4
(moderate to high), dan peringkat 5 (high).
E. Kualitas Penerapan Manajemen Risiko Imbal Hasil
Kualitas penerapan manajemen imbal hasil dapat dilihat dari 4 hal:
1. Tata kelola risiko mencakup evaluasi terhadap :
a. Perumusan risk appetite (tingkat risiko yang diambil)
dan risk tolerance
b. Kecukupan pengawasan aktif oleh dewan komisaris
dan direksi (termasuk kewenangan dan tanggung
jawab)
2. Kerangka manajemen risiko mencakup evaluasi terhadap:
a. Strategi manajemen risiko yang searah dengan risk
appetite dan tolerance risk
b. Kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung
terlaksanya manajemen risiko secara efektif
c. Kecukupan kebijaksanaan, prosedur, dan penetapan
limit.
3. Proses manajemen risiko, sistem informasi, dan SDM
mencakup evaluasi terhadap :
a. Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko
b. Kecukupan sistem informasi manajemen risiko
c. Kecukupan kuantitas dan kualitas SDM dalam
mendukung aktivitas proses manajemen risiko
4. Sistem pengendalian risiko mencakup evaluasi terhadap :
a. Kecukupan sistem pengendalian intern
b. Kecukupan kaji ulang oleh pihak independen dalam
bank, baik SKMR (Satuan Kerja Manajemen Risiko)
maupun SKAI (Satuan Kerja Audit Intern).17
17
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risko Perbankan Syariah di Era Digital: Konsep
dan Penerapan di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2018), Hal. 233.
18
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risko Perbankan Syariah di Era Digital: Konsep
dan Penerapan di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2018), Hal. 233-237.
a. Strategi pengolahan sumber dana atas investor
yang memiliki risiko imbal hasil lebih tinggi
telah dilakukan dengan baik.
b. Strategi penyediaan dana untuk portofolio yang
mengandung imbal hasil adalah tinggi,
terdiverifikasi, serta memiliki kualitas sangat
baik.
c. Perumusan risk appetite dan risk tolerance
imbal hasil sangat memadai dan telah sejalan
dengan sasaran strategis dan startegi bisnis
bank secara keseluruhan.
d. Dewan Komisaris dan direksi memiliki
kesadaran (awareness) dan pemahaman yang
sangat baik mengenai manajemen risiko imbal
hasil.
e. Pelaksanaan tugas komisaris dan direksi secara
keseluruhan sangat memadai.
Satisfactory Kualitas penerapan manjemen risiko imbal hasil
memadai. Meskipun terdapat kelemahan minor,
namun dapat diselesaikan pada aktivirtas bisnis
normal.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam
peringkat ini :
a. Pelaksanaan tugas komisaris dan direksi secara
keseluruhan memadai. Terdapat beberapa
kelemahan tetapi tidak signifikan dan dapat
diperbaiki dengan segera.
b. Fungsi manajemen risiko imbal hasil
independen, memiliki tugas dan tanggung
jawab yang jelas, dan telah berjalan dengan
baik.
c. Sistem informasi manajemen (SIM) risiko
imbal hasil tergolong baik, termasuk pelaporan
risiko imbal hasil kepada dewan komisaris dan
direeksi.
d. Delegasi kewenangan dikendalikan dan
dipantau secara berkala, dan telah berjalan
dengan baik.
e. Terdapat kelemahan tetapi tidak signifikan
berdasarkan hasiil kaji ulang independen.
Fair Kualitas penerapan manjemen risiko imbal hasil
cukup memadai. Meskipun persyaratan minimum
terpenuhi, terdapat beberapa kelemahana yang
memerlukan perhatian manajemen.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam
peringkat ini :
a. Perumusan risk appetite dan risk tolerance
cukup memadai, tetapi tidak selalau sejalan
dengan sasaran strategis dan strategi bisnis
bank secara keseluruhan.
b. Budaya manjemen risiko imbal hasil cukup
kuat dan telah diinternalisasikan dengan cukup
baik, tetapi belum selaku dilaksanakan dengan
konsisten.
c. Fungsi manajemen risio imbal hasil berjalan
cukup baik, namun terdapat kelemahan yang
cukup signifikan yang perlu diselesaikan
manajemen.
d. Delegasi kewenangan cukup baik, tetapi
pengendalian dan pemantauan tidak selalau
dilaksanakan dengan baik.
e. Sistem informasi manajemen (SIM) risiko
imbal hasil memenuhi ekspektasi, tetapi
terdapat kelemahan termasuk pelaporan risiko
imbal hasil kepada dewan komisaris dan direksi
yang membutuhkan perhatian manajemen.
Marginal Kualitas penerapan manajemen risiko imbal hasil
kurang memadai. Terdapat kelemahan yang
signifikan pada berbagai aspek manajemen risiko
imbal hasil yang membutuhkan tindakan korektif
segera.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam
peringkat ini :
a. Stategi pengelolaan sumber dana atas investor
yang memiliki risiko imbal hasil tinggi
dilakukan dengan kurang baik.
b. Strategi penyediaan dana untuk portofolio yang
mengandung imbal hasil adalah rendah, kurang
terdiversifikasi, serta memiliki kualitas kurang
baik.
c. Budaya manajemen risiko imbal hasil kurang
kuat dan belum diinternalisasikan pada setiap
tingkatan satuan kerja.
d. Kelemahan signifikan pada fungsi manajemen
risiko imbal hasil yang membutuhkan
perbaikan segera.
e. Delegasi kewenangan lemah, serta tidak
dikendalikan dan dipantau dengan baik.
Unsatisfactory Kualitas penerapan manajemen risiko imbal hasil
tidak memadai. Terdapat kelemahan yang
signifikan pada berbagai aspek manajemen risiko
imbal hasil, dimana tindakan penyelesaiannya
berada di luar kemampuan manajemen.
Contoh karakteristik bank yang termasuk dalam
peringkat ini :
a. Stategi pengelolaan sumber dana atas investor
yang memiliki risiko imbal hasil tinggi
dilakukan dengan tidak baik.
b. Strategi penyediaan dana untuk portofolio
yang mengandung imbal hasil adalah rendah,
kurang terdiversifikasi, serta memiliki kualitas
tidak baik.
c. Tindak lanjut atas kaji ulang independen
kurang memadai.
d. Strategi pembiayaan kurang sejalan dengan
risk appetite dan risk tolerance.
e. Sistem pengendalian intern kurang efektif
dalam mendukung pelaksnaan manajemen
risiko imbal hasil.
F. STUDI KASUS
Kriteria Risiko Imbal Hasil:
DAFTAR PUSTAKA
Bagas Khoirudzaki, A. (2018). Manajemen Risiko Imbal Hasil Terhadap Perhitungan
Bagi Hasil di Perbankan Syariah. Makalah Manajemen Risiko Bank Syariah.
Febianto, I. (2012). Adapting Risk Management for Profit and Loss Sharing
Financing of Islamic Banks. Journal of Economic Cooperation and
Development, Vol. 3 No. 1.
Fitwi, A., & Laura, E. (2015). Unravelling Risk and Return in Islamic Banking does
The Perceived High Return Risk. Journal of Economic and Development,
Vol.2 No.2.
Kassim, S., & Zairy, Z. (2010). An Analysis of Islamic Bank's Exposure to Rate of
Return Risk. Journal of Economic Cooperation and Development, Vol. 31
No.1.
Latief Fathi, A. (2018). Skripsi: Analisis Potensi Risiko dan Pengembalian Hasil
Deposito Mudharabah pada BUS dan UUS Menggunakan VAR dan RAROC.
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Nur Rianto Al-Arif, M., & Yuke, R. (2015). Manajemen Risiko Perbankan Syariah.
Jakarta: UIN Press.