Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Immune Thrombocytopenic Purpura adalah suatu gangguan autoimun yang

ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer

kurang dari 150.000/mL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit

menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama

lien.1

Awalnya diketahui bahwa ITP merupakan kelainan akibat trombositopenia

yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), tetapi saat ini diketahui bahwa

sebagian besar kelainan ini dimediasi oleh antibodi trombosit yang diduga

mempercepat destruksi trombosit dan menghambat produksi trombosit. Sehingga

menghasilkan jumlah trombosit yang rendah dengan potensi memar spontan, ruam

petekie, perdarahan mukosa atau bahkan perdarahan yang mengancam jiwa. Oleh

karena itu kelainan ini disebut juga sebagai immune thrombocytopenic purpura.2

B. ETIOLOGI

Dalam kebanyakan kasus, penyebab ITP tidak diketahui dengan pasti.

Seringkali pasien yang sebelumnya terinfeksi oleh virus akan kemudian menjadi

ITP. Hal ini diyakini bahwa tubuh, ketika membuat antibodi terhadap virus,

kemudian juga membuat antibodi yang dapat menempel pada sel-sel platelet.

Tubuh mengenali setiap sel dengan antibodi sebagai sel asing dan menghancurkan

3
mereka. Itulah sebabnya ITP juga disebut sebagai immune thrombocytopenic

purpura.1

Sumsum tulang adalah jaringan lembut, kenyal yang berada di tengah tulang

panjang dan bertanggung jawab untuk memproduksi sel-sel darah, termasuk

trombosit. Sumsum tulang merespon rendahnya jumlah trombosit dan

menghasilkan lebih banyak lagi untuk didistribusikan ke seluruh tubuh. Sel-sel di

sumsum tulang pada pasien dengan ITP, akan banyak menghasilkan trombosit

muda. Namun, hasil tes darah dari sirkulasi darah akan menunjukkan jumlah

trombosit yang sangat rendah. Tubuh memproduksi sel-sel normal, tetapi tubuh

juga menghancurkan mereka. Dalam kebanyakan kasus, tes darah lainnya normal

kecuali untuk rendahnya jumlah trombosit. Pada pasien ITP, trombosit biasanya

bertahan hanya beberapa jam, dibandingkan dengan trombosit yang normal yang

memiliki umur 7 sampai 10 hari.1,2

C. EPIDEMIOLOGI

Insiden ITP pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000, ITP akut umunya terjadi

pada anak-anak usia antara 2-6 tahun. 7-28% anak-anak dengan ITP akut

berkembang menjadi kronik. Purpura Trombosit Imun pada anak berkembang

menjadi bentuk ITP kronik pada beberapa kasus menyerupai ITP dewasa yang

khas. Insidensi ITP kronis pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak

pertahun.2

Insidensi ITP kronis dewasa adalah 58-66 kasus baru per satu juta populasi

pertahun (5,8-6,6 per 100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris.

ITP kronik pada umumnya terdapat pada orang dewasa median rata-rata usia 40-

4
45 tahun. Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada penderita ITP

akut sedangkan pada ITP kronik adalah 2-3:1.1,2

Jumlah insiden ITP yang sebenarnya tidak diketahui, karena individu

dengan penyakit ringan mungkin asimtomatik sehingga tidak terdiagnosis. Di

Amerika Serikat, gejala penyakit terjadi pada sekitar 70 orang dewasa/ 1.000.000

dan 50 orang anak/ 1.000.000. Penderita ITP refrakter didefinisikan sebagai suatu

ITP yang gagal diterapi dengan kortikosteroid dosis standar dan splenektomi yang

selanjutnya mendapat terapi karena angka trombosit di bawah normal atau disertai

perdarahan. Penderita ITP refrakter ditemukan kira-kira 25-30 persen dari jumlah

penderita ITP. Kelompok ini mempunyai respon jelek terhadap pemberian terapi

dengan morbiditas yang cukup bermakna dan mortalitas kira-kira 16%.1,4

Sebuah penelitian di Perancis menunjukkan karakteristik dari total 143

sampel pasien dewasa dengan diagnosis ITP. Usia rata-rata adalah 50 tahun dan

rata-rata terdapat lebih banyak perempuan daripada laki-laki, dengan rasio

perempuan/ laki-laki secara keseluruhan 1,7 yang kemudian turun menjadi 1 pada

pasien di atas 50 tahun.5,6

Data mengenai riwayat keluarga menderita kelainan autoimun ditunjukkan

pada 109 (76,2%) pasien. Pada 23 (16,1%) pasien, tidak terdapat gejala

perdarahan dan diagnosis dibuat secara kebetulan setelah tes darah rutin.

Perdarahan visceral terdapat pada 7 (4,9%) pasien dan tidak ada pasien yang

mengalami perdarahan intraserebral. Jumlah rata-rata trombosit adalah 10x109/ L,

dan 99 (69,2%) pasien menunjukkan nilai kurang dari 20x109/ L.4,5

5
Aspirasi sumsum tulang dilakukan pada 111 (77,6%) pasien, yaitu pada

93,5% pasien di atas 60 tahun. Test ANA dilakukan pada 136 (95,1%) pasien. Di

antara pasien yang memulai pengobatan, 61 (48,8%) diberikan kortikosteroid dan

imunoglobulin intravena (IVIg), 50 (40,0%) pasien hanya diberikan

kortikosteroid, dan 14 (11,2%) IVIg saja. Pada 7 pasien, diperlukan terapi

tambahan (vinblastin, vincristine atau transfusi trombosit).5,6

Gambar 2.1 Distribusi berdasarkan usia dan jenis kelamin pada 143 orang
dewasa yang terdiagnosis ITP pertama kali.5

D. PATOFISIOLOGI

ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang berikatan dengan

trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem

fagosit mononuklear melalui reseptor Fc makrofag. Diperkirakan bahwa ITP

diperantai oleh suatu autoantibodi, mengingat kejadian transient trombositopenia

pada neonatus yang lahir dari ibu yang menderita ITP, dan diperkirakan hal ini

didukung oleh kejadian transient trombositopenia pada orang sehat yang

menerima transfusi plasma kaya akan IgG, dari seorang penderita ITP. Trombosit

6
yang diselimuti oleh autoantibodi IgG akan mengalami percepatan pembersihan di

lien dan di hati setelah berikatan dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh

makrofag jaringan. Pada sebagian besar penderita akan terjadi mekanisme

kompensasi dengan peningkatan produksi trombosit. Sebagian kecil yang lain,

produksi trombosit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi trombosit yang

diselimuti autoantibodi oleh makrofag di dalam sumsum tulang (intramedullary),

atau karena hambatan pembentukan megakariosit, kadar trombopoetin tidak

meningkat, menunjukan adanya masa megakariosit normal.6,7

Untuk sebagian kasus ITP yang ringan, hanya trombosit yang diserang, dan

megakariosit mampu untuk mengkompensasi parsial dengan meningkatkan

produksi trombosit. Penderita ITP dengan tipe ini dapat dikatakan menderita ITP

kronik tetapi stabil dengan jumlah trombosit yang rendah pada tingkat aman. Pada

kasus berat, auto antibodi dapat langsung meyerang antigen yang terdapat pada

trombosit dan juga megakariosit. Pada tipe ini produksi trombosit terhenti dan

penderita harus menjalani pengobatan untuk menghindari risiko perdarahan

internal atau organ dalam.8

Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibodi

ITP untuk berikatan dengan trombosit yang secara genetik kekurang kompleks

glikoprotein IIb/IIIa. Kemudian berhasil diidentifikasi antibodi yang bereaksi

dengan glikoprotein Ib/IX,Ia/IIa,IV dan V dan determinasi trombosit yang lain.

Juga dijumpai antibodi yang bereaksi terhadap berbagai antigen yang berbeda.

Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang diperkirakan dipicu oleh

7
antibodi, akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang berakibat

produksi antibodi yang cukup untuk menimbulkan trombositopenia.8,9

Gambar 2.2 Patogenesis terjadinya ITP

Gambar tersebut dapat menjelaskan bahwa faktor yang memicu produksi

autoantibodi tidak diketahui. Kebanyakan penderita mempunyai antibodi terhadap

glikoprotein pada permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara

klinis. Pada awalnya glikoprotein IIb/IIIa dikenali oleh autoantibodi, sedangkan

antibodi yang mengenali glikoprotein Ib/IX belum terbentuk pada tahap ini.9,10

1. Trombosit yang diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan sel penyaji

antigen (makrofag atau sel dendritik) melalui reseptor Fcg kemudian

mengalami proses internalisasi dan degradasi.

8
2. Sel penyaji antigen tidak hanya merusak glikoprotein IIb/IIIa, tetapi juga

memproduksi epitop kriITPk dari glikoprotein trombosit yang lain.

3. Sel penyaji antigen yang teraktifasi

4. Mengekspresikan peITPda baru pada permukaan sel dengan bantuan

kostimulasi (yang ditunjukkan oleh interaksi antara CD 154 dan CD 40) dan

sitokin yang berfungsi menfasilitasi proliferasi inisiasi CD4 positif Tcell clone

(Tcell clone 1) dan spesifitas tambahan (Tcell clone 2)

5. Reseptor sel imunoglobulin sel B yang mengenali antigen trombosit (Bcell

clone 2) dengan demikian akan menginduksi proliferasi dan sintesis

antiglikoprotein Ib/IX antibodi dan juga meningkatkan produksi

antiglikoprotein IIb/IIIa antibodi oleh B cell clone 1.2,5,10

ITP primer merupakan sebuah kelainan imun didapat dimana

trombositopenia terjadi akibat antibodi antiplatelet patologis,

megakaryocytopoiesis terganggu, dan penghancuran trombosit yang dimediasi sel

T, dengan masing-masing mekanisme patologis memainkan berbagai peran dalam

setiap pasien.11,12 ITP sekunder dikaitkan dengan gangguan yang mendasari

lainnya, seperti penyakit autoimun (systemic lupus erythematosus atau rheumatoid

arthritis), HIV, Helicobacter pylori, atau sindrom disregulasi imun yang

mendasarinya, seperti variabel imunodefisiensi umum. Mayoritas orang dewasa

dengan ITP (± 80%) memiliki riwayat ITP primer. Pengobatan dan patofisiologi

ITP sekunderpun umumnya didasarkan pada gangguan yang mendasarinya.12,13

Sebanyak 60% hingga 70% pasien dengan ITP memiliki antibodi

imunoglobulin G spesifik-platelet. Hal ini umumnya diarahkan pada glikoprotein

9
permukaan platelet paling melimpah, GPIIb / IIIa dan GP1b / IX / V.8 Jenis epitop

yang ditargetkan oleh antibodi autoreaktif ini dapat mempengaruhi perjalanan

penyakit, dan beberapa penelitian telah menyarankan bahwa pembersihan

berbagai jenis antibodi dapat berubah secara berbeda, menghambat

megakaryopoiesis, atau menginduksi apoptosis trombosit. Selain itu, keberadaan

antibodi antiplatelet telah dikaitkan dengan peningkatan risiko trombosis.13,14

Beberapa pasien yang tidak memiliki antibodi antiplatelet akan memiliki sel

T abnormal yang menyebabkan destruksi trombosit, sedangkan pada pasien yang

lain disregulasi sel-T yang menghasilkan produksi autoantibodi. Sel T sitotoksik

CD8+ telah ditemukan pada beberapa pasien dengan ITP, yang dapat langsung

melisis trombosit dan menumpuk di sumsum tulang, sehingga berpotensi merusak

produksi trombosit.15 Selain itu, data menunjukkan bahwa pasien dengan ITP aktif

mengalami penurunan populasi sel T regulatori (yang dapat membantu

menjelaskan hilangnya toleransi), profil sitokin abnormal, dan keseimbangan T

helper 1 / T helper 2 yang diubah, yang semuanya menyarankan disregulasi imun

yang mendasari dan hadir target yang mungkin untuk terapi baru.16,17

Akhirnya, bukti menunjukkan bahwa produksi trombosit terganggu pada

banyak pasien ITP. Megakaryocytes pasien dengan ITP tidak normal, dengan

perubahan mikroskopis elektron menunjukkan abnormalitas apoptosis dan

gangguan pertumbuhan megakaryocyte dalam kultur sel dengan ITP plasma.13

Selanjutnya, kadar trombopoietin serum dalam pasien dengan ITP sedikit

meningkat. Keberhasilan Agonis reseptor TPO memvalidasi pengamatan ini untuk

beberapa derajat.17,18

10
Beberapa penelitian terbaru juga berfokus pada peran sistem reseptor

Ashwell Morrell (AMR) di hati sebagai mekanisme tambahan di mana jumlah

trombosit diatur, didorong oleh pembersihan trombosit. Pada kondisi

nonpatologis, trombosit yang telah di sirkulasi yang lebih lama (mengalami

penuaan) akan kehilangan permukaan asam sialat. Trombosit ini kemudian

dikenali oleh AMR dan dibersihkan dari peredaran. Izin ini oleh AMR yang

mendorong TPO memproduksi messenger RNA.19,20

E. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala dari imun trombositopenia purpura adalah meningkatnya

perdarahan akibat menurunnya jumlah platelet. Bentuk perdarahan internal:2,3

1. Purpura
Perdarahan yang terjadi pada kulit dan membran mukosa (seperti di dalam
mulut) yang berwarna keunguan. Lebam yang tidak jelas penyebabnya.
2. Petekie
Bintik-bintik merah di kulit. Terkadang bintik merah saling menyatu dan
mungkin terlihat seperti ruam. Bintik merah merupakan perdarahan di bawah
kulit.
3. Perdarahan yang sulit berhenti
4. Perdarahan dari gusi
5. Epistaksis
6. Menstruasi yang berkepanjangan pada wanita
7. Hematuria
8. Perdarahan saluran cerna
Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi yang paling serius pada ITP.

Hal ini mengenai hampir 1% penderita dengan trombositopenia berat. Perdarahan

11
biasanya di subarachnoid, sering multipel dan ukuran bervariasi dari petekie

sampai ekstravasasi darah yang luas.2,3,5

RISIKO PERDARAHAN

Memahami risiko perdarahan dan yang mendasari pendarahan penting untuk

membantu mengenali pasien yang akan membutuhkan terapi farmakologis bahkan

pada jumlah trombosit yang lebih tinggi. Studi sebelumnya berpendapat bahwa

jumlah trombosit yang rendah, bertambahnya usia pasien, penggunaan obat

bersamaan, dan jenis kelamin laki-laki dikaitkan dengan peningkatan risiko

perdarahan. Melboucy-Belkhir dan rekannya meneliti faktor-faktor risiko dalam

kelompok pasien dengan ITP dan perdarahan intracranial (ICH) dan menemukan

bahwa, sebanyak 37% mengalami ICH selama 3 bulan pertama setelah

terdiagnosis.21 Mereka mencatat bahwa pasien dengan ICH memiliki gejala

perdarahan lebih banyak, termasuk hematuria dan perdarahan visceral lebih

banyak dibandingkan dengan pasien ITP kontrol, dan lebih mungkin mengalami

trauma kepala, dan 74% pasien telah menerima perawatan sebelum kejadian

ICH.21 Hasil ini konsisten dengan studi lain yang menunjukkan bahwa perdarahan

yang signifikan sebelumnya adalah risiko untuk ICH berikutnya. Secara

keseluruhan, penelitian melaporkan risiko; 1,5% hingga 1,8% untuk ICH pada
21,22
pasien dewasa. Studi kohort prospektif baru-baru ini dari Perancis

menunjukkan bahwa 4,9% dari pasien mengalami perdarahan visceral (walaupun

kejadian ICH tidak dilaporkan).22,23

12
Gambar 2.3 Risiko perdarahan pada pasien dengan ITP primer24

F. KLASIFIKASI

Berdasarkan onset penyakit ITP dibedakan tipe akut dan kronik2,3,4

a. ITP akut

Kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan. ITP akut sering dijumpai

pada anak, jarang pada dewasa. Onset penyakit biasanya mendadak, riwayat

infeksi mengawali terjadinya perdarahan berulang, sering dijumpai eksantem pada

anak-anak (rubeola dan rubella) dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh

virus. Virus yang paling banyak diindetifikasi adalah Varicella zooster dan

Ebstein barr. Manifestasi perdarahan ITP akut pada anak biasanya ringan,

perdarahn intrakranial terjadi kurang dari 1% pasien. Pada ITP dewasa bentuk

akut jarang terjadi, namun dapat mengalami perdarahan dan perjalanan penyakit

lebih fulminan. ITP akut pada anak biasanya self limiting, remisi spontan terjadi

13
pada 90% penderita, 60% sembuh dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90% sembuh

dalam 3-6 bulan.

b. ITP kronik

Kejadiannya lebih dari 6 bulan. Onset ITP kronik biasanya tidak menentu,

riwayat perdarahan sering ringan sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien

jarang terjadi dan perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat

berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, mungkin intermitten atau

terus menerus. Manifestasi perdarahan ITP berupa ekimosis, petekie, purpura.

Pada umumnya berat dan frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah

trombosit. Secara umum bila pasien dengan AT > 50.000/ml maka biasanya

asimptomatik, AT 30.000-50.000/ml terdapat luka memar/hematom, AT 10.000-

30.000/ml terdapat perdarahan spontan, menoragi dan perdarahan memanjang bila

ada luka, AT < 10.000/ml terjadi perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan

gastrointestinal dan genitourinaria) dan resiko perdarahan sistem saraf pusat.2,3,4

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk memastikan diagnosis Immune Thrombocytopenic Purpura,

dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium yang tepat. Pemeriksaan dapat

dilakukan antara lain dengan pemeriksaan:8,9,10

1. Pemeriksaan darah rutin, akan didapatkan nilai trombosit yang rendah (<
150.000) dengan jumlah eritrosit (apabila tidak terjadi perdarahan yang berat)
dan leukosit dalam batas normal.

2. Pemeriksaan darah tepi, akan didapatkan trombositopenia dengan eritrosit dan


leukosit dengan morfologi normal. Dijumpai trombosit muda dengan ukuran
yang lebih besar (megatrombosit).

14
3. Pemeriksaan PT dan APTT dalam batas normal, fibrinogen normal.

4. Monoclonal antigen capture assay. Pengukuran trombosit dihubungkan dengan


antibodi, secara langsung untuk mengukur trombosit yang berkaitan dengan
antibodi.

5. Pemeriksaan sumsum tulang normal atau peningkatan jumlah megakariosit dan


agranuler, serta tidak mengandung trombosit.8,9 Pedoman dari American
Society of Hematology menyatakan pemeriksaan sumsum tulang tidak
diperlukan pada usia > 40 tahun, pasien dengan gambaran tidak khas
(gambaran sitopeni) atau pasien yang tidak berespon baik dengan terapi.
Meskipun tidak dianjurkan, banyak ahli pediatrik hematologi
merekomendasikan dilakukan pemeriksaan sumsum tulang sebelum memulai
pemberian kortikosteroid untuk menyingkirkan kasus leukemia akut.2,10

Gambar 2.4 Hapusan darah tepi yang memperlihatkan megakaryosit pada ITP

H. DIAGNOSIS

Diagnosis ITP umumnya dibuat dengan meninjau hapusan darah tepi dan

evaluasi riwayat dan pemeriksaan pasien. IWG merekomendasikan beberapa

pemeriksaan tambahan untuk semua pasien dengan ITP, termasuk pemeriksaan H

15
pylori, pemeriksaan HIV, dan pemeriksaan hepatitis C serta pemeriksaan

antiglobulin direct dan golongan darah.3,24 Pedoman ASH merekomendasikan

pengujian serupa untuk orang dewasa dengan ITP kecuali untuk pengujian H.

pylori (hanya disarankan untuk beberapa wilayah geografis).

Sebagian besar pasien mungkin memiliki diagnosis ITP ditegakkan dengan

riwayat yang cermat dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan darah tepi dan

pemeriksaan lebih lanjut sederhana. Pemeriksaan “skrining” untuk defisiensi imun

(dengan kadar immunoglobulin) dan penyakit autoimun lainnya jarang membantu

jika tidak ada gejala pada orang dewasa dengan ITP yang baru didiagnosis dan,

pada kenyataannya, antibodi antinuklear positif dengan tidak adanya fitur

penyakit autoimun lainnya. Meskipun beberapa penelitian pada anak-anak telah

menyarankan bahwa Antibodi antinuklear positif dapat dikaitkan dengan

peningkatan risiko penyakit kronis atau refrakter.24,25,26

Tes antibodi antiplatelet tidak diindikasikan untuk diagnosis ITP pada

sebagian besar pasien, dan pedoman ASH dan IWG tidak merekomendasikan

pemeriksaan rutin untuk antibodi antiplatelet dalam mendiagnosis ITP.22,25

Tabel 2.1 Terminologi deskriptif untuk ITP berdasarkan IWG3

Isitilah Deskripsi
Baru terdiagnosis Durasi < 3 bulan
Persisten Durasi 3-12 bulan
Kronis Durasi >12 bulan
Berat Perdarahan yang relevan secara klinis
dengan ukuran yang cukup untuk
melanjutkan terapi atau membutuhkan

16
intervensi tambahan atau peningkatan
dosis obat
Refrakter ITP berat setelah splenektomi
Respon AT ≥ 100 x 109/L dihitung pada 2
waktu dengan jarak > 7 hari
Respon AT ≥ 30 x 109/L dan peningkatan lebih
dari dua kali lipat dalam jumlah
trombosit dari baseline diukur pada 2
waktu dengan jarak > 7 hari

Tabel 2.2 Definisi untuk menegakkan diagnosis trombositopenia dan


luarannya8,25

ITP dapat bermanifestasi sebagai tipe akut atau kronis yang berbeda dalam

insidensi, prognosis, dan terapi. ITP akut, didefinisikan sebagai trombositopenia

yang terjadi selama < 6 bulan dan biasanya terjadi remisi secara spontan. ITP

17
kronis terjadi pada lebih dari 6 bulan dan membutuhkan terapi. Rasio kejadian

pada wanita terhadap pria adalah berkisar 1: 1 untuk ITP akut sedangkan 2 - 3: 1

untuk ITP kronis. Pada kebanyakan kasus ITP pada anak-anak, adalah ITP akut,

yang dapat sembuh sendiri dan mungkin mengikuti penyakit akibat virus atau

imunisasi. Trombositopenia dapat menimbulkan petechie ekstensif, purpura,

memar, dan perdarahan mukosa. Pada banyak orang dewasa, ITP bersifat

heterogen dan mungkin bersifat kronis dan kurang responsif terhadap terapi.

Sebagian besar pasien trombositopenik memiliki manifestasi klinis yang berkaitan

dengan riwayat trombositopenia seperti epistaksis, petekie, dan memar, sementara

yang lain mengalami pendarahan langka yang hebat seperti perdarahan

intrakranial, epistaksis yang berkepanjangan, hematuria, hemoptisis, dan

perdarahan gastrointestinal.8,25,26

Jumlah trombosit biasanya 10-100 × 109/ L. Konsentrasi hemoglobin dan

jumlah sel darah putih biasanya normal kecuali bila terjadi kekurangan zat besi

pada anemia karena kehilangan darah. Beberapa pasien dapat menunjukkan

neutrofilia atau limfositosis karena bersamaan dengan infeksi virus atau bakteri.

Kemudian, harus diperiksa pula apusan darah. Temuan untuk mendiagnosis ITP

meliputi megakaryosit, schistocytes, macrocytes, sel darah merah dan berinti atau

sejenisnya. Aspirasi sumsum tulang tidak diperlukan pada anak dengan presentasi

klinis khas ITP jika ada hepatosplenomegali, limfadenopati atau klinis

laboratorium yang menunjukkan penyakit lain, maka sumsum tulang pemeriksaan

harus dilakukan.25,26

18
ITP primer didefinisikan sebagai trombositopenia terisolasi (jumlah

trombosit, < 100 x 109/ L) tanpa sebab lain yang diidentifikasi dan tanpa penyakit

terkait.22 ITP sekunder didefinisikan sebagai ITP yang terjadi setelah episode

infeksi (misalnya, HIV, hepatitis C, H pylori), kondisi autoimun (seperti, lupus

erythematosus sistemik, penyakit jaringan ikat, sindrom antibodi antifosfolipid,

anemia hemolitik), kehamilan, atau kekacauan limfoproliferatif. Gangguan

trombosit imun lainnya digunakan untuk mengklasifikasikan pasien dengan

mikroangiopati trombotik atau trombositopenia. Sedangkan trombositopenia non-

imun didefinisikan sebagai trombositopenia fisiologis yang terjadi pada keadaan

splenomegali, penyakit hati, trombositopenia familial, sindrom mielodisplastik,

atau keganasan. Trombositopenia ringan terisolasi didefinisikan memiliki jumlah

trombosit 100 hingga 150 x 109/ L tanpa sebab yang dapat diidentifikasi.22,23

Secara klinis, pasien dengan ITP refrakter menimbulkan tantangan besar,

mereka resisten terhadap banyak perawatan yang digunakan saat ini. Keadaan ini

sering memperlihatkan jumlah trombosit yang rendah, selain pendarahan yang

sulit dikendalikan karena penyakit yang tidak responsif terhadap terapi

konvensional. Dalam hal menegakkan diagnosis, tentu diperlukan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang cermat. Anamnesis yang

lengkap termasuk faktor risiko, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,

perlu dilakukan pada setiap pasien saat kunjungan pertama kali ke sarana

kesehatan. Hal ini dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis, diperolehnya data

dasar mengenai pemeriksaan fisik dan laboratorium, dan untuk menentukan tata

laksana selanjutnya.20,25

19
Dari anamnesis, perlu digali tanda-tanda perdarahan dan faktor risiko.

Tanda perdarahan seperti munculnya petekie, purpura, perdarahan yang sulit

berhenti, perdarahan pada gusi, epistaksis spontan, perdarahan konjungtiva,

perdarahan saluran cerna seperti melena, hematuria, dan menstruasi yang

berkepanjangan pada wanita. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya purpura dan

petekie, perdarahan mukokutan, mungkin bisa ditemukan adanya splenomegali

(10% pada anak) yang jarang terjadi.20,25

Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah lengkap

dapat ditemukan adanya penurunan jumlah trombosit dengan leukosit dan eritrosit

dalam batas normal (tidak terjadi perdarahan masif), pemeriksaan darah tepi

ditemukan penurunan sel trombosit dengan atau tanpa megatrombosit,

pemeriksaan sumsum tulang didapatkan peningkatan megakariosit. Pada

pemeriksaan PT dan APTT dalam batas normal.20,25

Tabel 2.3 Beberapa pemeriksaan dalam menegakkan diagnosis ITP

Pemeriksaan dasar Pemeriksaan potensial Pemeriksaan yang


belum terbukti
manfaatnya
Riwayat penyakit Antibodi spesifik Thrombopoetin
Glikoprotein
Pemeriksaan fisik Antibodi Antifosfolipid Reticulated platelets
Darah lengkap dan hitung Antibodi antitiroid dan Ig-G yang berhubungan
retikulosit fungsi tiroid dengan platelet
Hapusan darah tepi Pemeriksaan kehamilan Bleeding time
Pemeriksaan kadar Antibodi antinuclear Platelet survival study
immunoglobulin
kuantitiatif*

20
Pemeriksaan sumsum PCR virus untuk Serum komplemen
tulang parvovirus dan CMV
Golongan darah (Rh)
Pemeriksaan
Antiglobulin direct
H. pylori
HIV
HCV

I. PENATALAKSANAAN

Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran

aman sehingga mencegah terjadinya perdarahan mayor. Terapi umum meliputi

menghindari aktivitas fisik berlebihan untuk mencegah trauma terutama trauma

kepala, hindari pemakaian obat-obatan yang mempengaruhi fungsi trombosit.

Terapi khusus yakni terapi farmakologis.3,27

Terapi ITP Lini Pertama

1. Prednison

Terapi awal ITP adalah dengan prednisolon atau prednison dosis 1,0-

1,5mg/kgBB/hari selama 2 – 4 minggu. Respon terapi prednison terjadi dalam 2

minggu dan pada umumnya terjadi dalam minggu pertama, bila respon baik

kortikosteroid dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian dilakukan tapering off.

Kriteria respon awal adalah peningkatan AT <30.000/µL, AT>50.000/µL setelah

10 hari terapi awal, dan berhentinya perdarahan. Tidak berespons bila peningkatan

AT <30.000µL/ AT ≤50.000/µ L dalam 10 hari terapi. Respon menetap bila AT

menetap>50.000/mL setelah 6 bulan follow up. Pasien yang simtomatik persisten

21
dan trombositopenia berat (AT <10.000/µL) setelah mendapat terapi prednisone

perlu dipertimbangkan untuk splenektomi.27,28

Penggunaan prednison sebagai terapi lini pertama memang telah digunakan

sejak lama. Namun, penelitian terbaru dengan menggunakan deksametason dosis

tinggi (HDD), rituximab, atau TPO-RA dapat menghasilkan peningkatan tingkat

remisi. Sebuah uji klinis acak terbaru membandingkan HDD sebagai dosis pulsatil

(40 mg / hari selama 4 hari) dengan terapi prednison standar. Dalam uji coba acak

ini, pasien menerima 6 siklus pengobatan HDD dalam 21 hari (diberi dosis 0,6

mg/ kg/d) dibandinkan dengan terapi prednison standar 1 mg/kg/d selama 2

minggu. Uji coba acak lainnya meneliti pemberian HDD setiap 14 hari selama 3

siklus dibandingkan dengan prednison 1 mg/kg/hari selama 3 - 4 minggu.28

Dua uji klinis telah meneliti rituximab dalam kombinasi dengan HDD pada

pasien yang baru didiagnosis dengan ITP dibandingkan dengan pemberian HDD

tunggal menunjukkan tingkat remisi lebih tinggi pada pasien yang diobati dengan

kombinasi selama 6 bulan (63 banding 36% dan 58 banding 37% berturut-turut),

dan pada 1 tahun (53 banding 33%). Selanjutnya, beberapa peneliti telah

menggabungkan HDD dengan dosis rendah rituximab (100 mg 3 - 4 dosis) dan

obat imunosupresif tambahan (siklosporin) untuk mencoba meningkatkan tingkat

remisi jangka panjang.29,30,31

2. Imunoglobulin Intravena (IVIg)

Imunoglobulin intravena (IglV) dosis 1 g/kg/ hari selama 2-3 hari berturut-

turutdigunakan bila terjadi perdarahan internal, saat AT <5000/mL meskipun telah

mendapat terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang

22
progresif. Hampir 80% pasien berespon baik dengan cepat meningkatkan AT

namun perlu pertimbangan biaya. Gagal ginjal dan insufisiensi paru dapat terjadi

serta syok anafilaktik pada pasien yang mempunyai defisiensi IgA kongenital.

Mekanisme kerja IglV pada ITP masih belum banyak diketahui namun meliputi

blockade Fc reseptor, anti-idiotype antibodies pada IgIV yang menghambat ikatan

autoantibodi dengan trombosit yang bersirkulasi dan imunosupresi.3,32

3. Splenektomi

Splenektomi adalah terapi yang paling definitif untuk ITP, dan kebanyakan

pasien dewasa pada akhirnya akan menjalani splenektomi. Terapi prednison dosis

tinggi tidak boleh berlanjut terus dalam upaya untuk menghindari terapi operatif.

Splenektomi diindikasikan jika pasien tidak merespon pada prednison awal atau

memerlukan prednison dosis tinggi untuk mempertahankan jumlah platelet.

Pasien lain mungkin tidak toleran terhadap prednison atau mungkin hanya lebih

memilih terapi bedah alternatif. Splenektomi dapat dilakukan dengan aman

bahkan dengan menghitung trombosit kurang dari 10.000 / MCL.80 % pasien

mendapatkan manfaat dari splenektomi baik dengan remisi lengkap atau parsial,

dan angka kekambuhan ialah 15-25%.33,34

4. Penanganan Relaps

Splenektomi diperlukan bagi orang dewasa pada umumnya yang relaps atau

yang tidak berespons dengan kortikostroid, imunoglobulin iv dan Imunoglobulin

anti-D. Penggunaan imunoglobulin anti-D sebagai terapi awal masih dalam

penelitian dan hanya cocok untuk pasien Rh-positif. Apakah penggunaan IglV

atau imunoglobulin anti-D sebagai terapi awal tergantung pada beratnya

23
trombositopenia dan luasnya perdarahan mukokutaneus. Untuk memutuskan

apakah terapi pasien yang mempunyai AT 30.000 /µL sampai 50.000/µL

bergantung pada ada tidaknya faktor risiko perdarahan yang menyertai dan ada

tidaknya risikotinggi untuk trauma. Pada AT >50.000/µL perlu diberi IglV

sebelum pembedahan atau setelahtrauma pada beberapa pasien. Pada pasien ITP

kronik dan AT <30.000/µl IglV atau metil prednisolon dapat membantu

meningkatkan AT dengan segera sebelum splenektomi.3,35

5. Terapi ITP Kronik Refrakter

Pasien refrakter (±25%-30% pada total kasus ITP) didefinisikan sebagai

kegagalan terapi kortikosteroid dosis standar dan splenektomi serta membutuhkan

terapi lebih lanjut karena AT yang rendah atau terjadi perdarahan klinis.

Kelompok ini memiliki respons terapi yang rendah, mempunyai morbiditas yang

bermakna terhadap penyakit ini dan terapinya serta memiliki mortalitas sekitar

16%. ITP refrakter kronik ditegakkan bila ditemukan 3 kriteria sebagai berikut: a)

ITP menetap lebih dari 3 bulan; b) Pasien gagal berespon dengan splenektomi; c)

AT<30.000/mL.2,3,35

Terapi ITP Lini Kedua

Untuk pasien yang dengan terapi standar kortikosteroid yang tidak

membaik, ada beberapa pilihan terapi lain. Luasnya variasi terapi untuk terapi lini

kedua menggambarkan relatif kurangnya efikasi dan terapi bersifat individual.35

1. Steroid Dosis Tinggi

Terapi pasien ITP refrakter selain prednisolon dapat digunakan

deksametason oral dosis tinggi. Deksametason 40 mg/hari selama 4 hari, diulang

24
setiap 28 hari untuk 6 siklus. Dari 10 pasien dalam penelitian kecil ini semua

memberi respons yang baik (dengan AT >100.000/mL) bertahan sekurang-

kurangnya dalam 6 bulan. Pasien yang tidak berespon dengan deksametason

dosis tinggi segera diganti obat lainnya.3

Steroid parenteral seperti metilprednisolon digunakan sebagai terapi lini

kedua dan ketiga pada ITP refrakter. Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan

pada ITP anak dan dewasa yang resisten terhadap terapi prednison dosis

konvensional. Dari penelitian Weil pada pasien ITP berat menggunakan dosis

tinggi metil prednisolon 30 mg/kg iv kemudian dosis diturunkan tiap 3 hari

sampai 1 mg/kg sekali sehari dibandingkan dengan pasien ITP klinis ringan yang

telah mendapat terapi prednison dosis konvensional.

Pasien yang mendapat terapi metilprednisolon dosis tinggi mempunyai

respon lebih cepat dan mempunyai angka respons (80% dibandingkan 53%).

Respons steroid intravena bersifat sementara pada semua pasien dan memerlukan

steroid oral untuk menjaga agar AT tetap adekuat.28,29

2. lVIg Dosis Tinggi

Imunoglobulin intravena dosis tinggi 1 mg/kg/hari selama 2 hari berturut-

turut, sering dikombinasi dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan

cepat. Efek samping terutama berupa sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat

diberikan secara intermiten atau disubtitusi dengan anti-D intravena.3,32

3. Anti-D Intravena

Anti-D intravena telah menunjukkan peningkatan AT 79-90% pada orang

dewasa. Dosis anti-D adalah 50-75 mg/kg perhari IV. Mekanisme kerja anti-D

25
yakni destruksi sel darah merah rhesus D-positif yang secara khusus dibersihkan

oleh RES terutama di lien, jadi bersaing dengan autoantibodi yang menyelimuti

trombosit melalui blokade reseptor Fc.3,35

4. Alkaloid Vinka

Semua terapi golongan alkaloid vinka jarang digunakan, meskipun mungkin

bernilai ketika terapi lainnya gagal dan ini diperlukan untuk meningkatkan AT

dengan cepat, misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 mg, setiap

minggu selama 4-6 minggu.3,35

5. Danazol

Danazol adalah suatu steroid anabolik yang mempunyai efek androgenik

ringan, dipakai pada pengobatan ITP dengan dosis yang lazim antara 10-15

mg/kg/hari atau dapat diberikan 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan

karena respon sering lambat. Fungsi liver harus diperiksa setiap bulan. Bila respon

terjadi, dosis diteruskan sampai dosis maksimal sekurang-kurangnya 1 tahun dan

kemudian diturunkan 200 mg/hari setiap 4 bulan. Danazol dapat dikombinasikan

dengan azathioprin.2

6. Immunosupresif dan Kemoterapi Kombinasi

Immunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal berespons dengan terapi

lainnya.Terapi dengan azatioprin (2 mg/kg maksimal 150 mg/hari) atau

siklofosfamid sebagai obat tunggal dapat dipertimbangkan dan responnya

bertahan sampai 25%. Pada pasien yang berat, simptomatik, ITP kronik refrakter

terhadap berbagai terapi sebelumnya. Pemakaian siklofosfaraid, vinkristin dan

prednisolon sebagai kombinasi telah efektif digunakan seperti pada limfoma.

26
Siklofosfamid 50-100 mg peroral atau 200 mg/iv/bulan selama 3 bulan.

Azatioprin 50-100 mg peroral, bila 3 bulan tidak ada respon obat dihentikan, bila

ada respons sampai 3 bulan turunkan sampai dosis terkecil.2,3,35

7. Dapson

Dapson dosis 75-100 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan. Pasien-

pasien harus diperiksa G6PD, karena pasien dengan kadar G6PD yang rendah

mempunyai risiko hemolisis yang serius.2

Pendekatan Pasien yang Gagal Terapi Lini Pertama dan Kedua

Sekitar 25% ITP refrakter dewasa gagal berespon dengan terapi lini

pertama atau kedua dan memberi masalah besar. Beberapa di antaranya

mengalami perdarahan aktif namun lebih banyak yang berpotensi untuk

perdarahan serta masalah penanganannya. Pada umumnya ITP refrakter kronis

bisa mentoleransi trombositopenia dengan baik dan bisa mempunyai kualitas

hidup normal atau mendekati normal. Bagi mereka yang gagal dengan terapi lini

pertama dan kedua hanya memilih terapi yang terbatas meliputi interferon-α, anti-

CD20, Campath-1H, dan mikofonelat mofetil.35

Susunan terapi lini ketiga tersedia untuk pasien dengan kemunduran

splenektomi dan bagi mereka yang tidak dapat atau harus menunda operasi.

Rituximab, suatu antibodi monoklonal terhadap CD20+ sel B, memiliki tingkat

respons keseluruhan 25 - 50%, dan memiliki respon yang tahan lama, dengan efek

samping yang relatif sedikit. Campath-1H dan rituximab adalah obat yang

mungkin bermanfaat pada pasien tidak berespon dengan terapi lain dan

27
dibutuhkan untuk meningkatkan AT (misalnya. Perdarahan aktif). Mikofenolat

mofetil tampak efektif pada beberapa pasien ITP refrakter tetapi studi lebih. 34,35,36

Perkembangan klinis terbaru mengenai terapi ITP lini kedua adalah TPO-

RA (romiplostim dan eltrombopag disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan

Makanan AS untuk orang dewasa dengan ITP kronis, dan eltrombopag disetujui

penggunaannya pada anak-anak). Literatur juga menyarankan pasien yang tidak

toleran terhadap 1 TPO-RA dapat berhasil beralih ke yang lain.36,37

J. ITP DALAM KEHAMILAN

Trombositopenia terjadi pada 8-10% dari semua persalinan. Kebanyakan

kasus kehamilan dengan trombositopenia merupakan trombositopenia ringan dan

jinak, namun memiliki pengaruh terhadap timbulnya komplikasi yang berat untuk

ibu dan bayi. Tanda-tanda trombositopenia biasanya muncul jika nilai trombosit

<50.000/µL, seperti ptekiae, epistaksis, hematuria dan perdarahan

gastrointestinal.2,3

Secara global, trombositopenia pada kehamilan merupakan kelainan

hematologik paling sering kedua setelah anemia defisiensi besi selama kehamilan.

Di Amerika Serikat, kasus immune thrombocytopenic purpura (ITP) dalam

kehamilan mencapai 1-2 kasus per 1000 kehamilan.39 Di Finlandia, prevalensi ITP

dalam kehamilan mencapai 1,8 kasus dari 1000 kehamilan, sedangkan untuk

prevalensi dunia sampai sekarang belum ada data yang adekuat. ITP mencapai 3%

kasus trombositopenia pada wanita melahirkan. Trombositopenia gestasional

memiliki proporsi sebesar 75% dari semua kasus kehamilan dengan

trombositopenia, sedangkan proporsi kasus preeklampsia, eklampsia, HELLP

28
syndrome adalah sekitar 15-20% dan immune thrombocytopenic purpura (ITP)

sebesar 3%.38,39

Trombositopenia dapat terjadi pada berbagai penyakit yang

dikelompokkan berdasarkan mekanisme terjadinya trombositopenia, antara lain:39

1. Penurunan produksi trombosit


Termasuk di dalamnya keganasan hematologi, anemia aplastik, mieoldisplasia,
obat kemoterapi dan radiasi, Human Immunodeficiency Virus (HIV), Defisiensi
vitamin D, Trombositopenia herediter, dan metastasis kanker ke sumsum
tulang.

2. Peningkatan destruksi trombosit


Termasuk di dalamnya ITP Imun, drug-induced antibodies, HIV, purpura post
transfuse, Non-imun Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), sepsis

3. Peningkatan sequestrasi trombosit


Terjadi pada kasus hipersplenism, berhubungan dengan sirosis, kelainan
mieloproliferatif dan limfoma.

4. Kondisi lain yang menyebabkan trombositopenia


Trombositopenia gestasional dan pseudotrombositopenia.

Proses pembentukan trombosit disebut trombopoesis. Proses trombopoesis

terjadi di sumsum tulang dan diatur oleh faktor trombopoetik, yaitu trombopoetin

(TPO). TPO menstimulasi pertumbuhan dan diferensiasi megakariosit dengan

lintasan megakariositopoiesis yang menuju pada produksi trombosit. Maturasi

trombosit dimulai dari sel stem, lalu menjadi megakarioblast, kemudian

promegakariosit, lalu megakariosit dan terbentuklah trombosit. Satu per tiga dari

trombosit yang diproduksi dan dilepaskan ke sirkulasi perifer akan berada di

limpa dan dua per tiga lainnya mengikuti sirkulasi darah. Kelangsungan hidup

29
trombosit hanya sekitar 10 hari, kemudian trombosit yang tidak lagi berfungsi

akan dihancurkan oleh lien. Penurunan produksi trombosit dapat diinduksi oleh

rendahnya trombopoietin, hipoplasia sumsum tulang dan adanya mikroorganisme

yang menyerang sumsum tulang. Hal tersebut mengakibatkan ketidakmampuan

sumsum tulang dalam memproduksi trombosit sehingga terjadi penurunan jumlah

megakariosit dalam sumsum tulang dan menyebabkan trombositopenia.38,39

Faktor-faktor yang meningkatkan destruksi trombosit paling sering

disebakan oleh proses imunologi, terbagi menjadi trombositopenia isoimmune dan

autoimun. Trombositopenia isoimmune terjadi sebagai konsekuensi dari

masuknya aliran darah yang tidak biasa, seperti pada bayi baru lahir maupun

setelah transfusi darah. Sedangkan trombositopenia autoimun terjadi karena

kerusakan platelet akibat pengaruh antibodi. Mekanisme terjadinya

trombositopenia akibat imunologi, seperti pada ITP melibatkan autoantibodi

terhadap glikoprotein yang terdapat pada membran trombosit sehingga terjadi

penghancuran terhadap trombosit yang diselimuti antibodi (antibody-coated

platelets) oleh makrofag yang terdapat pada limpa dan organ retikuloendotelial

lainnya.38,39

Pada ITP akut, penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibodi

yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri/virus atau pada

pemberian imunisasi, yang bereaksi silang dengan antigen dari trombosit.

Mediator-mediator lain yang meningkat selama terjadinya respon imun terhadap

infeksi, dapat berperan dalam terjadinya penekanan terhadap produksi trombosit.

Pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun

30
seperti pada penyakit autoimun lainnya, yang berakibat terbentuknya antibodi

spesifik terhadap trombosit.3,38,39

Tabel 2.4 Etiologi dan insidensi terkait trombositopenia dalam kehamilan38,39

Tabel 2.5 Patofisiologi penyebab trombositopenia39

Trombositopenia gestasional terjadi akibat ekspansi volume darah progresif

yang khas terjadi selama kehamilan, sehingga menyebabkan hemodilusi.

Sitopenia terjadi, meskipun produksi sel-sel darah normal atau meningkat. Jumlah

trombosit <100.000/ uL ditemukan pada <10% wanita hamil pada trimester

ketiga; jika penurunan trombosit <70.000/uL harus dipikirkan kemungkinan ITP

31
yang berkaitan dengan kehamilan, preeklamsia, atau suatu thrombotic

microangiopathy (TMA) yang berkaitan dengan kehamilan.38,39

Trombositopenia menyebabkan ibu dan janin berada dalam risiko yang lebih

besar untuk mengalami perdarahan, terutama apabila kadar trombosit kurang dari

20.000/µL. Antibodi IgG antitrombosit yang beredar di dalam sirkulasi darah

memiliki kemampuan untuk melewati sawar darah plasenta dan menyebabkan

trombositopenia pada fetus, yang kemudian akan bermanifestasi seperti purpura,

ekimosis, melena, maupun terjadi perdarahan intrakranial pada masa neonates.38,39

Komplikasi maternal yang paling sering terjadi adalah perdarahan, baik

perdarahan antepartum, perdarahan intra partum, maupun perdarahan post partum.

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, metode persalinan tidak memiliki

korelasi langsung dengan risiko perdarahan asal dilakukan dengan penanganan

tepat.22 Hitung trombosit lebih dari 50.000/μL masih aman untuk persalinan.38,39,40

Risiko trombositopenia pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita

trombositopenia tergantung kepada penyakit yang mendasari. Risiko

trombositopenia pada bayi baru lahir dari ibu ITP sekitar 10%, dimana 1/3 nya

mengalami komplikasi perdarahan. Terdapat gambaran bruising dan petekie yang

luas pada seluruh tubuh bayi yang baru lahir dari ibu dengan trombositopenia

berat. Hitung trombosit mungkin akan turun setelah persalinan, dan biasanya akan

membaik dalam 2 minggu. Dapat terjadi perdarahan spontan postnatal. Perdarahan

intrakranial neonatus jarang terjadi (sekitar 1%), dan tidak bergantung dari metode

persalinan. Walaupun insidennya jarang terjadi, tetapi bila trombositopenia pada

32
bayi yang berat dapat menyebabkan risiko cefalhematome dan atau perdarahan

intrakranial atau visceral yang hebat.38,39

Terapi lini pertama yang direkomendasikan oleh pedoman ASH22 dan

IWG25 dengan imunoglobulin intravena (IVIg) dan atau kortikosteroid. Toksisitas

untuk baik ibu dan janin relatif ringan, tetapi terjadi kenaikan berat badan,

hiperglikemia, dan hipertensi yang akan berpengaruh bagi kehamilan. Perdarahan

postpartum lebih sedikit terjadi pada wanita yang dirawat untuk ITP dibandingkan

dengan wanita yang tidak diobati. Terapi trombositopenia pada neonatus terdiri

dari IVIg, kadang disertai dengan transfusi trombosit.39,40,41

Secara singkat, manajemen ITP dalam kehamilan dapat dirangkumkan sebagai

berikut:38

1. Wanita tanpa manifestasi perdarahan dan nilai trombosit >30.000/µL tidak

membutuhkan tindakan hingga usia kehamilan 36 minggu

2. Jika nilai trombosit < 30.000/µL atau secara klinis timbul perdarahan yang

relevan, terapi lini pertama adalah kortikosteroid oral atau imunoglobulin

intravena (IVIg)

3. Dosis awal IVIg yang direkomendasikan adalah 1 g/kg

4. Kortikosteroid oral prednison dan prednisolon lebih dianjurkan daripada

dexametason karna dapat melewati plasenta. Menurut The American Society of

Hematology 2011: Evidence-Based Practice Guideline for Immune

Thrombocytopenia, dosis awal prednison adalah 1 mg/kg/hari.

33
Sedangkan manajemen ITP dalam persalinan dapat disimpulkan sebagai berikut:38

1. Nilai trombosit ≥50.000/µL

2. Nilai trombosit minimal untuk anestesi regional adalah ≥80.000/µL

3. Transfusi trombosit saja tidak efektif pada ITP, namun jika nilai trombosit

tidak mencapai dan persalinan dibutuhkan segera, maka transfusi trombosit

dilakukan dengan dipertimbangkan pemberian IVIg.

4. Pada wanita dengan nilai trombosit ≥80.000/µL tetapi belum membutuhkan

terapi selama kehamilan, prednison atau prednisolon oral dapat dimulai 10 hari

sebelum persalinan pada dosis 10-20 mg per hari.

5. Hindari persalinan traumatik, fetal blood sampling (FBS), fetal scalp electrode

(FSE).

34
Gambar 2.5 Algoritma evaluasi trombositopenia pada kehamilan42

35

Anda mungkin juga menyukai