BIOGRAFI SOEJOEDI
“Saya perang tidak digaji, saya semata-mata membela Tanah
Air, jadi saya menerima apa yang diberikan dengan pekerjaan saya” –
Soejoedi
1
di Bagian Mesin, setelah itu pindah ke Bagian Arsitektur pada tahun
1951.
2
Belanda termasuk negara
yang mengalami kerusakan
terparah semasa Perang Dunia II.
Karena itu, program utama
pemerintah pembangunan fisik
dari awal, khususnya penataan
ulang lingkungan perkotaan dan
penyediaan sarana perumahan.
Menghadapi program tersebut
arsitek Eropa belum siap dengan
pandangan, titik tolak dan
program perancangan arsitektur
yang baru. Di Belanda
menghasilkan dua pendekataan.
Di satu pihak mengikuti arsitek HP
Berlage, dipelopori oleh GM
Grandpre Moliere, kelompok ini menolak peran dan dominasi “fungsi”
terhadap unsur arsitektural lain karena cenderung bersifat
materialistik dan utiliter sementara yang diperlukan warga Belanda
adalah isi spiritualnya dengan mengutamakan kehati-hatian dalam
penataan denah supaya tidak menghasilkan wujud yang tanpa aura.
Kelompok ini dijuluki Delft Traditional School dan kuat pengaruhnya di
Technischehoogeschool, Delft.
3
bahwa sebuah karya arsitektur yang baik adalah sebagaimana
dicontohkan oleh hasil karya para pakar bangunan tersebut.
Berbentuk kubus dengan dilubangi pada kedua sisinya dan diletakkan pada
sebuah landasan yang menginspirasi Soejoedi dalam berkarya
4
` Apartemen karya Walter Gropius di Interbau, Berlin, ini memperlihatkan
lengkungan massa yang membuat unit-unit huniannya seakan terpusat ke sebuah
ruang luar. Soejoedi menerapkan kiat ini dalam penggubahan massa Gedung
Sekretarat proyek Conefo.
5
di perguruan tinggi di Indonesia sehingga mengakibatkan satu
satunya jurusan Arsitektur Institut Teknologi Bandung di Indonesia
terancam ditutup karena tidak adanya tenaga pengajar yang
sebelumnya ditangani oleh Professor Insinyur Van Rammond dan staff
pengajar lainnya yang berasal dari Belanda. Hal tersebut dapat
teratasi setelah beberapa perwakilan mahasiswa menghadap
Presiden Soekarno untuk mempertahankan Professor Insinyur Van
Rammond serta mendatangkan tenaga pengajar baru dari Eropa.
6
mengurangi kapasitasnya. Soejoedi juga mengenal baik kiat
merancang bangunan perkantoran berlantai banyak dengan
optimasi lahan dan ruang-luar melalui komposisi huruf Y yang lazim
diterapkan baik di Jerman Barat maupun Berlin Barat ketika itu.
7
Pada tahun 1960, Soejoedi menempuh ujian akhir dengan
mengajukan sebuah proyek Pesantren. Soejoedi berhasil memuaskan
pengujinya dengan teknik penggambaran yang memukau yang
penyajiannya hanya berberapa lembar saja. Soejoedi lulus pada
tahun 1960 dengan predikat tertinggi yang diberikan oleh Technische
Universitat, Berlin Barat.
8
dimana Indonesia berkesempatan menampilkan kehebatan budaya
dan peradabannya dalam bentuk paviliun. Namun tanpa alasan yang
jelas Soejoedi mengundurkan diri dari jabatan tersebut.
9
PROYEK CONEFO (JAKARTA)
Dengan ditetapkannya
Soejoedi sebagai pemenang
sayembara Conefo. Beliau pun
diangkat sebagai Ketua Tim Desain
dalam organisasi Koppronef
( Komando Operasional Projek
Conefo). Karena pertimbangan
besarnya tanggung jawabnya atas proyek ini, akhirnya Soejoedi
pindah ke Jakarta
PT GUBAHLARAS
10
Braga
Permai adalah
sebuah kafe-
restoran yang
didirikan oleh
Soejoedi
semasa ia
menjabat
sebagai Ketua
Jurusan
Arsitektur di
ITB. Pada mulanya, nama kafe-restoran ini adalah Maison
Bogerijen. Pasa saat berada di lokasi, ini berbentuk sebuah
bangunan gedung bergaya Villa Eropa yang ditandai dengan atap
curam tipe mansaart (dua tekukan dengan kemiringan berbeda,
tekukan bagian atas lebih rendah daripada tekukan bawah).
Gugusan massanya simetris dan dimundurkan dari garis
sempadan. Bagian depan gedung terdapat kursi dan meja yang
dinaungi payung yang mengesankan musim panas di eropa. Pada
bagian depan (pintu masuk) bangunan ini dibuat cembung untuk
menambah kesan volumetrik serta plastis sehingga
keseluruhannya mengingatkan pada prinsip perancangan urban
yang dipelopori oleh arsitektur Baroque.
11
Pemasukan lantai satu bangunan yang
menunjukkan kesan melayag
12
perbedaan dimensi dinding dan cahaya yang datang sebagai garis
tebal yang utuh.
D. Tujuan
13
negara yang dikatagorikan sebagai new emerging forces oleh
Presiden Soekarno. Rencananya negara-negara tersebut akan
dihimpun dalam sebuah organisasi baru yang menandingi PBB.
Alasan
Sayembara
Proses Perancangan
14
kegiatan sekretariat diletakkan disampingnya, massa bangunan
untuk perjamuan diletakkan dalam posisi linear terhadap massa
bangunan sekretariat sedangkan massa bangunan auditorium
diletakkan tegak lurus terhadapnya. Massa bangunan untuk
gedung persidangan direncanakan berwujud dasar lingkaran dan
beratap kubah sempurna, kurang lebih seperti gedung
persidangan di Kompleks Parlemen Brasilia. Sementara massa-
massa bangunan lainya masih berwujud persegi panjang yang
kemudian diletakkan di atas sebuah podium yang
menghubungkan massa-massa itu satu sama lain sehingga
komunikasi dia antaranya dapat berlangsung tanpa harus keluar
dari bangunan. Apabila diperhatikan podium itu sendiri
membentuk wujud dengan karakteristik seperti massa bangunan
sekolah Bauhaus di Dessau, yaitu asimetrik di tinjau dari sudut
pandang manapun, sehingga dengan demikian mencerminkan
haluan modern yang sejak awal dipanuti Soejoedi.
Sumber: www.capitalteresina.com.br
15
Conefo sudah hampir habis. Dalam situasi terburu-buru, Soejoedi
Wiroatmodjo yang sudah hampir menyelesaikan gambar
rancangan dan maket gedung, ternyata belum memiliki
rancangan atap ruang sidang utama, yang menjadi induk dari
kompleks gedung rancangannya.
16
belah, maka akan ada beberapa potongan yang tidak kelihatan
keriputnya, sehingga bisa digabung menjadi kubah yang utuh.
Kemenangan Sayembara
17
peserta yang menyertakan maket. Keberadaan maket ini sangat
memudahkan tim penilai memahami wujud tiga dimensi, bila
bangunannya telah selesai. Selain itu, rancangan Soejoedi sangat
memudahkan pelaksanaan pembangunan gedung ini, karena bisa
dikerjakan secara terpisah-pisah, namun jika bangunannya telah
jadi semua, setiap unit akan saling berkaitan dalam satu
kesatuan.
Penyempurnaan Rancangan
18
di indonesa, yaitu dibuat dengan atap berkonstruksi kantilever
sejauh 5 sampai 7,5 meter dari dinding atau tiang-tiangnya
sehingga menghasilkan bayangan yang terasa menyejukkan.
19
Soejoedi, seperti telah diutarakan sebelumnya, percaya
bahwa prinsip naungan yang terjadi di arstektur vernakular
Indonesia dapat ditafsirkan dalam konteks modern melalui wujud
wujud geometrik murni dan untuk itu pilihan pribadinya adalah
wujud kubus. Sudah tentu Soejoedi tahu bahwa wujud cangkang
juga dapat digunakan dalam penafsiran modern tersebut,
sebagaimana digunakan pada gedung persidangan proyek
Conefo. Akan tetapi pilihan tersebut diambil karena merupakan
solusi terbaik untuk menampung demikian banyaknya orang di
dalam sebuah ruang bebas tiang. Dilain pihak Soejoedi tetap
mengusahakan agar wujud cangkang tersebut merepresentasikan
prinsip arsitektur vernakular indonesia, yaitu sebuah naungan
dengan batas sekelilingnya. Melalui permukaan atap yang
cembung soejoedi ingin merepresentasikan sebuah naungan
sedangkan bidang kacanya merepresentasikan sebuah batas.
Dilain pihak, bahan kaca yang tembus pandang tersebut juga
dimaksudkan merepredentasikan sesuatu yang tak terbatas.
Itulah mainfestasi modern atas konsep jagad cilik dan jagad gede
dalam pandangan masyaraka Jawa yang amat dikaguminya.
20
mengunjungi bangunan utama Conefo. Sesudah melihat
kenyataan di lapangan, Soeharto kemudian memutuskan untuk
menggunakan Gedung Conefo menjadi Gedung MPR/DPR, melalui
SK Nomor 79/U/Kep/11/1966, tanggal 9 November 1966.
Selanjutnya Panitia Proyek Pembangunan Conefo dibubarkan.
Proyek
ini dikerjakan
pada tahun
1969 sampai
1973.
Bangunan ini
berdiri di
Bendungan
Karang
Kates, Jawa
Timur.
Soejoedi
merancang bangunan ini berdasarkan gubahan dua selubung
bidang paralel dalam formasi simetrik yang masing-masing
menaungi fungsi benda (Sukada, 2011:96). Selubung pertama
yaitu selubung yang berukuran besar dan menaungi unit-unit
turbin sedangkan selubung yang kedua berupa sebuah bidang
kecil yang terletak di belakang selubung pertama untuk fungsi
perkantoran.
21
Bangunan ini terbuat dari beton exposed dengan sistem
struktur gabungan tiang dan dinding kaku dengan lipatan. Batu
exposed pada bangunan ini dikerjakan lebih halus, rata, dan licin.
Bidang lipatan terlihat di dua lokasi, pertama di tempat masuknya
air ke dalam
turbin. Lipatan
ini berupa
tudung segitiga
yang segaris
dengan posisi
bukaan kaca di
badan bangunan
gedung sehingga
terlihat akurat.
Yang kedua, berada pada selubung bidang besar agar bidang
tersebut tidak terlihat terlalu monoton. Teknik pelipatan tersebut
menghasilkan garis-garis cahaya linear di sekelilingnya. Seojoedi
juga mengartikan perbedaan fungsi kedua bangunan mellaui
perbedaan warna sehingga terlihat menarik.
22
Robbie
House,
karya F L
Wright.
23
Bangunan
Duta Merlin
adalah sebuah
hotel yang
kondisi awal
tapaknya
terdapat dua jenis
bangunan.
Soejoedi tidak
memperhatikan
kedua bangunan
tersebut dan menganggap tapak yang telah terbangun adalah
tapak kosong.
Untuk mengatasi tapak
yang begitu luas Sorjoedi
meletakkan dua massa
bangunan gedung tinggi ke
kedua tepi sisi tapak yang
menghadap ke Timur (Jln.
Gajah Mada dan Jln. Hayam
Wuruk), perkantoran 15 lantai
dan hotel 10 lantai. Massa
perkantoran digarap dengan
dengan teknik sayatan dan
geseran menjadi 2 selubung bidang sejajar dalam formasi
asimetrik, sedangkan untuk massa hotel digubah menjadi
selubung bidang huruf Y.
Pandangan atas vertikal gubahan massa-massa bangunan
tinggi tampak tidak serasi. Karena selubungnya berbeda.
Soejoedi mengubah massa untuk fasilitas apartemen dalam
bentuk bangunan yang tidak terlalu tinggi dan dengan wujud
kotak digabungkan komposisi asimetrik Soejoedi menyadari
perbedaan yang jauh dari massa-massa bangunan tinggi.
Sehingga beliau meletakkannya jauh di bagian belakang tapak
dan dipisahkan oleh jalur internal kendaraan serta taman yang
luas.
24
Rawamngun,
Jakarta Timur.
Menurut Sukada:
2011, wujud
tapak tersebut
memanjang
sepanjang jalan
dengan bentuk
tidak beraturan.
Soejoedi
berencana
mendirikan dua buah rumah tinggal di tapak tersebut sehingga ia
membagi tapak tepat ditengah dengan perbedaan luas yang
hampir sama. Kemudian ia menyusun pemograman arsitektur
yang sama untuk kedua bangunan rumah tinggal itu.
25
keluarga dan ruang privat dalam satu volume dengan dinding
pemisah yang tak ditutup sepenuhnya.
Ketiga, bagian privat. Bagian ini berupa kamar tidur dan ruang
makan yang berdekatan dengan ruangan servis, baik dapur,
kamar tidur pembantu, dan kamar mandi. Ruangan-ruangan
tersebut disusun secara linear membentuk huruf L dan dipusatkan
menuju halaman belakang. Bagian privat tersebut memberikan
kesan lebih lega. Baik kamar maupun ruang servis mendapatkan
cahaya dan penghawaan yang memadai.
26
Soejoedi tampak sangat memperhatikan detail-detail eleman
banguan pada ruamh ini. Tampak ukuran lantai dan
pembagiannya segaris dengan kaki dinding ataupun satu poros.
Sementara detail pertemuan langit-langit teritisan dan kemiringa
atap mengekspresikan keyakinannya terhadap prinsip naungan
pada rumah tinggal tropis di Indonesia.
Proyek
ini
dikerjakan
antara
tahun 1976
sampai
1978.
Terletak di
Pematang
Siantar,
Sumatra
Utara, jauh
dari medan
sebagai
ibukota
provinsi
terkait.
Pada proyek
ini, Soejoedi menampilkan kumpulan gubahan massa berwujud
dua selubung bidang yang digeser sejajar, masing-masing berada
dalam posisi zig-zag terhadap lainnya. Seluruh gugus massa
dilapisi bahan penutup luar yang sejenis dengan warna yang
sama pula sehingga terasa polos, keras, serta masif. Akan tetapi
satu-satu tepi selubung bidang tersebut bertemu bidang
permukaan depan yang dipasang dalam posisi diagonal terhadap
pola perletakan kumpulan massa tadi sehingga keseluruhan
gugusan massa tadi terasa lebih memanjang sekaligus
melunakkan kesan keras dan masif tiap gugusan.
27
terangkat
dari
Proyek ini
dikerjakan pada
tahun 1980 –
1982 yang
bersamaan
dengan 4
pengerjaan
proyek lainnya,
yaitu Pusat
Kehutanan,
Departemen
Pertanian, KBRI
di Kolombo, dan
Bank Ekspor
Impor di
Balikpapan. Bangunan ini berada pada pusta kota, yaitu di jalan
Medan Merdeka Barat dan diapit sejumlah bangunan
pemerintahan lainnya. Oleh karenanya, bangunan yang berada
pada pusat kota telah diatur dengan ketat, baik dalam hal
ketinggian, garis sempadan, hadapan, sampai fasad bangunan
gedungnya.
28
Soejoedi berusaha untuk mengubah pola-pola kolom yang grid
menjadi diagonal. Untuk menegaskan perubahan pola-pola
kolomnya, garis-garis horizontal di antara bidnag-bidang masif
tadi semakin ke bawah diletakkan semakin maju sehingga kesan
bangunan semakin volumetrik.
Usulan Soejoedi
mengenai pola-pola
digonal tersebu ditolak
oleh TPAK (Tim
Penasihat Arsitektur
Kota), bertugas
mengatur keserasian
bangunan-bangunan
pada wilayah
kewenangan RI, yang
menyatakan bahwa
pola tersebut akan
merusak bangunan di
sekitarnya. Namun
pada akhirnya, ususlan
Soejoedi diterima oleh
pihak TPAK. Soejoedi yang kala itu sedang mengurusi proyek yag
lain, tidak lagi meluangkan waktunya untuk memedulikan proyek
Departemen Perhubugan. Di lain pihak, usulan diagonal tersebut
tidak terlalu terlihat pada fasad. Selain itu, Soejoedi ingin
menghilangkan kesan masif pada bangunan dngan membuat
garis-garis horizontal yang void. Perubahan tersebut memang
mengurangi ketegasan posisi grid diagonal bangunan
gedungnya terhadap lingkungan seputar Lapangan Merdeka
namun tetap memperlihatkan sikap yang berbeda dari bangunan
gedung di sepanjang jalan Medan Merdeka Barat sehingga masih
terus mengundang pertanyaan dari para pemerhati bidang
arsitektur di Indonesia
29
Proyek ini dilaksanakan
pada tahun 1980-1984,
yang bersamaan dengan
proyek Departemen
Pertanian di Jakarta
Selatan. Kesamaan
tampak jelas pada kedua
bangunan yang didirikan
pada saat yang bersamaan
ini dan pada bangunan
yang telah didirikan 10 tahun sebelumnya, yaitu Duta Merlin.
Ketiga proyek tersebut berada pada lahan pojok, sehingga
Soejoedi mengolah bangunannya membentuk huruf Y.
V. DORONGAN ESTETIK
Dorongan Estetik pada hakikatnya berkenaan dengan hasrat
seseorang menyempurnakan hubungan dirinya dengan alam
sekeliling sampai mencapai tahap yang disebut “pandangan dunia”
(world view) (Sukada, 2011:44). Soejodi mendapatkan pengalaman
estetika yang dituangkannya ke dalam karya-karyanya ketika
menempuh studi di Prancis, Belanda, dan Jerman Barat, serta ketika
ia melakukan perjalanan studi ke negara-negara Skandinavia. Selain
itu, dorongan estetik di dalam dirinya muncul dari rasa kepeduliannya
terhadap masa denpan dunia arsitektur.
30
cilik (dunia kecil). Tetapi jagad cilik bila tidak ada kaitannya dengan
jagad gede (dunia besar) juga tidak ada artinya....Jagad cilik adalah
bangunan gedung yang harus mampu menunjukkan keselarasan,
kewajaran, kegairahan, dan kemanusiaan. Sementara itu, bagian luar
gedung juga harus sanggup menampilkan keserasian, kewajaran,
kegairahan, dan kealamian dengan situasi di sekelilingnya. Berdasar
hal tersebut, sebelum memulai berkarya maka pribadi arsiteklah
yang ahrus terlebih dahulu dibenahi....karya arsitektur bakal selalu
terkait dengan kepribadian sang arsitek”.
31
didukung oleh deretan tiang yang satu dengan lainnya diikat dengan
plat lantai dasar.
VI. RANGKUMAN
Dari tinjauan atas karya-karyanya jelas terlihat bahwa kemahiran
Soejoedi pada dasarnya terletaak pada kepekaannya terhadap situasi
tapak, pilihan gubahan massa bangunan gedungnya yang responsif
terhadap situasi tersebut, dan penanganan tampilan luar bangunan
gedungnya yang dilakukan secara komprehensif dengan penuh
kehati-hatian supaya semua elemen bangunan tampil proporsional
satu sama lainnya (Sukada, 2011). Selain itu, bangunan-bangunan
yang dirancangnya berciri khas interntional style berdasrkan
pengalamannya semasa kuliah di Eropa.
Selain itu, Soejoedi juga ikut ambil alih dalam penataan denah.
Denah rumah ia kelompokkan berdasarkan fungsi-fungsi yang terkait
antarruang. Selain itu, komposisi ruangan harus berkaitan dengan
ruang luar (taman dalam ataupun taman luar) sehingga ruangan
akan terasa lebih nyaman.
Ciri khas Soejoedi yang terdapat pada rumah tinggal yaitu posisi
pintu masuk. Apabila rumah tinggal satu lantai maka ia meletakkan
pintu masuk menghadap halaman samping agar tamu yang masuk
dapat terlebih dahulu mengamati keadaan sekitar. Apabila rumah
tinggal tersebut dua lantai maka ia mmbuat lantai kedua bangunan
seolah melayang dengan memasukkan posisi lantai satu dan
diperkuat dengan garis horizontal pada elemen-elemen bangunan.
32
memasukkan lantai bangunan dibawahnya sehingga terlihat
melayang. Selain itu, Soejoedi juga menggunakan bentukan massa Y
(bentuk Y) pada bangunan umum yang terletak pada lahan dipojok.
Hal ini dilakukannya untuk menambah kesan pandangan yang luas
terhadap fasad bangunan.
VIII. KESIMPULAN
A. SOSOK/PRIBADI SOEJOEDI
33
Soejoedi adalah pribadi yang sangat gemar menggambar. Sedari
kecil, ia suka sekali mengamati keadaan sekitar, terutama hal-hal
yang berkaitan dengan gedung dan pesawat terbang. Soejoedi
dikenal sebagai seseorang yang pekerja keras hingga ketika ia
sedang dalam masa peristirahatan pun ia masih terus bekerja.
B. PANDANGAN ARSITEKTUR
a. Kesan melayang
b. Bentukan Y
C. KARAKTERISTK KARYA
34
Karakteristik yang paling menonjol dari gubahan massa
bangunan Soejoedi adalah bentukan kubus yang mendominasi.
Menurutnya, kubus adalah elemen estetik yang merupakan
himpunan sekaligus perlindungan, megikuti kekagumannya pada
hasil karya para pelopor arsitektur modern Eropa serta potensinya
sebagai obyek baru yang responsif terhadap iklim dan cuaca
Indonesia. Soejoedi memilih bentukan kubus karena bentukn kubus
lebih mencerminkan ruangan yang fungsional.
35
DAFTAR PUSTAKA
Sukada, Budi A. 2011. Membuka Selubung Cakrawala “Arsitek Soejoedi”.
Jakarta: Gubahlaras, Arsitek dan Perencana
36