Egi rahman15010088
1. Geologi Regional
Secara fisiografi pulau kalimantan bagian selatan dibatasi oleh laut jawa dan di utara oleh Pegunungan
Mangkalihat. Mandala Meratus ini dibagi dalam dua satuan yaitu Punggungan Meratus di selatan dan
Antiklinorium Samarinda. Dari barat ke timur cekungan kutai dibagi menjadi 3 zona geomorfologi yang
memanjang dari utara ke selatan. Zona-zona itu dari barat adalah tinggian kutai, bagian tengah Antiklinorium
Samarinda dan bagian timur adalah Komplek Sinklinorium Delta Mahakam. Menurut E. Supriatna dan E.
Rustandi (1986), stratigrafi di Cekungan Kutai tersusun oleh batuan dari yang tertua sampai yang termuda adalah
Formasi.Pamaluan, Formasi Bebuluh, Formasi Pulaubalang, Formasi Balikpapan, Formasi Kampungbaru dan
Endapan Alluvial. Berdasarkan penjelasan dari peneliti terdahulu di atas mengenai geologi regional cekungan kutai
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sedimen cekungan kutai diendapkan pada Awal Tersier dari arah barat ke
timur pada lingkungan delta. Cekungan kutai berkembang pada regresi laut ke arah timur. Formasi pembawa
batubara yaitu Formasi Balikpapan dan Formasi Pulaubalang. Cekungan Kutai mempunyai pola umum struktur
lipatan - lipatan berupa antiklin dan sinklin. Evolusi struktur Cekungan Kutai dimulai pada kala Oligosen Akhir
yang ditandai dengan Orogen Kuching. Lipatan - lipatan ini tersebar dari pegunungan Meratus hingga
semenanjung Mangkaliat. Menurut Sumarso Priyomarsono dkk, 1996. Cekungan Kutai merupakan cekungan yang
sangat dalam, ke arah selatan dibatasi cekungan Barito dan sesar Adang yang mengarah barat laut - tenggara. Ke
arah utara dibatasi Mangkalihat dan sesar Sangkulirang. Cekungan Kutai dibagi menjadi 3 yaitu: Cekungan Kutai
bagian barat, Antiklinorium Samarinda, dan Cekungan Kutai bagian timur. Cekungan Kutai terbentuk karena
proses pemekaran pada kala Eosen Tengah yang diikuti oleh fase pelenturan dasar cekungan yang berakhir pada
Oligosen Akhir. Peningkatan tekanan disebabkan oleh tumbukan lempeng yang mengakibatkan pengangkatan
dasar cekungan ke arah barat laut yang menghasilkan siklus regresif utama sedimentasi klastik di Cekungan Kutai,
dan tidak terganggu sejak Oligosen Akhir hingga sekarang. Sejarah geologinya berawal pada kala Miosen Tengah
pengangkatan dasar cekungan dimulai dari bagian barat Cekungan Kutai yang bergerak secara progresif ke arah
timur sepanjang waktu dan dan bertindak sebagai pusat pengendapan. Pengendapan pada lingkungan laut terus
berlangsung hingga Oligosen dan menandakan perioda genang laut maksimum. Secara umum dijumpai lapisan
turbidit berselingan dengan serpih laut dalam, sedangkan batugamping terumbu ditemukan secara lokal dalam Fm.
Antan. Sedangkan urutan regresif di Cekungan Kutai mencakup lapisan klastik delta hingga paralik yang banyak
mengandung lapisan-lapisan batubara dan lignit. Siklus delta yang berumur Miosen Tengah berkembang secara
cepat ke arah timur dan tenggara. Progradasi ke arah timur dan tumbuhnya delta berlangsung terus sepanjang
waktu diselingi oleh tahapantahapan genang laut secara lokal.
1.1 Peta Lokasi (Judul, TNR 10, bold)
. Grup Bebuluh
Batugamping terumbu dengan sisipan batugamping pasiran dan serpih, warna kelabu, padat,
mengandung forameiniferabesar berbutir sedang. setempat batugamping menghablur, tak beraturan. Serpih kelabu
kecoklatan berselingan dengan batupasir halus kelabu tua kehitaman. Foraminifera besar yang jumpai antara lain
: Lepidocycilina Sumatroenis, Myogipsina Sp, Operculina Sp, mununjukan umur Miosen Awal – Miosen Tengah.
Lingkungan pengendapan laut dangkal dengan ketebalan sekitar 300 m. Formasi Babuluh tertindih selaras oleh
Formasi Pulu Balang.
. Grup Pulu Balang
Perselingan antara Greywacke dan batupasir kwarsa dengan sisipan batugamping, batulempung, batubara,
dan tuff dasit, Batupasir greywacke, kelabu kehijauan padat tebal lapisan antara 50-100 m. Batupasir kuarsa kelabu
kemerahan setempat tuffan dan gampingan tebal lapisan antara 15-60 cm. Batugamping coklat muda kekuningan,
mengandung foraminifera besar batugamping ini terdapat sebagai sisipan dalam batupasir kuarsa, dengan tebal
antara 10-40 cm. Di sungai Loa Haur, mengandung Foraminifera besar antara lain Austrotrilina howhici, Brelis
Sp, Lepidocycilina Sp, Myogipina Sp, menunjukan umur Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan laut
dangkal. Batulempung kelabu kehitaman dengan tebal lapisan antara 1-2 cm, setempat berselingan dengan
batubara dengan tebal ada yang mencapai 4 m. Tufa dasit, putih merupakan sisipan dalam batupasir kuarsa.
Grup Balikpapan
Perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan batulanau, serpih, batugamping dan batubara.
Batupasir kuarsa, putih kekuningan, dengan tebal 1-3 m disisipi lapisan batubara dengan tebal 5-10 cm. Batupasir
gampingan, coklat, berstruktur sedimen lapisan bersusun dan silang siur tebal, lapisan 20-40 cm
mengandung foraminifera kecil disisipi lapisan tipis karbon. Lempung kelabu kehitaman setempat mengandung
sisa tumbuhan oksida besi yang mengisi rekahan-rekahan setempat mengandung lensa-lensa batupasir gampingan.
Lanau gampingan berlapis tipis serpih kecoklatan berlapis tipis. Batugamping pasiran mengandung
Fosil menunjukan umur Moisen Akhir bagian bawah – Miosen tengah bagian atas.
#Jurasik-Kapur Awal
Lempeng australia terpisah dari antartika diikuti pergerak lempeng india-australia ke bagian utara.
Cekungan kutai berada pada lempeng Eurasia pada saat itu.
Selama akhir kapur, laut cina selatan mulai membuka (spreading) dan terjadi sampai Eosen tengah. Pada
saat itu Kalimantan terpisah dari pulau Hainan dan berkembang ke arah selatan mengikuti rifting.
Kejadian rift pertama ini mengakibatkan pembentukan intra-cratonic graben di daratan Cina dan
Kalimantan sepanjang patahan ekstensi yang berarah NE-SW. Rifting ini kemungkinan berkaitan
dengan tahap awal dari ekstrusi daratan Sunda (Tapponier,1986).
#Kapur akhir-Paleosen
Selama pemekaran diatas, juga beririsan dengan sebuah kejadian subduksi dari kerak samudera india-
australia yang menujam kerak Sunda. Zona ini membentuk komplek subduksi Meratus. Sekarang bisa
kita lihat sebagai punggungan kutai, dimana bagian sebelah barat dari punggungan kutai merupakan forc
arc basin pada saat itu (cekungan kutai atas) dan cekungan kutai bawah adalah cekungan samudera
dengan suplai sedimen yang masih sedikit. Mendekati akhir dari kejadian ini, fragmen kontinen dari
Gondwana yang dikenal dengan blok Kangean-Paternosfer mengalami collision dengan kompleks
subduksi Meratus. Pemotongan ini disebabkan oleh sayatan dari aktifitas magmatik.
#Paleosen Akhir-Miosen Tengah
Pemekaran laut cina selatan masih berlangsung selama periode ini. Terjadi subduksi Lupar akibat rifting
yang diikuti spreading tersebut. Pada masa itu, cekungan kutai atas merupakan busur magmatik dan
cekungan kutai bawah merupakan back arc basin dibuktikan dengan diendapkannya beberapa formasi.
#Eosen Tengah
Pada masa ini terjadi collision antara lempeng india dan asia yang mendorong terjadinya rotasi pulau
kalimantan berlawanan arah jarum jam. Beberapa lempeng besar mengalami modifikasi dan reaktifikasi
sesar yang sudah ada. Pergerakan patahan strike slip enechelon berasosiasi dengan displacement besar
ke arah selatan dari fragmen Asia sepanjang patahan Sungai Merah, di lempeng Indo-Cina hingga zona
Lupar di Kalimantan, telahmenghasilkan transtension (wrench) basin di Laut Cina Selatan (Cekungan
Natuna)
Penekanan ke arah tenggara akibat tubrukan antara india-asia menyebabkan ekstrusi dan membuat
adanya bukaan di selat makassar yang kembali mengaktifkan sesar-sesar tua. Selama masa ini Cekungan
Kutai didefinisikan sebagai rift basin. Pengangkatan dan deformasi regangan sepanjang shear paralel
pada batuan dasar kerak kontinen telah menghasilkan pemekaran (rifting) tersebut.
Tahap kedua membukanya (spreading) dari laut cina selatan. Aktivitas geologi ini diiringi dengan
collision yang terjadi antara lempeng Palawan-Red Bank yang diakhiri dengan pemekaran sekaligus
berhentinya rotasi dari pulau Kalimantan. Pada kala itu, tinggian kucing sudah terangkat (miosen
tengah).
#Miosen Tengah
Collision dari kontinen Bangaisula pada sulawesi sekaligus pengangkatan pegunungan Meratus.
#Endapan Paleogen
Endapan paling tua berumur pada Formasi Kilam Haloq yang merupakan sedimen Alluvial pada
cekungan dalam (Satyana dkk.,1999) yang prosesnya beriringan dengan pembukaan cekungan. Tersusun
dari batupasir dan konglomerat dengan ketebalan sampai 2000 m.
Terjadi penurunan cekungan yang begitu cepat akibat melenturnya cekungan (basin sagging). Pada saat
itu diendapkanlah formasi Atan yang litologinya terdiri atas serpih dan batulumpur dengan ketebalan
200 – 400 m (Satyana dan Bintaro, 1996).Aktivitas tektonik ikut mengambil peran dengan adanya
pengangkatan pada batas-batas cekungan.
Di atas Formasi Atan diendapkan Formasi Marah dan Formasi Pamuluan. Formasi Marah tersusun atas
batupasir dan konglomerat dengan perselingan serpih dan batubara. Formasi Pamuluan yang terbentuk
pada Oligosen akhir hingga miosen awal tersusun atas batulempung, serpih, napal, batupasir dan
batugamping.
Secara selaras diendapkan kelompok Bebulu yang terbentuk pada awal Miosen awal sampai akhir dari
miosen awal. Kelompok Bebulu terdiri atas Formasi Pulau Balang dan Formasi Maruat. Formasi Maruat
tersusun dari dua sikuen karbonat yang keudanya terdiri dari kalkarenit bioklastik yang dipisahkan oleh
lapisan serpih dan batupasir lempungan yang merupakan bagian dari Formasi Pulau Balang. Formasi ini
diendapkan pada lingkungan paparan karbonat dangkal dengan umur Miosen Awal hingga awal Miosen
Tengah.Formasi Pulau Balang adalah endapan laut dan menjari dengan batugamping Maruat. Terdiri
atas batupasir, batulanau dengan sisipan batugamping dan batulempung. Diendapkan pada lingkungan
neritik awal hingga tengah pada miosen awal.
Fase kedua adalah regresi yang membentuk endapan progadasi selama periode miosen awal-pleistosen.
Selama masa inilah diendapakan kelompok Balikpapan, Kelompok Kampung Baru dan Kelompok
Mahakam.
Kelompok Balikpapan terdiri dari Formasi Mentawir dan Gelingseh. Formasi Mentawir tersusun atas
batupasir dengan perlapisan batulumpur dan batulanau, mengalami interkelasi dengan batunapal dan
batugamping Formasi Gelingseh. Tidak ada struktur pada formasi yang diendapkan selama miosen
tengah ini. Sedangkan Formasi Gelingseh terdiri atas batupasir, batulanau, batulempung, dan lapisan
batugamping. Diendapkan pada neritik tengah selama miosen tengah.
#Endapan Pliosen-Kuarter
Kelompok Kampung Baru menutupi Kelompok Balikpapan dengan formasi Sepinggan dan Tanjung
Batu yang berumur miosen tengah-pleistosen. Formasi Sepinggan tersusun atas litologi batupasir,
batulempung, batu lanau, dan batubara. Berumur miosen tengah dengan pengendapan neritik tengah.
Sedangkan Formasi Tanjung Batu tersusun oleh batupasir, batulanau, dan batulempung. Formasi ini
diendapkan pada lingkungan pengendapan delta hingga laut dangkal dengan umur Miosen Tengah
hingga Pliosen.
#Endapan Kuarter-Resen
Kelompok Mahakam terdiri atas Formasi Handil Dua, Formasi Attaka, dan endapan Kuarter Delta
Mahakam. Kelompok ini diendapkan di atas Kelompok Kampung baru secara selaras dan diendapkan
pada kala Pleistosen hingga Resen di daerah neritik. Formasi Attaka tersusun oleh batupasir,
batulempung, dan kalkarenit bioklastik (Satyana dkk., 1999). Formasi ini diendapkan pada lingkungan
pengendapan neritik tengah hingga laut terbuka dengan umur Pleistosen hingga Resen. Formasi Handil
Dua tersusun oleh batupasir yang diendapkan pada kala Holosen dengan lingkungan pengendapan
berupa delta (Marks dkk., 1982). Sementara endapan Kuarter Delta Mahakan tersusun oleh pasir, kerikil,
lumpur, dan endapan pantai yang terbentuk pada lingkungan rawa, pantai, sungai, dan delta yang
terendapkan secara tidak selaras terhadap batuan di bawahnya.
3. Petroleum System
3.1 Source Rocks & Pematangan
Formasi yang berpotensi sebagai source rock adalah Formasi Sembakung, Meliat,
dan Tabul (Sasongko, 2006). Formasi Meliat juga memiliki batuan yang
mengandung material organik yang cukup dengan sebagian formasi
temperaturnya cukup tinggi, sehingga mampu mematangkan hidrokarbon. Batuan
Formasi Tabul merupakan source rock terbaik karena memiliki material organik
tinggi dan HI lebih dari 300, sehingga hidrokarbon telah matang. Ketebalan
formasi ini mencapai 1700 m, sehingga mampu menyediakan hidrokarbon yang
melimpah.
Menurut L.J. Polito (1978, dalam Indonesia Basins Summaries 2006), batuan
penghasil hidrokarbon di Cekungan Tarakan melampar di Formasi Tabul, Meliat,
Santul, Tarakan dan Naintupo. Wight et al (1992, dalam Indonesia Basins
Summaries 2006) juga memberikan argumen bahwa source rock berasal dari
fasies fluvio-lacustrine. Samuel (1980, dalam Indonesia Basins Summaries 2006)
menyebutkan bahwa dari kematangan termal dan geokimia, hanya gas yang bisa
didapatkan di Formasi Tabul, Santul dan Tarakan. Migrasi bekerja pada blok-blok
yang terbentuk Mio-pliocene.
3.3 Traps
Batuan yang menjadi seal atau tudung adalah batuan penyusun Formasi
Sembakung, Mangkabua, dan Birang yang merupakan batuan sedimen klastik
dengan ukuran butir halus. Formasi Meliat/Latih, Tabul dan Tarakan tersusun oleh
batulempung hasil endapan delta intraformational yang berfungsi pula sebagai
batuan tidung.
3.4 Migration & Accumulation
Model migrasi yang terjadi di Cekungan Tarakan disebabkan oleh sesar normal
dan sesar naik serta perbedaan elevasi. Samuel (1980, dalam Indonesia Basins
Summaries 2006) menyebutkan bahwa migrasi hidrokarbon bekerja pada blok
blok yang terbentuk Mio-Pliosen. Hal itu juga didukung dengan waktu yang tepat
proses pematangan hidrokarbon pada Miosen Akhir dari Formasi Tabul dan
Tarakan akibat intrusi batuan beku. Pematangan hidrokarbon terjadi pada
kedalaman 4300 m.
3.5 Seals
Seal yang ada pada cekungan ini berasal dari serpih dan dijumpai hampir di semua formasi yang berumur
Miosen. Kelompok Balikpapan dan Formasi Kampung Baru memiliki serpih yang sangat potensial sebagai
seal.
4. Sejarah Produksi
5. Eksplorasi migas di daratan Kalimantan Timur sampai laut dalam Selat Makassar dimulai sejak
akhir abad ke-19 sampai saat ini, hampir 125 tahun. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa
sukses itu perlu waktu, kecerdasan, konsistensi, keberanian, dan dukungan finansial. Secara hukum
korporasi, industri migas di Kalimantan Timur dimulai pada 30 Juni 1891, ketika dua konsesi
pertambangan bernama Mathilde dan Louise, di Balikpapan dan sekitarnya, tercatat di dalam
Undang- Undang Pertambangan Kolonial Belanda, diberikan kepada seorang pengusaha bernama
J.H. Menten.
6. Pada praktiknya, usaha eksplorasi pertama di Kalimantan Timur dilakukan dengan cara memetakan
rembesanrembesan minyak yang terjadi. Dari pemetaan, diketahui bahwa rembesan minyak terjadi
sepanjang jalur antara Balikpapan sampai sebelah utara Samarinda. Wilayah ini kemudian
diketahui sebagai jalur-jalur antiklin sejajar yang terkenal sebagai Antiklinorium Samarinda.
Pengeboran eksplorasi pertama dilakukan di Louise-1 (1897) menemukan minyak, kemudian
Mathilde-1 (1898), juga menemukan minyak. Penemuan ini menjadi penemuan lapangan minyak
pertama di Kalimantan Timur. Kegiatan kemudian berjalan dengan cepat. Dua lapangan itu segera
memroduksikan minyak, sampai hampir 40.000 barel setahun. Kilang minyak di Balikpapan pun
segera didirikan dan mulai beroperasi sejak tahun 1901.
Daftar Pustaka
1. www.google .com/cekungankutai
2. www.google.com/mdm-geologi.blogspot.com