Anda di halaman 1dari 2

DEMOKRASI PADA ERA REFORMASI ( 1998 –

SEKARANG )
Sejak berakhirnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya
Presiden Soeharto, maka indonesia memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang
baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir
seluruh aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya.
Kebijakan reformasi ini diawali dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian
Batangtubuhnya) sebab dinilai sebagai sumber utama kegagalan tatanan kehidupan
kenegaraan di masa Orde Baru.

Amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan negara,


khususnya perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan aspek sifat
hubungan antar lembaga-lembaga negara, akibat amandemen tersebut sehingga
dengan sendirinya terjadi perubahan terhadap model demokrasi yang dilaksana-kan
dibandingkan dengan model Demokrasi Pancasila di era Orde Baru. Saat
masa pemerintahan Habibie mulai nampak beberapa indicator kedemokrasian di
Indonesia. Pertama, diberikannya ruang kebebasan pers sebagai ruang publik untuk
berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan. Kedua,
diberlakunya system multi partai dalam pemilu tahun 1999.

Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformasi ini adalah Demokresi
Pancasila, tentu saja dengan karakteristik yang berbeda dengan Demokresi
Pancasila yang diterapkan pada masa orde baru dan sedikit mirip dengan
demokrasi perlementer tahun 1950-1959.

Perbaikan ke arah positif Perkembangan Demokrasi pada masa Reformasi ini dapat
tercermin dalam beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut:

 Pemilu yang dilaksanakan tahun 1999 jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya
serta pelaksanaan pemilu setelah tahun 1999 juga berjalan demokratis dan lebih
baik daripada pelaksanaan pemilu sebelum 1999.
 Sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan
pendapat.
 Pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka.
 Rotasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampai pada tingkat
desa.

Perkembangan demokrasi masa reformasi yang menuju ke arah positif dapat


terlihat dari pengakuan Freedom House pada Tahun 2006 yang
memasukkan negara Republik Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga
setelah Amerika dan India. Pujian-pujian atas perkembangan demokrasi juga terus
mengalir dari berbagai kalangan.

Namun dibalik perkembangan demokrasi yang menuju ke arah positif, penerapan


demokrasi oleh sebagian kalangan dianggap tidak memberikan kesejahteraan tetapi
justru melahirkan pertikaian dan pemiskinan. Rakyat yang seharusnya diposisikan
sebagai penguasa tertinggi, ironisnya justru sering dipinggirkan. Kondisi buruk
diperparah oleh elite politik dan aparat penegak hukum yang menunjukkan aksi-
aksi blunder. Banyak perilaku wakil rakyat yang tidak mencerminkan aspirasi
pemilihnya, bahkan opini publik sengaja disingkirkan guna mencapai aneka
kepentingan sesaat. Banyak kasus-kasus yang amat mencederai perasaan rakyat
mudah ditampilkan dan mengundang kemarahan publik.

Kondisi ini dikuatkan dengan pernyataan Jusuf Kalla (mantan Wapres) yang
mengatakan bahwa demokrasi cuma cara, alat atau proses, dan bukan tujuan.
Demokrasi boleh di nomor duakan di bawah tujuan utama peningkatan dan
pencapaian kesejahteraan rakyat.

Oleh karenanya di tengah eforia demokrasi, kita semua harus berhati-hati akan
kepentingan sempit yang sangat mungkin menjadi penumpang gelap. selain itu
sinkronisasi antara demokrasi dengan pembangunan nasional haruslah sejalan
bukan malah sebaliknya demokrasi yang ditegakkan hanya untuk pemenuhan
kepentingan partai dan kelompok tertentu saja. Jadi, demokrasi yang kita terapkan
sekarang haruslah mengacu pada sendi-sendi bangsa Indonesia yang berdasarkan
filsafah bangsa yaitu Pancasila dan UUD 1945 serta bertujuan untuk
mensejahterakan kehidupan bangsa indonesia secara umum.

Anda mungkin juga menyukai