2. Certainty
Pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi
kompromis (not arbitrary). Dalam asas ini, kepastian hokum yang diutamakan adalah
mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak dan ketentuan-ketentuan mengenai
pembayarannya.
3. Convenience of payment
Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi Wajib Pajak, yaitu saat
sedekat-dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang dikenakan
pajak.
4. Economic of collections
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat (seefisien) mungkin, jangan sampai
biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri. Tidak akan ada
artinya pemungutan pajak kalau biaya yang dikeluarkan lebih besar dari penerimaan
pajak yang akan diperoleh.
2) Teori Kepentingan
Menurut teori ini, pembayaran pajak mempunyai hubungan dengan
kepentingan individu yang diperoleh dari pekerjaan negara. Semakin banyak
individu mengenyam atau menikmati jasa dari pekerjaan pemerintah, semakin
besar juga pajaknya.
Teori ini meskipun masih berlaku pada retribusi sukar pula dipertahankan
karena seorang miskin dan pengangguran yang memperoleh bantuan dari
pemerintah menikmati banyak sekali jasa dari pekerjaan negara, tetapi mereka
justru tidak membayar pajak
Menurut teori ini , fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala
dalam masyarakat yang dapat disamakan dengan “pompa”, yaitu mengambil
daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara dan
kemudian memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya kea rah
tertentu. Teori ini mengajarkan bahwa menyelenggarakan kepentingan
masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan
pajak, bukan kepentingan individu, maupun kepentingan negara, melainkan
kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya.
Teori ini menitikberatkan ajarannya pada fungsi kedua dari pemungutan pajak,
yaitu fungsi mengatur. Menurut para penganutnya, termasuk Prof. Adriani,
teori ini berlaku sepanjang masa, baik dalam ekonomi bebas maupun ekonomi
perencanaan yang terpimpin.
b. Keadilan Vertikal
Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan membayar (gaya pikul) tidak sama
haru dikenakan pajak yang tidak sama.
2. Syarat Yuridis
Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang karena bersifat dapat memaksa
hak dan kewajiabn Wajib Pajak maupun petugas pajak harus diatur di dalamnya.
Pembayaran pajak harus seimbang dengan kekuatan/ kemampuan membayar Wajib
Pajak. Memang kelihatannya hal ini mudah karena membayar pajak sesuai dengan
kemampuannya. Namun, sebenarnya dalam praktiknya mengalami kesulitan-kesulitan
dalam memperhitungkan pajak. Bagi orang yang berpenghasilan tetap tidak menjadi
persoalan. Namun, bagi mereka yang berpenghasilan tidak menentu, sulit sekali untuk
menentukan kemampuannya atau daya pikulnya.
3. Syarat Ekonomis
Pungutan Pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan ekonomi dan janganlah
mengganggu kehidupan ekonomis dari si Wajib Pajak. Jangan sampai pemungutan
pajak terhadap seseorang berakibat ia jatuh melarat. Pemungutan pajak tidak boleh
mengganggu atau menghalangi kelancaran produksi maupunperdagangan/
perindustrian. Jangan sampai terjadi dengan adanya pemungutan pajak, perusahaan-
perusahaan akan gulung tikar atau pailit. Sebaliknya, pemungutan pajak diharapkan
bisa membantu menciptakan pemerataan pendapatan atau redistribusi pendapatan.
4. Syarat Finansial
Sesuai dengan fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara, maka biaya
pemungutan pajak tidak boleh terlalu besar. Dalam hal ini diartikan bahwa biaya yang
dikeluarkan untuk pemungutan/ penetapan pajak hendaknya lebih kecil dari
penerimaan pajak agar ada penerimaan yang masuk ke kas negara/daerah.