Edisi Kesatu
Cetakan pertama, Juni 2014 Cetakan keempat, November 2016
Cetakan kedua, Januari 2015
Cetakan ketiga, Juni 2015
372.34
1. literasi informasi
I. Judul
iii
Daftar Isi
Kegiatan Belajar 2:
Sejarah Perkembangan Literasi Informasi ......................................... 1.30
Latihan …………………………………………............................... 1.60
Rangkuman ………………………………….................................... 1.61
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 1.64
Kegiatan Belajar 2:
Literasi Informasi dalam Pendidikan, Pengajaran, dan Belajar ......... 2.37
Latihan …………………………………………............................... 2.65
Rangkuman …………………………………..................................... 2.65
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 2.67
Kegiatan Belajar 2:
Pendidikan Pemustaka dalam Literasi Informasi ................................... 3.49
Latihan …………………………………………............................... 3.78
Rangkuman …………………………………..................................... 3.78
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 3.79
Kegiatan Belajar 2:
Pengetahuan Dasar, Kemampuan Berpikir, Keterampilan
Berkomunikasi, Kualitas Hasil Kerja, Hubungan dengan
Komunitas, dan Etika ......................................................................... 4.36
Latihan …………………………………………............................... 4.76
Rangkuman ………………………………….................................... 4.76
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 4.78
Kegiatan Belajar 2:
Temu Kembali Informasi ................................................................... 5.52
Latihan …………………………………………............................... 5.69
Rangkuman ………………………………….................................... 5.70
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 5.70
Kegiatan Belajar 2:
Keterampilan Pemanfaatan Teknologi dan Informasi ........................ 6.42
Latihan …………………………………………............................... 6.67
Rangkuman …………………………………..................................... 6.67
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 6.69
Kegiatan Belajar 2:
Pencarian dan Pemanfaatan Informasi: Pemanfaatan Informasi dan
Manajemen Pengetahuan ................................................................... 7.37
Latihan …………………………………………............................... 7.59
Rangkuman ………………………………….................................... 7.59
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 7.61
Kegiatan Belajar 2:
Ekspresi Diri dan Demonstrasi Kemampuan dalam Literasi
Informasi ............................................................................................ 8.45
Latihan …………………………………………............................... 8.70
Rangkuman ………………………………….................................... 8.71
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 8.72
Kegiatan Belajar 2:
Kebebasan Intelektual dan Akses terhadap Informasi serta
Demokrasi Informasi .......................................................................... 9.33
Latihan …………………………………………............................... 9.63
Rangkuman ………………………………….................................... 9.63
Tes Formatif 2 ……………………………..…….............................. 9.65
Peta Kompetensi
PUST4314/Literasi Informasi/3 sks
Menjelaskan tingkat
kebutuhan literasi Menjelaskan media Menjelaskan pengaruh
informasi, kemampuan informasi dan sistem teknologi terhadap
berfikir dan ketrampilan temu kembali informasi literasi informasi
berkomunikasi
Menjelaskan
Menjelaskan
pembinaan minat dan
tersedianya informasi,
budaya membaca,
kemudahan akses
literasi informasi dalam
informasi dan literasi
pendidikan, pengajaran
informasi dalam
dan pembelajaran
pendidikan pemakai
sepanjang hayat
PE N DA H UL U AN
Kegiatan Belajar 1
P ertumbuhan informasi pada abad ini benar-benar luar biasa. Tanpa disadari,
informasi telah membanjir di depan mata kita dan telah menjadi bagian
yang sangat penting dalam kehidupan seseorang, baik secara individual maupun
secara sosial. Setiap hari beragam informasi yang disajikan di hadapan kita,
semua informasi silih berganti masuk ke dalam memori kita. Informasi yang
diterima manusia tidak lagi dapat dibatasi, mulai dari informasi sosial, politik,
seni, kesehatan, dan gaya hidup, termasuk juga informasi yang tidak dibutuhkan.
Informasi-informasi tersebut dengan mudah diperoleh dari berbagai media yang
tumbuh subur di sekitar kehidupan manusia, baik dalam bentuk tercetak maupun
dalam bentuk digital (online). Bagian utama dalam memilih informasi adalah
menyesuaikan dengan apa yang sedang kita butuhkan untuk menyelesaikan
permasalahan yang sedang dihadapi. Kita sebagai penerima informasi tidak
hanya menentukan kebutuhan atau memilih informasi yang relevan dengan
kebutuhannya, tetapi juga punya kewajiban mengolah informasi menjadi
pengetahuan baru, kemudian menyebarkan kembali. Permasalahan yang
kemudian muncul adalah sebagai penerima atau konsumen informasi, kita mulai
merasa kesulitan untuk memilah mana informasi yang dibutuhkan, mana
informasi yang akurat, terbaru, siapa penulisnya, apa kompetensi penulisnya,
atau pertanyaan lain yang berhubungan dengan cakupan informasi yang
dibutuhkan. Pada dasarnya, kita mulai kesulitan menentukan validitas informasi
yang kita pilih. Validitas informasi salah satunya untuk memastikan apakah
informasi yang diterima valid/baik atau hanya sampah informasi.
Validasi informasi adalah usaha mendapatkan dan memilih informasi yang
baik guna menyelesaikan masalah yang dihadapi menjadi kebutuhan utama.
Validasi informasi diperlukan karena semakin mudah orang mencari dan
mendapatkan informasi. Kemudahan tersebut disebabkan jumlah informasi
semakin meningkat banyak dan setiap orang dapat mencari, membuat,
mengakses, serta menyebarkan informasi sesuai keinginannya. Mencari,
membuat, mengakses, dan menyebarkan informasi tersebut juga dibicarakan
pada konferensi tingkat tinggi tentang masyarakat informasi (World Summit on
Information Society/WSIS) pada tahun 2003. Dalam pertemuan tersebut, para
peserta membuat deklarasi bahwa setiap orang dapat membuat, mengakses, dan
memanfaatkan informasi secara bersama-sama. Deklarasi ini bermakna bahwa
1.4 Literasi Informasi
menulis, baik dengan cara sederhana maupun dengan cara yang canggih, serta
tidak terbatas pada kemampuan membaca dan menulis bahasa Latin. Pada Abad
Pertengahan, literasi umumnya terkait dengan kemampuan untuk berbicara,
membaca, dan menulis Latin, terlepas dari kemampuan untuk berbicara,
membaca, dan menulis dalam bahasa sendiri. Menurut Stroup, pada abad ke-16,
penemuan dan kemajuan teknologi percetakan di Eropa serta meningkatnya
penggunaan bahasa lain di samping Latin mengakibatkan terjadinya ledakan
informasi dalam memperluas tingkat literasi, bahkan untuk orang-orang dari
kelas sosial tradisional yang lebih rendah, seperti petani dan pedagang.
Konsep literasi informasi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 di
Amerika oleh Paul Zurkowski (president of Information Industries Association).
Konsep literasi informasi dipergunakan dalam sebuah proposal yang ditujukan
kepada The National Commisionon Libraries and Information Science (NCLIS)
USA (Zurkowski, 1974: 6). Zurkowski berpendapat, people trained in the
application of information resources to their work can be called information
literate. They are learned techniques and skill for utilizing the wide range of
information tools as well as prmary sources in molding information solution to
their problems. Makna dari konsep tersebut yang dimaksud dengan literasi
informasi adalah orang yang terlatih untuk menggunakan sumber-sumber
informasi dalam menyelesaikan tugas mereka yang disebut juga orang literasi
informasi. Mereka telah mempelajari teknik dan kemampuan untuk
menggunakan bermacam-macam alat dan juga sumber-sumber informasi utama
dalam pemecahan masalah mereka (Eisenberg, 2004). Dalam pengertian di atas,
Zurkowski mengusulkan:
1. sumber informasi digunakan di lingkungan kerja;
2. teknik dan keterampilan dibutuhkan dalam menggunakan alat informasi dan
sumber-sumber primer;
3. informasi digunakan untuk memecahkan masalah (Behrens, 1994).
d. mengevaluasi informasi;
e. mengkomunikasikan informasi;
yang berfungsi dalam pemenuhan kebutuhan informasi untuk memecahkan
berbagai masalah.
2. Literasi informasi juga didukung oleh peranan perpustakaan dalam
a. memperkenalkan istilah literasi informasi;
b. membantu memperoleh kemampuan literasi informasi tersebut;
c. memberikan kemudahan akses informasi.
3. Penguasaan teknologi informasi juga akan sangat memudahkan seseorang
memiliki literasi informasi.
4. Memberikan fasilitas penyediaan informasi tidak hanya pada lembaga
perpustakaan dan pendidikan, tetapi juga dibutuhkan fasilitas perpustakaan
yang berbasis pada komunitas masyarakat.
bahkan juga peka terhadap politik. Seorang dikatakan literat jika ia sudah bisa
memahami sesuatu karena membaca informasi yang tepat dan melakukan
sesuatu berdasarkan pemahamannya terhadap isi bacaan tersebut. Kemampuan
literasi pada seseorang tentu tidak muncul begitu saja. Tidak ada manusia yang
sudah literat sejak lahir. Menciptakan generasi literat membutuhkan proses
panjang dan sarana yang kondusif.
Literasi informasi (information literacy) telah menjadi perhatian utama
dunia pendidikan. Menurut American Library Association (ALA), literasi
informasi merupakan salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki setiap
orang dan berkontribusi dalam mencapai pembelajaran seumur hidup(long life
education). Kompetensi literasi informasi bukan sekadar pengetahuan di kelas
formal, tetapi juga praktik yang melekat pada pribadi masing-masing orang
dalam lingkungan masyarakat. Literasi informasi juga sangat diperlukan dalam
setiap aspek kehidupan manusia dan berlangsung seumur hidup.
Di negara maju, seperti Amerika, beberapa disiplin ilmu
mempertimbangkan literasi informasi sebagai hasil utama siswa di perguruan
tinggi (American Library Association, 2000: 4) sebab membangun pembelajaran
seumur hidup merupakan misi pendidikan. Literasi informasi memastikan setiap
individu memiliki kemampuan intelektual untuk berpikir kritis dan
berargumentasi serta belajar bagaimana cara belajar. Itu sebabnya literasi
informasi selalu dikaitkan dengan pembelajaran seumur hidup (long life
learning). Menurut Chan Yuen Chin (2001: 1):
1. literasi informasi sangat penting untuk kesuksesan belajar seumur hidup;
2. literasi informasi merupakan kompetensi utama dalam era informasi;
3. literasi informasi memberi kontribusi pada perkembangan pengajaran dan
pembelajaran.
informasi yang benar dan mana yang salah sehingga ia tidak mudah untuk
terprovokasi oleh informasi tertentu.
Literasi informasi merupakan kemampuan yang sangat penting dimiliki
seseorang, terutama dalam dunia pendidikan, karena pada saat ini semua orang
dihadapkan dengan berbagai jenis sumber informasi yang berkembang sangat
pesat. Namun, belum tentu semua informasi yang ada dan diciptakan tersebut
dapat dipercaya dan sesuai dengan kebutuhan informasi para pencari informasi.
Literasi informasi akan memudahkan seseorang untuk mencari, menemukan,
mengevaluasi, dan menggunakannya untuk belajar secara mandiri tanpa dibatasi
ruang dan waktu serta berinteraksi dengan berbagai informasi. Literasi informasi
juga sangat berguna dalam dunia pendidikan dan dalam implementasi kurikulum
berbasis kompetensi yang mengharuskan peserta didik untuk menemukan
informasi untuk dirinya sendiri dan memanfaatkan berbagai jenis sumber
informasi. Literasi informasi juga memberikan kemampuan berpikir secara kritis
dan logis serta tidak mudah percaya terhadap informasi yang diperoleh dan
mengevaluasi informasi yang diperoleh terlebih dahulu sebelum digunakan.
UNESCO (2005: 1) menyatakan bahwa literasi informasi memberikan
kemampuan seseorang untuk menafsirkan informasi sebagai pengguna informasi
dan menjadi penghasil informasi bagi dirinya sendiri. UNESCO juga
menyatakan bahwa tujuan literasi informasi sebagai berikut.
1. Memberikan keterampilan seseorang agar mampu mengakses dan
memperoleh informasi mengenai kesehatan, lingkungan, pendidikan,
pekerjaan mereka, dan lain-lain.
2. Memandu mereka dalam membuat keputusan yang tepat mengenai
kehidupan mereka.
3. Lebih bertanggung jawab terhadap kesehatan dan pendidikan mereka.
sehingga tingkat keterpakaian informasi tinggi dan tidak perlu lagi diadakan
kegiatan pemberantas buta aksara, buta huruf, dan buta informasi. Untuk
memenuhi kriteria tersebut, diperlukannya bantuan, seperti pustakawan. Oleh
karena itu, pustakawan juga harus terlebih dahulu memenuhi kriteria dan
menguasai literasi informasi.
Literasi sangat diperlukan dalam era masyarakat informasi. Dengan
memiliki literasi informasi, seseorang akan selalu belajar untuk memperoleh
informasi dan menciptakan pengetahuan-pengetahuan baru. Untuk itu, ada
beberapa langkah dalam memperoleh kemampuan tersebut. Menurut Gunawan
(2008: 9), ada tujuh langkah dalam memperoleh kemampuan literasi informasi.
Berikut ini tujuh langkah keterampilan tersebut.
1. Merumuskan masalah
Langkah awal dalam perumusan masalah adalah mengidentifikasi masalah.
Langkah-langkah dalam perumusan masalah sebagai berikut.
a. Melakukan analisis situasi
Analisis situasi adalah mencari informasi yang dapat diperoleh melalui
perpustakaan, toko buku, internet, dan pusat-pusat informasi lainnya.
b. Brainstroming
Brainstroming adalah teknik yang digunakan dalam mengembangkan
dan menciptakan ide-ide baru untuk penyelesaian suatu masalah.
c. Mengajukan pertanyaan
Kegiatan ini bertujuan untuk mendorong berpikir secara kritis.
d. Memvisualisasikan pemikiran (mind mapping)
Kegiatan memvisualisasikan pemikiran dilakukan dengan
penggambaran hubungan di antara konsep-konsep.
2. Mengidentifikasi sumber informasi
Sumber-sumber informasi terdiri atas sumber informasi tercetak (buku,
jurnal, majalah, dan laporan penelitian) serta sumber elektronik (melalui
internet, yaitu jurnal elektronik, buku elektronik, dan informasi-informasi
elektronik lainnya). Ada beberapa kriteria penilaian sumber informasi
berikut.
a. Relevansi
Relevansi adalah menilai sejauh mana informasi yang dikandung
sesuai dengan topik yang dibahas dan dapat dilihat dari kedalaman dan
sumber referensi yang jelas.
1.22 Literasi Informasi
b. Kredibilitas
Kredibilitas adalah menentukan sejauh mana sumber informasi dapat
dipercaya. Kredibilitas dapat dilihat dari berikut ini. Pertama,
kredibilitas pencipta dan penanggung jawab. Hal tersebut dilihat dari
sejauh mana suatu lembaga dan pencipta menghasilkan karya dan
bagaimana latar belakang dari penanggung jawab dan pencipta bisa
dilihat dari biografi penanggung jawab. Kedua, proses pembuatan yang
dapat dilihat dari proses penelaan. Suatu karya akan semakin
berkualitas apabila melewati suatu proses penelaan dari para ilmuwan.
c. Pemanfaatan
Pemanfaatan sumber informasi dapat dilihat dari seberapa sering orang
menggunakan sumber informasi tersebut atau dengan kata lain tingkat
pemanfaatannya.
d. Kemuktahiran
Kemutakhiran sumber informasi dapat dilihat dari tahun terbit,
keterangan kapan revisi terakhir kali, keterangan kapan revisi secara
berkala, dan daftar pustaka. Kalau melalui sumber internet,
kemutakhiran dapat dilihat kapan situs tersebut dibuat dan kapan
terakhir kali di-up date.
3. Mengakses informasi
Langkah-langkah dalam mengakses informasi sebagai berikut.
a. Mengetahui kebutuhan informasi.
b. Mengidentifikasi alat penelusuran yang relevan, seperti di
perpustakaan OPAC, katalog, WEBPAC, dan di internet melalui
search engine atau meta search engine.
c. Menyusun strategi penelusuran, misalnya dengan operator Boolean.
4. Menggunakan informasi
Sumber informasi yang ditawarkan di era globalisasi informasi sangat
banyak, tetapi belum semua informasi tersebut sesuai dengan kebutuhan
informasi. Maka itu, perlu dilakukan seleksi terhadap informasi dengan
kriteria berikut.
a. Relevan
Informasi dikatakan relevan jika sesuai dengan masalah yang dibahas.
b. Akurat
Informasi yang akurat adalah informasi yang tidak menyesatkan.
Untuk membuktikannya, perlu diperiksa terlebih dahulu.
PUST4314/MODUL 1 1.23
c. Objektif
Suatu karya dikatakan objektif apabila berdasarkan fakta dan fenomena
yang dapat diamati.
d. Kemutakhiran
Kemutakhiran informasi dapat dilihat dari waktu pengumpulan
informasi, waktu publikasi, waktu pemberian hak cipta atau paten, dan
waktu publikasi sumber-sumber yang mendukung apabila berbentuk
tulisan.
e. Kelengkapan dan kedalaman suatu karya
Kelengkapan dan kedalaman suatu karya dapat dilihat dari sejauh mana
kemampuan pencipta informasi menguasai bidang tersebut.
5. Menciptakan karya
Penciptaan suatu karya harus berdasarkan persyaratan COCTUC yaitu:
a. Clarifity (kejelasan)
Suatu karya ditulis harus berdasarkan langkah-langkah, tidak berbelit-
belit/langsung ke topik permasalahan, disusun secara logis dan
menggunakan sudut pandang yang konsisten.
b. Organization (organisasi)
Pengorganisasian suatu karya dilakukan dengan cara penyusunan ide-
ide yang akan dibahas dalam karya tersebut.
c. Coherence (koherensi dan pertalian)
Pertalian suatu karya dapat dilihat dari hubungan yang jelas antara ide-
ide ataupun gagasan-gagasan yang dibahas dalam topik tersebut.
d. Transision (transisi)
Transisi diperlukan agar suatu informasi mudah dimengerti. Transisi
disebut juga dengan penghubung. Transisi dibuat antara kalimat-
kalimat, paragraf ke paragraf, dan ide ke ide. Transisi juga bisa
dilakukan dengan menggunakan kata ganti.
e. Utility (kesatuan)
Suatu karya yang baik adalah apabila memiliki satu kesatuan, misalnya
kalimat demi kalimat dan paragraf demi paragraf.
f. Conciseness (kepadatan)
Kepadatan suatu karya dapat dilakukan dengan cara menghindari
penggunaan kata-kata atau frasa-frasa berlebihan dan berbelit-belit.
Plagiarisme merupakan hal yang harus dihindari dalam menciptakan
suatu karya. Hal ini dilakukan dengan mencantumkan sumber
informasi yang diambil setiap kali digunakan.
1.24 Literasi Informasi
6. Mengevaluasi
Kegiatan mengevaluasi suatu karya dapat dilakukan dengan membaca karya
yang akan dievaluasi. Kita harus membaca secara teliti agar dapat melihat
kesalahan-kesalahan yang mungkin timbul baik pada bagian pendahuluan,
isi, dan penutup.
7. Menarik pelajaran
Pelajaran dapat diperoleh berdasarkan kesalahan-kesalahan, kegagalan-
kegagalan, dan pengalaman, baik pengalaman sendiri maupun orang lain.
Pelajaran ini juga dilakukan dengan membuat sebuah catatan mengenai apa
saja yang telah dilakukan dan dipelajari.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
Kegiatan Belajar 2
Konsep literasi informasi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 oleh
Paul Zurkowski, president of the US Information Industry Association, dalam
proposal yang diajukan kepada the National Commission on Libraries and
Information Science (NCLIS). Paul Zurkowski merekomendasikan bahwa
program nasional dibentuk untuk mencapai literasi informasi yang universal
pada dekade berikutnya. Zurkowski berpendapat, ―Orang-orang yang terlatih
dalam penerapan sumber daya informasi disebut litrates information. Mereka
telah belajar teknik dan keterampilan untuk memanfaatkan berbagai alat bantu
informasi serta sumber-sumber moulding information untuk menyelesaikan
masalahnya (Behrens, 1994; Bruce, 1997a).‖ Dalam penjelasannya, Zurkowski
menjelaskan bahwa teknik dan keterampilan literasi informasi meliputi
(1) sumber daya informasi yang diterapkan dalam situasi kerja, (2) teknik dan
keterampilan yang dibutuhkan dalam menggunakan alat bantu informasi dan
sumber-sumber primer, serta (3) informasi yang digunakan dalam memecahkan
masalah (Behrens, 1994: 310). Ia menyatakan bahwa sementara penduduk
Amerika Serikat hampir 100% literasi informasi. Dari seluruh penduduk
tersebut, kira-kira hanya mungkin seperenam yang dapat dikatakan sebagai
literates information (Seaman, 2001).
Banyak orang yang setuju bahwa gerakan literasi informasi telah
berkembang dari aktivitas perpustakaan, seperti instruksi perpustakaan, instruksi
bibliografi, dan pendidikan pemakai (Rader, 1991; Snavely & Cooper, 1997;
Bruce, 2000; Seaman, 2001). Pada 1930-an, kata orientasi perpustakaan dan
instruksi perpustakaan umum digunakan dalam kepustakawanan Anglo-Amerika
untuk mengenalkan aktivitas pendidikan pengguna perpustakaan. HW Wilson,
yang diterbitkan sejak tahun 1921, diindeks pada bahan penidikan pengguna
perpustakaan dari periode 1930-1988 di bawah instruksi pengguna perpustakaan
dan kemudian instruksi perpustakaan. Pada tahun 1988, instruksi pengguna
perpustakaan diubah menjadi instruksi bibliografi dan kata instruksi bibliografi
tetap dipakai untuk kegiatan pendidikan perpustakaan atau pengguna informasi.
LISA: Library Information Science abstract usedlibraries: use instruction: from
1970 to 1992 and in 1993 changed to two headings: information literacy and
PUST4314/MODUL 1 1.31
user training (Peterson, 2001). Pada tahun 1992, istilah literasi informasi juga
ditambahkan sebagai deskriptor ke Thesaurus ERIC (Spitzer et al, 1998).
Literasi perpustakaan biasanya didefinisikan sebagai ‗pembelajaran
keterampilan dasar mencari informasi‘ (Lubans, 1978) dan mengacu pada
kompetensi dalam penggunaan perpustakaan dengan penekanan khusus pada
kemampuan untuk membuat keputusan tentang sumber-sumber informasi.
Beberapa pendapat (Arp, 1990, Rader, 1991; Lenox & Walker, 1992; Rader &
Coons, 1992; Miller, 1992; Murdock, 1995; Snavely & Cooper, 1997)
membahas hubungan antara istilah yang disebutkan. Namun, menurut Bawden
(2001), kesimpulan mereka tidak berarti bertetapan penuh.
Pada tahun 1976, Burchinal menyatakan bahwa literasi informasi
merupakan satu set keterampilan dan literasi informasi terkait dengan:
1. keterampilan menemukan dan menggunakan informasi;
2. penggunaan informasi untuk pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan;
3. efisien dan efektif menemukan lokasi informasi dan pemanfaatan.
Demo juga mencatat bahwa makna literasi informasi dapat dijelaskan dari
perspektif yang berbeda, tergantung pada apakah pustakawan, pendidik, atau
pakar komunikasi mendefinisikannya (Demo, 1986; Spitzer et al, 1998).
Berbagai proses model literasi informasi (juga disebut sebagai model pencarian
informasi dan proses menggunakan) juga dikembangkan: model keterampilan
informasi, proses mencari model informasi (Wilson, 1981), pendekatan
pengertian model mencari informasi (Dervin, 1983), model perilaku untuk
desain sistem pencarian informasi (Ellis, 1989) (dalam Cheuk, 1998).
Menurut Behrens, pada akhir 1980-an, literasi informasi tidak lagi sebagai
embrio konsep. Literasi informasi telah didefinisikan dengan jelas dan cakupan
yang komprehensif digambarkan oleh identifikasi keterampilan yang sebenarnya
dan pengetahuan yang diperlukan untuk penanganan informasi dalam
menemukan informasi untuk masyarakat berteknologi maju (Behrens, 1994).
1.36 Literasi Informasi
Pada awal 1990-an, makna literasi informasi seperti yang diusulkan oleh
ALA secara umum diterima. Literasi informasi dianggap sebagai bagian dari
rangkaian literasi yang luas. Banyak lembaga pendidikan tinggi membentuk
komite untuk bekerja meningkatkan hasil kelulusannya, termasuk
mengembangkan literasi informasi dan beberapa kelompok dan individu juga
ikut serta mengembangkan literasi informasi (Spitzer et al, 1998).
Beberapa upaya dilakukan selama tahun 1990-an dalam upaya
mengembangkan pengertian literasi informasi. Rader memperluas pengertian
dengan menambahkan bahwa orang yang literasi informasi tahu bagaimana
menjadi pembelajar seumur hidup dalam masyarakat informasi dan literasi
informasi menjadi sangat penting bagi kelangsungan hidup di masa depan. Dia
menekankan bahwa literasi informasi masyarakat akan dipersiapkan untuk
memperoleh dan memanfaatkan informasi yang tepat dalam setiap situasi, di
dalam atau di luar perpustakaan, lokal ataupun global (Rader, 1990; 1991).
Doyle, dalam hasil studi Delphi-nya yang dilakukan pada awal 1990-an,
menciptakan definisi literasi informasi sebagai berikut. ―Literasi informasi
adalah kemampuan untuk mengakses, mengevaluasi, dan menggunakan
informasi dari berbagai sumber (Doyle, 1992: 2). Lalu, ia mendefinisikan literasi
informasi sebagai berikut.
1. Mengakui bahwa informasi yang akurat dan lengkap adalah dasar untuk
membuat keputusan cerdas.
2. Mengakui perlunya informasi.
3. Merumuskan pertanyaan berdasarkan informasi yang dibutuhkan.
4. Mengidentifikasi potensi sumber informasi.
5. Mengembangkan strategi pencarian.
6. Mengakses sumber informasi termasuk berbasis komputer dan teknologi
lainnya.
7. Mengevaluasi informasi.
8. Mengatur informasi untuk aplikasi praktis.
9. Mengintegrasikan informasi baru ke dalam tubuh pengetahuan yang telah
dimiliki.
10. Menggunakan informasi dalam berpikir kritis dan pemecahan masalah
(Langford, 1998).
Shapiro & Huges mendefinisikan literasi informasi sebagai seni liberal baru
yang membentang dan dimulai dari mengetahui bagaimana menggunakan
komputer dan akses informasi untuk kajian kritis pada informasi itu sendiri,
PUST4314/MODUL 1 1.37
dari pelatihan formal di semua tahap sekolah dan semua bidang studi selama
proses pendidikan.
Bawden (2001) berpendapat bahwa istilah literasi informasi telah banyak
digunakan dalam literatur dan cenderung membingungkan. Sejumlah istilah
saling terkait antara satu dan yang lainnya. Istilah-istilah juga menggunakan
konsep yang sama atau serupa, termasuk literasi komputer (atau literasi
teknologi informasi, literasi elektronik, atau literasi informasi elektronik),
literasi perpustakaan, media literacy (atau mediacy); literasi jaringan (atau
literasi internet atau hiper-literasi), literasi digital (melek informasi digital); dan
informacy.
Muir & Oppenheim (2001) mengikuti perkembangan istilah literasi
informasi di seluruh dunia terhadap kebijakan informasi nasional. Mereka
menyimpulkan bahwa literasi informasi tidak memiliki definisi yang disepakati
dan sejumlah pakar telah menawarkan pandangan mereka tentang literasi
informasi sesuai dengan yang dipikirkannya tentang literasi informasi. Di
Inggris, telah disepakati mendefinisikan istilah literasi informasi. Dalam
kesepakatan tersebut, juga dibahas perbedaannya dengan keterampilan
informasi.
Beberapa kombinasi istilah yang digunakan oleh para ahli tentang literasi
informasi antara lain adalah infoliteracy, informacy, pemberdayaan informasi,
informasi kompetensi, kompetensi informasi, keterampilan literasi informasi,
literasi informasi dan keterampilan, keterampilan informasi literasi, kompetensi
literasi informasi, informasi kompetensi literasi, keterampilan kompetensi
informasi, keterampilan menangani informasi, masalah pemecahan informasi,
keterampilan pemecahan, masalah informasi kelancaran, informasi mediacy,
serta penguasaan informasi. Peneliti Finlandia Reijo Savolainen menyarankan
agar istilah kompetensi informasi mencakup literasi informasi serta
menambahkan media dan kompetensi keterampilan perpustakaan. Label baru
dalam mendeskripsikan jenis keahlian tertentu terus diperkenalkan. Hal tersebut
mencerminkan perkembangan TIK sebagai upaya mengembangkan klasifikasi
yang sesuai dengan informasi yang berhubungan dengan keahlian yang
tampaknya menjadi sia-sia (Savolainen, 2002).
Di beberapa negara, istilah yang digunakan untuk melek informasi dengan
jelas mengacu pada kompetensi. Contohnya, di Denmark informations
competence, di Finlandia informatio kompetensi (juga informaatiolukutaito), di
Jerman informations kompetenz, di Norwegia informasjons kompetanse, dan di
Swedia informations kompetens. Istilah tersebut telah digunakan untuk literasi
1.42 Literasi Informasi
informasi (Virkus, 2003). Oleh karena itu, perbedaan antara definisi dan
pemahaman konsep tampaknya sangat berhubungan dengan cara konsep
kompetensi dan keterampilan informasi tersebut didefinisikan.
Cheuk (2000), seorang peneliti dari Singapura, tidak menyetujui arti istilah
literasi informasi yang terdiri atas dua kata, yaitu informasi dan pengetahuan.
Informasi telah didefinisikan dalam berbagai cara yang berbeda dan definisi
terbaru dari literasi telah memperpanjang pandangan istilah tradisional untuk
ikut serta memahami arti dari kata-kata yang kita baca atau tulis. Sebagai
contoh, The International Adult Literacy Survey (IALS) mendefinisikan literasi
sebagai tingkat kemampuan penggunaan informasi dalam masyarakat dan
berfungsi ekonomis. Literasi didefinisikan sebagai kapasitas tertentu dan
perilaku, kemampuan memahami serta menggunakan informasi yang dicetak
dalam kegiatan sehari-hari, di rumah, di tempat kerja, dan di masyarakat. Dalam
IALS, literasi diukur secara operasional dengan tiga domain, yaitu literasi prosa,
literasi dokumen, dan literasi kuantitatif. Lima tingkat keaksaraan didefinisikan
sebagai berikut.
1. Tingkat 1 menunjukkan orang-orang dengan keterampilan yang sangat
miskin, misalnya tidak dapat menentukan jumlah dengan benar untuk
memberikan anak dari informasi yang tercetak pada kemasan obat.
2. Tingkat 2, responden hanya dapat berurusan dengan bahan yang sederhana,
jelas ditata, dan tugas-tugas yang terlibat tidak terlalu rumit. Ini
menunjukkan tingkat lemahnya keterampilan, tetapi lebih tersembunyi dari
Level 1. Ini mengidentifikasi orang-orang yang bisa membaca, tetapi buruk.
Mereka mungkin telah mengatasi keterampilan dengan mengembangkan
atau mengelola tuntutan literasi sehari-hari. Namun, tingkat kemampuan
mereka rendah sehingga membuat mereka sulit untuk menghadapi tuntutan
baru, seperti pekerjaan belajar keterampilan baru.
3. Tingkat 3 dianggap minimal cocok untuk mengatasi tuntutan kehidupan
sehari-hari dan bekerja di kompleks masyarakat yang maju. Ini
menunjukkan kira-kira tingkat keterampilan yang dibutuhkan untuk
berhasil menyelesaikan sekolah menengah dan masuk perguruan tinggi.
Misalnya, tingkat yang lebih tinggi membutuhkan kemampuan untuk
mengintegrasikan beberapa sumber informasi dan memecahkan masalah
yang lebih kompleks.
4. Tingkat 4 dan 5 menggambarkan responden yang menunjukkan
keterampilan pengolahan informasi (OECD/Statistik Kanada, 2000: xi).
PUST4314/MODUL 1 1.43
tahun 2007 dengan menetapkan literasi informasi sebagai salah satu kompetensi
yang harus dimiliki oleh tenaga perpustakaan sekolah. Pada November 2006,
tidak mau ketinggalan Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) sebagai organisasi
para pustakawan di Indonesia telah menunjukkan ketertarikannya terhadap
literasi informasi dengan menjadikan literasi informasi sebagai tema kongresnya
yang ke-10 di Denpasar, Bali.
Pada tingkat pendidikan tinggi, beberapa universitas secara rutin telah
menyelenggarakan pendidikan literasi yang dilaksanakan terhadap mahasiswa
baru permulaan masa kuliah. Kegiatan ini dilakukan, baik oleh universitas
negeri maupun swasta, yang telah menyadari peran strategis literasi informasi
bagi mahasiswa dalam masa studinya dan juga meningkatkan jaminan mutu
pendidikannya. Hasil dari program pendidikan literasi informasi belum dapat
dilihat keberhasilannya karena masih dilakukan sebatas upaya mengenal konsep
literasi informasi kepada peserta didik.
Tindakan ini merupakan rekomendasi mengenai pentingnya pendidikan
pemakai bagi pemakai perpustakaan. Pustakawan pun mulai memperhatikan
hubungan antara pendidikan pengguna, literasi informasi, dan pembelajaran
seumur hidup. Pemikiran lebih lanjut adalah pustakawan harus mengajarkan
pemakai tentang cara mengelola informasi. Untuk mencapai hasil optimal,
sebaiknya materi tersebut terintegrasi dengan kurikulum di sekolah atau di
pendidikan tinggi.
Pustakawan juga mulai yakin terhadap peran perpustakaan dalam
membantu pencapaian kemajuan pendidikan. Untuk dapat mendukung kemajuan
pendidikan, secara tegas perpustakaan harus menempatkan literasi informasi
sebagai kombinasi antara perpustakaan dan isu pendidikan. Untuk meningkatkan
kualitas pendidikan, mahasiswa harus dibantu agar menjadi pembelajar seumur
hidup. Syarat yang harus dipenuhi adalah mahasiswa harus menjadi konsumen
informasi secara efektif dan mampu mendapatkan informasi secara tepat untuk
segala kebutuhan dalam kehidupan pribadi ataupun profesi mereka. Untuk itu,
mahasiswa harus paham terhadap literasi informasi.
Harus diakui bahwa belum banyak perpustakaan di Indonesia yang
mengembangkan program pendidikan pemakai ke arah pencapaian literasi
informasi. Namun, kepedulian pustakawan terhadap literasi informasi cukup
tinggi. Hal ini terbukti dari beberapa kegiatan yang dilakukan oleh perpustakaan
tertentu yang membahas literasi informasi. Beberapa literatur, bahkan lembaga
lain juga sangat menaruh perhatian pada peningkatan literasi informasi
masyarakat.
1.56 Literasi Informasi
sebagai pusat sumber informasi. Oleh karena itu, perpustakaan dapat bertindak
menjadi perantara terjadinya proses belajar. Proses belajar mengajar tersebut
terjadi karena adanya transfer informasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dimiliki perpustakaan dengan bebas dan dapat dimanfaatkan oleh pemustakanya.
Namun, pada kenyataannya, masih banyak pemustaka yang tidak dapat
memanfaatkan perpustakaan. Mereka rata-rata belum memiliki pengetahuan
tentang bagaimana menggunakan perpustakaan dan bagaimana menggali
informasi yang ada di perpustakaan.
Untuk membekali pemustaka dengan pengetahuan yang menggunakan
perpustakaan dan memanfaatkan informasi, para pustakawan sepakat untuk
menerapkan pendidikan pemakai sebagai ajang untuk membekali pemakai
dengan cara-cara menggunakan perpustakaan dan memanfaatkan informasi.
Program pendidikan pemakai perpustakaan (user education) bagi pemustaka
disebut sebagai salah satu dari keterampilan literasi informasi yang harus
dimiliki oleh pemustaka. Berikut ini berbagai alasan dikemukakan bahwa
pendidikan pemakai tersebut dilaksanakan oleh perpustakaan.
1. Kemampuan mahasiswa dalam memanfaatkan perpustakaan merupakan
dasar yang amat penting dalam mencapai keberhasilan pendidikan.
2. Perpustakaan diharapkan mampu mendidik mahasiswa untuk menjadi
pemustaka yang tertib dan bertanggung jawab.
3. Perpustakaan senantiasa mengupayakan segala kekayaan dalam bentuk
koleksi, baik tercetak maupun terekam.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
Daftar Pustaka
Cheuk, B. W. (1998). ―An Information Seeking and Using Process Model in the
Workplace: A Constructivist Approach.‖ Asian Libraries, 7, 12: 375—390.
Demo, W. (1986). ―The Idea of Information Literacy in the Age of High Tech.‖
Unpublished paper, Tompkins Cortland Community College, Dryden,
NY.ED 282 537.
Doyle, C.S. (1992). ―Outcome Measures for Information Literacy.‖ Final report
to the National Forum on Information Literacy. Syracuse NY: ERIC
Clearinghouse, ED 351033.
Hopkins, D., ed. (1987). Knowledge, Information Skills and the Curriculum.
London: British Library Research and Development Department. (Library
and information research report 46).
Inoue, H., Naiti, E. & Koshizuka, M. (1997). ―Mediacy: What It is? Where to
Go?‖ In: First International Congress on Ethical, Legal, and Societal
Aspects of Digital Information, Congress Center of Monte Carlo,
Principality. of Monaco, 10-12 March 1997: Proceedings. Paris: UNESCO.
Retrieved 10 March 2002 from http://mirror.eschina.bnu.edu.cn
/Mirror2/unesco/www.unesco.org/webworld/infoethics/ speech/inoue.htm.
1.72 Literasi Informasi
Lenox, M.F. & Walker, M.L. (1993). ―Information Literacy in the Educational
Process.‖ The Educational Forum 57,3: 12—324.
PUST4314/MODUL 1 1.73
OECD and Statistics Canada. (2000). Literacy in the Information Age: Final
Report of the International Adult Literacy Survey. Paris: OECD and
Statistics Canada.
Rader, H., & Coons, W. (1992). ―Information Literacy: One Response to the
New Decade.‖ In B. Baker & M. E. Litzinger (Eds.), The Evolving
PUST4314/MODUL 1 1.75
PE N DA H UL U AN
Kegiatan Belajar 1
sadar dan yang tertuju pada suatu hal yang dianggap penting baginya. Minat itu
sendiri, menurut H.G Tarigan (1987), dibagi dua seperti berikut.
1. Minat primitif
Adalah keinginan yang timbul dari organisme sadar akan apa yang
memuaskan kebutuhan dan disebut pula minat biologis, yaitu minat yang
berkisar soal makanan dan kebebasan aktivitas.
2. Minat budaya
Adalah keinginan sosial yang muncul dari tingkatan belajar yang lebih
tinggi. Minat jenis ini timbul dari hasil pendidikan dan disebut juga minat
sosial, yaitu minat yang berasal dari perbuatan yang lebih tinggi tarafnya.
Untuk memahami minat baca, secara umum minat terbagi menjadi tiga
aspek seperti yang disampaikan oleh Hurlock (1995) sebagai berikut.
1. Aspek kognitif
Berdasarkan pengalaman pribadi dan apa yang pernah dipelajari baik di
rumah, sekolah, dan masyarakat serta berbagai jenis media massa.
2. Aspek afektif
Pada konsep yang membangun aspek kognitif minat dinyatakan dalam
sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Berkembang dari
pengalaman pribadi dan dari sikap orang yang penting, yaitu orang tua,
guru, dan teman sebaya terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat
tersebut dan dari sikap yang dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk
media massa terhadap kegiatan itu.
3. Aspek psikomotor
Berjalan dengan lancar tanpa perlu pemikiran lagi, urutannya tepat. Namun,
kemajuan tetap memungkinkan sehingga keluwesan dan keunggulan
meningkat meskipun ini semua berjalan lambat.
tetapi, pengaruh status ekonomi dan pendidikan tidak mutlak menentukan minat
yang diinginkan. Masih ada faktor lain, yaitu pengaruh lingkungan yang dapat
mengubah wawasan dan cara pandang seseorang terhadap sesuatu, termasuk
minat. Faktor lain yang memengaruhi minat seseorang sebagaimana dinyatakan
oleh Yuwono (200) ditentukan oleh berikut ini.
1. Kondisi pekerjaan
Tempat kerja yang memiliki suasana yang menyenangkan didukung oleh
kerja sama yang profesional dan saling bantu dapat meningkatkan produksi.
2. Sistem pendukung
Dalam bekerja, sangat diperlukan sistem pendukung yang memadai bagi
para pekerjanya sehingga diperoleh hasil produksi yang maksimal, misalnya
fasilitas kendaraan, perlengkapan pekerjaan yang memadai, kesempatan
promosi, dan kenaikan pangkat/kedudukan.
3. Pribadi pekerja
Semangat kerja, pandangan pekerja terhadap pekerjaannya, kebanggaan
memakai atribut bekerja, dan sikap terhadap pekerjaannya.
membaca. Minat baca ini ditunjukkan oleh keinginan yang kuat untuk
melakukan kegiatan membaca.
Berdasarkan pengertian minat dan minat baca, dapat disimpulkan bahwa
minat baca adalah keinginan yang kuat disertai usaha seseorang untuk membaca
mengandung aspek kognitif dan afektif. Dalam minat baca, aspek afektif
mempunyai peran yang lebih penting dari aspek kognitif. Hal ini disebabkan
oleh (1) aspek afektif lebih besar peranannya dalam memotivasi tindakan
daripada aspek kognitif dan (2) aspek afektif yang sudah terbentuk cenderung
lebih tahan terhadap perubahan dibandingkan aspek kognitif.
Tampubolon (1993) menjelaskan bahwa minat membaca adalah kemauan
dan keinginan seseorang untuk mengenali huruf dan dapat menangkap makna
dari tulisan tersebut. Lilawati dalam Sandjaja (2005) mengartikan minat
membaca adalah suatu perhatian yang kuat dan mendalam disertai dengan
perasaan senang terhadap kegiatan membaca sehingga dapat mengarahkan
seseorang untuk membaca dengan kemauannya sendiri. Sinambela dalam
Sandjaja mengartikan minat membaca sebagai sikap positif dan rasa keterikatan
dalam diri terhadap aktivitas membaca dan tertarik terhadap buku bacaan.
Minat membaca merupakan kemampuan seseorang berkomunikasi dengan
diri sendiri untuk menangkap makna yang terkandung dalam tulisan sehingga
memberikan pengalaman emosi yang didapat akibat dari bentuk perhatian yang
mendalam terhadap makna bacaan (Crow & Crow, 1984; Tarigan, 1985). Jadi,
minat membaca adalah sumber motivasi kuat bagi seseorang untuk menganalisis
dan mengingat serta mengevaluasi bacaan yang telah dibacanya, yang
merupakan pengalaman belajar menggembirakan dan akan memengaruhi bentuk
serta intensitas seseorang dalam menentukan cita-citanya kelak di masa yang
akan datang. Hal tersebut adalah bagian dari proses pengembangan diri yang
harus senantiasa diasah sebab minat membaca tidak diperoleh dari lahir
sebagaimana yang disampaikan oleh Petty & Jensen (1980) dan Hurlock (1993).
Petty & Jensen dan juga Ormrod (2003) menyatakan bahwa minat membaca
dijelaskan sebagai sebuah motivasi intrinsik untuk menyalurkan ide dan gagasan
atau transmisi pemikiran yang berpengaruh positif untuk menambah proses
pengayaan pribadi, mengembangkan intelektualitas, membantu mengerti
permasalahan orang lain, dan mengembangkan konsep diri sebagai sebuah
proses pembelajaran yang dapat diinginkan dalam jangka waktu yang lama.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa minat membaca merupakan bentuk perilaku
seseorang berdasarkan kesenangan yang kuat dan memberikan nilai tambah
kepada pembaca. Minat membaca menjadi karakteristik tetap seseorang yang
PUST4314/MODUL 2 2.7
Sebelum membicarakan aspek minat baca, akan lebih baik kalau kita
pahami dahulu aspek minat sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock
(1980) yang terdiri atas
2.8 Literasi Informasi
1. pengalaman,
2. daya tarik pribadi, dan
3. nilai yang terkandung.
Dari ketiga aspek minat di atas, Frymeir (Rahim, 2005) menambahkan tiga
aspek lagi untuk minat baca:
1. informasi yang bermakna,
2. tingkat keterlibatan tekanan, dan
3. kekompleksitasan informasi.
Jadi, aspek minat baca, menurut Frymeir (Rahim, 2005), sebagai berikut.
1. Pengalaman sebelumnya
Individu tidak akan mengembangkan minatnya terhadap sesuatu jika
mereka belum pernah mengalaminya.
2. Konsepsinya tentang diri sendiri
Individu akan menolak informasi yang dirasa mengancamnya. Sebaliknya,
individu akan menerima jika informasi itu dipandang berguna dan
membantu meningkatkan dirinya.
3. Nilai-nilai
Minat individu timbul jika sebuah informasi yang disajikan oleh orang yang
berwibawa.
4. Informasi yang bermakna
Informasi yang mudah dipahami oleh individu akan menarik minat mereka.
5. Tingkat keterlibatan tekanan
Jika individu merasa dirinya mempunyai beberapa tingkat pilihan dan
kurang tekanan, minat membaca mereka mungkin akan lebih tinggi.
6. Kekompleksitasan informasi
Individu yang lebih mampu secara intelektual dan fleksibel secara
psikologis lebih tertarik pada hal yang lebih kompleks.
2. Aspek afektif
Emosi yang menampakkan aspek kognitif dari minat membaca akan tampak
dalam sikap terhadap aktivitas yang dijalannya. Aspek afektif
dikembangkan dari pengalaman pribadi, sikap orang tua, guru, dan
kelompok yang mendukung kegiatan membaca. Seseorang yang memiliki
minat membaca yang tinggi akan mendapatkan manfaat dan kepuasan.
Manfaat yang lebih penting adalah mendapatkan respons penguatan dari
orang tua, kelompok, dan lingkungan aktivitas membacanya tersebut.
Dukungan tersebut akan mendorong seseorang menyediakan waktu khusus
untuk membaca.
c) Faktor psikologis
Faktor ini menyangkut perhatian orang tua pada sifat-sifat kejiwaan
anak secara individual. Orang tua memandang anak sebagai subjek
didik yang wajib menerima bimbingan. Bimbingan akan memberikan
kesempatan berkembang bagi anak sesuai dengan sifat dan kebutuhan
anak. Yang penting bimbingan harus memperhatikan periode
perkembangan dan harus serasi dengan bakat dan minatnya. Oleh
karena itu, bacaan anak-anak harus sesuai dengan tingkat
perkembangan jiwa anak.
Terdapat empat kegiatan yang dapat dikerjakan oleh guru dalam kaitannya
memberikan dorongan pada siswanya:
a. membangkitkan dorongan kepada siswa untuk belajar;
b. menjelaskan secara konkret kepada siswa yang dapat dilakukan pada akhir
pelajaran;
c. memberikan penghargaan terhadap prestasi yang dicapai sehingga dapat
merangsang tercapainya prestasi yang lebih baik di kemudian hari;
d. membentuk kebiasaan belajar yang baik (Slameto, 1987: 101).
masyarakat. Membaca adalah potensi peserta didik yang harus dipupuk dan
didorong agar memahami potensi diri.
Sejalan dengan kedudukan perpustakaan itu, terdapat implikasi lebih jauh
bahwa perpustakaan sebagai tempat untuk mengembangkan proses belajar
melalui membaca yang bermanfaat bagi masyarakat. Fungsi perpustakaan telah
berkembang tidak hanya sebagai tempat menyimpan buku atau pusat informasi
dan pendorong/pemupuk minat baca, tetapi juga sebagai upaya menjalankan
konsep literasi informasi. Fungsi perpustakaan bagi masyarakat tidak hanya
sebagai tempat menelusur dan memperoleh informasi, tetapi juga menganalisis,
menyintesis, dan mengevaluasi informasi. Penguasaan konsep tersebut dikenal
dengan istilah literasi informasi. Bahkan, dalam konsep ini ilmunya sesuai
situasi dan kondisi yang lebih berkembang. Pada akhirnya, masyarakat akan
memiliki inisiatif, daya kreatif, sikap kritis, rasional, dan objektif. Fungsi
perpustakaan bagi masyarakat lainnya adalah meningkatkan apresiasi seni dan
sastra serta seni budaya lainnya melalui cara membaca di perpustakaan.
Memiliki kemampuan membaca merupakan hal yang mutlak bagi seseorang
yang sedang belajar. Salah satu tujuan belajar adalah mengakumulasi ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan pada umumnya dihimpun, dicetak, dan
dilestarikan dalam media cetak. Media cetak berfungsi sebagai individu kalau
individu tersebut dapat membaca.
Secara umum, minat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan yang
menyebabkan seseorang berusaha untuk mencari ataupun mencoba aktivitas-
aktivitas dalam bidang tertentu. Minat juga diartikan sebagai sikap positif
terhadap aspek-aspek lingkungan. Ada juga yang mengartikan minat sebagai
kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan menikmati suatu aktivitas
disertai dengan rasa senang. Minat mengandung arti keinginan memperhatikan
atau melakukan sesuatu. Minat juga berarti sesuatu yang disenangi, tanpa terikat
atau terpaksa. Membaca adalah proses memperoleh pengertian dari kombinasi
beberapa huruf dan kata.
Membaca merupakan kemampuan dan keterampilan untuk membuat suatu
penafsiran terhadap bahan yang dibaca. Yang dimaksud dengan kepandaian
membaca tidak hanya menginterpretasikan huruf-huruf, gambar-gambar, dan
angka-angka, tetapi yang lebih luas dari itu, yaitu kemampuan seseorang untuk
dapat memahami makna dari sesuatu yang dibaca. Karena itulah, membaca
merupakan kegiatan intelektual yang dapat mendatangkan pandangan, sikap,
dan tindakan yang positif. Fungsi membaca itu sendiri adalah dapat membuka
2.18 Literasi Informasi
rangsangan atau daya dorong yang ada dalam diri individu yang mendasari
individu untuk belajar dan berupaya mencapai prestasi yang diharapkan.
Dalam pembinaan minat baca, fungsi motivasi lebih menekankan pada
pemberian dorongan atau motivasi yang sifatnya datang dari lingkungan luar.
Oleh karena itu, motif yang ada pada diri seseorang perlu dibina sedini
mungkin. Dalam hal ini, pustakawan harus dapat menstimulus motif membaca
yang ada pada diri seseorang agar dapat bekerja dengan efektif untuk mencapai
suatu tujuan.
Motivasi internal dan faktor internal yang memengaruhi pembinaan minat
baca antara lain adalah kurangnya tenaga pengelola perpustakaan, kurangnya
dana pembinaan minat baca, terbatasnya bahan pustaka, kurang bervariasinya
jenis layanan perpustakaan, terbatasnya perabot dan peralatan perpustakaan,
serta kurang strategisnya lokasi perpustakaan.
Motivasi eksternal dan faktor-faktor eksternal juga memengaruhi
pembinaan minat baca. Yang termasuk faktor-faktor eksternal antara lain kurang
terbinanya jaringan kerja sama pembinaan minat baca antarperpustakaan, belum
banyaknya sektor swasta yang menunjang pembinaan minat baca, dan belum
semua penulis berpartisipasi dalam pembinaan minat baca.
C. PENGERTIAN MEMBACA
Membaca adalah salah satu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu
yang tertulis. Membaca melibatkan pengenalan simbol-simbol yang menyusun
sebuah bahasa. Bahasa yang mengantarkan informasi sampai pada orang yang
membutuhkan. Informasi terdiri atas simbol-simbol yang disusun berdasarkan
bahasa tertentu, baik yang dikemas dalam bentuk tulisan maupun suara. Cara
yang paling baik untuk mendapat informasi adalah membaca dan
mendengarkan. Dua cara itulah yang biasanya dipakai seseorang untuk
mendapatkan informasi. Informasi yang didapat dari membaca dapat terdiri atas
informasi yang bersifat ilmiah ataupun hiburan. Informasi bersifat ilmiah pada
saat seseorang mendapatkan informasi tentang pengetahuan, sedangkan
informasi hiburan dapat diperoleh pada saat seseorang membaca cerita fiksi atau
2.22 Literasi Informasi
humor. Sebagian besar kegiatan membaca pada saat ini diperoleh melalui bahan
tertulis. Sebagian kecil lainnya orang mulai mendapat bahan bacaan atau
melakukan kegiatan membaca melalui bahan digital.
Pada hakikatnya, membaca adalah kegiatan fisik dan mental untuk
menemukan makna dari tulisan walaupun dalam kegiatan itu terjadi proses
pengenalan huruf-huruf. Dikatakan kegiatan fisik karena bagian-bagian tubuh,
khususnya mata, yang melakukannya. Dikatakan, kegiatan mental karena
bagian-bagian pikiran, khususnya persepsi dan ingatan, terlibat di dalamnya
(Tampubolon, 1993). Dari definisi ini, kiranya dapat dilihat bahwa menemukan
makna dari bacaan (tulisan) adalah tujuan utama membaca dan bukan mengenali
huruf-huruf. Sebagaimana diperjelas oleh Smith dalam Ginting (2005),
membaca merupakan suatu proses membangun pemahaman dari teks yang
tertulis. Kedua pengertian tersebut merupakan kegiatan fisik dan mental yang
berupa proses pembangunan pemahaman dari sebuah teks sehingga menjadi
sebuah pengetahuan manakala sudah berproses dengan pengetahuan yang
sebelumnya dimiliki. Artinya, membaca itu adalah sebuah proses yang tentu saja
membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya.
Burn, Roe, dan Ross (1984) berpendapat bahwa membaca adalah proses
penerimaan simbol oleh sensori, kemudian menginterpretasikan simbol atau kata
yang dilihat atau memersepsikan, mengikuti logika dan pola tata bahasa dari
kata-kata yang ditulis, mengenali hubungan antara simbol dan suara antara kata-
kata dan apa yang ingin ditampilkan, menghubungkan kata-kata kembali kepada
pengalaman langsung untuk memberikan kata-kata yang bermakna, mengingat
apa yang mereka pelajari di masa lalu, menggabungkan ide baru dan fakta, serta
menyetujui minat individu dan sikap yang merasakan tugas membaca.
Maksudnya, ketika seseorang sedang membaca, seseorang tersebut akan
mengenali kata yang memerlukan interpretasi dari simbol-simbol grafis. Untuk
memahami sebuah bacaan sepenuhnya, seseorang dapat menggunakan informasi
untuk membuat kesimpulan. Membaca dengan kritis dan kreatif dibutuhkan agar
dapat mengerti bahasa kiasan, tujuan yang ditetapkan penulis, mengevaluasi ide-
ide yang dituliskan oleh penulis, dan menggunakan ide-ide tersebut pada situasi
yang tepat.
Pengertian membaca sebagai sebuah proses juga dijabarkan oleh Tarigan
(1985) bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan
oleh pembaca untuk memperoleh pesan, suatu metode yang dipergunakan untuk
berkomunikasi dengan diri sendiri dan kadang-kadang orang lain, yaitu
mengomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang
PUST4314/MODUL 2 2.23
D. TUJUAN MEMBACA
E. METODE MEMBACA
Jadi, kegiatan atau kegemaran membaca pada masyarakat dewasa ini masih
rendah karena masih banyak yang mementingkan budaya lisan daripada budaya
baca dan tulis. Rendahnya minat membaca disebabkan oleh faktor ekonomi
masyarakat dan persepsi masyarakat terhadap membaca kurang. Oleh karena
itu, tugas pendidikanlah dalam hal ini membimbing dan memberi dorongan pada
peserta didiknya sedini mungkin dibiasakan untuk gemar membaca. Dr. Donno
E. Norton (1986) mencoba bermain metafora tentang hakikat membaca yang
disampaikan dalam makalahnya yang disajikan dalam Summer Reading and
Library Programs. Ia menyatakan bahwa membaca itu semacam rekreasi mental
atau sejenis wisata rohani, yaitu mata hati menjelajahi rimba kata untuk sampai
ke puncak gunung. Hanya orang-orang yang merasa senang atau yakin akan
memperoleh manfaat yang mau berepot-repot melakukan hal itu. Hanya orang-
2.30 Literasi Informasi
orang yang memiliki keterampilan dan mempunyai bekal yang cukup yang akan
sampai ke puncak dan tidak tersesat (H.G. Tarigan dkk, 1985: 7).
Jadi, membaca adalah suatu kegiatan yang menyenangkan. Ini untuk orang-
orang yang membaca sudah merupakan kebiasaan serta untuk orang-orang yang
tahu betapa besar manfaat dan pentingnya membaca. Hanya orang-orang yang
tahu dan mengerti cara dan kebiasaan membaca yang baik dan sampai pada
tujuan. Untuk menumbuhkan minat baca yang tinggi, harus dimulai dari
membiasakan membaca sejak anak-anak. Kebiasaan membaca yang ditanamkan
pada anak-anak akan menumbuhkan budaya baca. Selain membaca mempunyai
nilai tersendiri, manfaat umum dari membaca sebagai berikut.
1. Membaca adalah kegiatan intelektual yang dapat menghasilkan pandangan,
sikap, dan tindakan positif dari seseorang.
2. Kemampuan membaca sangat berguna untuk mempelajari bermacam-
macam ilmu pengetahuan teknologi dan kebudayaan serta untuk menambah
ilmu pengetahuan; menambah daya berpikir secara sistematis dan kritis;
memberikan keterampilan dan kecakapan khusus serta menumbuhkan sikap
mental perubahan dan pembangunan demi meningkatkan kemajuan; serta
memperbaiki tingkat kehidupan manusia.
3. Membaca buku dapat memberi pengaruh yang baik kepada pengarang,
penulis, peneliti, ilmuwan, teknokrat, dan cendekiawan dalam
mengembangkan dan meningkatkan pengetahuannya.
4. Membaca merupakan proses belajar, baik selama mengikuti pendidikan di
sekolah maupun setelah meninggalkan bangku sekolah, karena ilmu
pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan yang diperoleh melalui pendidikan
di sekolah ini dibatasi oleh waktu dan kurikulum sehingga tidak mungkin
semua pengetahuan ini dicapai secara lengkap dan menyeluruh. Untuk
menambah dan meningkatkan ilmu pengetahuan, siswa perlu membaca
buku di luar sekolah dan setelah meninggalkan bangku sekolah.
Dari uraian tentang pentingnya membaca dan manfaat dari membaca, dapat
diambil kesimpulan bahwa kegiatan membaca sangat besar manfaatnya bagi
seseorang. Dengan membaca, seseorang akan mendapat dan menambah
informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebudayaan yang
berkembang dengan pesat. Membaca juga bisa membentuk sikap dan
kepribadian seseorang serta pandangan hidup yang maju dan positif. Membaca
akan menambah daya pikir manusia secara sistematis dan kritis, memberikan
keterampilan dan kecakapan khusus, serta menumbuhkan sikap mental
PUST4314/MODUL 2 2.31
layar komputer di kelas. Guru mendorong anak untuk membaca puisi, cerita,
poster, daftar, dan bagan yang ditaruh di dinding kelas.
Anak berada di kelas yang penuh dengan bahan-bahan bacaan dan memiliki
fasilitas membaca yang memadai merupakan kunci keberhasilan membaca di
sekolah. Keberhasilan membaca di sekolah bisa jadi merupakan salah satu faktor
penting terciptanya budaya senang membaca di kalangan masyarakat. Tak kalah
pentingnya anak perlu melihat orang-orang dewasa di sekitarnya (termasuk guru
dan orang tua) membaca. Maka itu, anak tahu mengapa mereka perlu membaca.
Anak perlu diberi kesadaran bahwa orang dewasa juga perlu membaca untuk
mengetahui lebih dalam suatu hal dan mereka senang dengan kegiatan
membaca. Adanya contoh nyata di sekitar anak akan menciptakan anak yang
gemar membaca dan menjadikan kegiatan membaca sebagai salah satu kegiatan
yang dibutuhkannya sepanjang hidupnya.
LAT IH A N
1) Istilah minat dan budaya baca kemungkinan sudah sering Anda dengar,
bahkan membicarakannya. Jelaskan pengertian minat baca dan budaya baca
berdasarkan pengertian Anda!
2) Berdasarkan pengalaman di negara kita, Indonesia, minat budaya baca
kurang diminati oleh sebagian besar masyarakatnya. Coba Anda sebutkan
kegiatan yang dijalankan oleh perpustakaan untuk mendukung peningkatan
minat dan budaya baca!
3) Jelaskan perbedaan minat dan budaya baca dengan kegiatan membaca!
4) Jelaskan menurut pengertian Anda apa yang dimaksud dengan kegiatan
membaca!
5) Bagaimana menurut Anda pelaksanaan kegiatan membaca yang baik?
R A NG KU M AN
pada diri seseorang dapat bekerja dengan efektif untuk mencapai suatu
tujuan.
Pengalaman menunjukkan adanya keragaman pengertian tentang
membaca sehingga kekurangtepatan pengertian ini akan membawa dampak
terhadap kebiasaan membaca. Salah satu rumusan pengertian membaca
adalah proses penginterpretasian simbol dan pemberian makna terhadapnya.
Dalam rumusan ini, terdapat tiga unsur yang berkaitan, yaitu simbol,
interpretasi, dan makna. Simbol merupakan bahan pokok suatu bacaan yang
pada umumnya diasosiasikan dengan huruf, kata, kalimat, dan tanda
bacaan. Untuk dapat mengetahui tingkat kemampuan dalam membaca,
kiranya perlu diketahui tahapan-tahapan dalam membaca. Berkaitan dengan
tahap perkembangan membaca dan hubungannya dengan jenis bahan
bacaan, terdapat tahapan membaca, antara lain pramembaca, pengenalan
awal membaca dan decoding, konfirmasi dan kelancaran, serta membaca
untuk mempelajari hal-hal baru. Kemudian, yang harus dipahami juga
adalah faktor-faktor yang menghambat dalam pembinaan minat baca, di
antaranya timbul karena belum terbiasa membaca. Kemampuan membaca
adalah kemampuan yang merupakan hasil latihan dari pembiasaan sehingga
diperoleh tahap-tahap yang tinggi keefektifannya. Kebiasaan membaca
sehari-hari adalah penentu dalam latihan.
TES F OR M AT IF 1
Kegiatan Belajar 2
proses belajar mengajar dapat dijalankan dengan baik. Untuk itu, dalam
pendidikan, perlu dibuat program pelatihan literasi informasi bagi peserta didik.
Pembelajaran dapat dilaksanakan di kelas dengan melibatkan dosen dan
pustakawan yang menjadi narasumber.
Di sisi lain, dunia pendidikan hanya membekalinya dengan kemampuan
literasi yang berkaitan dengan kegiatan perpustakaan, yaitu cara mencari dan
mengakses informasi. Di samping itu, ada beberapa keterampilan yang bisa
diajarkan perpustakaan, yaitu cara menggunakan koleksi dan memanfaatkan
layanan perpustakaan serta pencarian artikel online pada database yang
dilanggan perpustakaan. Dari uraian tersebut, semakin yakin bahwa dalam
pendidikan, peran perpustakaan sangat penting sebab perpustakaan adalah
tempat semua pengetahuan berbagai disiplin ilmu berhubungan. Perpustakaan
juga merupakan lingkungan informasi yang dibutuhkan dalam hidup mereka dan
bekerja.
Perpustakaan dianggap sebagai lingkungan alami untuk memecahkan
masalah. Keberadaan perpustakaan seharusnya menjadi peluang sekaligus
tantangan bagi lembaga pendidikan dan pustakawan untuk mewujudkan atau
membuktikan bahwa literasi informasi adalah kemampuan yang harus dimiliki
semua orang. Untuk itu, perpustakaan perlu mengembangkan dan
memanfaatkan fasilitas yang tersedia sehingga benar kata pepatah bahwa
perpustakaan adalah jantungnya pendidikan. Adapun cara yang dilakukan
perpustakaan dalam mewujudkan jantung pendidikan antara lain:
1. menyediakan literatur-literatur wajib dan penunjang serta terapan yang
menjadi kebutuhan pendidikan;
2. menyediakan modul-modul literasi dalam bentuk sederhana dan menarik
serta dapat disajikan dalam bentuk tercetak;
3. mengajarkan model literasi informasi dengan didukung sumber informasi
cetak yang beragam;
4. mengajarkan cara membaca secara efektif, menulis dengan benar sesuai
dengan aturan mengutip, serta menggunakan sumber informasi offline dan
online;
5. menelusuri informasi yang didukung keterampilan menggunakan komputer
dan mengajarkan cara menyusun karya tulis atau produk informasi dengan
menggunakan perangkat lunak komputer yang sesuai;
6. menyediakan modul-modul literasi informasi dalam bentuk CD atau
tersedia dalam bentuk file atau aplikasi komputer;
PUST4314/MODUL 2 2.45
penelitian pun sudah dilakukan oleh beberapa lembaga pendidikan, antara lain
Universitas Atmajaya terhadap beberapa sekolah dasar (SD), sekolah menengah
pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA) di DKI Jakarta (Diao,
2005); Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (Irawati, 2005)
terhadap mahasiswa tingkat akhir Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
yang sedang mempersiapkan tugas akhir; serta PDII-LIPI terhadap mahasiswa
dan pustakawan di beberapa perguruan tinggi di Jawa Timur, Jawa Barat, DKI
Jakarta, dan Sumatra Barat (Bachtar et al., 2006).
Dalam penerapannya, literasi informasi sangat tergantung pada ketersediaan
sumber daya informasi. Sumber daya informasi ini merupakan faktor penting
dalam dunia pendidikan. Ketersediaan informasi masih sangat terbatas karena
perpustakaan tidak akan pernah mampu menyediakan semua informasi yang
dibutuhkan oleh peserta didik. Setelah ketersediaan, pemanfaatan informasi juga
masih sangat rendah. Kemampuan menyediakan dan memanfaatkan sumber
daya informasi tidak dimiliki oleh peserta didik sehingga sumber daya informasi
yang melimpah di perpustakaan tidak akan ada manfaatnya. Untuk itulah,
kemampuan literasi informasi menjadi sesuatu yang sangat mendesak dan
penting untuk dikuasai oleh peserta didik. Penguasaan literasi informasi tersebut
tidak hanya diperuntukkan bagi peserta didik, tetapi untuk semua yang terlibat
dalam proses pendidikan dan pembelajaran, termasuk pengajar dan karyawan.
Penguasaan literasi informasi tidak hanya untuk peserta didik, melainkan untuk
seluruh civitas academica, termasuk pengajar, pustakawan, dan staf lainnya
yang menjadi sistem pendukung proses pendidikan.
Literasi informasi pendidikan dianggap sebagai serangkaian keterampilan
yang bersifat umum dan mampu diterapkan di segala bidang ilmu. Pustakawan
dan penyelenggara pendidikan memberikan program-program dasar bagi para
peserta didik baru dengan harapan mereka akan dapat mengembangkan diri
lebih lanjut di sepanjang masa belajarnya. Program literasi informasi dalam
pendidikan pada umumnya didasarkan pada pengertian untuk meningkatkan
keterampilan mencari, menemukan, dan menggunakan informasi. Keterampilan
seperti itu disebut keterampilan teknis.
Pendidikan memandang bahwa literasi informasi menekankan pada
perubahan mental dan pikiran peserta didik. Perubahan mental dan pikiran
tersebut menunjukkan kemampuan peserta didik dari tidak tahu menjadi tahu,
dari bodoh menjadi pintar, atau dari tidak bisa mengerjakan menjadi bisa
mengerjakan. Perubahan itu menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan literasi
informasi dalam pendidikan.
PUST4314/MODUL 2 2.47
peserta didik akan selalu dapat mengikuti perkembangan bidang ilmu yang
dipelajarinya.
3. Menyediakan perangkat tambahan untuk memperkuat isi pembelajaran.
Dengan memiliki kompetensi literasi informasi, peserta didik dapat mencari
bahan-bahan yang dibutuhkan selama pembelajaran sehingga mampu
mendukung pembelajaran yang sedang berlangsung.
4. Meningkatkan pembelajaran sepanjang hayat. Pembelajaran sepanjang
hayat adalah misi utama dari institusi pendidikan. Hal itu dengan
memastikan bahwa setiap individu memiliki kemampuan intelektual
berpikir secara kritis yang ditunjang dengan kompetensi literasi informasi
yang dimilikinya agar dapat melakukan pembelajaran sepanjang hayat
secara mandiri.
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain,
kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan
bagi suatu bangsa mesti diprioritaskan. Hal ini karena hanya manusia yang
berkualitas yang bisa bertahan hidup di masa depan. Manusia yang dapat
bergaul dalam masa peradaban dunia semakin tinggi tingkat persaingannya.
Manusia demikianlah yang diharapkan dapat bersama-sama manusia yang lain
turut berpartisipasi dalam percaturan dunia yang senantiasa berubah dan penuh
teka-teki (Isjoni, 2008). Berangkat dari pemikiran tersebut, Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO mengemukakan paradigma
pembelajaran untuk menciptakan proses belajar-mengajar yang efektif, yakni
2.50 Literasi Informasi
2. Learning to do
Pendidikan juga merupakan proses belajar untuk menghasilkan perubahan
dalam ranah kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan
penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan, perasaan, serta
kemauan untuk berbuat atau merespons suatu stimulus. Pendidikan
membekali manusia tidak sekadar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk
terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu
yang bermakna bagi kehidupan. Belajar untuk mengaplikasi ilmu, bekerja
sama dalam tim, dan belajar memecahkan masalah dalam berbagai situasi.
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seyogianya memfasilitasi
siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki serta bakat
dan minatnya.
4. Learning to be
Pendidikan melatih siswa agar mampu memiliki rasa percaya diri (self
confidence) yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal utama bagi siswa
untuk hidup dalam masyarakat. Pengembangan dan pemenuhan kebutuhan
manusia seutuhnya terus “berevolusi” mulai dengan pemahaman diri
sendiri, kemudian memahami dan berhubungan dengan orang lain.
Terjadinya proses pada pilar keempat ini: kebiasaan hidup bersama, saling
menghargai, terbuka, memberi, dan menerima; perlu dikembangkan di
sekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap
saling pengertian antarras, suku, dan agama. Dengan kemampuan yang
dimiliki dan sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan bekal
untuk mampu berperan dalam lingkungan individu tersebut berada
sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman
tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal
dalam bersosialisasi di masyarakat.
dan studi dokumentasi (metode inquiry) serta cara belajar yang dapat
menumbuhkan dan memupuk motivasi internal peserta didik untuk belajar lebih
jauh dan lebih dalam. Dengan konsep tersebut, peserta didik akan menjadi aktif
belajar untuk menggali dan mencari informasi dari berbagai sumber, termasuk
perpustakaan.
Yaxley, B. G. (1991) dalam Ting Kung Shiung (2005) menyatakan bahwa
pengajaran merupakan satu tindakan yang bertujuan untuk membawa perubahan
dari segi kepercayaan, nilai, dan makna. Pengajaran merupakan satu kegiatan
intelektual yang melibatkan pemikiran, perasaan, dan penilaian. Pembelajaran
merupakan proses mendapatkan pengetahuan serta pembentukan sikap yang
lebih baik. Proses pembelajaran ini berlaku sepanjang hayat.
Ting Kung Shiung (2005) juga menyatakan bahwa proses pembelajaran
akan membawa perubahan pada seseorang. Perubahan yang diharapkan adalah
meningkatkan hasil pembelajaran dengan cara menciptakan hubungan antara
pembelajaran, perpustakaan, dan literasi informasi. Konsep literasi informasi
dapat dilihat sebagai campuran pengetahuan dan proses berpikir yang didukung
oleh pembelajaran dan perpustakaan. Komponen kesuksesan pendidikan adalah
membangun strategi yang tertera pada tujuan dari satu komunitas sekolah dan
mempresentasikan konsep pemahaman yang dapat dicapai dengan memberikan
sumber-sumber informasi yang tepat.
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi,
pengetahuan guru harus selalu disegarkan. Penyegaran tersebut merupakan suatu
cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir. Dalam seminar
bertajuk “Literasi Informasi dalam Pembelajaran dan Pengajaran di Sekolah”
yang diselenggarakan UNESCO bekerja sama dengan Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, serta Kementerian
Negara Riset, terungkap bahwa perpustakaan dan sekolah merupakan dua hal
yang tidak terpisahkan. Literasi informasi perlu diintegrasikan dalam
pembelajaran di dalam kelas. Namun, untuk dapat menunjang hal tersebut,
fasilitas perpustakaan harus ditingkatkan. Menurut Alexius Smith Macklin
(2001), salah satu cara pengajaran yang inovatif adalah menggunakan teknik
problem solving untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan analitis.
Syamsuddin (1996) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan
secara luas, seorang guru yang ideal seyogianya dapat berperan sebagai
pengembang sistem nilai ilmu pengetahuan; penerjemah sistem-sistem nilai
tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya, perilakunya, dan proses interaksi
PUST4314/MODUL 2 2.53
dengan sasaran didik; serta organisator terciptanya proses edukatif yang dapat
dipertanggungjawabkan, baik secara formal maupun secara moral.
Di samping itu, guru juga harus mampu mengamati peserta didik yang
mempunyai masalah dengan belajarnya. Guru harus mampu berperan sebagai
perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai hasil pembelajaran
peserta didik, pengarah pembelajaran, dan pembimbing peserta didik sehingga
proses pembelajaran pada model pendidikan itu seperti ditentukan oleh
perancangan yang dilakukan oleh guru. Sementara itu, Danim Sudarwan (2002)
mengemukakan dua peran utama guru dalam pembelajaran, yaitu menciptakan
keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating
learning). Sejalan dengan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru
pada masa mendatang akan semakin kompleks sehingga menuntut guru untuk
senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan
profesionalnya.
Guru harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses
pembelajaran kepada peserta didik. Di masa yang akan datang, guru tidak lagi
menjadi satu-satunya orang yang paling bertanggung jawab terhadap proses
pembelajaran. Guru bukan satu-satunya yang memiliki informasi dan
pengetahuan paling baik. Perkembangan teknologi informasi dan ledakan
informasi menjanjikan bahwa akses informasi akan semakin mudah sehingga
setiap orang bisa mendapatkan informasi yang diinginkan. Guru dan peserta
didik sama-sama mempunyai kesempatan untuk menguasai informasi dengan
baik. Keterbukaan informasi dan pengetahuan akan memaksa keduanya untuk
memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, guru harus melakukan pembaruan ilmu
dan pengetahuan yang dimiliki secara terus-menerus.
Jadi, dapat dinyatakan bahwa kompetensi seperangkat kemampuan yang
harus dimiliki guru searah dengan kebutuhan pendidikan di sekolah
(kurikulum), tuntutan masyarakat, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (Usman, 2006). Kompetensi proses belajar mengajar adalah
penguasaan terhadap kemampuan yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
Kompetensi dimaksud meliputi kemampuan dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi pembelajaran; kemampuan dalam menganalisis, menyusun
program perbaikan, dan pengayaan; serta kemampuan menyusun program
bimbingan dan konseling. Kompetensi dimaksud meliputi pemahaman terhadap
wawasan pendidikan, pengembangan diri dan profesi, pengembangan potensi
peserta didik, dan penguasaan akademis.
2.54 Literasi Informasi
teknologi informasi dan komunikasi. Oleh sebab itu, masyarakat tidak hanya
dituntut memiliki kemampuan literasi informasi, tetapi juga memiliki
kemampuan literasi yang lain, seperti literasi visual, literasi media, literasi
komputer, literasi digital, dan literasi jaringan. Di antara literasi tersebut, Horton
(2007) menyatakan bahwa literasi kebudayaan merupakan elemen penting untuk
memahami literasi informasi. Literasi kebudayaan adalah pengetahuan dan
pemahaman bagaimana kepercayaan, simbol dan ikon, perayaan, serta cara
berkomunikasi dari sebuah kelompok etnis, negara, agama, atau tradisi suku
bangsa berdampak pada penciptaan, penyimpanan, penanganan, penyampaian,
pelestarian, dan pengarsipan data, informasi, dan pengetahuan ataupun
pemanfaatan teknologi.
Keberagaman pemahaman literasi informasi menjadikan berbagai pendapat
yang disampaikan sesuai berdasarkan tujuannya. Bawden (2001) menyampaikan
pengertian yang berbeda bahwa secara garis besar terdapat tiga jenis literasi
berbasis keterampilan, yakni literasi media, literasi komputer, dan literasi
perpustakaan. Di antara ke tiga jenis literasi tersebut, literasi perpustakaan
menjadi literasi yang penting. Literasi perpustakaan memiliki dua pengertian.
1. Mengacu pada kemampuan menggunakan perpustakaan dan menandai awal
lahirnya literasi informasi yang menekankan pada kemampuan menetapkan
sumber informasi yang tepat.
2. Mengacu keterlibatan perpustakaan dalam program literasi tradisional,
seperti pengajaran kemampuan membaca. Literasi perpustakaan biasanya
disinonimkan dengan keterampilan perpustakaan dan instruksi bibliografis.
pernah berhenti belajar. Belajar tidak hanya secara formal, tetapi juga informal.
Belajar formal adalah belajar melalui pendidikan formal, seperti SD, SMP,
SMK, SMU, dan perguruan tinggi. Sementara itu, belajar informal adalah
belajar di mana saja, kapan saja, dan dalam kondisi apa pun serta dapat
menggunakan perpustakaan sebagai sumber informasinya.
karena itu, perubahan di dunia ini membutuhkan suatu sistem yang fleksibel.
Pendidikan harus tetap bergerak dan mengenalkan inovasi secara terus-menerus.
Pembelajaran sepanjang hayat menjadi lebih tinggi kepentingannya pada
saat ini karena manusia perlu terus-menerus menyesuaikan diri supaya dapat
tetap hidup secara wajar dalam lingkungan masyarakatnya yang selalu berubah.
Di sisi lain, pembelajaran sepanjang hayat adalah peluang yang luas bagi
seseorang untuk terus belajar agar dapat meraih keadaan kehidupan yang lebih
baik. Pembelajaran sepanjang hayat di Indonesia telah dijamin undang-undang
yang tertuang pada Pasal 4 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Pasal tersebut menjelaskan
1. pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
berdiskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan memajukan bangsa;
2. pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematis dengan
sistem terbuka dan multimakna;
3. pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
2. Home Schoolling
Home schoolling adalah salah satu bentuk dari pembelajaran sepanjang
hayat yang selanjutnya dikenal di Indonesia dengan sekolah rumah. Oleh karena
itu, istilah home schooling selanjutnya dipakai untuk sekolah rumah. Sekolah
rumah adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur, dan
sistematis dilaksanakan oleh orang tua, keluarga, atau komunitas tempat proses
pembelajaran bisa berlangsung kapan dan di mana saja serta dengan
menciptakan suasana kondusif demi mengembangkan bakat dan potensi anak
(Departemen Pendidikan Nasional, 2006). Sekolah rumah adalah salah satu
model alternatif belajar, selain di sekolah. Di luar negeri, sekolah rumah
bukanlah hal baru. Istilah ini merujuk pada aktivitas pembelajaran anak yang
dilakukan di rumah oleh orang tua atau orang dewasa lain di rumah. Bukan
sekadar belajar, tetapi belajar yang terstruktur sistematis dan mengacu pada
sebuah metode serta kurikulum standar. Ada beberapa alasan yang
menyebabkan orang tua memilih sistem ini sebagai pola pembelajaran anak.
a. Orang tua sering berpindah tempat karena profesinya. Sekolah rumah
membuat keluarga tidak terpisah dan anak punya banyak waktu bersama
orang tuanya.
b. Ada keluarga yang merasa bahwa anaknya membutuhkan lebih dari sekadar
akademis. Anak butuh pengalaman belajar yang sesuai dengan minat anak
dan juga tantangan. Sistem belajar di rumah memberikan lingkungan
2.62 Literasi Informasi
belajar dengan perbandingan guru dan murid yang ideal. Orang tua dan
anaklah yang menentukan mau belajar apa, kapan, dan di mana.
c. Menghindari dan menjaganya dari lingkungan sekolah yang berbahaya.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
Dari berbagai teori dan pernyataan yang diungkap oleh para ahli,
disimpulkan bahwa literasi informasi merupakan suatu kemampuan untuk
mendefinisikan, mengakses, dan mengaplikasikan informasi secara efektif
dan efisien yang harus dimiliki oleh setiap individu, tidak terkecuali
pendidik. Pendidik sebagai suatu komponen penting di sekolah memegang
peranan penting dalam menciptakan peserta didik yang berkualitas.
2.66 Literasi Informasi
TES F OR M AT IF 2
Daftar Pustaka
Allyn Pintrich, R. & Schunk, D. (1996). Motivation in Education Theory;
Research and Aplication. New Jersey: Prentice Hall and Bacon Inc.
Boyer, Ernest L. (1997). “New Technologies and the Public Interest.” Selected
Speeches 1979—1995. Princeton, NJ: Carnegie Foundation for the
Advancement of Teaching.
Bundy, Alan (ed). (2004). Australian and New Zealand Information Literacy
Framework: Principles, Standards and Practice. Edisi kedua. Adelaide:
Australian and New Zealand Institute for Information Literacy.
Burns, P.C., Roe, B.D., dan Ross, E.P. (1984). Teaching Reading Today’s in
Elementary Schools. Dallas Geneva, Illinois Hopewell, New Jersey Palo
Alto: Houghton Mifflin Company Boston.
Healy, Leigh Watson. (2002). “The Voice of the User: Where Students and
Faculty Go for Information.” www.educause.edu/ir/library/powerpoint/
EDU0248c.pps, diakses pada 23 Februari 2013.
Mortimer, J. Adler dan Charles Van Doren. (2007). “How To Read A Book:
Syntopical Reading.” www.syntopicalreading.com.
Nurhadi. (1987). Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru Ofset.
Rusyan, A. Tabrani, dan Cece Wijaya. (1992). Kemampuan Dasar Guru dalam
Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Engineering/Technology.” http://www.ala.org/ala/acrl/acrlstandards/info
litscitech.htm, diakses pada 26 Maret 2013.
Ting Kung Shiung dan Woo Yoke Ling. “Penggunaan ICT dalam Proses
Pengajaran dan Pembelajaran di Kalangan Guru Sekolah Menengah Teknik
dan Vokasional: Sikap Guru, Peranan ICT.” Seminar Pendidikan pada 15
Oktober 2005.
PE N DA H UL U AN
Kegiatan Belajar 1
Indonesia kurang percaya diri dan cenderung tertutup serta sulit dan lambat
merespons pandangan atau gagasan orang lain yang dirasakan akan
mengganggu wilayahnya sehingga mengakibatkan pustakawan sulit
menerima perubahan.
2. Sebagian pustakawan Indonesia masih lemah di dalam penguasaan bahasa
asing dan teknologi informasi (TI). Padahal, salah satu syarat yang harus
dimiliki pustakawan saat ini adalah kemampuan komunikasi yang ditandai
kemampuan berbahasa asing dan tidak gagap teknologi.
3. Sebagian pustakawan tidak banyak menulis, apalagi dalam penulisan karya
bersama. Ungkapan to publish or perish kiranya belum menyentuh
pustakawan untuk menyadari pentingnya menulis.
4. Sebagian pustakawan Indonesia sejauh ini bekerja sebagai burung dengan
sebelah sayap. Pengertian kerja mandiri yang dibanggakan pustakawan
banyak ditafsirkan secara sempit. Mereka sibuk bekerja sendiri-sendiri yang
menimbulkan egoisme sektoral yang menyebabkan egoisme individu dan
akhirnya membentuk pola pikir terkotak-kotak antarunit kerja dan bahkan
antarinstitusi.
Standar ini menguraikan apa yang perlu diketahui untuk menjadi literasi
informasi. Standar ini tidak cukup dapat membaca saja yang berarti bahwa apa
pun informasi muncul di layar atau dalam sebuah buku bisa dibaca. Standar ini
harus diketahui banyak orang jika ada yang menemukan dan menggunakan
informasi untuk kebutuhan sekolah, untuk pekerjaan, untuk kesehatan
seseorang, dan untuk satu komunitas masyarakat. Keterampilan literasi
informasi tidak mudah didapat, tetapi sangat penting. Perpustakaan dan
informasi memainkan peran penting dalam pembangunan masyarakat
berkelanjutan.
Bagi perpustakaan, hal itu tidak cukup hanya memiliki buku-buku di rak.
Perpustakaan tidak cukup hanya menyediakan komputer dan akses ke internet.
Perpustakaan tidak cukup hanya memberikan akses bahan tercetak dan karya
referensi elektronik serta database komersial yang mahal, tanpa pengguna tahu
bagaimana memanfaatkan sumber daya informasi tersebut. Misi perpustakaan
adalah memenuhi kebutuhan informasi masyarakat tidak dapat terpenuhi.
Bahan-bahan dan informasi elektronik yang diperlukan tidak cukup untuk
menjadikan seseorang literasi informasi.
3.10 Literasi Informasi
Menurut Abdul Kadir (2003: 18), secara garis besar, peranan teknologi
informasi dan komunikasi sebagai berikut.
PUST4314/MODUL 3 3.11
C. KEBUTUHAN INFORMASI
D. KESETARAAN AKSES
F. EKOLOGI INFORMASI
sumber informasi itu diorganisasi dan disusun teratur sehingga ketika kita
membutuhkan suatu informasi, kita dengan mudah dapat menemukannya.
Dalam pelaksanaan perpustakaan, ada ilmu yang mengkaji perpustakaan
yang disebut ilmu perpustakaan (library science), yaitu ilmu pengetahuan yang
mengorganisasikan berbagai hal tentang pustaka, baik tentang tujuan, objek,
fungsi perpustakaan, metode, penyusunan, teknik, maupun teori yang digunakan
dalam pemberian jasa perpustakaan. Aktivitas utama dari perpustakaan adalah
menghimpun informasi dalam berbagai bentuk atau format untuk pelestarian
bahan pustaka dan sumber informasi sumber ilmu pengetahuan lainnya. Hal
tersebut dengan maksud sebagai berikut.
1. Menyediakan sarana atau tempat untuk menghimpun berbagai sumber
informasi untuk dikoleksi secara terus-menerus, diolah, dan diproses.
2. Sebagai sarana atau wahana untuk melestarikan hasil budaya manusia (ilmu
pengetahuan, teknologi, dan budaya) melalui aktivitas pemeliharaan dan
pengawetan koleksi.
3. Sebagai agen perubahan (agent of changes) dan agen kebudayaan serta
pusat informasi dan sumber belajar mengenai masa lalu, sekarang, dan
masa akan datang.
jurang antara orang-orang yang kaya dan miskin informasi serta pada saat
informasi menjadi komoditas. Informasi menjadi semakin banyak dan semakin
mahal. Oleh karena itu, perpustakaan diharapkan tetap dapat menawarkan akses
gratis atau murah terhadap sumber-sumber informasi, seperti yang tersedia
melalui internet dan sumber-sumber lainnya. Perpustakaan juga diharapkan
memberikan pelatihan gratis untuk memelihara literasi informasi kepada
pemustaka dengan tujuan agar pendidikan sepanjang hayat cepat tercapai. Untuk
berkembang di masa depan, pustakawan perlu agresif mempromosikan diri
sebagai ahli literasi informasi dan harus melihat peran ini berkembang demi
keberhasilan semua jenis perpustakaan. Kebutuhan sistem informasi
perpustakaan memiliki alasan berikut.
1. Banyak peserta didik menganggap perpustakaan sebagai tempat yang
membingungkan karena mereka tidak punya ide bagaimana menggunakan
perpustakaan secara efektif untuk memenuhi kebutuhan kurikuler serta
pengetahuan umum.
2. Dalam beberapa kasus, peserta didik mengamati bahwa guru sendiri tidak
memanfaatkan layanan perpustakaan secara sistematis dan gagal memandu
bagaimana menggunakan sumber daya perpustakaan secara efektif.
3. Seluruh pemakai tidak akrab dengan penggunaan metode dan teknik untuk
penyimpanan sumber daya dan pengambilan informasi yang berbeda dari
perpustakaan dan penerapan teknologi informasi dalam layanan
perpustakaan.
4. Selanjutnya, banyak pengguna tidak menyadari berbagai jenis sumber daya
dan jasa yang tersedia di perpustakaan akademis.
Pada era digital atau era informasi seperti ini, keterampilan utama yang
harus dimiliki masyarakat sebagai modal dalam mengarungi hidup pada abad
ke-21 adalah literasi informasi. Literasi informasi berhubungan dengan
pertumbuhan informasi yang tidak terkendali dan kodifikasi terhadap informasi
tersebut. Setiap mengakses informasi akan berurusan dengan banyaknya
3.28 Literasi Informasi
c. bermitra dengan pengajar dan staf lainnya dalam menangani perumusan dan
penilaian hasil literasi informasi dan perilaku belajar.
Relevansi Koleksi
Pengertian relevansi adalah informasi atau koleksi yang tersedia sesuai
dengan kebutuhan pengguna. Pada dasarnya, pengguna perpustakaan
membutuhkan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Perpustakaan menyediakan berbagai koleksi untuk memenuhi kebutuhan
informasi pengguna. Perpustakaan sebagai penyedia informasi sebaiknya
memiliki bahan perpustakaan yang banyak dan beraneka ragam serta sesuai
dengan kebutuhan penggunanya. Oleh karena itu, bahan informasi yang
direncanakan oleh perpustakaan hendaknya berdasarkan pertimbangan berikut.
1. Relevansi
Kesesuaian bahan informasi dengan kebutuhan pengguna, hal ini
dimaksudkan agar perpustakaan memiliki nilai dan berdaya guna bagi
pengguna, terutama para pengguna potensial.
2. Kemutakhiran
Dalam pengembangan bahan informasi ini, perlu antisipatif dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan bidang cakupan perpustakaan itu
sendiri.
3. Rasio judul, pemakai, dan spesialisasi bidang
Banyak sedikitnya bahan informasi atau koleksi yang harus dimiliki oleh
suatu perpustakaan hendaknya dipertimbangkan dengan jumlah pengguna,
banyaknya judul, spesialisasi bidang, dan anggaran.
3.36 Literasi Informasi
NIH) dan dikelola oleh National Center for Biotechnology Information (NCBI)
di bawah lingkungan National Library of Medicine atau NLM. Melalui PubMed
Central ini, NLM sebenarnya melanjutkan tradisi mereka dalam
mempertahankan dan menjaga keberlangsungan akses bebas hambatan yang
sudah dilakukannya sejak zaman tercetak dalam hal literatur biomedis. Namun,
gerakan membebaskan akses ini bukan tanpa kontroversi. Misalnya, dalam
sebuah pertemuan tahunan penerbit dan peneliti bidang sains dan kedokteran di
Austin, Texas, tahun 2007, muncul dua kelompok yang bersilang pendapat.
Kelompok yang mendukung open access datang dari institusi yang punya tradisi
melayani masyarakat umum, seperti Public Library of Science, Science
Commons, dan Global Trial Bank. Sementara itu, kelompok yang menentang
kebanyakan datang dari pihak penerbit. Kelompok pendukung menyatakan
bahwa open access mendorong penggunaan informasi ilmiah secara lebih kreatif
dan melahirkan penelitian-penelitian baru. Sebaliknya, pihak penentang
menganggap bahwa belum ada bukti open access akan meningkatkan diseminasi
informasi, menumbuhkan semangat meneliti, atau meningkatkan sumbangan
ilmu pada pengobatan. Lagi pula, menurut pihak penentang open access, masih
banyak peneliti yang enggan melepas hasil penelitiannya ke penyedia jasa gratis.
Sebuah hasil penelitian mengatakan bahwa jumlah jurnal open access
semakin bertambah dan posisi mereka semakin penting. Karena sebagian besar
dari jurnal ini lebih banyak bergantung pada publication fees (pengarang atau
lembaga penelitian membayar kepada pengurus jurnal jika artikelnya dimuat)
dan bukan pada uang langganan, ada implikasi ekonominya terhadap institusi
yang mensponsori, memproduksi, dan menggunakan hasil-hasil penelitian di
bidang biologi dan ilmu hayati. Di dalam dunia ilmiah yang sudah mapan, jurnal
bergengsi merupakan ajang promosi bagi seorang ilmuwan ataupun lembaga
riset yang membiayai ilmuwan itu.
Masih perlu ditunggu, ke mana gerakan open access, khususnya dalam
penerbitan jurnal ilmiah, akan mengarah. Model pembiayaan akan menjadi isu
terpenting. Beberapa penerbit sedang bereksperimen dengan apa yang disebut
―bentuk hibrida‖ dari penerbitan jurnal Open Access Publishing. Penerbit
terkenal, Springer-Verlag, misalnya mencoba fasilitas open choice dengan dua
pilihan menyediakan artikel secara tradisional (untuk dijual) atau dengan sistem
open access publishing, tetapi pengarang harus membayar 3.000 dolar AS. Pada
Juni 2006, Royal Society di Inggris meluncurkan inisiatif yang mereka beri
nama EXiS Open Choice. Biaya setiap halaman jurnal yang dimuat di sini harus
membayar dalam mata uang poundsterling.
PUST4314/MODUL 3 3.45
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
2) Ada beberapa jenis literasi, yaitu literasi informasi, literasi media, literasi
teknologi, dan literasi perpustakaan. Untuk menguasai kemampuan literasi-
literasi tersebut, ada kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seseorang,
yaitu ....
A. kemampuan beradaptasi dengan lingkungan informasi
B. kemampuan menerapkan teknologi informasi dan komunikasi
C. kemampuan membaca
D. kemampuan mencari informasi
4) Berikut ini adalah peran perpustakaan dalam literasi informasi, kecuali ....
A. memberikan saran untuk mengintegrasikan keahlian literasi informasi
dalam desain kurikulum
B. pengembangan kegiatan berbasis keterampilan informasi
3.48 Literasi Informasi
Kegiatan Belajar 2
A. PENDIDIKAN
B. PEMAKAI PERPUSTAKAAN
4. Instruksi bibliografi
Dari klasifikasi tersebut, dapat diperinci keahlian belajar secara umum yang
mencakup keahlian belajar, keahlian membaca, keahlian mencatat, dan
keahlian perpustakaan. Literasi informasi berperan sebagai alat untuk
memilah informasi-informasi agar yang berguna dapat dimanfaatkan secara
maksimal dan informasi yang hanya berpotensi menjadi sampah dapat
difilter. Capaian yang diharapkan secara langsung adalah efisiensi dalam
hal waktu, biaya, dan tenaga yang dikeluarkan selama proses pencarian
informasi.
Kemampuan untuk menemukan informasi, mengolah, dan menyajikan
informasi sebenarnya kemampuan umum yang dimiliki oleh setiap orang.
Akan tetapi, tidak semua orang mempunyai kemampuan seperti itu yang
kemudian dikenal keterampilan literasi informasi. Seseorang dikatakan
mempunyai keterampilan literasi informasi apabila mampu memahami
kebutuhan informasi dan mendapatkan informasi yang tepat dalam berbagai
format serta mampu menggunakan dan menyajikan informasi tersebut
dalam bentuk yang tepat dan benar. Dengan kemampuan ini, seseorang
memiliki kerangka kerja intelektual untuk memahami, mencari,
mengevaluasi, dan menggunakan informasi.
Secara umum, karakteristik pendidikan pemakai berdasarkan penjelasan di
atas sebaiknya dilakukan terintegrasi. Artinya, pustakawan tidak harus
bekerja sendiri, tetapi sebaiknya bekerja bersama stakeholder yang lain,
yaitu guru, pimpinan lembaga, dan orang tua peserta didik. Kerja sama
tersebut dilakukan untuk menyederhanakan tranfer pengetahuan yang harus
3.62 Literasi Informasi
Sementara itu, Hills dalam Fjallbrant (1978: 33) menyebutkan ada empat
faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode dan media
pengajaran untuk pendidikan pemakai perpustakaan ini seperti berikut.
1. Motivasi pengajaran harus memberikan suatu motivasi yang tinggi,
misalnya ketika pemakai ingin menemukan informasi yang berhubungan
dengan pekerjaan atau pelajaran tertentu.
2. Kerja aktif dalam pembelajaran pemecahan masalah akan kelihatan lebih
efektif daripada hanya menyebutkan atau menjelaskan suatu rangkaian
pekerjaan.
3. Pendidikan pemakai akan lebih efektif jika pemakai memahami apa dan
mengapa mereka mengerjakan hal demikian jika hal ini merupakan
permasalahan yang baru dapat dihubungkan dengan pengetahuan yang
sudah dimilikinya.
4. Umpan balik atau informasi perkembangan yang dibuat harus tersedia bagi
para pemakai. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
metode pengajaran dalam pendidikan pemakai selayaknya memperhatikan
berbagai aspek dan dampak, baik terhadap pemakai maupun perpustakaan
sendiri.
1. Tingkatan orientasi
Orientasi ini biasanya dilakukan pada mahasiswa baru pada awal mengikuti
kegiatan ospek. Kegiatan pendidikan pemakai yang disatukan dalam ospek
tersebut diberikan pada materi khusus yang diselenggarakan selama kurang
lebih dua jam. Dengan materi mengenai:
a. pentingnya perpustakaan;
b. jam buka perpustakaan;
c. sarana temu kembali informasi;
d. jasa perpustakaan dan jenis koleksi yang dimiliki oleh suatu
perpustakaan;
e. peraturan perpustakaan.
Metode pendidikan pemakai yang dapat digunakan adalah ceramah dengan
prinsip pengenalan. Kunjungan perpustakaan dan demonstrasi atau
peragaan. Pelaksanaan dalam pemberian pendidikan pemakai pada tingkat
ini adalah minimal pustakawan dengan kualifikasi pustakawan ahli.
3.68 Literasi Informasi
Pengajaran Perpustakaan
1. Teknik penggunaan indeks, katalog, bahan-bahan rujukan, dan alat-alat
bantu bibliografi: Science Citation Index, Chemical Abstracs, Biological
Abstract, Dissertation Abstract International, dan Katalog Induk Majalah
(KIM) terbitan PDII-LIPI Jakarta.
2. Penggunaan bahan atau sumber pustaka sesuai dengan masing-masing
bidang keilmuan atau program studi, studi pustaka, dan teknik-teknik
penelusuran informasi. Pengajaran ini sangat efektif dalam rangka
membantu mahasiswa melakukan tugas penelitian atau pembuatan karya
ilmiah karena dibantu langsung oleh pustakawan. Alat bantu bibliografi
masa kini yang tren di kalangan pencari informasi:
a. proquest intarnet/internet,
b. American Chemical Society (ACS),
c. ScienceDirect (database e-journals Elsevier),
d. Web of Science (WoS),
e. American Physical Society (APS),
f. American Institute of Physics (AIP),
g. Springerlink (e-journals Springer – Subjek engineering),
h. American Society for Civil Engineers (ASCE),
i. Society for Industrial & Applied Mathematics (SIAM), dan
j. IEEE Computer Society.
3. Penentuan definisi tajuk subjek, kata kunci dalam menunjang penelitian
suatu topik.
4. Teknik-teknik membuat catatan dalam penelitian dan daftar pustaka.
5. Teknik pembuatan catatan kaki, rujukan, dan sumber bahan bacaan.
Literasi merupakan satu set perspektif yang aktif dan digunakan untuk
membuka diri kepada media dalam menafsirkan makna pesan yang dihadapi
serta membangun perspektif dari struktur pengetahuan. Untuk membangun
3.74 Literasi Informasi
struktur pengetahuan, perlu alat dan bahan baku. Alat-alat adalah keterampilan,
sedangkan bahan baku adalah informasi dari media dan dari dunia nyata. Aktif
menggunakan berarti bahwa kita sadar akan pesan dan berinteraksi dengan
mereka secara sadar berikut ini beberapa jenis literasi sebagai berikut.
1. Visual literacy, yaitu didefinisikan sebagai kemampuan memahami dan
menggunakan gambar, termasuk pula kemampuan untuk berpikir, belajar,
serta mengekspresikan gambar tersebut. Visual literacy dibedakan menjadi
tiga, yaitu visual learning, visual thinking, dan visual communication.
2. Media literacy, yaitu kemampuan warga negara untuk mengakses,
menganalisis, dan memproduksi informasi untuk hasil yang spesifik
menurut National Leadership Conference on Media Literacy.
3. Computer literacy, yaitu kemampuan untuk menciptakan dan memanipulasi
dokumen dan data menggunakan perangkat lunak pengolah kata, pangkalan
data, dan sebagainya.
4. Digital literacy, yaitu keahlian yang berkaitan dengan penguasaan sumber
dan perangkat digital. Mereka yang mampu mengejar dan menguasai
perangkat-perangkat digital mutakhir dicitrakan sebagai penggenggam
masa depan dan sebaliknya yang tertinggal akan semakin sempit
kesempatannya untuk meraih kemajuan.
5. Network literacy, yaitu satu istilah yang masih berkembang (evolving)
untuk dapat mengakses, menempatkan, dan menggunakan informasi dalam
dunia berjejaring, misalnya internet. Dalam berinternet, pemakai harus
menguasai keahlian ini.
Dalam era digital, hal ini mungkin berguna untuk menggantikan istilah
―buku‖ dengan istilah ―sumber-sumber informasi dan pengetahuan‖ serta istilah
―pembaca‖ dengan istilah ―user/konsumen‖. Pilihan Ranganathan tentang kata-
kata menawarkan kesempatan untuk mempertimbangkan sebuah hubungan
dengan teori evolusi Darwin yang menganalisis organisme. Ini adalah hubungan
yang belum ditemukan di setiap literatur, tetapi cukup menarik untuk
dieksplorasi karena manfaatnya.
Jika perpustakaan adalah organisme sebagaimana yang dinyatakan
Ranganathan, itu harus berhati-hati karena jika tidak berubah cukup cepat, itu
akan punah. Darwin menyajikan beberapa argumen dasar tentang proses seleksi
alam yang berguna jika mereka diadopsi dan dipertimbangkan untuk
perencanaan perpustakaan masa depan. Tidak ada satu struktur organisasi pun
yang terbaik untuk sebuah perpustakaan atau layanan. Kondisi itu akan berbeda
dari satu tempat ke tempat lain serta berdasarkan keinginan, kebutuhan, dan
PUST4314/MODUL 3 3.77
kemampuan. Sesuai dengan cara Darwin berpikir itu, dapat diasumsikan bahwa
organisme berbeda dan perbedaan ini diperbolehkan untuk keturunannya.
Perbedaan tersebut berdampak pada kemampuan anak untuk bertahan hidup dan
bereproduksi. Logika yang sama memandu hukum kelima Ranganathan tentang
perpustakaan: perpustakaan adalah organisme yang berkembang. Ranganathan
melihat perpustakaan sebagai lembaga yang aktif dalam lingkungan yang terus
berubah. Perpustakaan harus mengubah dan menyesuaikan dirinya dengan
semangat waktu sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik.
Dua pendekatan, Darwin dan Ranganathan, ini memiliki banyak kesamaan.
Keduanya menganggap perubahan sebagai dorongan untuk pembangunan.
Bagaimanapun mereka berbeda pada titik krusial. Darwin berbicara tentang
realitas saat perubahan dan perkembangan adalah reaksi terhadap perubahan
lingkungan, sedangkan Ranganathan berbicara tentang aspirasi konstan untuk
perubahan dan evolvement dalam layanan perpustakaan serta sebagai reaksi
terhadap perubahan lingkungan. Dalam realitas saat ini, penafsiran praktis
membuat aspirasi untuk pertumbuhan dan kemajuan perpustakaan menjadi
kenyataan dan optimal dalam mengatasi permasalahan pemakai informasi.
Perpustakaan merupakan investasi yang mahal sehingga harus dimanfaatkan.
Koleksi dan fasilitas diadakan dengan biaya yang tidak sedikit, jadi sedapat
mungkin perpustakaan dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh penggunanya.
Pustakawan tidak hanya mengolah buku, tetapi harus berfungsi sebagai
pendidik. Diharapkan, pustakawan dapat memberi bimbingan kepada pemakai
dengan baik mengenai cara-cara memanfaatkan sumber-sumber perpustakaan.
Dalam konteks demikian, pustakawan adalah seorang pendidik. Adalah
tanggung jawab pustakawan untuk memberikan kepada pemakai perpustakaan
keterampilan dalam menggunakan sumber-sumber informasi, seperti jurnal,
indeks, abstrak, bibliografi, direktori, dan sebagainya, baik dalam bentuk cetak
maupun noncetak (bentuk elektroniknya).
Keterampilan yang membuat pemakai menjadi familiar terhadap sumber-
sumber informasi dan teknologi yang terdapat dalam perpustakaan. Di masa
mendatang, mereka dapat memanfaatkan perpustakaan dengan mudah, cepat,
dan percaya diri. Pemilihan model bimbingan pemakai yang akan dipakai
tergantung pada jumlah peserta, kapasitas ruang, atau kelas tempat
penyelenggaraan kegiatan bimbingan pemakai dan tujuan dari kegiatan
bimbingan pemakai tersebut. Hal ini karena keterampilan menggunakan
perpustakaan yang merupakan tujuan akhir dari kegiatan bimbingan pemakai
adalah sesuatu hal yang perlu dilaksanakan oleh perpustakaan.
3.78 Literasi Informasi
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
Daftar Pustaka
ALA/AASL Standard for Initial Programs for School Library Media Specialist
Preparation, http://www.ala.org/aasl/sites/ala.org.aasl/files/content/aasl
education/schoollibrary/ala-aasl_slms2003.pdf, diakses pada 23 Maret
2013.
Evans, G.E. dan M.R. Zarnosky. (2000). Developing Library and Information
Center Collections. Colorado: Libraries Unlimited.
Fjallbrant, Nancy dan Ian Malley. (1987). User Education in Libraries. London:
Clive Bingley.
IFLA, http://www.ifla.org/III/misc/internetmanif.htm.
Malley, lan. (1978). ―Educating the Special Library User.‖ Aslib Proceeding,
10-11(30).
Reitz, Joan M. ODLIS Online Dictionary for Library and Information Science,
http://www.abc-clio.com/ODLIS/odlis_u.aspx, diakses pada 23 Februari
2013.
Tim Penyusun. (1991). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Tim Penyusun. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Zuntriana, Ari. (2010). ―Peran Pustakawan di Era Library 2.0,‖ Visi Pustaka,
Vol. 12, No.2, Agustus 2010. Jakarta: Perpusnas.
Modul 4
PE N DA H UL U AN
Kegiatan Belajar 1
A. LITERASI INFORMASI
1. The Big 6
The Big 6 dikembangkan oleh Mike Eisenberg dan Bob Berkowitz,
(Eisenberg & Berkowitz, 2000). The Big 6 adalah pendekatan yang paling
banyak dikenal dan digunakan untuk mengajar informasi dan keterampilan
teknologi di dunia. Digunakan oleh ribuan sekolah, perguruan tinggi, dan
program pelatihan perusahaan, model pemecahan masalah Big 6 berlaku
kapan pun orang membutuhkan informasi dan menggunakan informasi. Big
6 ini mengintegrasikan pencarian informasi dan keterampilan penggunaan
bersama dengan menggunakan teknologi dalam suatu proses yang
sistematis untuk menemukan, menggunakan, menerapkan, dan
mengevaluasi informasi untuk kebutuhan spesifik dan tugas. The Big 6
menggunakan pendekatan pemecahan masalah untuk mengajar informasi
dan keterampilan informasi serta teknologi. Big 6 adalah model proses
bagaimana orang-orang dari segala usia memecahkan masalah informasi.
PUST4314/MODUL 4 4.7
http://comminfo.rutgers.edu/ ~ uhlthau/information_search_process.
htm).
pilar lima sampai tujuh, tantangan yang dihadapi lebih besar karena
keanekaragaman orang (http://www.sconul.ac.uk/groups/information
_literacy/sp/sp/model.html).
b. Eksplorasi
1) Menentukan lokasi sumber yang sesuai dengan topik.
2) Menemukan informasi yang sesuai dengan topik.
3) Melakukan wawancara, kunjungan lapangan, atau penelitian.
c. Memilih
1) Memilih informasi yang relevan.
2) Menentukan sumber mana saja yang terlalu mudah, terlalu sukar,
atau sesuai.
PUST4314/MODUL 4 4.15
d. Mengorganisasi
1) Memilah informasi.
2) Membedakan antara fakta, pendapat, dan khayalan.
3) Mengecek ada tidaknya bias dari sumber informasi.
4) Mengatur informasi yang diperoleh dalam urutan yang logis.
5) Menggunakan pengorganisasi visual untuk membandingkan atau
membuat kesesuaian dengan informasi yang diperoleh.
e. Menciptakan
1) Menyusun informasi sesuai dengan pendapat dalam cara yang
bermakna.
2) Merevisi dan menyunting sendiri atau bersama-sama pembimbing.
3) Finalisasi format bibliografi.
f. Menyajikan
1) Mempraktikkan aktivitas penyajian.
2) Berbagi informasi dengan orang atau pihak yang sesuai.
3) Memaparkan informasi dalam format yang tepat sesuai dengan
hadirin.
4) Menyusun dan menggunakan peralatan yang sesuai.
g. Mengakses
1) Menerima masukan dari siswa lain.
2) Meningkatkan kinerja sebagai tanggapan atas asesmen dari guru.
3) Merefleksi seberapa jauh keberhasilan yang telah dilakukan.
4) Menentukan apakah masih diperlukan keterampilan baru.
5) Mempertimbangkan apakah yang dilakukan pada kesempatan
berikutnya lebih baik.
h. Menerapkan
1) Meninjau masukan serta asesmen yang masuk.
4.16 Literasi Informasi
Selain enam model yang populer dipergunakan di atas, masih ada beberapa
model yang terus dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan dalam
mendapatkan informasi secara efektif dan efisien. Model-model tersebut sebagai
berikut.
1. Information search process (ISP) dibuat Carol Kuhlthau pada tahun 1989
dengan keterampilan: a) pengenalan (initiation), b) seleksi (selection), c)
eksplorasi (exploration), d) koleksi (collection), e) pencarian tertutup
(search closure), dan e) presentasi (presentation)
(http://virtualinquiry.com/inquiry/ips.htm).
2. The stripling and pitts research process (REACT) dibuat Barbara Stripling
dan Judy Pitts pada tahun1988 dengan keterampilan:
a. memilih topik yang luas (choose a broad topic),
b. menyimpulkan topik (get an overview of the topic),
c. membatasi topik (narrow the topic),
d. membangun alasan atau pernyataan dari tujuan (develop a thesis or
statement of purpose),
e. merumuskan pertanyaan untuk panduan penelitian (formulate questions
to guide research),
f. merencanakan penelitian dan penciptaan (plan for research and
production),
g. menemukan/menganalisis/mengevaluasi sumber (find/analyze/
evaluate sources),
h. mengevaluasi bukti, membuat catatan, dan menyusun daftar pustaka
(evaluate evidence/take notes/compile bibliography),
i. menetapkan kesimpulan (establish conclusions).
PUST4314/MODUL 4 4.17
3. Create and present final product menciptakan dan menyajikan hasil akhir
(http://virtualinquiry.com/inquiry/stripling.htm).
12. 5-As dibuat oleh Ian Jukes dengan keterampilan: a) tanya (ask), b)
mengakses (accessing), c) menganalisis (analyzing), d) menerapkan
(applying), e) menaksir (assessing). (http://virtualinquiry.com/inquiry/
as.htm).
13. Infohio dialogue model for information literacy skills dibuat InfoOhio pada
tahun 1998 dengan keterampilan: a) mendefinisikan (define), b) mengenali
(initiate), c) menaksir (assess), d) menempatkan (locate), e) mengorganisasi
(organize), f) memandu (guide), g) menggunakan (use), dan h) menilai
(evaluate) (http://www.infohio.org/ID/dialogue.html).
PUST4314/MODUL 4 4.19
16. Sauce dibuat oleh T. Bond dengan keterampilan: a) mengatur langkah (set
the scene), b) mendapatkan (aquire), c) menggunakan (use), d)
mengomunikasikan (communicate), dan e) mengevaluasi (evaluate)
(http://ictnz.com/SAUCE.htm).
18. I-Search dibuat oleh Ken Macrorie, Marilyn Joyce, dan Julie Tallman:
a. selecting a topic (memilih topik),
b. finding information (mencari informasi),
c. using information (menggunakan informasi),
d. developing a final product (mengembangkan hasil akhir)
(http://virtualinquiry.com/inquiry/isearch.htm).
4.20 Literasi Informasi
yang tidak pernah cukup dan tidak tahu informasi apa saja yang tersedia, seperti
yang diungkapkan oleh Leigh Watson Healy, vice president dan chief analyst
pada Outsell Inc. Pada konferensi EDUCAUSE tahun 2002, ia mengemukakan
bahwa terdapat dua masalah utama, yaitu memiliki waktu yang cukup dan
mengetahui apa yang tersedia.
Individu memiliki pengetahuan dalam menemukan, mengevaluasi,
menganalisis, mengumpulkan, mengelola, dan menyebarkan informasi kepada
orang lain berada pada posisi yang tinggi. Mereka adalah individu yang paling
berhasil dalam memecahkan permasalahan, menemukan jalan keluar, dan
menghasilkan ide baru. Mereka adalah individu-individu yang menerapkan
konsep pembelajaran sepanjang hayat. Selain bermanfaat dalam dunia
pendidikan, literasi informasi menjadi penting untuk dikuasai berdasarkan fakta-
fakta yang ditemui pada dunia kerja. Beberapa fakta menunjukkan pentingnya
kompetensi informasi dalam dunia kerja:
1. jumlah informasi yang diperoleh individu dalam sehari pada saat ini sama
dengan jumlah informasi yang diperoleh individu yang hidup pada abad ke-
18 selama satu tahun;
2. kantor-kantor menghasilkan hampir 2,7 miliar dokumen per tahun;
3. hampir 1 juta publikasi diterbitkan di seluruh dunia setiap tahunnya;
4. Rata-rata pekerja pada posisi tertentu membaca dokumen 24 jam selama
satu minggu, sedangkan pekerja pada posisi di bawahnya menghabiskan
waktu untuk membaca selama 97 menit setiap harinya (O‘Sullivan, 2002).
Ada sejumlah fakta yang menunjukkan bahwa pada sejumlah sektor, konsep
literasi informasi telah dipahami sebagai suatu keahlian yang dibutuhkan dalam
ekonomi baru (O‘Sullivan, 2002). Pergerakan ke arah ekonomi berbasiskan
pengetahuan telah mengungkapkan bahwa banyak pekerja tidak memiliki
keahlian yang memadai untuk menggunakan dan mengelola informasi secara
efektif dalam kehidupan sehari-hari. Kekurangan yang lain adalah kurangnya
keahlian menemukan informasi yang relevan, ketidakmampuan menganalisis
secara kritis, serta kurangnya pemahaman terhadap aspek hukum dan etika. Pada
situasi tertentu, kondisi ini dapat berdampak negatif terhadap kemampuan para
pelaku bisnis untuk bersaing dan berkembang dalam ekonomi global.
PUST4314/MODUL 4 4.25
2. Mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien. Itu berarti:
a. menyeleksi metode pencarian atau sistem temu kembali informasi
untuk mencari informasi yang dibutuhkan;
b. membangun dan menerapkan strategi penelusuran yang efektif;
c. menemukan kembali informasi secara online atau secara offline dengan
menggunakan beragam metode;
d. mengubah strategi penelusuran jika perlu;
e. mengutip, mencatat, serta mengolah informasi dan sumber-sumbernya.
4.26 Literasi Informasi
jaringan, dan IFLA menyertakan pula literasi digital. Istilah literasi informasi
mulai populer sekitar tahun 1980-an yang terdiri atas berbagai jenis literasi.
Informasi digital merupakan kumpulan sikap, pemahaman, dan
keterampilan untuk menangani dan mengomunikasikan informasi serta
pengetahuan secara efektif dalam berbagai media dan format. Istilah literasi
digital mulai populer sekitar tahun 2005. Literasi digital terbagi atas empat
komponen, yaitu tonggak literasi, pengetahuan latar belakang, kompetensi
utama, dan sikap serta perspektif, masih ditambah dengan kerangka moral.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
4) Salah satu standar literasi informasi adalah menentukan sifat dan cakupan
informasi yang dibutuhkan serta memiliki empat indikator, kecuali ....
A. mendefinisikan kebutuhan informasi serta mengidentifikasi beragam
jenis, format, dan sumber-sumber informasi
B. mempertimbangkan biaya dan manfaat pencarian informasi yang
dibutuhkan
C. mengevaluasi kembali sifat dan cakupan informasi yang dibutuhkan
D. ketersediaan dan kemudahan akses informasi
5) Peserta didik yang melek informasi mengakses informasi secara efisien dan
efektif serta memiliki indikator seperti di bawah ini, kecuali ....
A. mengakui perlunya informasi; informasi yang akurat dan komprehensif
merupakan dasar untuk membuat keputusan
B. merumuskan pertanyaan berdasarkan kebutuhan informasi
C. informasi harus mewakili atau menjawab masalah yang ada; informasi
yang menggambarkan bahwa akan diambil sebuah tindakan dan akan
dijadikan bahan untuk mengambil keputusan
D. mengidentifikasi berbagai sumber informasi; mengembangkan dan
menggunakan strategi untuk mencari informasi
Kegiatan belajar 2
2. Memahami (conprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar objek yang diketahui dan dapat menginterpresentasikan materi
tersebut secara benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramal, dan
sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil (sebenarnya) aplikasi di sini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, dan prinsip dalam kontek atau situasi lain.
4. Analisis (analisys)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru
dengan sintesis adalah suatu kemampuan untuk formulasi-formulasi yang
ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini kaitannya dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang ada.
1. Faktor Internal
a) Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar tidak mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,
PUST4314/MODUL 4 4.39
2. Faktor Internal
a) Media massa
Dengan majunya teknologi, akan tersedia pula bermacam-macam media
massa yang dapat pula memengaruhi pengetahuan masyarakat.
b) Pengalaman
Pengalaman dari diri sendiri ataupun orang lain yang meninggalkan kesan
paling dalam akan menambah pengetahuan seseorang.
c) Sosial budaya
Sosial budaya adalah hal-hal yang kompleks dan yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-
kemampuan, serta kebiasaan berevolusi di muka bumi ini sehingga hasil
karya, karsa, cipta, dan masyarakat. Masyarakat kurang menyadari bahwa
kurang mengetahui beberapa tradisi dan sosial budaya yang bertentangan
dari segi kesehatan yang hal ini tentunya berkaitan atau tidak terlepas dari
suatu pendidikan.
d) Lingkungan
Lingkungan tempat kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pengetahuan seseorang.
e) Penyuluhan
Meningkatkan pengetahuan masyarakat juga dapat melalui metode
penyuluhan dan pengetahuan bertambah seseorang akan berubah
perilakunya.
4.40 Literasi Informasi
f) Informasi
Informasi merupakan pemberitahuan secara kognitif baru bagi penambah
pengetahuan. Pemberian informasi adalah menggugah kesadaran ibu hamil
terhadap suatu motivasi yang berpengaruh terhadap pengetahuan.
Pada saat ini, kehidupan manusia dilingkupi oleh lingkungan digital yang
berkembang pesat dan kompleks, yang pada gilirannya meningkatkan
ketergantungan orang pada informasi. Namun, pada kenyataannya, ada beberapa
petunjuk yang menyatakan bahwa keterampilan informasi yang dimiliki oleh
masyarakat tidak sejalan dalam cara yang sistematis. Manusia dalam masyarakat
yang serba digital ini pada akhirnya memerlukan bantuan untuk mempertajam
teknik dan keterampilan mengelola informasi.
Ulasan di atas menunjukkan bahwa adanya upaya yang dilakukan oleh
setiap manusia dalam masyarakat untuk menyajikan status dari literasi
informasi, peran lembaga pengelola informasi (seperti perpustakaan), serta
pendidikan ilmu perpustakaan dan informasi berupaya meningkatkan sosialisasi
literasi informasi.
Literasi informasi telah dikenal dengan berbagai istilah, yaitu orientasi
perpustakaan, instruksi bibliografi, pendidikan pemakai, dan pelatihan
keterampilan informasi. Istilah-istilah tersebut adalah salah satu bentuk literasi
informasi yang saling berhubungan antara satu dan yang lainnya. Sementara itu,
orientasi perpustakaan berkonsentrasi pada bagaimana menggunakan bangunan
fisik dan instruksi bibliografi serta pendidikan pemakai pada mekanisme yang
menggunakan sumber daya informasi serta yang menggunakan alat bantu
tertentu. Pelatihan keterampilan literasi informasi berkonsentrasi pada transfer
keterampilan kognitif, seperti pemecahan masalah, evaluasi, dan keterampilan
komunikasi. Implementasi terhadap literasi informasi atau dengan membekali
kemampuan mengakses, mengevaluasi, mengatur, menggunakan informasi
dalam kerangka belajar, memecahkan masalah, serta membuat keputusan dalam
ruang lingkup pembelajaran formal dan informal di tempat kerja, di rumah, dan
di lingkungan pendidikan. Literasi informasi menjadi pilar yang kuat dari
pengetahuan masyarakat.
Pendidikan keterampilan literasi informasi menjadi penting bagi
pustakawan, khususnya di negara-negara berkembang, untuk mengadopsi
definisi pengetahuan dalam mendukung peran perpustakaan dan dalam
PUST4314/MODUL 4 4.41
C. AKSES INFORMASI
1. Pengetahuan Parsial
Dalam banyak kasus, tidak mungkin memahami domain informasi secara
mendalam, pengetahuan kita selalu tidak lengkap atau parsial. Masalah yang
paling nyata harus dipecahkan dengan mengambil keuntungan dari pemahaman
parsial adalah masalah konteks dan masalah data. Tidak seperti soal matematika
yang khas yang mungkin dapat menyelesaikan di sekolah, semua data yang
diberikan dalam satu pemahaman lengkap tentang formula yang diperlukan
untuk memecahkan menyelesaikan. Ide ini juga hadir dalam konsep rasionalitas
terbatas yang mengasumsikan bahwa dalam situasi kehidupan nyata orang
sering memiliki jumlah informasi terbatas dan membuat keputusan yang sesuai.
2. Pengetahuan Ilmiah
Pengembangan metode ilmiah telah membuat kontribusi yang signifikan
terhadap bagaimana pengetahuan diperoleh. Untuk dapat disebut ilmiah, metode
inquiry harus didasarkan pada pengumpulan data dan bukti yang tunduk pada
prinsip-prinsip penalaran dan eksperimen. Metode ilmiah terdiri atas koleksi
data yang melalui observasi, eksperimen, formulasi, serta pengujian hipotesis.
Sebagai ilmu, pengetahuan telah berkembang dan pengetahuan telah
mengembangkan penggunaan yang lebih luas dan sampai batas tertentu terkait
dengan teori perkembangan kognitif.
Definisi ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum
sebab-akibat dalam suatu golongan masalah yang sama sifatnya, baik menurut
kedudukannya maupun menurut hubungannya (Mohammad Hatta). Ilmu berarti
proses memperoleh pengetahuan atau pengetahuan yang terorganisasi yang
diperoleh lewat proses. Proses keilmuan adalah cara memperoleh pengetahuan
4.46 Literasi Informasi
secara sistematis tentang suatu sistem. Perolehan sistematis ini umumnya berupa
metode ilmiah dan sistem tersebut umumnya adalah alam semesta. Dalam
pengertian ini, ilmu sering disebut sebagai sains.
3. Sifat-sifat Ilmu
1) Berdiri secara satu kesatuan.
2) Tersusun secara sistematis.
3) Ada dasar pembenarannya (ada penjelasan yang dapat
dipertanggungjawabkan disertai sebab-sebabnya yang meliputi fakta dan
data).
4) Mendapat legalitas bahwa ilmu tersebut hasil pengkajian atau riset.
5) Communicable: ilmu dapat ditransfer kepada orang lain sehingga dapat
dimengerti dan dipahami maknanya.
6) Universal: ilmu tidak terbatas ruang dan waktu sehingga dapat berlaku di
mana saja dan kapan saja di seluruh alam semesta ini.
7) Berkembang: ilmu sebaiknya mampu mendorong pengetahuan-pengetahuan
dan penemuan-penemuan baru sehingga manusia mampu menciptakan
pemikiran-pemikiran yang lebih berkembang dari sebelumnya.
Informasi yang tepat kepada orang yang tepat pada waktu yang tepat adalah
kunci sukses bagi setiap orang. Sebuah perpustakaan berlatih literasi informasi
dapat berhasil mengaktifkan kemudahan akses ke sumber informasi dalam
semua format. Kemudahan akses informasi diselenggarakan pada saat menerima
tanggung jawab atas ketepatan dan relevansi, mengidentifikasi dan memperoleh
bahan yang paling sesuai, serta mengatur bahan-bahan dengan cara yang mudah
diakses. Kecepatan pembaca mengakses dan memanfaatkan sumber daya
informasi yang relevan secara efektif dan meningkatkan tingkat literasi
informasi. Keterampilan literasi informasi memungkinkan perpustakaan dan
profesional informasi membuat, mengembangkan, dan mengelola perpustakaan
atau unit informasi yang memenuhi kebutuhan spesifik informasi. Pengetahuan
ini diharapkan dimiliki oleh pemakai perpustakaan. Pengetahuan dasar literasi
informasi terdiri atas 1) membaca (reading); 2) menulis (writing); 3) presentasi
(speaking); 4) mendengar (listening); 5) perhitungan(counting &calculating); 6)
persepsi (perception); dan 7) menggambarkan (drawing).
PUST4314/MODUL 4 4.47
1. Literasi perpustakaan
Literasi perpustakaan sangat penting untuk membekali pengetahuan dasar
pemakai perpustakaan. Setiap pemakai perpustakaan perlu memahami
perbedaan antara fiksi dan nonfiksi. Setiap pemakai perlu tahu cara efektif
menggunakan buku referensi dan majalah, baik cetak maupun online.
Pemakai perlu memahami sistem desimal Dewey. Pemakai harus
menggunakan indeks, katalog perpustakaan, dan WebOPAC sesering
mungkin agar menjadikan sebuah kebiasaan dan keterampilan bawah sadar.
Literasi perpustakaan terdiri atas:
a. mendapatkan bahan dalam format tradisional;
b. mengetahui tata letak koleksi di perpustakaan;
c. memahami dasar-dasar dari pencarian informasi;
d. dapat menggunakan katalog online di perpustakaan;
e. dapat menggunakan majalah dan indeks mereka/database;
f. memperoleh informasi dalam format elektronik;
g. memahami sumber-sumber informasi.
2. Literasi media
Media literasi mencakup pemahaman tentang berbagai jenis media dan
tujuan yang digunakan. Siswa harus diajarkan perbedaan antara fakta dan
opini serta mampu membedakan antara informasi, hiburan, dan persuasi.
Mereka harus belajar bahwa semua informasi memiliki sumber dan
mengetahui sumber. Biasanya, hal itu adalah bagian penting dari
memahami informasi.
Pengetahuan dan keterampilan diperlukan untuk memahami semua media
dan format tempat data, informasi, serta pengetahuan dibuat, disimpan,
dikomunikasikan, dan disajikan antara lain surat kabar cetak, jurnal,
majalah, radio, siaran televisi, kabel, CD-ROM, DVD, telepon seluler,
format teks PDF, serta format JPEG untuk foto dan grafis.
lunak, sistem, jaringan (baik area lokal jaringan dan internet), serta semua
komponen lain dari komputer dan sistem telekomunikasi.
4. Literasi teknologi
Seperti literasi dasar, literasi teknologi adalah rangkaian keterampilan yang
selalu membaik, seperti literasi perpustakaan, pemakai menerima
pengalaman teknologi dan instruksi dalam jumlah (hit). Setiap pemakai
layak memiliki berbagai pengalaman pendidikan dengan berbagai jenis
perangkat keras dan perangkat lunak. Setiap pemakai harus benar-benar
berdasarkan pada etika dan etiket penggunaan teknologi. Yang paling
penting, setiap pemakai harus memiliki kesempatan yang sering
menggunakan alat teknologi untuk menciptakan artefak informasi mereka
sendiri, baik dalam format cetak maupun online.
5. Literasi visual
Literasi visual berarti belajar keterampilan yang diperlukan untuk melihat
materi visual dan audiovisual, skeptis, kritis, serta sok tahu. Literasi visual
adalah hubungan antara literasi media dan literasi teknologi. Media gambar
dan suara adalah produk akhir yang dibuat dengan menggunakan alat-alat
teknologi digital.
7. Literasi sumber
Kemampuan untuk memahami bentuk, format, lokasi, dan akses metode
sumber informasi, terutama setiap hari memperluas sumber daya jaringan
informasi.
9. Literasi penelitian
Kemampuan untuk memahami dan menggunakan alat-alat berbasis
teknologi informasi dan komunikasi yang relevan dengan pekerjaan
penelitian sarjana saat ini.
daripada masalah. Hal itu menampilkan lima model yang berbeda dari hasil
pembelajaran yang menggabungkan pemikiran kritis dan literasi informasi.
Catatan khusus akan dibuat fitur unik dari masing-masing hasil penggabungan
dengan harapan bahwa pembaca akan menemukan satu atau lebih model yang
berhubungan dengan hasil belajar di institusi mereka.
Selanjutnya, survei terbaru dari hampir 200 pustakawan dianalisis untuk
menemukan perasaan pustakawan sekitar gagasan pemikiran kritis dan hasil
penggabungan literasi informasi serta manfaat yang dirasakan dan kewajiban
penggabungan tersebut. Akhirnya, literasi pustakawan mempertimbangkan
mengadopsi strategis kemitraan (seperti menggabungkan pemikiran kritis dan
melek informasi di kampus). Beberapa saran praktis diberikan dan hasil literasi
informasi digabungkan dalam lembaga akademis. Lalu, bagaimana pustakawan
harus bereaksi? Hubungan yang erat antara dua konsep dalam bentuk hasil dan
mendukung atau harus dihindari. Bagaimana pustakawan memandang
hubungannya dengan literasi informasi dan strategi yang berguna bisa terjadi
ketika kedua konsep ini digabungkan. Hal tersebut meliputi:
1. sejauh mana berpikir kritis dalam subjek khusus,
2. perbedaan antara disiplin pemikiran ahli dan pemula serta sejauh mana
peserta didik belajar berpikir, seperti pemikir ahli,
3. kesulitan dalam memisahkan tujuan instruksional antara keterampilan
berpikir tingkat tinggi dan tingkat, serta
4. apakah berpikir kritis harus dianggap sebagai seperangkat proses atau
keterampilan (Reed, 1998: 28).
Definisi berpikir kritis berawal dari pendidik berdasarkan dua disiplin ilmu
yang terpisah, yaitu filsafat dan psikologi (Gibson, 1995) Banyak definisi
filosofis berpikir kritis cenderung didasarkan atau terkait dengan konsep logika
formal, sedangkan definisi psikologis yang paling sering didasarkan pada teori-
teori kognisi atau neuroscience. Kurangnya konsensus mengenai definisi
berpikir kritis, para filsuf, psikolog, dan pendidik mencoba untuk
menyelesaikannya. Pembahasan singkat tidak dimaksudkan untuk
mengidentifikasi ruang lingkup berpikir kritis, melainkan dimaksudkan untuk
membahas beberapa definisi untuk memberikan pembaca gambaran tentang
cakupan dan jangkauan. Berikut ini adalah awal gagasan berpikir kritis dan
untuk lebih menyempurnakan definisi ini secara logis dengan 12 aspek berpikir
kritis yang terdiri atas:
1. memahami makna pernyataan;
PUST4314/MODUL 4 4.51
Filsuf lain, Richard Raul (2005), mengatakan bahwa ide berpikir kritis serta
memperlihatkan hal penting dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Salah
satunya, yaitu berpikir kritis adalah seni berpikir tentang berpikir secara disiplin
intelektual. Pemikir kritis eksplisit fokus pada berpikir dalam tiga fase yang
saling terkait. Mereka berpikir analisis, mereka menilai berpikir, dan
meningkatkan pemikiran sebagai hasilnya.
Paulus juga mendefinisikan sifat intelektual pemikir yang kritis memiliki
integritas intelektual, rendah hati, berpikir adil, ketekunan intelektual, alasan
kepercayaan, keberanian intelektual, empati intelektual, dan otonomi intelektual.
Pada akhir 1980-an, Peter Facione melakukan studi Delphi untuk mengetahui
apakah ada konsensus tentang definisi berpikir kritis dalam pendidikan serta
melihat bagaimana berpikir kritis terbaik diajarkan dan dinilai. Panel Delphi
terdiri atas 46 filsuf, pendidik, dan ilmuwan sosial. Mereka mendefinisikan
berpikir kritis bahkan melangkah lebih jauh ke ranah afektif dengan mengajukan
disposisi dari pemikir yang kritis.
Banyak definisi dari berpikir kritis seputar akademisi setidaknya empat atau
lima puluh tahun, apa literatur perpustakaan telah menunjukkan hubungan
berpikir kritis dengan literasi informasi. Ketika mencari indeks literatur
perpustakaan (literatur perpustakaan, ilmu informasi, USTA, dan ERIC), ratusan
hits ditemukan dengan query literasi informasi dan berpikir kritis.
Menggabungkan berpikir kritis dan berpikir hasil literasi informasi untuk
standar kompetensi literasi informasi ACRL pendidikan tinggi (standar ACRL)
4.52 Literasi Informasi
adalah salah satu dari hasil pencarian. Craig Gibson (1995) mencatat bahwa
berpikir kritis bukan hal baru bagi pustakawan. Meskipun literatur berlimpah di
perpustakaan dan dengan referensi berpikir kritis, referensi tersebut sering
mengakibatkan diskusi singkat dengan definisi istilah yang tepat. Mengenai
Standar ACRL, Dean Cody (2006) mencatat bahwa gerakan ACRL mengakui
pentingnya isu mendefinisikan berpikir kritis.
Literatur perpustakaan menegaskan bahwa literasi informasi terkait dengan
beberapa cara alami dalam berpikir kritis dan menunjukkan sebuah contoh
bagaimana berpikir keterampilan literasi informasi penting diajarkan di
universitas. Literatur ilmu perpustakaan dan informasi full text, LISTA, ERIC,
dan pendidikan full text ditelusuri dengan menggunakan istilah subjek ―berpikir
kritis‖ dan ―literasi informasi‖.
Konsep berpikir kritis dengan penerapannya dalam wacana pendidikan
menemukan permasalahan dalam praktik mengajar dengan melakukan interogasi
mendalam yang bertujuan mencari bukti, memeriksa alasan dan asumsi,
menganalisis konsep, serta menyelidiki aplikasi ide-ide. Ide mengajar disajikan
untuk mempertanyakan tindakan. Socrates menyediakan dua prinsip utama teori
modern tentang belajar: yang dialogis, proses pengajaran interaktif, serta
kemampuan evaluasi kritis dan mandiri sebagai tujuan utama keterampilan
penalaran.
Berpikir kritis memiliki lebih dari satu titik temu tentang konsep literasi
informasi. Berpikir kritis adalah proses disiplin intelektual dan konseptualisasi,
menerapkan, menganalisis, menyintesis, dan mengevaluasi informasi sebagai
panduan keyakinan dan tindakan. Proses penalaran selalu dimulai dari
pertanyaan yang dinyatakan secara implisit serta mengembangkan dirinya
sebagai jawaban tentatif dan evaluatif dalam menilai diri. Berpikir kritis adalah
proses disiplin intelektual aktif dan terampil konseptualisasi. Ia menerapkan,
menganalisis, menyintesis, dan mengevaluasi informasi sebagai panduan untuk
meyakinkan tindakan.
Dalam pandangannya, berpikir kritis adalah kombinasi dari kemampuan dan
disposisi. Kemampuan mental menentukan berpikir kritis sebagai berikut.
1. Interpretasi: memahami dan mengekspresikan arti dari berbagai
pengalaman, data, peristiwa, dan penilaian.
2. Analisis: mengidentifikasi hubungan antara pernyataan, pertanyaan, dan
konsep.
3. Kesimpulan: membentuk dugaan dan hipotesis, mempertimbangkan
informasi yang relevan, serta mengalir dari data, prinsip, dan pernyataan.
PUST4314/MODUL 4 4.53
Berpikir kritis adalah suara kecil di kepala Anda yang mendorong Anda
untuk mempertanyakan segala sesuatu. Menganalisis, mengevaluasi, dan
menggarisbawahi bahwa jangan mudah percaya semua yang dibaca,
mengajukan pertanyaan tentang literasi informasi, dan berpikir kritis diperlukan
dalam rangka:
1. analisis jenis dan jumlah informasi yang diperlukan untuk setiap upaya
penelitian kecil atau besar;
2. menentukan topik penelitian yang sesuai;
3. brainstorming untuk kata kunci;
4. pilih alat penelitian yang sesuai, seperti katalog, database, dan mesin
pencari;
5. mengidentifikasi dan memahami format informasi yang berbeda di web;
6. kritis mengevaluasi informasi yang ditemukan untuk otoritas, objektivitas,
dan kegunaan;
7. nilai dan praktik integritas akademis (tidak menjiplak);
8. akurat mengutip dan mendokumentasikan sumber-sumber penelitian.
4.54 Literasi Informasi
F. KETERAMPILAN KOMUNIKASI
seperti juga dia mampu melihat sesuatu dari pikiran atau pandangan orang
lain tersebut.
3. Integritas: ciri-ciri orang yang memiliki keterampilan komunikasi
antarpersonal biasanya bekerja dengan jujur dan menghargai orang lain,
yang berpegang pada etika, dan sistem nilai. Para manajer dengan integritas
tinggi melakukan sesuatu sejalan dengan yang mereka katakan. Salah
satunya kata dengan perbuatan, menghindari kecurangan, dan membangun
kejujuran. Say what they mean and mean what they say. Para subordinasi
umumnya percaya dengan sifat manajer yang mampu bekerja dengan benar
dan akan mengikuti apa yang diarahkan oleh manajer tersebut.
4. Mendorong dan memotivasi: kemampuan manajer dalam mendorong dan
memotivasi serta meningkatkan spirit orang lain dalam mencapai hasil
terbaik. Sesuatu yang terbaik adalah aset yang tinggi nilainya.
5. Respek pada orang lain: manajer yang efektif adalah seseorang yang tidak
lalai menghormati orang lain dalam hal perasaan, gagasan, aspirasi, serta
kontribusi untuk organisasi dan luar organisasi.
6. Mampu sebagai pemain tim dan bekerja sama secara efektif: manajer
efektif adalah seseorang yang mampu bekerja sama dengan orang lain
secara kooperatif di dalam organisasi (manajer lainnya, tim kerja, dan
departemen lainnya) serta luar organisasi (publik, pemasok, kontraktor,
pekerja musiman, dan pelanggan).
Jadi, ilmu komunikasi yang sekarang ini adalah ilmu yang mempelajari,
menelaah, serta meneliti kegiatan-kegiatan komunikasi manusia yang luas ruang
lingkupnya dan banyak dimensinya.
Poin ini tidak akan terlalu banyak kita bahas, hanya merunut kembali
mengapa dalam ilmu komunikasi kita mempelajari teknologi baru (the new
technology). Sejalan dengan sejarah perkembangan kemampuan berpikir
manusia, manusia lalu menciptakan alat-alat bantu. Alat-alat bantu tersebut
berkembang begitu pesat, mulai yang bersifat mekanistis pada abad ke-18
sampai elektronika pada awal abad ke-19. Rogers dalam bukunya
Communication Technology mengatakan bahwa kunci dasar teknologi
komunikasi baru adalah elektronik. Teknologi baru tersebut dapat kita sebut
dengan media baru. Media sebagai saluran komunikasi dari sudut pandang
komunikator (pengirim pesan) terbagi menjadi saluran komunikasi tanpa media
dan saluran komunikasi bermedia. Saluran komunikasi bermedia terbagi lagi
menjadi nonmedia massa dan media massa.
The new technologies atau the new media ini membahas masalah
perkembangan teknologi baru di bidang tulis, cetak, telekomunikasi, komunikasi
interaktif, videotext, teletext, dan lain-lain.
subjektif. Oleh karena itu, semakin besar kepuasan hidup seseorang akan
memiliki standar kepuasan yang lebih besar dibandingkan dengan kehidupan. Di
sini, standar hidup biasanya dimaksudkan sebagai material lebih baik daripada
keluarga khas.
Dampak internet pada masyarakat secara keseluruhan telah diperdebatkan
terus-menerus sejak diadopsi secara luas pada 1990-an. Media komunikasi yang
menjadi dasar fundamental bagi masyarakat bahwa bentuk-bentuk media baru
memiliki kapasitas untuk membentuk kembali pekerjaan kita, waktu luang, gaya
hidup, dan hubungan sosial. Pengaruh internet keterhubungan, informasi
kelompok nasional, budaya literasi, dan identitas dengan cara yang sulit, tetapi
penting untuk memprediksi. Internet terus memperluas kemampuan teknologi
dan penetrasi global. Salah satu pertanyaan yang paling mendesak sebagai
berikut. Apakah keterhubungan internet memiliki efek positif atau negatif pada
kualitas hidup? Bagaimana literasi informasi berhubungan dengan kualitas
hidup?
Menurut Wilson dan Heyel (1987: 101), quality of work (kualitas kerja)
menunjukkan sejauh mana mutu seorang pegawai dalam melaksanakan tugas-
tugasnya yang meliputi ketepatan, kelengkapan, dan kerapian. Sementara itu,
menurut Wungu dan Brotoharsojo (2003: 57), quality (kualitas) adalah segala
bentuk satuan ukuran yang terkait dengan mutu atau kualitas hasil kerja dan
dinyatakan dalam ukuran angka atau yang dapat dipadankan dengan angka.
Dari pendapat di atas, jelas bahwa kualitas kerja dapat diukur melalui
ketepatan, kelengkapan, dan kerapian. Yang dimaksud ketepatan adalah
ketepatan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan. Artinya, terdapat
kesesuaian antara rencana kegiatan dan sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan. Yang dimaksud dengan kelengkapan adalah kelengkapan ketelitian
dalam melaksanakan tugasnya. Yang dimaksud kerapian adalah kerapian dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaannya.
Pengertian kualitas mengandung banyak definisi dan makna, tergantung
pada tujuan dan penggunaannya. Adapun beberapa definisi kualitas yang banyak
digunakan:
1. kualitas merupakan kesesuaian dengan persyaratan atau tuntutan;
2. kualitas merupakan kecocokan dengan pemakaian;
3. kualitas merupakan perbaikan dan penyempurnaan yang berkelanjutan;
4. kualitas merupakan usaha pemenuhan kebutuhan konsumen sejak awal dan
setiap saat;
5. kualitas merupakan usaha untuk melakukan sejak awal secara tepat;
4.60 Literasi Informasi
1. Akuntabilitas
Tetclock (1984) mendefinisikan akuntabilitas sebagai bentuk dorongan
psikologi yang membuat seseorang berusaha mempertanggungjawabkan semua
tindakan dan keputusan yang diambil kepada lingkungannya. Libby dan Luft
(1993), Cloyd (1997), serta Tan dan Alison (1999) melihat ada tiga indikator
yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas individu.
a. Seberapa besar motivasi mereka untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Motivasi secara umum adalah keadaan dalam diri seseorang yang
mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu
untuk mencapai tujuan. Menurut Libby dan Luft (1993), dalam kaitannya
dengan akuntabilitas seseorang, orang dengan akuntabilitas tinggi juga
memiliki motivasi tinggi dalam mengerjakan sesuatu.
PUST4314/MODUL 4 4.63
2. Quality Assurance
Quality assurance adalah seluruh kegiatan terencana dan sistematis yang
diimplementasikan di dalam sistem mutu. Quality assurance sebagai bagian
dalam sistem mutu adalah peningkatan mutu dengan berbasis pencegahan dan
4.64 Literasi Informasi
Selain itu, tujuan dari diadakannya quality assurance ini adalah dapat
memuaskan berbagai pihak yang terkait di dalamnya sehingga dapat berhasil
mencapai sasaran masing-masing. Penjaminan kualitas merupakan bagian yang
menyatu dalam membentuk kualitas produk dan jasa suatu organisasi atau
perusahaan.
Mekanisme penjaminan kualitas yang digunakan juga harus dapat
menghentikan perubahan apabila dinilai perubahan tersebut menuju arah
penurunan atau kemunduran. Melihat pentingnya kegiatan quality assurance
dalam keefektifan sistem mutu, tidak heran dalam hampir semua industri, baik
industri barang maupun jasa (perbankan), terdapat fungsi quality assurance
dalam manajemen organisasinya. Dalam kegiatan quality Assurances, tercakup
pengendalian kualitas dan inspeksi terhadap kualitas saat kedua kegiatan
tersebut merupakan bagian dari komitmen terhadap mutu secara keseluruhan.
Sekalipun begitu, departemen yang memegang quality assurance tidak
bertugas untuk melakukan pengecekan pekerjaan yang dilakukan bagian lain.
Akan tetapi, QA membantu bagian-bagian lain sehingga dapat mengendalikan
penerapan prosedur-prosedur yang berlaku secara benar sehingga dapat
PUST4314/MODUL 4 4.65
Dari segi asal usul kata, etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti
watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika
adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Etika menurut
filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana
yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat
diketahui oleh akal pikiran. Ilmu pengetahuan tidak bebas nilai karena ilmu
pengetahuan digunakan untuk mencapai tujuan atau kepentingan-kepentingan
manusia. Karena menyangkut kepentingan manusia, ilmu pengetahuan juga
memperhatikan hal-hal yang terkait dengan moral, nilai, dan tanggung jawab.
Berkaitan dengan hal tersebut, ilmu pengetahuan itu terkait dengan prinsip-
prinsip etika.
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu ethos (dalam bentuk tunggal)
ta etha (dalam bentuk jamak) yang berarti adat kebiasaan. Arti terakhir inilah
menjadi latar belakang bagi terbentuknya ―etika‖ yang oleh Aristoteles (384—
322 SM) sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan. Menurut KBBI, dalam Bertens etika dapat juga dipakai dalam tiga
pengertian sebagai berikut.
1. Nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2. Kumpulan asas, nilai moral, atau dapat disebut sebagai kode etik.
3. Ilmu tentang yang baik dan buruk. Etika menjadi ilmu apabila asas-asas dan
nilai-nilai yang dianggap baik dan buruk digunakan menjadi bahan refleksi
bagi suatu penelitian sistematis dan modis sehingga menjadi filsafat moral.
suara batin atau hati nurani. Norma-norma ini merupakan bidang dan kajian
etika. Etika juga mencakup analisis dan penerapan konsep, seperti benar, salah,
baik, buruk, dan tanggung jawab.
Untuk lebih memahami etika, perumusan etimologis saja tidak cukup, perlu
penelusuran melalui beberapa sumber yang dapat memberikan gambaran yang
lebih lengkap. Sering kali masyarakat awam mencampurbaurkan pengertian
etika, etik, dan etiket, padahal ketiganya adalah hal yang berbeda. Etik adalah
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau etik adalah nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Sementara itu, etiket adalah tata cara (adat, sopan santun, dan sebagainya) di
masyarakat beradab dalam memelihara hubungan yang baik dengan sesama
manusia. Dari ketiga kata tersebut, hanya etika dan etik yang berkaitan dengan
nilai dan moral.
Etika merupakan bagian dari ilmu filsafat yang mempelajari berbagai nilai
(value) yang diarahkan pada perbuatan manusia, khususnya yang berkaitan
dengan kebaikan dan keburukan dari hasil tindakannya. Anggapan baik dan
buruk perbuatan yang dilakukan oleh seseorang merupakan penilaian orang lain
terhadap diri orang tersebut. Untuk melakukan perbuatan baik dan buruk kadang
menghadapi kesulitan adanya kepentingan atau keinginan yang sangat besar.
Untuk itu, diperlukan pemikiran yang rasional. Artinya, dalam melakukan
perbuatan perlu dipertimbangkan berbagai kemungkinan untuk senantiasa
melakukan perbuatan baik. Etika juga harus dilihat dan dipahami saat cara
seseorang bertindak dan berperilaku dalam mengikuti aturan dan norma-norma
moralitas yang berlaku dan bagaimana seseorang bertanggung jawab dalam
mengikuti aturan tersebut.
Etika sering disebut dengan filsafat moral. Berfilsafat tentang moral berarti
melakukan refleksi atau merenungkan secara mendalam berbagai ajaran moral
secara kritis. Etika dan moral berbeda. Etika mempelajari secara ilmiah, yaitu
secara kritis dan logis tentang tindakan manusia mengenai yang baik dan yang
buruk. Secara sederhana, etika adalah mempelajari moral secara kritis dan logis.
Sementara itu, moral (dari kata dasar mos- Latin yang berarti bertindak) lebih
merupakan nasihat yang bersumber pada masyarakat yang dapat berupa ajaran
pada adat tertentu dalam masyarakat atau ajaran agama. Moral lebih
menunjukkan sifat yang aplikatif pada tindakan manusia tentang yang baik dan
yang buruk.
Lazimnya ilmu pengetahuan, etika juga memiliki pokok bahasan. Pokok
bahasan khusus pada etika adalah sikap kritis manusia dalam menerapkan
4.68 Literasi Informasi
bahasa yang sederhana, dapat dikatakan bahwa tujuan ilmu adalah ilmu.
Ilmu bersifat bebas nilai melalui tiga proposisi berikut.
a. Ilmu harus bebas dari pengendalian-pengendalian nilai: ilmu harus
bebas dari faktor ideologis, religius, kultural, dan sosial.
b. Adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu terjamin.
c. Penelitian ilmiah berdasarkan pertimbangan etis karena nilai etis
sendiri itu bersifat universal.
1. Etika deskriptif
Etika deskriptif merupakan suatu disiplin yang membicarakan sejarah
sistem moral. Dalam etika deskriptif, disampaikan bagaimana seorang
PUST4314/MODUL 4 4.71
2. Etika normatif
Bagian penting dari studi etika adalah etika normatif karena dari studi etika
normatif muncul studi-studi lain yang berkaitan dengan moral. Etika
normatif mengkaji apa yang harus dirumuskan secara rasional serta
bagaimana prinsip-prinsip etis dan bertanggung jawab itu digunakan. Etika
normatif merujuk pada panduan dan peraturan yang berkaitan dengan
tingkah laku yang baik dan yang buruk serta tindakan apa yang mesti
dilakukan dengan benar. Etika normatif mengemukakan sistem moral yang
berpatokan pada sistem yang ada. Sistem normatif juga menyadarkan pada
kita bahwa tidak semua nilai moral berubah mengikuti perubahan masa,
tetapi ada nilai-nilai moral yang kekal dipelihara meskipun budaya
mengalami perubahan. Inilah yang disebut nilai mutlak dan biasanya
berkaitan dengan agama.
Etika normatif dapat dibagi menjadi berikut ini.
a. Etika umum memiliki landasan dasar, seperti norma etis atau norma
moral, hak dan kewajiban, serta hati nurani. Etika umum memandang
tema-tema umum, seperti apa ini norma etis; jika ada banyak norma
etis, bagaimana hubungan antara satu dengan yang lain; dan
sebagainya. Tema-tema itulah yang menjadi objek penyelidikan etika
umum.
b. Etika khusus mencoba menerapkan etika umum pada perilaku manusia
yang khusus. Pada akhirnya, etika khusus akan menjadi etika terapan.
Etika khusus berkembang menjadi etika individual dan etika sosial.
Etika individual menyangkut kewajiban dan sikap individu terhadap
dirinya, sedangkan etika sosial berkaitan dengan kewajiban, sikap, dan
perilaku manusia sebagai anggota masyarakat.
4.72 Literasi Informasi
3. Metaetika
Metaetika termasuk ―filsafat analistis‖ atau ―etika analistis‖, suatu aliran
penting dalam filsafat abad ke-20. Filsafat analistis menganggap analisis
bahasa sebagai tugas terpenting bagi filsafat atau bahkan sebagai satu-
satunya tugas. Pelopornya adalah George Moore. Metaetika adalah kajian
etika yang membahas ucapan atau kaidah-kaidah bahasa aspek moralitas,
khususnya yang berkaitan dengan bahasa etis. Bahasa yang digunakan
seseorang dapat digunakan sebagai dasar penilaian etis terhadap ucapan
mengenai yang baik dan yang buruk serta kaidah logika
1. Hedonisme
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan
menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan
sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan.
Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau
kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia (Franz Magnis-
Suseno, 1987).
2. Eudaimonisme
Eudaimonisme adalah pandangan hidup yang menganggap kebahagiaan
sebagai tujuan segala tindak tanduk manusia (Franz Magnis-Suseno, 1987).
Dalam eudaimonisme, pencarian kebahagiaan menjadi prinsip yang paling
dasariah (Simon Petrus L. Tjahjadi, 2004). Kebahagiaan yang dimaksud
bukan hanya terbatas pada perasaan subjektif—seperti senang atau
gembira—atau sebagai aspek emosional, melainkan lebih mendalam dan
objektif menyangkut pengembangan seluruh aspek kemanusiaan suatu
individu (aspek moral, sosial, emosional, dan rohani). Dengan demikian,
eudaimonisme juga sering disebut etika pengembangan diri atau etika
kesempurnaan hidup (Ali Mudhofir, 1996).
3. Utilitarianisme
Berasal dari kata Latin utilis yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah,
atau menguntungkan (A. Mangunhardjana, 1997). Istilah ini juga sering
disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory)
(Lorens Bagus, 2000). Utilitarianisme sebagai teori sistematis pertama kali
PUST4314/MODUL 4 4.73
dipaparkan oleh Jeremy Bentham [3] dan muridnya, John Stuart Mill.
Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang
baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya,
yang jahat atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan
merugikan. Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan
dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari prinsip
ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan.
4. Deontologi
Berasal dari kata Yunani deon yang berarti sesuatu yang harus dilakukan
atau kewajiban yang harus dilakukan sesuai dengan norma sosial yang
berlaku. Istilah ini digunakan dalam suatu sistem etika. Istilah ini digunakan
pertama kali oleh filsuf dari Jerman, yaitu Immanuel Kant (Bertens, 1997;
Bambang Sugiharto, Agus Rachmat W, 2000).
konsekuensi yang positif dan selalu tidak akan berdampak atau berakibat
merugikan kepada orang lain sekecil apa pun (Barnett, Bass dan Brown, 1994).
Konsep relativisme menunjukkan perilaku penolakan terhadap kemutlakan
aturan-aturan moral yang mengatur perilaku individu yang ada. Orientasi etika
ini mengkritik penerapan prinsip-prinsip aturan yang universal. Relativisme
menyatakan bahwa tidak ada sudut pandang suatu etika yang dapat diidentifikasi
secara jelas dan merupakan ‗yang terbaik‘ karena setiap individu mempunyai
sudut pandang tentang etika dengan sangat beragam dan luas. Kebalikannya,
orientasi etika nonrelativisme (atau absolutisme) menunjukkan pengakuan
adanya prinsip-prinsip moral dengan kewajiban-kewajiban yang mutlak.
Individu yang mempunyai idealisme secara otomatis akan memelihara tata
cara pekerjaannya sesuai dengan standar profesional sehingga standar
profesional tersebut akan menjadi arahan dalam bekerja.
L. KOMITMEN PROFESIONAL
LAT IH A N
1) Apa yang Anda ketahui tentang pengetahuan dasar dalam literasi informasi?
2) Jelaskan pendapat Anda tentang kemampuan berpikir dalam literasi
informasi!
3) Apa yang Anda ketahui tentang keterampilan berkomunikasi dalam literasi
informasi?
4) Apa yang Anda ketahui dengan kualitas hasil kerja dalam literasi
informasi?
5) Apa yang Anda ketahui tentang hubungan dengan komunitas dalam literasi
informasi?
6) Jelaskan yang dimaksud dengan etika dalam literasi informasi!
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
Daftar Pustaka
Barnett, Tim, Ken Bass, Gene Brown, dan Frederic J. Hebert. (1998). ―Ethical
Ideology and the Ethical Judgement of Marketing Professionals.‖ Journal
of Business Ethics. 17: 715—723.
GOALS 2000: Educate America Act. Ed.gov. January 25, 1994. Retrieved
February 3, 2013.
http://oxforddictionaries.com/view/entry/m_en_us1261368 # m_en_us1261368.
Libby, R. and M.G. Lipe. (1992), ―Incentives, Efforts, and the Cognitive
Process Involved in Accounting-Related Judgments,‖ Journal of
Accounting Research, Vol. 30 No.2, pp. 249—273.
Mudhofir, Ali. (1996). Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
PUST4314/MODUL 4 4.87
Sugiharto, Bambang; Agus Rachmat W. (2000). Wajah Baru Etika dan Agama.
Yogyakarta: Kanisius.
Tan, Tong Han dan Alison Kao. (1999). ―Accountability Effect on Auditor‘s
Performance:The Influence of Knowledge,‖ Problem Solving Ability and
Task Complexity: Journal of Accounting Reseach, 2: 209—223.
Tetclock, P.E dan J.L. Kim. (1987). ―Accountability and Judgment Processes in
A Personality Prediction Task.‖ Journal of Personality and Social
Psychology (April): 700—709.
The SCONUL Seven Pillars of Information Literacy Core Model For Higher
Education., SCONUL Working Group on Information Literacy April 2011,
http://www.sconul.ac.uk/groups/information_literacy/seven_pillars.html.
Willson and Heyyel. (1987). Hand Book Of Modern Office Management and
Administration Service. New Jersey: Mc Graw Hill Inc.
Organisasi Informasi
Drs. Tri Septiyantono, M.Si.
PE N DA H UL U AN
Kegiatan Belajar 1
1. Jenis Informasi
Informasi selalu berkembang dan up to date. Informasi menjadi salah satu
bagian yang selalu ditunggu dan disimak seluruh pemakai internet. Ada banyak
dan beragam jenis informasi yang berkembang saat sekarang ini, mulai dari
informasi teknologi, selebritas, budaya, wisata, pendidikan, dan beragam lainnya
yang masing-masing selalu berkembang serta menjadi pilihan dari masing-
masing pembacanya. Banyak web yang menyediakan beragam informasi dari
masing-masing web tersebut. Yang tentunya masing-masing tersebut sudah
sering kita ikuti berita up to date-nya. Sehubungan dengan isinya, informasi
dapat dibagi menjadi:
a. fakta atau pendapat/informasi analitis;
b. informasi yang objektif atau subjektif;
c. informasi primer atau sekunder.
b. Opini/informasi analitis
Pendapat/informasi analitis adalah pandangan pribadi atau penilaian
berdasarkan apa yang tampaknya benar atau penafsiran fakta. Opini
(Inggris: opinion) adalah pendapat, ide, atau pikiran untuk menjelaskan
kecenderungan atau preferensi tertentu terhadap perspektif dan ideologi.
Akan tetapi, bersifat tidak objektif karena belum mendapatkan pemastian
atau pengujian. Dapat pula merupakan sebuah pernyataan tentang sesuatu
yang berlaku pada masa depan dan kebenaran atau kesalahannya serta tidak
dapat langsung ditentukan, misalnya menurut pembuktian melalui induksi
(lihat: simbol logis pada induksi matematika).
Opini bukanlah merupakan sebuah fakta. Jika pada kemudian hari dapat
dibuktikan atau diverifikasi, opini akan berubah menjadi sebuah kenyataan
atau fakta. Opini publik adalah suatu kompleksitas pilihan-pilihan yang
5.6 Literasi Informasi
dinyatakan oleh banyak orang berkaitan dengan suatu isu yang dipandang
penting oleh umum (Hennessy, 1975). Opini publik adalah sejumlah
akumulasi pendapat individual tentang suatu isu dalam pembicaraan secara
terbuka dan berpengaruh terhadap sekelompok orang Cutlip dan Center
(Sastropoetro, 1990). Opini publik adalah penilaian sosial mengenai suatu
masalah yang penting dan berarti serta berdasarkan proses pertukaran-
pertukaran yang sadar dan rasional oleh khalayaknya (Norrander dan Clyde,
2009). Dalam ilmu komunikasi, opini publik merupakan pertukaran
informasi yang membentuk sikap, menentukan isu dalam masyarakat, dan
dinyatakan secara terbuka. Opini publik merupakan komunikasi mengenai
soal-soal tertentu yang jika dibawakan dalam bentuk atau cara tertentu
kepada orang tertentu akan membawa efek tertentu pula (Bernard Berelson,
1953).
c. Informasi objektif
Informasi objektif bisa tentang berbagai hal dan dimaksudkan untuk tidak
memihak, seperti halnya tulisan seorang wartawan yang melaporkan fakta
suatu kejadian tanpa memihak. Menurut catatan Doyle dan Iland (2004),
perihal yang objektif itu bisa diamati (observable), dapat dilihat, didengar,
dicium, dirasa, dan diraba. Dengan kata lain, bisa dirasakan melalui
pancaindra. Informasi yang objektif selalu bermakna sama walaupun
disampaikan oleh pelapor yang berbeda. Informasi objektif mendekati
kebenaran sehingga dapat membantu kita membuat keputusan.
Ensiklopedia dan sumber referensi lainnya menyediakan informasi yang
objektif.
d. Informasi subjektif
Informasi subjektif itu terdapat pada pendapat seseorang, asumsi,
kepercayaan, gunjingan, kecurigaan, bukan kebenaran, kadang-kadang
salah sekali, dan jika digunakan untuk membuat keputusan akan merusak.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa melihat editorial surat kabar dan ini
merupakan contoh tulisan analitis yang subjektif. Bisa jadi, didasarkan
fakta, ditafsirkan menurut pandangan penulis atas nama berdasarkan misi
surat kabar (Doyle dan Iland, 2004).
Informasi subjektif memberikan pendapat/informasi evaluatif tentang suatu
topik. Ini biasanya tidak menyediakan semua sisi dari sebuah topik.
Perbedaan mendasar adalah pendapat seringnya pernyataan singkat
PUST4314/MODUL 5 5.7
e. Informasi primer
Informasi primer merupakan yang pertama kali diterbitkan, contohnya itu
bisa seperti laporan penelitian, tesis, dan disertasi. Jenis informasi primer
ini ditulis oleh orang yang pertama kali mengalami, melakukan, atau
meneliti kejadian atau peristiwa yang ia kaji. Oleh karena itu, data pada
sumber informasi primer dianggap lebih akurat dan penting bagi ilmuwan
lain sebagai sumber informasi. Informasi primer adalah informasi dalam
bentuk aslinya. Informasinya yang belum diterbitkan di tempat lain
dimasukkan ke dalam konteks, ditafsirkan, atau diterjemahkan. Informasi
primer berarti studi asli dan data.
f. Informasi sekunder
Informasi sekunder berupa petunjuk untuk sumber informasi primer dan
merupakan interpretasi atau tafsiran dari literatur yang bersifat sumber
informasi primer dan ditulis bukan oleh penelitinya langsung. Itulah sebab
sumber informasi sekunder lebih dianggap kurang akurat karena adanya
kemungkinan salah tafsir atau perbedaan antara perangkum/penafsir dengan
penelitinya. Yang termasuk golongan informasi ini umpamanya adalah
katalog perpustakaan, daftar buku, katalog penerbitan, tinjauan artikel, serta
majalah sari dan indeks. Informasi sekunder adalah informasi yang
dihilangkan dalam beberapa cara dari bentuk aslinya. Ini mungkin termasuk
penyajian kembali, interpretasi, atau terjemahan. Informasi sekunder pada
dasarnya informasi primer yang telah dimasukkan dalam konteks,
ditafsirkan, atau diterjemahkan.
2. Sumber Informasi
Pekerjaan referensi akan efektif apabila pustakawan mempunyai
pengetahuan tentang sumber-sumber informasi. Pengetahuan ini menjadi bekal
untuk memilih dan mengevaluasi bahan-bahan yang akan dikelompokkan dalam
koleksi referensi. The ALA Glossary of Library Information Science (2013)
mendefinisikan buku referensi sebagai berikut.
a. Buku yang dirancang dengan penyusunan dan perlakuan subjeknya untuk
dilihat pada informasi yang sudah pasti, bukan untuk dibaca secara
berurutan.
b. Buku yang pemakaiannya terbatas dalam gedung perpustakaan.
Kebanyakan pustakawan referensi mengandalkan buku-buku referensi yang
diidentifikasi dan ditetapkan secara cermat untuk disimpan di perpustakaan.
5.10 Literasi Informasi
a. Manusia
Sebagai sumber informasi, manusia dapat memberikan secara tertulis atau
lisan. Sebagai sumber informasi, manusia dapat menulis berbagai macam
data dan informasi dalam bentuk tulisan. Akan tetapi, juga dapat
memberikan informasi dengan cara dimintai informasi, berinteraksi, dan
berdiskusi secara pribadi melalui ceramah, diskusi panel, dan sebagainya.
b. Organisasi
Sebagai sumber informasi, organisasi ini biasanya bekerja sebagai badan
yang khusus atau lembaga yang mengkhususkan diri dalam bidang yang
bersangkutan.
c. Literatur
Sumber informasi ini biasanya diperoleh melalui publikasi yang terbaca
dengan jelas dan dapat disajikan dalam bentuk yang berbagai macam.
sifat dan kualitas hasil teknologi, metode perlakuan, metode penelitian, dan
pengukuran.
3. pemakaian;
4. pemeliharaan;
5. perilaku.
prosedur pengawasan dan pengelolaan siklus hidup informasi yang terdiri atas
produksi, pengumpulan, distribusi/diseminasi, temu kembali, dan pemakaian,
termasuk pelestarian informasi. Kebijakan informasi termasuk akses dan
pemakaian sistem penyimpanan informasi dan catatan-catatan yang berkaitan
dengan perilaku pencarian informasi dan memberikan catatan evaluasi untuk
pertanggungjawaban perpustakaan.
Dalam definisi tersebut, siklus hidup informasi sebenarnya merupakan
prinsip dasar kepustakawanan. Sesungguhnya, perpustakaan adalah institusi
pertama dalam kehidupan modern yang mengurusi kelima tahap dalam siklus itu
(pembuatan, pengumpulan, penyebaran, penemuan kembali dan pemakaian,
serta perawatan informasi). Selain itu, kebijakan informasi juga dikaitkan
dengan pelaksanaan kegiatan perpustakaan. Kita percaya, lembaga pendidikan,
pemerintah, dan swasta adalah penghasil dan pengelola informasi terbesar di
setiap bangsa serta berpotensi menyalahgunakan informasi. Oleh sebab itu,
kebijakan informasi diperlukan untuk mengatur perilaku pengelolaan informasi.
Kebijakan informasi di sebuah masyarakat menarik untuk dikaji sebab cara
masyarakat itu mengatur siklus hidup informasi akan sangat menentukan
perkembangan masyarakat yang bersangkutan. Dalam penelitian Rowland
(1997), ada berbagai konsep tentang kebijakan informasi. Ada yang bersifat
menyeluruh dan berupaya mencakup semua undang-undang, peraturan, dan
kebijakan yang mendorong, melarang, atau mengatur penciptaan, pemakaian,
penyimpanan, dan penyebaran informasi. Dalam konteks ini, kebijakan
informasi diarahkan untuk tujuan politik ataupun birokrasi.
1. Identifikasi Informasi
Aset informasi adalah sepotong informasi yang terdefinisi, disimpan dengan
cara apa pun, tidak mudah untuk diganti tanpa biaya, keahlian, waktu, sumber
daya dan kombinasinya, serta diakui sebagai sesuatu yang berharga bagi
organisasi. Melakukan identifikasi informasi meliputi mengidentifikasi
kebutuhan pemakai, mengenali beragam jenis pemakaian informasi oleh
pemakai, menempatkan informasi yang dibutuhkan dalam suatu kerangka
referensi (who, what, when, where, how, why), menghubungkan informasi yang
dibutuhkan dengan domain pengetahuan, dan mendefinisikan masalah informasi
yang menggunakan beragam skill tanya jawab. Melakukan penelusuran
mencakup mempunyai skill dasar penelusuran informasi, kemampuan navigasi
sistem dan sumber daya elektronis serta pengetahuan dasar tentang beragam
sumber informasi yang tidak tersedia dalam bentuk elektronis, seperti bentuk
5.14 Literasi Informasi
2. Pengumpulan Informasi
Proses pengumpulan data dalam bentuk dokumen kertas, bentuk e-
dokumen, mentransformasikannya menjadi informasi yang akurat, serta
memberikan informasi ke dalam aplikasi bisnis dan database untuk tindakan
segera. Dengan informasi yang diidentifikasi, langkah berikutnya adalah
mengumpulkan informasi untuk dikelola menjadi repositori, yaitu format konten
memengaruhi kebutuhan penyimpanan. Dengan asumsi semua informasi yang
menarik adalah biner, pertanyaan utama penyimpanan adalah ukuran dan
bandwidth. Ukuran dari file menentukan kebutuhan ruang penyimpanan
(termasuk cadangan) dan tingkat bandwidth yang dibutuhkan untuk
menyediakan saluran komunikasi dalam keperluan mengumpulkan dan
menyebarluaskan. Dokumen yang disimpan dapat terdiri atas file-file kecil dan
file-file besar, seperti video atau musik. Untuk dokumen dengan file besar,
diperlukan kapasitas ruang penyimpanan yang lebih besar daripada kapasitas
saluran komunikasi dan media pengiriman. Pada prinsipnya, semua dokumen
memiliki kebutuhan ruang penyimpanan sama, terlepas dari mekanisme
(database, perangkat jaringan [rekaman] atau berkas sistem). Yang perlu
diperhatikan adalah menentukan ruang penyimpanan yang cukup untuk
kebutuhan masa yang akan datang dengan jumlah dokumen yang semakin
bertambah banyak dan kapasitas bandwidth yang memadai untuk
mengakomodasi pemakai men-download isi informasi.
3. Organisasi Informasi
Organisasi informasi mengacu pada metode rendering sejumlah besar
informasi ke dalam bentuk media baru yang dapat disimpan, diambil, dan
dimanipulasi oleh pemakai atau sistem komputer. Sebuah contoh dari organisasi
informasi digital disebut dengan digital information organisation (DIO).
PUST4314/MODUL 5 5.15
4. Manajemen Informasi
Manajemen informasi menggambarkan pendekatan komprehensif untuk
mengelola aliran data dalam sistem informasi dari awal penciptaan dan
penyimpanan sampai waktu ketika informasi menjadi usang dan dihapus. Tidak
seperti pendekatan sebelumnya untuk manajemen penyimpanan data,
manajemen informasi melibatkan semua aspek yang berhubungan dengan data
dimulai dengan pelayanan pemakai, bukan hanya mengotomatisasi prosedur
penyimpanan. Mengelola repositori dengan cara memperbarui bahan
perpustakaan secara berkala. Bahan-bahan yang sudah tua (out of date)
diarsipkan dan yang baru ditambahkan. Tergantung pada penyimpanan teknis
dari informasi (database, sistem manajemen konten, atau sistem file),
mekanisme perubahan konfigurasi pengawasan secara langsung disediakan oleh
perangkat lunak penyimpanan (seperti untuk sistem manajemen informasi) atau
harus menggunakan pengawasan berlapis terhadap penyimpanan informasi
(seperti untuk sistem file).
5. Pemanfaatan Informasi
Seperti disebutkan sebelumnya, jika pemakai akhir tidak dapat secara
efektif menemukan informasi yang mereka cari, repositori tidak akan efektif dan
kemungkinan akan tidak berguna. Pemanfaatan yang tepat melibatkan dua
fungsi saling terkait: cari dan temu kembali. Mencari didasarkan pada metadata
yang terkait dengan bahan repositori, desain berdasarkan indeks kategori
pencarian yang diharapkan secara dramatis mempercepat penemuan bahan
5.16 Literasi Informasi
6. Penyiangan Informasi
Tujuan dari penyiangan informasi adalah pelestarian isi dari dokumen yang
bersangkutan dan dalam kondisi siap akses. Semua informasi akan mengalami
masa yang disebut dengan akhir dari siklus hidup informasi ketika informasi
mulai kehilangan nilai langsung bagi masyarakat pemakai. Pada titik ini,
informasi diharapkan tidak lagi menghabiskan biaya efektif yang menempatkan
informasi dalam ruang penempatan data di perpustakaan. Informasi jenis ini
sudah saatnya diletakkan di tempat penyimpanan khusus dengan biaya
pemeliharaan jangka panjang yang kecil. Artinya, informasi yang telah
memasuki masa tidak lagi dipergunakan oleh pemakai sudah selayaknya
disimpan dalam ruang penyimpanan khusus yang tidak memerlukan biaya besar.
Kebijakan pustakawan atau perpustakaan mungkin dapat memindahkan jenis
informasi ini ke dalam media lain, seperti array tape atau disc arsip. Proses
pemindahan informasi ke dalam bentuk ini berarti mengulangi langkah
identifikasi, tetapi dilakukan secara terbalik. Pustakawan dapat mencari
informasi yang tidak sering diakses oleh masyarakat pemakai, melakukan
migrasi informasi dengan sistem penyimpanan permanen perpustakaan (arsip),
dan membebaskan ruang penempatan informasi dalam ruang penyimpanan aktif
untuk dipergunakan menyimpan informasi yang baru.
7. Informasi Bibliografi
Bibliografi adalah daftar sumber daya yang digunakan atau disebut oleh
seorang penulis dalam setiap akhir sebuah tulisan. Bibliografi juga digunakan
sebagai daftar buku dan sumber informasi lainnya yang dianggap berguna untuk
topik tertentu. Bibliografi adalah daftar di akhir buku dan artikel secara lengkap
PUST4314/MODUL 5 5.17
9. MARC
Standar MARC terdiri atas format MARC yang merupakan standar untuk
representasi dan komunikasi informasi bibliografi serta terkait dalam bentuk
yang dapat dibaca mesin. Itu mendefinisikan format data bibliografi yang
dikembangkan di perpustakaan pada tahun 1960-an dan menyediakan protokol
untuk pertukaran data dengan menggunakan komputer, pemakaian, dan
menafsirkan informasi bibliografi. Elemen data yang membentuk dasar katalog
perpustakaan digunakan saat ini adalah format MARC. Format MARC berarti
satu jenis format untuk mendeskripsi bibliografi yang dapat dibaca oleh mesin.
Mesin komputer bertugas membaca dan menafsirkan data dalam catatan
katalogisasi yang berisi suatu rekaman informasi bibliografi. Catatan MARC
mengandung banyak informasi dan biasanya meliputi hal berikut.
a. Deskripsi item: dalam catatan MARC, ditunjukkan dalam bagian ayat kartu
katalog, termasuk judul, pernyataan tanggung jawab, edisi, materi perincian
spesifik, publikasi informasi, deskripsi fisik, seri, catatan, dan nomor
standar.
b. Entri utama dan entri tambah, yaitu jalur akses yang merupakan titik temu
dalam katalog perpustakaan. Maksudnya, pemakai harus dapat mencari
lewat item entri utama serta bisa terdiri atas judul, pengarang, dan badan
korporasi.
c. Tajuk subjek (subjek headings) adalah pustakawan yang menggunakan
beberapa daftar tajuk subjek standar untuk memilih subjek ketika item akan
didaftar. Pemakaian daftar yang disetujui penting untuk menjaga
konsistensi serta untuk memastikan bahwa semua item pada mata pelajaran
tertentu ditemukan di bawah tajuk yang sama dan akan ditempatkan pada
lokasi yang sama di katalog.
d. Klasifikasi atau nomor panggil (call number: dewey decimal) digunakan
untuk memilih item nomor panggil. Tujuan dari nomor panggil adalah
menempatkan item pada subjek yang sama bersama-sama di rak yang sama
di perpustakaan. Sebagian besar subitem disusun menurut abjad penulis.
Bagian kedua dari nomor panggilan biasanya merupakan nama penulis.
Ada banyak varian nasional dan internasional MARC. Varian yang paling
populer sebagai berikut.
a. MARC 21 adalah penggabungan antara Amerika Serikat MARC serta
Kanada MARC dikelola oleh Development Network dan MARC Standar
Library of Conggress.
PUST4314/MODUL 5 5.19
10. MARC 21
Sebagaimana disebutkan di atas, MARC 21 adalah hasil dari kombinasi dari
Amerika Serikat dan Kanada MARC format (USMARC dan CAN / MARC).
MARC 21 format yang standar untuk representasi dan komunikasi informasi
bibliografi dan terkait dalam bentuk dibacakan mesin dan didasarkan pada
American Standard Institute Nasional (ANSI) standar Z39.2 yang
memungkinkan pemakai produk perangkat lunak yang berbeda untuk
berkomunikasi satu sama lain dan bertukar data. MARC 21 dirancang untuk
mendefinisikan format MARC catatan asli dan untuk membuatnya lebih mudah
diakses oleh masyarakat internasional.
Saat MARC 21 telah berhasil dilaksanakan oleh The British Library,
lembaga-lembaga di Eropa dan perpustakaan-perpustakaan di Amerika Serikat
dan Kanada. Format MARC 21 dipelihara oleh Library of Congress dan selalu
melakukan konsultasi dengan berbagai pemakai dan masyarakat. MARC 21
British Library diadopsi sebagai format katalogisasi pada tahun 2004 dan
merupakan bagian dari pelaksanaan sistem perpustakaan terintegrasi. MARC 21
format data bibliografi yang dirancang menjadi pembawa informasi bibliografi
bahan cetak, naskah tekstual, file komputer, peta, musik, terus sumber daya,
bahan visual, dan bahan campuran. Data bibliografi yang dicantumkan bersifat
umum antara lain berupa judul, nama, subjek, catatan, publikasi data, dan
informasi tentang deskripsi fisik bibliografi.
a. Pemimpin terdiri atas elemen data yang mengandung nilai-nilai kode dan
diidentifikasi dengan relatif posisi karakter. Elemen data dalam pemimpin
menentukan parameter untuk memproses catatan. Itu pemimpin adalah tetap
panjang (24 karakter) dan terjadi pada awal setiap record MARC.
b. Direktori berisi tag, lokasi awal, dan panjang masing-masing bidang dalam
catatan. Direktori entri untuk bidang variabel kontrol pertama muncul pada
urutan tag. Entri untuk bidang data variabel yang diikuti disusun dalam
urutan sesuai dengan karakter pertama dari tag. Urutan field dalam catatan
tidak selalu sesuai dengan urutan direktori entri. Tag duplikat dibedakan
hanya dengan lokasi masing-masing bidang dalam record. Panjang
direktori entri didefinisikan dalam elemen peta masuk dalam leader/20-23.
Di MARC 21 format, panjang direktori entri adalah 12 karakter. Direktori
berakhir dengan lapangan terminator karakter.
c. Data isi catatan dibagi menjadi bidang variabel. MARC 21 format
membedakan dua jenis bidang variabel: bidang variabel kontrol dan bidang
data variabel. Kontrol dan bidang data hanya dibedakan oleh struktur.
14. UNIMARC
Tujuan utama dari UNIMARC (universal MARC) adalah memfasilitasi
pertukaran data bibliografi secara internasional dalam bentuk yang dapat dibaca
mesin antarlembaga-lembaga bibliografi nasional. UNIMARC juga dapat
digunakan sebagai model untuk pengembangan format MARC bibliografi.
UNIMARC dikelola oleh International Federasi Library Association (IFLA),
Komite Tetap UNIMARC (PUC). Ruang lingkup UNIMARC adalah
menentukan designators konten (tag, indikator, dan subfield kode) untuk catatan
bibliografi dalam bentuk yang dapat dibaca mesin dan untuk menentukan format
catatan logik dan fisik. UNIMARC mencakup monograf, serial, bahan
kartografi, musik, rekaman suara, grafis, bahan diproyeksikan dan video, buku
langka, serta sumber daya elektronik.
UNIMARC adalah format dengan tujuan pertukaran. UNIMARC tidak
menetapkan bentuk, isi, atau struktur cantuman data dalam sistem individu.
UNIMARC tidak memberikan rekomendasi mengenai bentuk dan isi data untuk
dipertukarkan.
Informasi nonbibliografi
Informasi nonbibliografi adalah informasi yang tidak secara resmi diakui
dikutip dalam database atau dilaporkan dalam literatur dan memiliki catatan
yang tidak terstruktur dan nonsemantik. Informasi nonbibliografi mencakup
PUST4314/MODUL 5 5.23
Tabel 5.1
Perbedaan antara Informasi Bibliografi dan Nonbibliografi Informasi
Bibliografi
d. Buku alamat
e. Silsilah
f. Heraldik
g. Direktori
2. Subjek
a. Ensiklopedia
b. Kamus
3. Lembaga [apa]
a. Direktori (termasuk direktori telepon)
b. Buku alamat
c. Kalender
4. Tempat [mana]
a. Kamus geografis
b. Ensiklopedia geografi
c. Gazetteers
d. Atlas, peta
5. Kali, peristiwa [ketika]
a. Kronologis
b. Kalender
6. Numerik [berapa banyak / banyak]
a. Statistika
b. Sensus
c. Metrologi
7. Linguistik (kamus)
8. Bibliografi sumber data:
a. Umum
b. Khusus (subjek)
9. Panduan untuk sumber data
a. Tertera
b. Elektronik
C. ORGANISASI INFORMASI
diintegrasikan dan ditingkatkan dengan benar dalam proporsi yang sangat besar
agar memungkinkan manusia secara efektif mampu menangani banjir informasi
digital.
1. Digitalisasi Informasi
Pada masa yang akan datang, semua orang mulai berpikir, pada akhirnya
semua orang yang tertarik dalam mengakses dan memiliki informasi merasa
bahwa untuk menjamin kemudahan akses, informasi harus didigitalkan.
Alasannya adalah pencarian dengan menggunakan bentuk informasi digital
sangat mudah, murah, cepat, dan dapat dilakukan dari mana saja.
pertukaran sumber daya yang dimiliki. Proses kerja sama dalam tukar-menukar
atau penggabungan informasi hanya dapat dilakukan jika memiliki format sama
dalam penulisan katalog dan indeksnya.
Perpustakaan sering mengembangkan pengolahan perpustakaannya dengan
tidak memperhatikan standardisasi yang ada. Ketika dilakukan tukar-menukar
ataupun penggabungan informasi, banyak sekali masalah. Maka itu, dibutuhkan
waktu untuk melakukan konversi. Sementara itu, pekerjaan konversi adalah
pekerjaan yang membutuhkan waktu yang sangat lama karena harus selalu
melakukan koordinasi yang rutin, baik untuk tingkat pengambil keputusan
maupun di tingkat pelaksana untuk menemukan titik yang sama.
Selain katalog, permasalahan lain yang timbul adalah pemakaian bahasa.
Perpustakaan di Indonesia menggunakan bahasa pengantar yang berbeda: ada
yang menggunakan bahasa Indonesia dan ada juga yang menggunakan bahasa
Inggris. Perbedaan bahasa akan ditemukan lagi jika akan dilakukan
penggabungan ataupun pertukaran informasi antarnegara.
Gagasan representasi informasi dan organisasi tradisional berarti
menciptakan katalog dan indeks untuk publications apa pun. Kegiatan ini
mencakup deskripsi bibliografi dokumen dan representasi konten intelektual.
Perpustakaan memiliki pengalaman dan sejarah panjang dalam mengelola
rekaman data tentang dokumen dan publikasi. Praktik pengelolaan dokumen
tersebut dapat kembali berulang ke model pengelolaan beberapa ribu tahun yang
lalu. Indeks dan katalog perpustakaan diciptakan untuk membantu pemakai
mencari dan menemukan dokumen. Catatan dalam mencari informasi tidak
hanya berfungsi sebagai inventarisasi pengetahuan manusia dan budaya, tetapi
juga menyediakan kemudahan akses koleksi.
Sama seperti organisasi bisnis dan industri lainnya, representasi dan
organization informasi dalam era komputerisasi telah mengalami perubahan
dramatis hampir dalam setiap tahap proses pengelolaan. Perubahan tidak hanya
meliputi metode dan teknologi yang digunakan untuk membuat catatan
publikasi, tetapi juga standar yang sama bagi keberhasilan dan efektivitas dalam
mencari dan temu kembali informasi.
Katalog perpustakaan tidak lagi sebagai alat untuk menyimpan dan
menemukan kembali koleksi, tetapi telah menjadi simpul jaringan yang dapat
dikunjungi pemakai dari mana saja di dunia melalui komputer yang terhubung
dengan internet. Konsep pengindeksan database tidak lagi hanya untuk surat
kabar dan artikel jurnal, tetapi telah berkembang ke informasi web yang
digunakan dalam e-publishing, e-bisnis, dan e-commerce.
PUST4314/MODUL 5 5.33
4. Standardisasi
Standardisasi katalog dan indeks yang digunakan saat ini adalah
menggunakan standar dari machine readable cataloging (MARC) yang
merupakan salah satu hasil dan juga salah satu syarat penulisan katalog koleksi
bahan pustaka perpustakaan. Standar metadata katalog perpustakaan ini
dikembangkan pertama kali oleh Library of Congress, format LC MARC.
Standard MARC yang mulai banyak dikembangkan salah satunya adalah
format INDOMARC, yaitu implementasi dari International Standard
Organization (ISO) Format ISO 2719, sebuah format untuk tukar-menukar
informasi bibliografi melalui format digital atau media yang terbacakan mesin
(machine-readable) lainnya. Informasi bibliografi biasanya mencakup
5.34 Literasi Informasi
pengarang, judul, subjek, catatan, data penerbitan, dan deskripsi fisik. Seiring
dengan perkembangan teknologi yang berbasis internet, standardisasi pun perlu
dilakukan agar data dapat ditampilkan dalam format web. Standardisasi katalog
berbasis web yang sangat berkembang saat ini adalah Dublin Core.
Dublin Core merupakan salah satu skema metadata yang digunakan untuk
web resource description and discovery. Standar ini dipengaruhi oleh rasa
kurang puas dengan standar MARC yang dianggap terlalu banyak unsurnya dan
beberapa istilah yang hanya dimengerti oleh pustakawan serta kurang bisa
digunakan untuk sumber informasi dalam web. Namun, elemen Dublin Core dan
MARC pada intinya dapat saling dikonversi. Dublin Core memiliki beberapa
kekhususan sebagai berikut (Dwiyoga, 2010).
1. Memiliki deskripsi yang sangat sederhana.
2. Semantik atau arti kata yang mudah dikenali secara umum.
3. Expandable memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut.
Dunia yang semakin datar yang diawali kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi sangat jelas terlihat memengarui seluruh sisi kehidupan dan tentu
akan sangat memengaruhi perkembangan perpustakaan di Indonesia.
Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, muncullah
banyak istilah tentang perpustakaan, antara lain istilah e-library (perpustakaan
elektronik), digital library (perpustakaan digital), virtual library (perpustakaan
maya), automated library (perpustakaan terautomasi), dan hybrid library
(perpustakaan kombinasi). Istilah tersebut merupakan model pengembangan
PUST4314/MODUL 5 5.35
informasi, sedangkan pada web 2.0 terdapat hak untuk berpartisipasi. Partisipasi
aktif dari pemakai justru lebih tinggi tingkatannya.
Perpustakaan 2.0 (web 2.0 dan perpustakaan 2.0) adalah perpustakaan yang
sudah terdigitalisasi dengan berbasis web dan menggunakan jaringan internet
dengan memasukkan ciri-ciri web 2.0 atau bisa disebut dengan perpustakaan
berbasis jaringan sosial. Yang dimaksud dengan informasi adalah pengetahuan
yang dikomunikasikan melalui pelbagai media rekam. Dilihat dari bentuk
penyajian, informasi rekam dapat dituangkan dalam:
a. media cetak biasa, seperti buku, majalah, dan brosur;
b. media cetak mikro, seperti mikrofilm dan mikrofis;
c. media pandang dengar, seperti film, pita rekam, slide, dan sebagainya.
b. Susunan koleksi
Koleksi perpustakaan hanya dapat disusun berdasarkan salah satu cirinya.
Ada dua cara yang dapat dipilih untuk menyusun koleksi perpustakaan
sebagai berikut.
a. Penempatan relatif, yaitu menampilkan susunan koleksi berdasarkan
subjek bahan pustaka tersebut.
b. Penempatan tetap, yaitu menampilkan susunan koleksi berdasarkan
salah satu ciri bahan pustaka, kecuali ciri subjek.
c. Katalog
Dalam sistem informasi di perpustakaan, yang berfungsi sebagai ingatan
adalah katalog yang merupakan sajian ringkas koleksi perpustakaan.
Terdapat beberapa bentuk katalog, yaitu dalam bentuk kartu, buku, ataupun
yang terbacakan mesin yang dikenal dgn OPAC (online public access
catalogue).
d. Pemakai
Yang dimaksud pemakai adalah pemakai perpustakaan yang akan
memanfaatkan koleksi perpustakaan.
a. Pengatalogan deskriptif
Merupakan kegiatan mengidentifikasi ciri-ciri fisik suatu bahan pustaka,
seperti pengarang, judul, tempat terbit, nama penerbit, jumlah halaman, dan
lain-lain. Hasil identifikasi bahan pustaka tersebut kazim disebut dengan
istilah deskripsi bibliografi. Jika dikaitkan dengan tujuan katalog, adanya
titik akses pengarang memungkinkan pemakai untuk menemukan bahan
pustaka tertentu yang diketahui pengarangnya dan mengetahui karya-karya
dari pengarang tertentu yang terdapat dalam koleksi perpustakaan.
Di perpustakaan pada umumnya, kartu katalog terdiri atas kartu pengarang,
judul, subjek, klasifikasi, dan self list card, yaitu katalog dalam bentuk
daftar atau buku sesuai dengan susunan buku di rak.
Katalog perpustakaan merupakan sarana temu kembali informasi hasil
kegiatan pengindeksan. Setiap entri katalog memuat cantuman bibliografi
sebagai sajian ringkas bahan pustaka di perpustakaan. Selain cantuman
PUST4314/MODUL 5 5.39
bibliografi, pada entri katalog juga terdapat nomor panggil, yaitu kode unik,
yang diberikan pada setiap bahan pustaka yang menunjukkan tempat/lokasi
bahan pustaka itu dalam susunan koleksi.
b. Sistem katalog
Untuk memungkinkan pemakai menemukan bahan pustaka lewat
pengarang, judul, dan subjek, perpustakaan harus menyediakan tiga macam
susunan katalog:
a. katalog pengarang;
b. katalog judul;
c. katalog subjek.
Selain katalog, sarana temu kembali yang dapat digunakan adalah susunan
buku di rak. Penempatan buku di rak bisa dilakukan dengan cara
penempatan relatif untuk buku yang disusun berdasarkan subjek dan
penempatan tetap. Buku ditempatkan pada rak yang sudah diberi tanda
terlebih dahulu.
c. Klasifikasi
Klasifikasi merupakan pekerjaan mengelompokkan secara sistematis objek-
objek, gagasan-gagasan, buku-buku, atau benda-benda dalam kelas atau
kelompok tertentu berdasarkan ciri-ciri yang sama atau yang hampir sama
dan disimpan pada tempat yang berdekatan. Karena sistem klasifikasi
adalah pengelompokan subjek yang sama dan hampir sama; manfaatnya
adalah membantu pemakai perpustakaan untuk menemukan bahan
pustaka/informasi yang sesuai dengan kebutuhannya dengan cepat, tepat,
dan akurat. Jika ditinjau dari kegunaannya bagi perpustakaan, klasifikasi
mempermudah penyusunan bahan pustaka ke rak penyimpanan.
4. Perpustakaan Digital
Dalam perkembangannya hingga sekarang, sangat dirasakan sekali dengan
adanya e-book yang merupakan tambahan jenis koleksi atau sumber informasi
yang ada di perpustakaan. Pada saat ini, e-book sudah banyak dicari oleh
pemakai. Standardisasi katalog dan indeks sangat perlu dilakukan karena kerja
sama antarperpustakaan secara elektronik telah berkembang bersamaan dengan
berkembangnya teknologi saat ini sehingga memungkinkan melakukan
pertukaran sumber daya yang dimiliki. Proses kerja sama dalam tukar-menukar
5.40 Literasi Informasi
atau penggabungan informasi hanya dapat dilakukan jika memiliki format sama
dalam penulisan katalog dan indeksnya. Dengan demikian, koleksi/informasi
akan menjadi mudah dikontrol dengan beberapa mekanisme yang
memungkinkan siap akses sewaktu-waktu ada permintaan (Cochrane, 1985).
Perpustakaan digital sangat besar manfaatnya, selain untuk arsip
pemeliharaan, arsip DL juga digunakan antara lain untuk knowledge/content
manajemen, mengelola dan mengakses informasi aset internal, pendidikan,
penelitian, e-journal, e-print, e-books, e-learning, akses koleksi budaya, e-
governace, memberikan akses kebijakan pemerintahan, rencana, prosedur,
regulasi, dan masih banyak lagi.
Dengan terlahirnya Undang-Undang Perpustakaan (UU No. 43/2007)
sebagai payung hukum penyelenggaraan perpustakaan di Indonesia, diharapkan
akan membangkitkan lagi kesadaran kita untuk lebih memperhatikan
penyelenggaraan perpustakaan dan pemberdayaannya. Melalui UU 43 Tahun
2007 tentang Perpustakaan, pemerintah mengharapkan para pengelola
perpustakaan di lembaga swasta ataupun di lembaga pemerintah, seperti
perpusda dan setaranya, untuk melakukan pengembangan layanan perpustakaan
sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang.
Dengan penerapan teknologi informasi yang tepat serta pengelolaan
perpustakaan akan lebih cepat dan efisien, juga standar layanan kepada
masyarakat pemakai dapat ditingkatkan bagi pemakai sendiri akan sangat
terbantu karena banyak kemudahan yang ditawarkan. Pada Pasal 19 (ayat 1),
pengembangan perpustakaan merupakan upaya peningkatan sumber daya,
pelayanan, dan pengelolaan perpustakaan, baik dalam hal kuantitas maupun
kualitas. (Ayat 2) pengembangan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan berdasarkan karakteristik, fungsi dan tujuan, serta dilakukan
sesuai dengan kebutuhan pemustaka dan masyarakat dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi. (Ayat 3) pengembangan perpustakaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara
berkesinambungan.
Aturan atau standardisasi dalam perpustakaan digital mengalami banyak
perkembangan mulai dari metadata: informasi data, dokumentasi sekitar
dokumen dan object; DCMI-W3C konsorsium standar bahasa berbasis web
(guidelines for implementing Dublin Core in XML); EAD, TEI, DTD encoded
archival description, text encoding and interchange; METS,MODS, Z39.50
metadata object description schema (MODS); MARC21 pengembangan
machine readable cataloging berbasis web.
PUST4314/MODUL 5 5.41
Perkembangan jumlah dan jenis informasi yang sangat pesat saat ini (baik
dalam bentuk tercetak maupun elektronik) menyebabkan perpustakaan dalam
pengelolaannya sudah tidak bisa dilakukan dengan cara konvensional. Belum
lagi adanya tuntutan dari masyarakat akan pemanfaatan TIK dalam
pengorganisasian informasi dan dalam memberikan layanan. Berkaitan dengan
hal tersebut, fungsi perpustakaan tidak hanya sebagai gudang buku, melainkan
sebagai pusat informasi yang dapat menyediakan akses ke sumber-sumber
informasi tanpa dibatasi waktu dan tempat. Untuk sampai pada hal tersebut,
sangat diperlukan pengelolaan perpustakaan secara kreatif dan inovatif dengan
penerapan teknologi informasi dan komunikasi.
Penerapan TIK untuk organisasi informasi pada saat ini merupakan suatu
keharusan dari sebuah perpustakaan karena hal tersebut juga merupakan
tuntutan dari masyarakat pemakai perpustakaan. Penerapan teknologi tersebut
dikenal dengan nama perpustakaan digital (digital library). Romi Satria Wahono
dalam Purtini (2010) mendefinisikan perpustakaan digital sebagai suatu
perpustakaan yang menyimpan data, baik itu buku (tulisan), gambar, maupun
suara, dalam bentuk file elektronik dan mendistribusikannya dengan
menggunakan protokol elektronik melalui jaringan komputer. Menurutnya,
istilah perpustakaan digital memiliki pengertian yang sama dengan perpustakaan
elektronik (electronic library) dan perpustakaan maya (virtual library).
Jadi, perpustakaan digital (digital library) adalah suatu perpustakaan yang
koleksinya disimpan di format digital dan dapat diakses oleh komputer. Konten
digital dapat disimpan di tempat lokal atau diakses melalui jaringan komputer.
Perpustakaan digital adalah jenis sistem temu kembali informasi. Menurut
Purtini (2010), ada beberapa motif yang mendasari perkembanagn perpustakaan
digital seperti berikut.
Pada perpustakaan konvensional, akses terhadap dokumen terbatas pada
kedekatan fisik. Pemakai harus datang untuk mendapat dokumen yang
diinginkan atau melalui jasa pos. Untuk mengatasi keterbatasan ini,
perpustakaan digital diharap mampu menyediakan akses cepat terhadap katalog
dan bibliografi serta isi buku, jurnal, dan koleksi perpustakan lainnya secara
lengkap.
Melalui komponen manajemen database, penyimpanan teks, sistem telusur,
tampilan dokumen elektronik, dan sistem perpustakaan digital, diharapkan
mampu mencari database koleksi yang mengandung karakter tertentu, baik
sebagai kata maupun sebagai bagian kata. Di perpustakaan konvensional,
penelusuran seperti ini tidak mungkin dilakukan.
5.42 Literasi Informasi
arsitektur terbuka, mulai dari sisi perancangan, hardware, ataupun software. Hal
ini sangat diperlukan dalam pengembangan ke depan agar mudah dikembangkan
oleh pihak lain sehingga teknologi yang ada dapat digunakan lama.
Componentized vs monolithic systems: pengembangan software dapat
dikembangan berdasarkan komponen dan dapat ditambahkan/ditempelkan
dalam sistem jika dibutuhkan. Selain itu, dapat juga menggunakan software
yang terbundel (monolitik), yaitu software ini menggunakan sistem prosedur
yang melekat pada sistem. Jika pengembangan menggunakan model komponen,
biaya dapat ditekan sesuai dengan kebutuhan kita saat ini. Software monolitik
semua kebutuhan telah disediakan sesuai dengan pengembang. Jika akan
dikembangkan, harus dirunut satu per satu.
Metadata antarperpustakan: metadata ini sangat penting dalam
pengembangan perpustakaan ke depan. Penggabungan atau berbagi konten
perpustakaan sangat dimungkinkan terjadi sehingga kesamaan metadata sangat
diperlukan agar proses penggabungan lebih cepat dan mudah. Perbedaan standar
metadata membutuhkan perangkat tambahan agar perpustakaan dapat
digabungkan.
Multibahasa: bahasa juga menjadi kendala dalam pengembangan
perpustakaan. Misalnya, masih banyak staf perpustakaan yang kurang dalam
bahasa inggris, sedangkan software yang digunakan berbahasa Inggris. Selain
itu, penggabungan atau sharing antarperpustkaan akan sangat mudah jika
menggunakan bahasa yang sama.
Publication tools dan searching tools: peralatan dalam publikasi dan
pencarian juga perlu diperhatikan dalam pengembangan sistem perpustakaan.
Model pencarian tidak terpaku pada judul, pengarang, atau tahun terbit, tetapi
pencarian diharapkan juga masuk dalam pencarian isi dari objeknya. Maka itu,
pencari dapat dengan mudah menemukan apa yang dibutuhkan.
7. Pemilihan Software
Penentuan software yang diharapkan tentu harus mendefinisikan visi dan
misi serta terlebih dahulu tujuan apa yang akan dicapai dan syarat-sarat apa
yang harus dipenuhi. Lalu, ada pula layanan apa saja yang akan kita berikan dan
sejauh mana layanan dapat dinikmati oleh pemakai.
Proprietary vs open source: dari tujuan yang diharapkan, dapat ditentukan
model software apa yang akan digunakan proprietary (berbayar, bundle) atau
menggunakan open source. Kedua ini memiliki kelebihannya sendiri-sendiri.
Proprietary tentu membutuhkan dana yang tinggi dengan mendapatkan
PUST4314/MODUL 5 5.45
dukungan penuh dari pihak penyedia, mulai dari instalasi hingga maintenance.
Keandalan dan keakuratan software pun dapat dipertanggungjawabkan oleh
penyedia. Kelemahan dari software ini adalah pemakai tidak dapat melakukan
modifikasi sedikit pun tanpa dibantu oleh penyedia sehingga ketergantungan
dengan penyedia sangat tinggi.
Sementara itu, software opensource: software didapat dengan tidak
berbayar. Dapat diinstal dengan bebas. Source code dapat dilihat sehingga dapat
dimodifikasi dengan mudah oleh pemakai. Dengan tidak berbayar, dana dapat
ditekan seminimal mungkin dan dialihkan ke pos yang lain. Kelemahan dari
sistem ini adalah tidak mendapat dukungan dari penyedia (pembuatnya secara
total). Dukungan dari sistem ini berasal dari komunitas. Komunitas tersebar dan
pemakai dapat melakukan kontak dengan mereka tanpa berbayar. Software
berbasis opensorce yang terkenal antara lain adalah Greenstone, Eprints,
DSpace, dan CDS/ISIS, Koha.
Dukungan migrasi software yang digunakan harus dapat mendukung
perpindahan sistem dari yang lama ke yang baru dengan mudah. Kemudahan
migrasi sangat dibutuhkan agar delay layanan tidak terganggu. Kesulitan dalam
migrasi membutuhkan waktu yang lama sehingga proses layanan dengan
software baru menjadi tertunda.
Mendukung platform teknologi digital library (DL): software yang
dibangun harus mendukung platform teknologi DL. Maka itu, pengembangan
software akan dengan mudah dilakukan. Pemakaian platform sangat terasa
ketika perpustakaan akan melakukan integrasi sistem dan kolaborasi sistem
perpustakaan.
Mudah diinstal serta perbaikan dan pemakai banyak: penentuan pilihan
software harus melihat apakah software dapat dengan mudah diinstal dan
diperbaiki dari berbagai jenis sistem operasi (Linux dan Windows). Perlu
diperhatikan pula pihak mana saja yang menggunakan software tersebut,
kapasitas pemakainya, dan jumlah pemakainya. Biasanya, software yang baik
memiliki jumlah pemakai yang banyak. Jika software yang digunakan adalah
software baru, yang perlu diperhatikan adalah siapa yang membuat dan
didukung dari pihak mana saja yang kompeten.
Dokumentasi menyeluruh: software yang akan digunakan harus memiliki
dokumentasi yang menyeluruh, mulai dari instalasi, maintenance, pemakaian,
hingga dokumentasi dari sistem itu sendiri. Dokumentasi yang baik dapat
menunjukkan bahwa software dibangun dengan baik pula.
5.46 Literasi Informasi
8. Repositori
Di antara konsep-konsep kunci dalam repositori informasi digital, metadata
memainkan dua peran penting sebagai pawang (pengidentifikasi) dan sebagai
titik akses ke data/isi dokumen (Kahn & Wilensky, 1995). Untuk menentukan
lokasi simpan, metadata membantu pemakai memperoleh data atau dokumen
dengan menyediakan lokasi yang tepat. Sebagai titik akses, metadata
menyediakan konten sumber daya informasi. Permintaan informasi melalui alat
bantu teknologi informasi tidak mengurangi efektivitas organisasi informasi.
Orang saat ini memiliki harapan lebih tinggi untuk jaringan sumber daya.
Keberhasilan dari repositori informasi digital dalam memenuhi harapan pemakai
tergantung pada kualitas dan skala dari metadata yang pada gilirannya
tergantung pada seluruh rangkaian standar pengolahan informasi dan qual-
berdasarkan manajemen kontrol.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna,
lebih berarti bagi penerimanya, dan dapat menggambarkan suatu kejadian
(event), kesatuan nyata (fact and entity), serta digunakan untuk pengambilan
keputusan. Informasi menjadi salah satu bagian yang selalu ditunggu dan
disimak seluruh pemakai internet. Sehubungan dengan isi dan pemakai,
informasi dapat dibagi menjadi informasi ilmiah atau popular, opini/informasi
analitis, informasi objektif, informasi subjektif, informasi primer, informasi
sekunder, informasi populer, bisnis, dan ilmiah.
Sumber informasi merupakan penyedia sekumpulan informasi yang
dikelompokkan berdasarkan kategori tertentu. Sumber informasi bisa berupa
perpustakaan, majalah, surat kabar, dan website. Sementara itu, sumber-sumber
informasi dapat diperoleh dari manusia, organisasi, literatur, dan paten.
informasi yang digunakan dan dicari masyarakat mempunyai siklus hidup.
Siklus hidup informasi adalah strategi untuk mengelola sistem penyimpanan
pada perangkat komputasi. Siklus hidup informasi adalah praktik menerapkan
kebijakan tertentu dalam manajemen informasi yang efektif. Kebijakan siklus
hidup informasi terdiri atas penyimpanan informasi yang mendorong proses
manajemen perpustakaan. Kebijakan informasi diperlukan untuk mengatur
perilaku pengelolaan informasi yang meliputi identifikasi informasi,
pengumpulan informasi, organisasi informasi, manajemen informasi,
pemanfaatan informasi, penyiangan informasi, informasi bibliografi, informasi
katalogisasi, MARC, MARC 21, dan UNIMARC.
Informasi dapat ditemukan kembali jika melalui proses organisasi
informasi. Organisasi informasi dapat didefinisikan sebagai proses penataan
informasi selama penyimpanan, pencarian, serta menampilkan sebuah informasi
dan akses pengetahuan. Definisi ini mensyaratkan bahwa organisasi informasi
yang efektif menunjukkan isi informasi itu terstruktur. Organisasi informasi
tersebut diperlukan dalam perpustakaan agar dapat diketahui lokasi fisiknya
PUST4314/MODUL 5 5.49
serta dikenali melalui sajian ringkas dari bahan pustaka lewat cantuman
bibliografi dan menunjang temu kembali informasi di perpustakaan.
Organisasi informasi tidak hanya mengorganisasi informasi yang berupa
fisik, melainkan juga informasi yang berupa digital. Organisasi informasi digital
adalah proses render sejumlah besar informasi ke dalam bentuk digital sehingga
dapat disimpan, diambil, dan dimanipulasi oleh komputer. Oleh karena itu,
organisasi informasi digital menganggap teknologi sangat penting untuk entitas
organisasi. Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi,
muncullah banyak istilah tentang perpustakaan, antara lain istilah e-library
(perpustakaan elektronik), digital library (perpustakaan digital), virtual library
(perpustakaan maya), automated library (perpustakaan terautomasi), dan hybrid
library (perpustakaan kombinasi). Istilah tersebut merupakan model
pengembangan perpustakaan yang berbasiskan teknologi informasi dan
komunikasi yang diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan yang
berkembang saat ini.
TES F OR M AT IF 1
3) Aspek infrastruktur siklus hidup informasi meliputi pola berpikir logis dan
arsitektur fisik, sedangkan aplikasi tergantung pada platform penyimpanan,
keamanan penyimpanan, dan pusat data. Fase yang diidentifikasi sebagai
bagian dari siklus hidup informasi sebagai berikut, kecuali ....
A. penciptaan dan penerimaan
B. distribusi dan pemakaian
5.50 Literasi Informasi
Kegiatan Belajar 2
2. Database
Convey (1989) mendefinisikan database sebagai ―... koleksi yang terkait
dengan informasi yang dimiliki dalam bentuk yang dapat dimengerti komputer,
mungkin referensi untuk jurnal, teks lengkap dari jurnal.‖ Arlene Taylor (1999)
menganggap database sebagai database tidak selalu berbasis komputer, tetapi
dalam konteks ini satu catatan yang semuanya dibangun dengan cara yang sama
dan dihubungkan oleh hubungan link.
Temu kembali informasi merupakan sistem yang berfungsi untuk
menemukan informasi yang relevan dengan kebutuhan pemakai. Salah satu hal
yang perlu diingat adalah informasi yang diproses terkandung dalam sebuah
dokumen yang bersifat tekstual. Dalam konteks ini, temu kembali informasi
berkaitan dengan representasi, penyimpanan, dan akses terhadap dokumen
representasi dokumen. Dokumen yang ditemukan tidak dapat dipastikan apakah
relevan dengan kebutuhan informasi pemakai yang dinyatakan dalam query.
Pemakai sistem temu kembali informasi sangat bervariasi dengan kebutuhan
informasi yang berbeda-beda.
5.54 Literasi Informasi
Sistem temu kembali informasi atau yang lebih dikenal dengan information
retrieval merupakan sistem penelusuran materi (seperti dokumen dan
sebagainya) dari sesuatu yang sifatnya tak terstruktur (biasanya teks) untuk
memenuhi kebutuhan informasi dari dalam koleksi besar, seperti database
(biasanya disimpan dalam komputer). Salah satu aplikasi umum dari sistem
temu kembali informasi adalah search engine atau mesin penelusur yang
terdapat pada jaringan internet. Menurut Large dalam Information Seeking In
The On Line Age-Principle And Practice (2001), sebuah penelusuran yang
relevan, rasional, dan jelas harus mengikuti beberapa proses: 1) apa informasi;
2) kebutuhan informasi; 3) sumber informasi; 4) mengonversi kebutuhan ke
dalam konsep; 5) strategi penelusuran; 6)implementasi strategi.
(2003), efektivitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau
peralatan yang tepat untuk menentukan tujuan yang telah ditentukan.
Selanjutnya, Handoko (2003) menyatakan bahwa ada beberapa kriteria
dalam menilai efektivitas seperti berikut ini.
1. Kegunaan: agar kegunaan bagi manajemen dalam pelaksanaan fungsinya
yang lain, suatu rencana harus fleksibel, stabil, berkesinambungan, dan
sederhana.
2. Ketepatan dan objektivitas: rencana harus dievaluasi untuk mengetahui
apakah jelas, ringkas, nyata, dan akurat. Berbagai keputusan dan kegiatan
manajemen lainnya hanya efektif apabila didasarkan atas informasi yang
tepat.
3. Ruang lingkup perencanaan perlu memperhatikan prinsip-prinsip
kelengkapan (comprehensiveness), kepaduan (unity), dan konsistensi.
4. Efektivitas biaya: efektivitas biaya perencanaan dalam hal ini adalah waktu,
usaha, dan aliran emosional.
5. Akuntabilitas: ada dua aspek akuntabilitas perencanaan, yaitu tanggung
jawab atas pelaksanaan perencanaan dan tanggung jawab atas implementasi
rencana. Suatu rencana harus mencakup keduanya.
6. Ketepatan waktu: para perencana harus membuat berbagai perencanaan.
7. Berbagai perubahan yang terjadi sangat cepat dan akan dapat menyebabkan
rencana tidak tepat atau sesuai untuk berbagai perbedaan waktu.
4. mencari subsistem,
5. subsistem interaksi antara pemakai dan sistem (yaitu user interface),
6. pencocokan subsistem, yaitu sistem yang sesuai dengan representasi
dokumen terhadap kebutuhan pemakai.
Sementara itu, menurut Hasugian (2007), ada lima komponen sistem temu
kembali informasi sebagai berikut.
1. Pemakai
Pemakai sistem temu kembali informasi adalah orang yang menggunakan
atau memanfaatkan sistem temu kembali informasi dalam rangka kegiatan
pengelolaan dan pencarian informasi. Berdasarkan perannya, pemakai
sistem temu kembali informasi dibedakakan atas dua kelompok, yaitu
pemakai (user) dan pemakai akhir (end user). Pemakai (user) adalah
seluruh pemakai sistem temu kembali informasi yang menggunakan sistem
temu kembali informasi, baik untuk pengelolaan (input data, backup data,
maintenance, dan sebagainya) ataupun untuk keperluan
pencarian/penelusuran informasi. Sementara itu, pemakai akhir (end user)
adalah pemakai yang hanya menggunakan sistem temu kembali informasi
untuk keperluan pencarian dan penelusuran informasi.
2. Query
Query adalah format bahasa permintaan yang di-input (dimasukkan) oleh
pemakai ke dalam STBI. Dalam interface (antarmuka) STBI, selalu
disediakan kolom/ruas sebagai tempat bagi pemakai untuk mengetikkan
(menuliskan) query-nya. Dalam OPAC perpustakaan, hal itu disebut
searchexpression. Pada kolom itulah, pemakai mengetik/menuliskan bahasa
permintaannya (query). Setelah query itu dimasukkan, selanjutnya mesin
akan melakukan proses pemanggilan (recall) terhadap dokumen yang
diinginkan dari database.
PUST4314/MODUL 5 5.61
3. Dokumen
Dokumen adalah istilah yang digunakan untuk seluruh bahan pustaka,
apakah itu artikel, buku, laporan penelitian, dan sebagainya. Seluruh bahan
pustaka dapat disebut sebagai dokumen. Dokumen dalam bahasa STBI
online adalah seluruh dokumen elektronik (digital) yang telah di-input
(dimasukkan) dan disimpan dalam database (pangkalan data). Media
penyimpanan database ini ada yang berbentuk CD-ROM dan ada juga yang
berbentuk harddisc. Database ini ada yang bisa diakses secara online dan
ada juga yang diakses secara offline. Biasanya, database yang bisa diakses
secara online dapat diakses secara bersamaan (multiuser), sedangkan yang
sifatnya offline hanya dapat digunakan oleh seorang saja dalam waktu yang
sama (single user).
4. Indeks dokumen
Indeks adalah daftar istilah atau kata (list of terms). Dokumen yang
dimasukkan/disimpan dalam database diwakili oleh indeks. Indeks itu
disebut indeks dokumen. Fungsinya adalah representasi subjek dari sebuah
dokumen. Indeks memiliki tiga jenis seperti berikut.
a. Indeks subjek adalah menentukan subjek dokumen pada istilah
mana/apa yang menjadi representasi subjek dari sebuah dokumen.
b. Indeks pengarang adalah menentukan nama pengarang mana yang
menjadi representasi dari suatu karya.
c. Indeks bebas adalah menjadikan seluruh kata/istilah yang terdapat pada
sebuah dokumen menjadi sebuah representasi dari dokumen, terkecuali
stopword. Stopword adalah kata yang tidak diindeks, seperti yang, that,
meskipun, di, ke, dan lain-lain atau seluruh kata sandang/partikel.
Menurut Lancaster (1979), sistem temu kembali informasi terdiri atas enam
subsistem berikut.
1. Subsistem dokumen
Dokumen sebagai objek data dalam sistem temu kembali informasi
merupakan sumber informasi. Dokumen biasanya dinyatakan dalam bentuk
indeks atau kata kunci. Kata kunci dapat diekstrak secara langsung dari teks
dokumen atau ditentukan secara khusus oleh spesialis subjek dalam proses
pengindeksan yang pada dasarnya terdiri atas proses analisis dan
representasi dokumen.
2. Subsistem pengindeksan
Pengindeksan dilakukan dengan menggunakan sistem pengindeksan
tertentu, yaitu himpunan.
3. Subsistem kosakata
Kosakata dapat dijadikan sebagai bahasa indeks sehingga diperoleh
informasi yang terorganisasi.
4. Subsistem pencarian
Pencarian diawali dengan adanya kebutuhan informasi pemakai.
5. Subsistem antarmuka pemakai sistem
Dalam hal ini, sistem temu kembali informasi berfungsi untuk menganalisis
pertanyaan (query) pemakai yang merupakan representasi dari kebutuhan
informasi untuk mendapatkan pernyataan-pernyataan pencarian yang tepat.
6. Subsistem penyesuaian
Pernyataan-pernyataan pencarian tersebut dipertemukan dengan informasi
yang telah terorganisasi dengan suatu fungsi penyesuaian (matching
function) tertentu sehingga ditemukan dokumen atau sekumpulan dokumen.
Document Collection
Conceptual Analysis
Transformation
Document Surrogates
Index Vocabulary
Retrieved
· Thesaurus Matching Process
Text Surrogates
· Free-text
Query Surrogates
Transformation
Conceptual
Query
Conceptual Analysis
Information Need/Problem
Gambar 5.1
seperti biaya produk, layanan, atau suatu strategi bisnis. Sistem informasi
manajemen dibedakan dengan sistem informasi biasa karena SIM digunakan
untuk menganalisis sistem informasi lain yang diterapkan pada aktivitas
operasional organisasi. Secara akademis, istilah ini umumnya digunakan untuk
merujuk pada kelompok metode manajemen informasi yang bertalian dengan
automasi atau dukungan terhadap pengambilan keputusan manusia, misalnya
sistem pendukung keputusan, sistem pakar, dan sistem informasi eksekutif.
Sistem informasi manajemen adalah sistem yang didesain untuk kebutuhan
manajemen dan untuk mendukung fungsi-fungsi dan aktivitas manajemen pada
suatu organisasi. Oleh karena itu, jenis data dan fungsi-fungsi operasi
disesuaikan dengan kebutuhan manajemen
Inilah yang membuat pencarian halaman WWW adalah hal yang sangat tren
sekarang ini.
Sistem IR ini sangatlah berguna sehingga perlu yang namanya keahlian agar
bisa menggunakan sistem ini dengan baik seperti berikut:
1. memanfaatkan pengertian atau makna dari kata yang digunakan;
2. melibatkan urutan kata di dalam query;
3. beradaptasi dengan pemakai berdasarkan feedback, langsung atau tidak
langsung;
4. memperluas pencarian dengan term terkait;
5. mengerjakan pemeriksaan ejaan/perbaikan tanda pengenal otomatis;
6. memanfaatkan otoritas dari sumber informasi.
a. Bahasa alami
Dalam filsafat bahasa, bahasa alami atau bahasa natural adalah suatu bahasa
yang diucapkan, ditulis, atau diisyaratkan secara visual atau isyarat lain
PUST4314/MODUL 5 5.69
b. Bahasa terkontrol
Pengertian bahasa terkontrol, menurut Lancaster (1979), dalam kebanyakan
sistem ini berarti pemakaian suatu kosakata terawasi atau terkendali
(controlled vocabulary), yaitu sekelompok istilah terbatas yang harus
digunakan untuk mewakili subjek dokumen. Pengertian lain mengenai
bahasa kontrol yang juga disebut sebagai bahasa indeks oleh Sulistyo-
Basuki (2004) adalah bahasa temu balik informasi yang merupakan bahasa
buatan yang khusus dibuat serta dirancang untuk menggunakan isi subjek
dokumen dan permintaan informasi agar dapat diketahui lokasi kumpulan
informasi dokumen yang menjawab pertanyaan tertentu. Hal itu disebut
sebagai bahasa pengindeksan. Bahasa terkontrol diartikan sebagai kosakata
terkendali yang merupakan hierarki terstruktur mengenai istilah-istilah yang
digunakan untuk mengategorikan informasi.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
1) Bahasa atau kosakata penelusuran pada dasarnya terdapat pada dua bahasa
yang sering digunakan dalam penyusunan bahasa penelusuran, yaitu ....
A. bahasa Inggris
B. bahasa Indonesia
C. bahasa alami dan bahasa terkontrol
D. kata kunci dan subjek
Dafar Pustaka
Anoraga, Pandji. (2000). Manajemen Bisnis. Edisi Kedua. Jakarta: Rineka
Cipta.
Berelson, Bernard dan Morris Janowitz (eds). (1953). Reader in Public Opinion
and Communication. Glencoe, IL: The Free Press.
Kent, A. (1971). Information Analysis and Retrieval. 3rd Edition. New York:
Becker and Heys.
Pengaruh Teknologi
terhadap Literasi Informasi
Drs. Tri Septiyantono, M.Si.
PE N DA H UL U AN
Kegiatan Belajar 1
P ada era informasi seperti sekarang ini, media merupakan sumber informasi
yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Media yang berkembang
dan idealisme yang baik mengasuh asa keseimbangan dengan baik dan
mempunyai pengaruh yang cukup tinggi dalam membentuk opini dan keyakinan
masyarakat serta mampu mengubah kebiasaan hidup dalam seseorang dalam
masyarakat. Mengingat begitu eratnya perkembangan media dengan kehidupan,
sering kali berdampak negatif bagi perkembangan manusia, khususnya anak-
anak dan remaja.
Pesatnya perkembangan media disebabkan pesatnya pengembangan
teknologi, pengetahuan, dan pikiran rasional manusia. Dalam perkembangannya,
media dapat membuka cakrawala dunia yang kaya warna, kaya nuansa, dan kaya
citra. Di sisi lain, hal itu dapat menimbulkan keadaan dunia menjadi tidak
terkendali. Media dapat berdampak pada rendahnya kepedulian sosial,
terjadinya polusi informasi, merebaknya kejahatan teknologi, seperti cybercrime
(kejahatan maya), tumbuhnya sifat hedonisme, serta konsumtif. Pengaruh yang
lebih jauh adalah perkembangan media menjadi salah satu faktor perbenturan
budaya.
Kekuatan besar media dapat membentuk perilaku masyarakat seperti cara
berbicara dan perilaku anak, merumuskan citra diri, dan menentukan
pengharapan. Bahkan, media berpotensi untuk memutarbalikan norma dan
mendegradasi nilai-nilai sosial. Media sering kali mengekspose hal-hal yang
tidak layak dikonsumsi masyarakat secara umum, seperti seks, perilaku
kejahatan, cara kekerasan, dan sebagainya. Kadang media juga mengekpose
secara vulgar perilaku kejahatan sehingga anak cenderung menyelesaikan
masalah dengan tindak kekerasan.
Berdasarkan uraian di atas, hal tersebut menunjukkan bahwa media sangat
berpengaruh dan berperan dalam membentuk opini masyarakat yang secara
berkelanjutan opini yang terbentuk itu akan mengubah kepribadian seseorang
dalam masyarakat. Mengonsumsi media dalam arti membaca sangat memberi
pengaruh besar terhadap pola pikir anak. Dampak media semakin menunjukkan
betapa kuatnya memengaruhi perkembangan masyarakatnya. Tindak kekerasan,
agresi seksual, kesehatan fisik, serta kesehatan mental sampai pola perilaku
hidup instan pada masyarakat semakin sering dilakukan. Banyak pola perilaku
6.4 Literasi Informasi
masyarakat yang meniru perilaku yang ada dalam tayangan media elektronik
ataupun yang tertulis dalam media cetak. Kuatnya pengaruh media dengan cara
menyuguhkan tayangan setiap hari menunjukkan bukti bahwa betapa kuatnya
pengaruh media terhadap perkembangan generasi muda.
Media dikonsumsi tidak hanya oleh orang dewasa, tetapi juga oleh anak-
anak yang belum dapat membedakan mana yang baik dan buruk. Anak
membutuhkan pendampingan pada saat melakukan interaksi dengan media.
Anak perlu memahami bahwa media juga mengandung dampak negatif bagi
perkembangannya. Sangat sulit menghindarkan anak dari pengonsumsian media,
memaksakan mereka tidak menyentuh media, misalnya melarang anak
menggunakan handphone, melarang anak menonton televisi, atau melarang anak
menggunakan internet, bukanlah solusi tepat. Anak-anak sekarang hidup dalam
abad teknologi informasi dan komunikasi. Media telah mengepung kehidupan
manusia. Harus dipahami pula bahwa media berperan sebagai sumber informasi,
pendidikan, serta mobilitas komunikasi.
Literasi media pertama kali dikembangkan sebagai alat untuk melindungi
orang-orang dari paparan media. Negara yang pertama kali menggunakan
konsep ini adalah Inggris pada tahun 1930-an. Pada tahun 1980, di Inggris dan
Australia, literasi media sudah menjadi mata pelajaran tersendiri. Sementara itu,
di Eropa pendidikan literasi media diperkenalkan pada kurikulum dasar di
Finlandia pada tahun 1970 dan pendidikan menengah atas tahun 1977. Di
Swedia, literasi media berkembang sejak tahun 1980 dan di Denmark sejak
tahun 1970.
Apa saja yang ingin dicapai lewat pendidikan literasi media. Pada
umumnya, pendidikan literasi media, khususnya televisi, yang dilakukan di
negara maju menekankan pada peran orang tua agar bersikap kritis dalam
mendampingi. Artinya, tidak dibenarkan menerima apa saja yang ditawarkan,
tanpa memahami dan menganalisis dengan baik informasi yang diterima. Proses
memilah informasi untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk
adalah hal mutlak yang harus dilakukan.
Orang tua harus memilah film mana yang layak tonton dan mana yang
tidak. Kebanyakan film berisikan tayangan sampah yang tidak bermanfaat.
Setelah dirinya mampu memilah, kebiasaan ini ditularkan kepada anaknya.
Mereka melakukan pemantauan terhadap kebiasaan menonton anak-anaknya.
Orang tua melakukan pendampingan, memilihkan acara yang bermutu,
menjelaskan apa yang mereka tonton, dan melakukan penjadwalan, kapan
anaknya boleh menonton dan kapan tidak. Pada tahap selanjutnya, orang tua
PUST4314/MODUL 6 6.5
Literasi media muncul dan mendorong kenyataan bahwa fungsi media lebih
dominan menghibur dan mengabaikan fungsi mendidik sehingga tidak semua isi
media bermanfaat bagi masyarakat. Banyak di antaranya yang tidak mendidik
dan hanya mengedepankan kepentingan bisnis. Literasi media bermaksud
membekali masyarakat dengan kemampuan untuk membedakan dan menilai isi
media secara kritis sehingga masyarakat diharapkan memanfaatkan isi media
sesuai dengan kepentingannya.
Memahami literasi media adalah mengajak menilai media yang terbit dalam
berbagai bentuk karena media tidaklah netral, melainkan menjadi ajang
kompetisi untuk kepentingan sosial, ekonomi, dan politik. Media sesungguhnya
bukan sekadar alat kontrol sosial dan cermin realita, melainkan berperan dalam
mengonstruksi realitas sosial secara subjektif. Literasi media diciptakan untuk
mendidik masyarakat guna memanfaatkan informasi yang tersimpan dalam
media agar mampu bersikap kritis dan bijak dalam menghadapi ledakan
informasi dan upaya media yang mulai mendominasi setiap aspek kehidupan
manusia.
Literasi media tidak cukup dengan menguasai informasi saja, tetapi harus
dilakukan dengan cara memberdayakan masyarakat lewat pendidikan literasi
media dan literasi informasi. Memberdayakan masyarakat dengan menempatkan
komputer di desa-desa, mengembangkan jaringan internet sampai tingkat RW,
6.10 Literasi Informasi
disampaikan dan dijual oleh isi media massa. Literasi media juga bertujuan
sebagai berikut.
1. Membatasi pilihan
Media telah diprogram untuk dipercayai masyarakat penggunanya bahwa
media menawarkan banyak pilihan, tetapi pilihan yang sangat terbatas.
Berarti, media telah memprogram pikiran masyarakat bahwa masyarakat
memiliki pilihan, tetapi pada kenyataannya tingkat pilihan sangat terbatas.
2. Memperkuat pengalaman
Masyarakat tetap akan memilih kembali jenis pesan yang sama karena
percaya bahwa mereka akan memiliki pengalaman yang memuaskan sekali,
seperti yang ada di masa lalu. Seiring berjalannya waktu, kebiasaan menjadi
kuat dan itu menjadi jauh lebih sulit untuk mencoba sesuatu yang baru.
3. Mengolah informasi
a. Menyaring pesan: membuat keputusan mengenai pesan mana yang
harus diabaikan dan yang untuk diperhatikan.
b. Arti pencocokan: menggunakan kompetensi dasar mengenali simbol-
simbol dan menemukan definisi untuk masing-masing.
c. Arti konstruksi: menggunakan keterampilan untuk bergerak melampaui
makna yang serasi dan membangun makna bagi diri sendiri untuk
mendapatkan lebih banyak pesan.
Secara umum, tujuan literasi media adalah memberi kita kontrol yang lebih
dalam menginterpretasi pesan. Tujuan dari literasi media adalah
memberdayakan individu-individu dalam mengontrol media pemrograman.
Istilah pemrograman dalam pengertian ini tidak bermaksud program televisi atau
media pesan. Seorang individu oleh dirinya sendiri tidak akan punya banyak
pengaruh mengubah bagaimana massa kerajinan media pesan mereka. Dengan
demikian, tujuan literasi media adalah menunjukkan kepada orang-orang
bagaimana mengalihkan kontrol dari media sendiri.
Teori literasi media adalah sumber daya penting untuk masyarakat luas
dalam memperluas pemahaman tentang bagaimana media memengaruhi
individu-individu dan masyarakat. Masyarakat merasa terbantu dalam upaya
6.12 Literasi Informasi
b. Menilai
Setelah mampu menganalisis, kompetensi berikutnya yang diperlukan
adalah membuat penilaian (evaluasi). Seseorang yang mampu menilai
artinya ia mampu menghubungkan informasi yang ada di media massa itu
dengan kondisi dirinya dan membuat penilaian mengenai keakuratan serta
kualitas relevansi informasi itu dengan dirinya: apakah informasi itu sangat
penting, biasa, atau basi. Tentu saja, kemampuan dalam menilai sebuah
6.16 Literasi Informasi
informasi itu dikemas dengan baik atau tidak adalah bagian dari
kompetensinya. Di sini, terjadi membandingkan norma dan nilai sosial
terhadap isi yang dihadapi dari media.
c. Pengelompokan
Kelompok merupakan salah satu konsep penting dalam sosiologi, tetapi
belum ada suatu kesepakatan mengenai definisi suatu kelompok. Namun,
ada suatu definisi kelompok yang lebih disenangi oleh para sosiolog yang
mengartikan istilah kelompok itu adalah kumpulan orang yang memiliki
kesadaran bersama akan keanggotaannya dan saling berinteraksi (Paul B
Horton). Apabila ada dua orang yang antre di toilet, hal itu tidak bisa
disebut suatu kelompok. Apabila orang tersebut melakukan suatu interaksi
dalam bentuk apa pun, bisa disebut sebagai kelompok. Manusia itu memang
spesial, tidak seperti makhluk Tuhan lainnya,misalnya bayi tidak bisa hidup
tanpa bantuan orang tuanya. Manusia itu mempunyai suatu akal, pikiran,
naluri, perasaan, hasrat, dan juga nafsu, tidak seperti burung yang terkurung
dalam sangkar.
Dalam berhubungan antarmanusia,manusia memiliki suatu hasrat, yaitu
hasrat untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya
(masyarakat) dan juga dengan lingkungan di sekitarnya. Untuk menghadapi
dan menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut, manusia
membutuhkan suatu pikiran, perasaan, dan kehendak. Jadi, pada dasarnya,
pengertian dari kelompok itu adalah kumpulan manusia yang memiliki
kesadaran bersama akan keanggotaannya dan saling berinteraksi. Semua itu
menimbulkan kelompok-kelompok sosial/sosial grup sehingga untuk
terbentuknya suatu kelompok tersebut, diperlukannya beberapa persyaratan
berikut.
1) Adanya kesadaran sebagai dari suatu kelompok:
a) memiliki suatu struktur, kaidah, serta pola perilaku yang sama;
b) mempunyai norma-norma yang mengatur hubungan di antara
anggotanya;
c) mempunyai kepentingan bersama;
d) adanya interaksi dan komunikasi di antara anggotanya.
2) Kedekatan
Pengaruh tingkat kedekatan atau kedekatan geografis terhadap
keterlibatan seseorang dalam sebuah kelompok tidak bisa diukur. Kita
membentuk kelompok bermain dengan orang-orang di sekitar kita.
Kita bergabung dengan kelompok kegiatan sosial lokal. Kelompok
tersusun atas individu-individu yang saling berinteraksi. Semakin dekat
jarak geografis antara dua orang, semakin mungkin mereka saling
melihat, berbicara, dan bersosialisasi. Singkatnya, kedekatan fisik
meningkatkan peluang interaksi dan bentuk kegiatan bersama yang
memungkinkan terbentuknya kelompok sosial. Jadi, kedekatan
menumbuhkan interaksi yang memainkan peranan penting terhadap
terbentuknya kelompok pertemanan.
3) Kesamaan
Pembentukan kelompok sosial tidak hanya tergantung pada kedekatan
fisik, tetapi juga kesamaan di antara anggota-anggotanya. Sudah
menjadi kebiasaan, orang lebih suka berhubungan dengan orang yang
memiliki kesamaan dengan dirinya. Kesamaan yang dimaksud adalah
kesamaan minat, kepercayaan, nilai, usia, tingkat inteligen, atau
karakter-karakter personal lain. Kesamaan juga merupakan faktor
utama dalam memilih calon pasangan untuk membentuk kelompok
sosial yang disebut keluarga.
d. Induksi
Induksi menekankan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan
berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah
pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum. Induksi
banyak digunakan oleh ilmu pengetahuan, utamanya ilmu pengetahuan
alam, yang dijalankan dengan cara observasi dan eksperimentasi. Jadi,
metode ini berdasarkan pada fakta-fakta yang dapat diuji kebenaran.
Induksi adalah sesuatu yang menyebabkan. Induktif erat kaitannya dengan
statistika sehingga penalaran deduktif erat dengan matematika, khususnya
matematika logika serta teori himpunan dan bilangan menggunakan prinsip-
6.18 Literasi Informasi
e. Deduction/deduksi
Deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa
umum yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini dan berakhir pada
suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat khusus. Metode ini
diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen,
dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala,
terlebih dahulu hal itu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala
tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Deduktif juga
seperti menarik kesimpulan khusus dari premis yang lebih umum. Jika
premis benar dan cara penarikan kesimpulannya sah, dapat dipastikan hasil
kesimpulannya benar.
f. Sintesis
Sintesis berasal dari bahasa Yunani, syn = tambah dan thesis = posisi, yang
biasanya berarti suatu integrasi dari dua atau lebih elemen yang ada dan
yang menghasilkan suatu hasil baru. Dialektik sintesis adalah hasil akhir
dari percobaan untuk menggabungkan antara tesis dan antitesis. Sintesis
merupakan adanya dua atau lebih gagasan-gagasan dipadukan ke dalam
gagasan yang baru. Itu artinya dapat digambarkan sebagai proses berpikir
pada saat terjadinya penemuan ilmiah, pemecahan masalah, dan penciptaan
sesuatu. Kegiatan tersebut bisa dalam bentuk eksplorasi, eksperimentasi,
kreativitas, ketekunan, kesabaran, rasa ingin tahu, dan kerja sama atau
kolaboratif. Perubahan paradigma pembelajaran di atas mempunyai
implikasi yang sangat besar karena akan menumbuhkan kebiasaan mental
untuk dapat berpikir secara produktif.
g. Abstracting/abstrak
Menciptakan representasi dari isi dokumen secara singkat, jelas, dan
gambaran tepat menangkap esensi dari pesan dalam sejumlah kecil kata-
kata daripada pesan itu sendiri. Abstrak yang mempunyai makna adalah
PUST4314/MODUL 6 6.19
sebuah paragraf yang mencakup atau ringkasan awal dari sebuah laporan
atau tulisan ilmiah. Abstrak adalah representasi dari isi dokumen yang
singkat dan tepat. Sementara itu, secara umum, abstrak merupakan bentuk
ringkas dari isi suatu dokumen yang terdiri atas bagian-bagian penting suatu
tulisan serta mendeskripsikan isi dan cakupan dari tulisan. Abstrak
berfungsi untuk menjelaskan secara singkat kepada pembaca apa yang
terdapat dalam suatu tulisan. Pada umumnya, abstrak diletakkan pada
bagian awal sebelum bab-bab penguraian. Abstrak adalah ringkasan singkat
dari artikel penelitian, tesis, review, lanjutan konferensi, atau setiap analisis
mendalam tentang topik tertentu atau suatu disiplin serta sering digunakan
untuk membantu pembaca dengan cepat maksud dan tujuan sebuah paper.
Swedia, media literacy berkembang sejak tahun 1980 dan di Denmark sejak
tahun 1970.
Literasi media adalah salah satu keterampilan yang harus dimiliki seseorang
dalam era globalisasi. Dikatakan demikian karena dalam era tersebut manusia
akan semakin sering bersinggungan dengan media. Baik itu untuk menambah
wawasan atau pengetahuan maupun hanya untuk sekadar sarana hiburan pelepas
penat. Ada berbagai hal yang disoroti dalam keterampilan literasi media ini,
mulai dari kesadaran individu atau masyarakat terhadap dampak media sampai
dengan bagaimana individu atau masyarakat memosisikan dan
mengapresiasikan media dalam kehidupannya sehari-hari.
Kehadiran ragam media yang mulai memadati segala bidang kehidupan
manusia ditanggapi positif oleh sebagian besar masyarakat. Namun, mereka pun
sadar bahwa kehadiran media juga tidak terlepas dari dampak negatifnya.
Mereka juga beranggapan, media memiliki peran strategis dalam proses
komunikasi, khususnya komunikasi massa. Ditarik kesimpulan demikian karena
hampir seluruh masyarakat menyatakan bahwa informasi yang terkandung
dalam media massa dapat membantu terjadinya komunikasi di antara
masyarakat dan media juga dapat membentuk suatu opini tertentu di tengah-
tengah masyarakat tentang berbagai hal. Seseorang yang memiliki keterampilan
literasi media tidak akan langsung memercayai sebuah berita sebelum memiliki
validasi dengan sumber lain. Yang biasa dilakukan adalah memilih media yang
diakui kredibilitasnya, melakukan validasi keakuratan berita dengan sumber
lain, dan akan selalu mencari kelengkapan suatu berita yang didengarnya dari
orang lain dalam suatu media massa. Apabila dibandingkan dengan ketiga hal
tersebut, hampir setengah dari masyarakat tidak melakukan validasi ulang
terhadap berita yang telah didapatnya.
Literasi media adalah salah satu keterampilan yang harus dimiliki seseorang
dalam era globalisasi. Dalam era tersebut, masyarakat akan semakin sering
bersinggungan dengan media untuk menambah wawasan dan pengetahuan atau
sekadar sebagai sarana hiburan. Keterampilan literasi media perlu dikuasai oleh
masyarakat mulai dari kesadaran masyarakat terhadap dampak media sampai
dengan bagaimana masyarakat memosisikan dan mengapresiasikan media dalam
kehidupannya sehari-hari.
Kehadiran ragam media yang mulai memadati segala bidang kehidupan
manusia ditanggapi positif oleh sebagian besar masyarakat. Walaupun mereka
pun sadar bahwa kehadiran media juga tidak terlepas dari dampak negatifnya.
Mereka juga beranggapan, media memiliki peran strategis dalam proses
6.22 Literasi Informasi
Media merupakan jamak dari kata medium yang dalam bahasa Latin disebut
antara. Medium berarti sesuatu yang menjadi perantara. Medium juga dapat
diartikan sesuatu yang membantu penyampaian pesan dari komunikator kepada
penerima pesan (komunikan). Sementara itu, istilah teknologi dipandang sebagai
produk dan proses. Teknologi sebagai produk berarti perangkat keras dan
perangkat lunak yang merupakan hasil aplikasi dari proses teknologi. Teknologi
sebagai proses diartikan sebagai aplikasi yang sistematis dari pengetahuan
ilmiah untuk melaksanakan tugas yang bersifat praktis. Istilah media teknologi
adalah perangkat lunak dan perangkat keras yang memproduk teknologi dan
dapat digunakan sebagai perantara dalam pengiriman informasi dan
pengetahuan.
Definisi medium merupakan sesuatu yang membawa informasi antara
sumber dan penerima informasi. Media dalam konteks kegiatan belajar
mengajar dinyatakan sebagai teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar
mengajar. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan oleh Oemar Hamalik (1989). Ia
mendefinisi media sebagai teknik yang digunakan dalam rangka lebih
mengefektifkan dan interaksi antarpengajar dan peserta didik dalam proses
pendidikan dan pengajaran di sekolah. Sebagai perantara media, hal itu dapat
mewakili pengajar dalam menyampaikan pesan kepada peserta didik dan
sebagai contoh Anda membaca buku maka mediumnya, yaitu buku, karena
penulis ingin menyampaikan pesan atau informasi melalui sebuah buku. Jika
Anda melihat video, penulis naskah sebagai pengirim pesan atau informasi yang
ditransmisikan melalui medium video.
PUST4314/MODUL 6 6.23
media itu sendiri. Revolusi dalam kehidupan umat manusia digerakkan dengan
cepat oleh revolusi dalam teknologi media.
Teknologi komunikasi pada hakikatnya didorong oleh kebutuhan untuk
gerak atau transfer pesan untuk mengatasi ruang dan waktu. Selain itu
perkembangan media komunikasi dapat digolongkan berdasarkan perbedaan
pengaruh fisik teknologi dan pesan yang digunakan. Masing-masing medium di
atas dikenali sesuai dengan inventori teknologi dan perkembangan
penggunaannya dalam masyarakat. Sebagai suatu penemuan, kemunculan satu
medium, bukan berarti menggantikan medium berikutnya.
Proses belajar mengajar dalam pelaksanaannya membutuhkan berbagai
sarana dan prasarana dengan harapan proses pembelajaran dapat mencapai
tujuan bersama yang ingin dicapai. Salah satu sarana untuk menciptakan proses
belajar mengajar yang berkualitas di sekolah adalah. Perpustakaan bukan hanya
merupakan unit kerja yang menyediakan bacaan guna menambah pengetahuan
dan wawasan bagi peserta didik, tapi juga merupakan bagian yang integral
dalam proses pembelajaran. Penyelenggaraan perpustakaan harus sejalan dengan
visi dan misi masing-masing lembaga. Perpustakaan sebaiknya mengadakan
bahan bacaan bermutu yang sesuai dengan kurikulum, menyelenggarakan
kegiatan yang berkaitan dengan bidang studi, dan kegiatan penunjang lain,
pembinaan minat baca, kelompok belajar mandiri, pelatihan literasi informasi,
dan sebagainya.
Perpustakaan sebagai salah satu sarana pendidikan bahkan terkenal dengan
jantungnya pendidikan, yang secara langsung maupun tidak langsung turut
berperan serta dalam proses pembentukan manusia berkualitas. Perpustakaan
perlu mendapat penanganan yang optimal agar bisa berfungsi maksimal. Di
Indonesia, khususnya di perpustakaan yang ada belum sepenuhnya difungsikan
secara optimal. Bahkan sebagian sekolah hanya menempatkan perpustakaan
sebagai sarana birokrasi, berfungsi penilaian kinerja sekolah atau akreditasi.
Bahkan akhir-akhir ini, terkait dengan program sertifikasi pengajar, ada
beberapa sekolah yang menempatkan bapak/ibu pengajar sebagai koordinator
atau kepala perpustakaan. Alasannya, agar bapak ibu pengajar tersebut dapat
memenuhi persyaratan mengajar 24 jam untuk kepentingan sertifikasi. Padahal
bapak ibu pengajar tersebut belum tentu menguasai mau mengembangkan
perpustakaan, karena memang bukan pustakawan. Maka perlu dicarikan solusi
agar pengajar yang ditempatkan di perpustakaan dengan pustakawan dapat
berlokasi membangun pendidikan yang berkualitas.
PUST4314/MODUL 6 6.25
pemahaman tentang isi bahan ajar akademis di tingkat yang jauh lebih tinggi
dengan memadukan tema lintas disiplin menjadi sumber informasi inti:
1. kesadaran global;
2. keuangan, ekonomi, bisnis, dan melek wirausaha;
3. literasi civic;
4. literasi kesehatan;
5. literasi lingkungan.
5. Media Literasi
a. Menganalisis media
1) Memahami bagaimana dan mengapa pesan media yang dibangun serta
untuk tujuan apa.
2) Perhatikan bagaimana individu menginterpretasikan pesan yang
berbeda, bagaimana nilai-nilai dan sudut pandang yang disertakan atau
dikecualikan, serta bagaimana media dapat memengaruhi keyakinan
dan perilaku.
3) Terapkan pemahaman mendasar tentang isu-isu etis/hukum seputar
akses dan penggunaan media.
b. Buat media produk
1) Memahami dan memanfaatkan media yang paling tepat pembuatan
alat, karakteristik, dan konvensi.
2) Memahami dan efektif memanfaatkan ekspresi dan interpretasi yang
paling tepat dalam beragam lingkungan multibudaya.
7. Keterampilan Profesional
Kehidupan hari ini dan lingkungan kerja membutuhkan jauh lebih banyak
kemampuan berpikir dan konten pengetahuan. Kemampuan untuk menavigasi
kehidupan yang kompleks dan lingkungan kerja di era informasi global yang
kompetitif menuntut peserta didik untuk memperhatikan secara ketat serta untuk
mengembangkan kehidupan yang memadai dan keterampilan karier. Untuk itu,
diperlukan proses adaptasi yang fleksibel agar mampu menyelesaikan semua
permasalahan yang dihadapi dalam pendidikan, kerja, dan kehidupan sehari-
hari. Fleksibilitas dan adaptasi yang dimaksud sebagai berikut.
a. Beradaptasi terhadap perubahan
1) Beradaptasi dengan peran bervariasi dan tanggung jawab pekerjaan.
2) Bekerja secara efektif dalam iklim ambiguitas dan perubahan prioritas.
b. Jadilah fleksibel
1) Memasukkan umpan balik secara efektif.
2) Menangani pujian kemunduran dan kritik dengan positif.
3) Memahami, bernegosiasi, serta menyeimbangkan berbagai pandangan
dan keyakinan untuk mencapai solusi yang terbaik, khususnya di
lingkungan multibudaya.
yang dianggap buta aksara di media dan informasi karena berbagai alasan.
Mereka mungkin tidak melihat nilai media dan literasi informasi di kelas,
sedangkan lainnya tidak menyadari munculnya bentuk baru informasi. Pendidik
perlu memperkenalkan literasi media informasi kepada para peserta didik ini
untuk membantu mereka menjadi literasi media dan informasi. Sangat sedikit
perubahan akan dilakukan jika pendidik tidak mendukung literasi informasi dan
media di kelas.
Standar dasar kinerja untuk mendukung mereka dan alat untuk
menerapkannya sudah tersedia. Sukses akan datang ketika ada implementasi
penuh dan ditetapkan akses yang adil. Visi dan tujuan yang berfokus pada
tindakan strategis dengan hasil yang terukur juga diperlukan. Ketika staf dan
masyarakat bekerja sama mengidentifikasi dan mengklarifikasi nilai-nilai,
keyakinan, asumsi, dan persepsi tentang apa yang mereka ingin anak-anak
ketahui dan dapat lakukan, langkah penting berikutnya akan menemukan nilai-
nilai dan harapan yang akan dicapai (Lambert, 1998: 6). Menggunakan kapasitas
alat untuk menilai literasi media informasi akan memungkinkan peserta didik,
staf, dan masyarakat untuk merefleksikan seberapa baik peserta didik memenuhi
kebutuhan belajar yang terkait dengan teknologi.
Standar kinerja literasi media informasi memungkinkan pengumpulan data
dan analisis untuk bukti bahwa kebutuhan pembelajaran peserta didik terpenuhi.
Setelah menilai literasi media informasi peserta didik, tiga pertanyaan dapat
ditanyakan sebagai berikut.
1. Apa setiap peserta didik harus belajar?
2. Bagaimana seseorang mengetahui apakah peserta didik telah memenuhi
kapasitas?
3. Bagaimana seseorang merespons ketika peserta didik mengalami kesulitan
dalam belajar?
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
4) Masyarakat pada masa yang akan datang serta yang tinggal dalam
lingkungan teknologi dan lingkungan media diliputi dan ditandai dengan
berbagai karakteristik berikut, kecuali ....
A. akses ke banyak informasi
B. perubahan yang cepat dalam alat-alat teknologi
C. sebagai wahana belajar sepanjang hayat
D. kemampuan untuk berkolaborasi dan membuat kontribusi individu
pada skala belum pernah terjadi sebelumnya
5) Ada tiga macam bentuk mikro yang sering menjadi koleksi perpustakaan,
yaitu ....
A. mikrofilm: bentuk mikro dalam gulungan film serta ada beberapa
ukuran film, yaitu 16 mm dan 35 mm
B. mikrofis: bentuk mikro dalam lembaran film dengan ukuran 105 mm x
148 mm (standar) dan 75 mm x 125 mm
C. microopaque: bentuk mikro saat informasinya dicetak ke dalam kertas
yang mengilat, tidak tembus cahaya, dan ukurannya sebesar mikrofis
D. koleksi digital
Kegiatan Belajar 2
lama karena setelah ucapan itu selesai, informasi yang berada di tangan si
penerima itu akan dilupakan dan tidak bisa disimpan lama. Selain itu, jangkauan
suara juga terbatas.
Setelah itu, teknologi penyampaian informasi berkembang melalui gambar.
Dengan gambar, jangkauan informasi bisa lebih jauh. Gambar ini bisa dibawa-
bawa dan disampaikan kepada orang lain. Selain itu, informasi yang ada akan
bertahan lebih lama. Beberapa gambar peninggalan zaman purba masih ada
sampai sekarang sehingga manusia sekarang dapat (mencoba) memahami
informasi yang ingin disampaikan pembuatnya.
Ditemukannya alfabet dan angka arab memudahkan cara penyampaian
informasi yang lebih efisien dari cara yang sebelumnya. Suatu gambar yang
mewakili suatu peristiwa dibuat dengan kombinasi alfabet atau dengan
penulisan angka, seperti MCMXLIII diganti dengan 1943. Teknologi dengan
alfabet ini memudahkan penulisan informasi itu. Kemudian, teknologi
percetakan memungkinkan pengiriman informasi lebih cepat lagi. Teknologi
elektronik, seperti radio, televisi, dan komputer, mengakibatkan informasi
menjadi lebih cepat tersebar di area yang lebih luas dan lebih lama tersimpan.
TI adalah bidang pengelolaan teknologi dan mencakup berbagai bidang,
tetapi tidak terbatas pada hal-hal, seperti proses, perangkat lunak komputer,
sistem informasi, perangkat keras komputer, bahasa program, dan data
konstruksi. Singkatnya, apa yang membuat data, informasi, atau pengetahuan
yang dirasakan dalam format visual apa pun melalui setiap mekanisme distribusi
multimedia yang dianggap bagian dari TI. TI menyediakan bisnis dengan empat
set layanan inti untuk membantu menjalankan strategi bisnis: proses bisnis
otomatisasi, memberikan informasi, serta menghubungkan dengan pelanggan,
dan alat-alat produktivitas.
TI melakukan berbagai fungsi (TI disiplin/kompetensi) dari menginstal
aplikasi untuk merancang jaringan komputer dan database informasi. Beberapa
tugas yang TI lakukan mungkin termasuk manajemen data, jaringan, rekayasa
perangkat keras komputer, database dan desain perangkat lunak, serta
manajemen dan administrasi sistem secara keseluruhan. Teknologi informasi
mulai menyebar lebih jauh dari konvensional komputer pribadi dan teknologi
jaringan serta lebih ke dalam integrasi teknologi lain, seperti penggunaan
ponsel, televisi, mobil, dan banyak lagi, yang meningkatkan permintaan untuk
pekerjaan.
Di masa lalu, para dewan akreditasi untuk engineering dan teknologi serta
asosiasi mesin komputasi telah bekerja sama untuk membentuk akreditasi dan
6.44 Literasi Informasi
2. Keamanan Informasi
Keamanan informasi mengacu melindungi informasi dan sistem informasi
dari akses yang tidak sah, pengungkapan penggunaan, gangguan, atau
perusakan modifikasi. Tujuan dari keamanan informasi itu termasuk
melindungi kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi.
Semua organisasi, termasuk pemerintah, militer, lembaga keuangan, rumah
sakit, dan bisnis swasta, mengumpulkan dan menyimpan banyak informasi
rahasia tentang karyawan mereka, pelanggan, produk, penelitian, dan
operasi keuangan. Sebagian besar informasi ini dikumpulkan, diproses, dan
disimpan pada elektronik dan dikirimkan melalui jaringan ke komputer lain.
Melindungi informasi rahasia adalah kebutuhan bisnis dan dalam banyak
kasus juga merupakan persyaratan etis dan hukum. Untuk individu,
keamanan informasi memiliki efek yang signifikan pada privasi dan
pencurian identitas.
Bidang keamanan informasi telah tumbuh secara signifikan dalam beberapa
tahun terakhir. Ada banyak daerah untuk spesialisasi, termasuk audit sistem
informasi, perencanaan bisnis continuity, dan digital forensik ilmu. Ada
juga sertifikasi keamanan informasi spesifik teknis yang dapat membantu
memulai di bidang ini. Informasi lebih lanjut tentang keamanan informasi
dan industri teknologi informasi dapat ditemukan di
a. sertifikasi keamanan informasi;
b. keamanan informasi asosiasi;
c. semua tentang teknologi informasi;
d. teknologi informasi publikasi.
3. IT Governance
IT governance atau pemerintahan teknologi informasi adalah bagian dari
corporate governance berfokus pada teknologi informasi (TI) kinerja
sistem dan manajemen risiko. Ada minat berkelanjutan dalam tata kelola TI
6.46 Literasi Informasi
berada di tangan penerima itu akan dilupakan dan tidak bisa disimpan lama.
Selain itu, juga dipengaruhi oleh terbatasnya jangkauan suara.
Setelah itu, teknologi penyampaian informasi berkembang melalui gambar.
Dengan gambar, jangkauan informasi bisa lebih jauh. Gambar ini bisa dibawa-
bawa dan disampaikan kepada orang lain. Selain itu, informasi yang ada akan
bertahan lebih lama. Beberapa gambar peninggalan zaman purba masih ada
sampai sekarang sehingga manusia sekarang dapat memahami informasi yang
ingin disampaikan pembuatnya pada zamannya.
teknologi informasi yang tercakup dalam ruang lingkup sistem informasi secara
umum dapat diklasifikasikan menjadi empat bidang utama:
1. library housekeeping (pengelolaan perpustakaan);
2. information retrieval (temu kembali informasi);
3. general purpose software (perangkat lunak untuk berbagai macam
keperluan);
4. library networking (jaringan kerja sama perpustakaan).
masih dianggap sebagai mesin ketik sehingga katalog yang disajikan pun
masih berupa katalog kartu.
2. Generasi II: sistem yang dijalankan pada automasi perpustakaan generasi I,
kemudian ditambahkan sistem katalog dengan menggunakan teknologi
informasi yang kemudian dikenal dengan OPAC. Pada generasi ini, banyak
perpustakaan yang menggunakan dua jenis eakil dokumen, yaitu berupa
kartu katalog dan katalog dalam sistem teknologi informasi (OPAC).
3. Generasi III: pengembangan dan pemasangan sistem automasi perpustakaan
yang terintegrasi, termasuk OPAC, mulai dilakukan oleh perpustakaan dan
pustakawan. Sistem ini tidak termasuk pengadaan bahan pustaka yang
masih menggunakan komputer stand alone atau tidak tersambung dengan
jaringan.
4. Generasi IV: sistem yang dibangun pada generasi III ditambah dengan
sistem yang tersambung dalam jaringan komputer dan beberapa mulai
merambah tersambung dalam jaringan intranet dan internet.
5. Generasi V: sistem yang dibangun pada generasi IV kemudian ditambah
atau disajikan dalam online yang kemudian akan menjadi embrio bagi
sistem perpustakaan digital.
1. Information Retrieval
Sistem temu kembali informasi secara elektronis pertama kali digunakan
untuk pencarian data lokal yang dilakukan dengan menggunakan katalog.
Kemudian, dengan adanya kemajuan teknologi informasi, temu kembali
informasi atau yang dikenal dengan penelusuran informasi juga mengalami
kemajuan, yaitu dengan penggunaan sarana-sarana elektronis.
Ada tiga macam sarana dalam penelusuran informasi atau temu kembali
informasi secara elektronis:
a. menggunakan pangkalan data lokal;
b. menggunakan CD-ROM;
c. menggunakan jaringan wide area network atau yang banyak dikenal melalui
internet.
6.50 Literasi Informasi
2. Library Networking
Istilah library networking mempunyai cakupan yang luas, tetapi biasanya
meliputi hal berikut.
a. Kerja sama antarperpustakaan atau jaringan informasi antarlembaga-
lembaga yang bergerak di bidang informasi yang sama atau relevan. Selain
itu, terdapat pengaitan komputer perpustakaan atau lembaga informasi
(pusdokinfo) dengan lembaga lainnya dalam institusi untuk membentuk
LAN (local area network).
b. Pengaitan komputer lembaga pusdokinfo ke komputer lain yang jauh
jaraknya untuk membentuk wide area network .
LAN dan WAN adalah jenis-jenis jaringan yang digunakan untuk automasi
perpustakaan yang dilihat dari lingkup geografisnya. LAN adalah suatu jaringan
komputer dengan daerah kerja relatif kecil dan dalam satu lokal. Sementara itu,
WAN adalah jaringan komputer yang daerah kerjanya mencakup radius
antarkota, antarpulau, dan bahkan antarbenua. Sebenarnya, masih ada jenis lain,
yaitu metropolitat area network (MAN ) dengan daerah kerja antara 30 sampai
50 km yang merupakan alternatif pilihan untuk membangun jaringan komputer
kantor-kantor dalam satu kota.
dekat (proximity) dan bekerja pada frekuensi UHF (ultra high frequency)
untuk aplikasi jarak jauh (vicinity).
Saat ini, sudah mulai dikembangkan RFID untuk digunakan sebagai
layanan di perpustakaan. Cukup dengan meletakkan pad, buku yang akan
dipinjam akan terdeteksi secara otomatis. Implementasi RFID di Indonesia,
khususnya dalam bidang perpustakaan, masih tergolong baru. RFID
memberikan keunggulan yang signifikan apabila dibandingkan dengan
teknologi barcode atau tag antitheft (pencurian). Keunggulan utama ada
pada meningkatnya kualitas pelayanan serta penghematan biaya operasional
tenaga petugas perpustakaan. Suatu sistem RFID secara utuh terdiri atas
komponen berikut.
a. Tag RFID dapat berupa stiker, kertas, atau plastik dengan beragam
ukuran. Di dalam setiap tag, terdapat chip yang mampu menyimpan
sejumlah informasi tertentu.
b. Terminal reader RFID terdiri atas RFID-reader dan antena yang akan
memengaruhi jarak optimal identifikasi. Terminal RFID akan
membaca atau mengubah informasi yang tersimpan dalam tag melalui
frekuensi radio.
3. Automasi perpustakaan
Saat ini sudah banyak perpustakaan yang menggunakan teknologi informasi
dengan cara automasi perpustakaan. Automasi perpustakaan adalah
pemanfaatan komputer untuk pengelolaan perpustakaan yang menyangkut
pengadaan bahan pustaka, pengolahan, dan pelayanan.
Dengan adanya automasi perpustakaan, semua pekerjaan pustakawan akan
semakin cepat dan efisien sehingga dapat meningkatkan kualitas layanan
perpustakaan bagi para anggota perpustakaan.
Selain adanya perangkat keras berupa komputer yang dapat membantu
pekerjaan menjadi cepat, diperlukan juga perangkat lunak, aplikasi software
perpustakaan yang fungsinya mempermudah kegiatan administrasi
perpustakaan. Administrasi yang dimaksud adalah kegiatan pemesanan
bahan pustaka, pengolahan bahan pustaka, peminjaman, pengembalian,
penyiangan, manajemen anggota, pencetakan barcode, serta pembuatan
laporan.
2. pemakai dapat berbagi ilmu dengan pengajar lain dengan cara mengirimkan
karyanya berupa bahan belajar berbasis web;
3. sebagai sarana komunikasi dan kolaborasi antarsekolah;
4. pemakai dapat berkomunikasi serta berbagi ide dan pengalaman dengan
sesama pemakai;
5. pemakai dapat berkomunikasi, berbagi ide dan pengalaman dengan sesama
pemakai, serta memanfaatkan fasilitas forum (melalui e-mail, mailist, atau
chatting).
Media baru muncul pada akhir abad ke-20 yang mencakup peleburan media
tradisional, seperti film, gambar, musik, lisan, dan tertulis, dengan kekuatan
interaktif dari komputer dan teknologi komunikasi. Media baru memberikan
kemudahan akses ke konten informasi kapan saja, di mana saja, pada setiap
perangkat digital, serta masukan dari pengguna yang interaktif, kreatif, dan
pembentukan partisipasi masyarakat. Yang membedakan media baru dari media
tradisional bukan digitalisasi konten media ke bit, kecuali kehidupan dinamis
dari konten baru media dan hubungan interaktif dengan konsumen media. Janji
penting dari new media adalah demokratisasi dari penciptaan, penerbitan,
distribusi, dan konsumsi isi media. Munculnya media baru telah meningkatkan
komunikasi antara orang di seluruh dunia dan internet. Hal ini memungkinkan
orang untuk mengekspresikan diri melalui internet dengan mengekspresikan diri
melalui media digital, seperti blog, web, media sosial, dan media digital lainnya.
Media baru sangat membantu masyarakat dalam mendapatkan banyak
informasi. Media baru tidak mengenal batas jarak, waktu, dan tempat untuk
sampai kepada masyarakat pemakainya. Media baru mendekatkan orang yang
saling berjauhan melalui informasi yang mereka presentasikan dalam jaringan
global internet. Hal itu dapat membantu kita dalam berkomunikasi dengan cepat.
Perpustakaan merupakan upaya untuk memelihara dan meningkatkan
efisiensi dan efektivitas proses belajar-mengajar. Perpustakaan yang
terorganisasi secara baik dan sistematis serta secara langsung ataupun tidak
langsung dapat memberikan kemudahan bagi proses belajar mengajar di sekolah
tempat perpustakaan tersebut berada. Hal ini terkait dengan kemajuan bidang
pendidikan dan dengan adanya perbaikan metode belajar-mengajar yang
dirasakan tidak bisa dipisahkan dari masalah penyediaan fasilitas dan sarana
pendidikan seperti berikut.
6.56 Literasi Informasi
1. E-Learning
Teknologi informasi meliputi internet, buku elektronik, jejaring sosial, dan
sebagainya. Kita semua tentu mengenal internet, salah satu pemanfaatan
internet dalam pembelajaran adalah sebagai e-Learning. E-Learning
meliputi pembelajaran pada semua tingkatan, baik formal maupun
nonformal, yang menggunakan jaringan komputer (intranet ataupun
ekstranet) untuk pengantaran bahan ajar, interaksi, dan fasilitasi. Untuk
pembelajaran yang sebagian prosesnya berlangsung dengan bantuan
jaringan internet sering disebut sebagai online learning.
2. E-Book
Buku elektronik atau e-book adalah suatu cara yang memanfaatkan
komputer untuk menayangkan informasi dalam bentuk yang ringkas dan
dinamis. Dalam sebuah e-book dapat diintegrasikan tayangan suara, grafik,
gambar, animasi, ataupun movie sehingga informasi yang disajikan lebih
kaya dibandingkan dengan buku konvensional. Jenis e-book paling
sederhana adalah yang sekadar memindahkan buku konvensional menjadi
bentuk elektronik yang ditayangkan oleh komputer. Dengan teknologi ini,
ratusan buku dapat disimpan dalam satu keping CD (compact disc), DVD,
ataupun flashdisc.
4. Business intelligence
Business intelligence (BI) adalah cara saat kita menyimpan dan
menggunakan informasi. Ini mencakup teknologi, aplikasi, dan sarana
untuk mengumpulkan, mengintegrasikan, serta menganalisis data dan
presentasi. Selain menggunakan data yang telah disimpan dalam sebuah
gudang data, aplikasi perangkat lunak dapat menggunakan data ini untuk
melaporkan informasi masa lalu serta memprediksi informasi masa depan,
termasuk tren, ancaman, peluang, dan pola. Beberapa sistem perusahaan
yang dapat mengelola informasi tentang semua fungsi dan sistem bisnis
serta yang dijual dan dilaksanakan oleh Oracle, SAP, IBM, dan Hewlett
Packard (HP). Perusahaan sering kali perlu ke dalam sistem ini untuk
membantu pelaksanaan dan penggunaan terus-menerus sistem yang cukup
kompleks.
5. Linux
Linux adalah sistem operasi komputer (atau OS) yang menggunakan kernel
Linux. Linux dimulai sebagai sebuah sistem komputer pribadi yang
digunakan oleh individu dan sejak itu mendapat dukungan dari beberapa
perusahaan besar, seperti Sun Microsystems, HP, dan IBM. Sekarang,
Linux digunakan, terutama sebagai sistem operasi server, dengan beberapa
organisasi besar yang menggunakan versi perusahaan untuk desktop. Linux
adalah contoh utama dari pengembangan sumber terbuka yang berarti kode
sumber tersedia secara bebas bagi siapa saja dan untuk digunakan.
Linus Torvalds, yang waktu itu mahasiswa di University of Helsinki,
Finlandia, mengembangkan Linux pada tahun 1991. Dia merilis secara
gratis di internet. Karena jangkauan yang jauh dari Perangkat Lunak Bebas
Foundation (FSF) dan proyek GNU, popularitas Linux meningkat pesat
dengan utilitas yang dikembangkan dan dirilis untuk online gratis. Sebuah
versi komersial Unix dirilis oleh RedHat pada awal 1990-an
(menggabungkan OS dengan dukungan teknis dan dokumentasi) serta
popularitas dari Linux terus meroket.
Sebuah sistem yang disebut Unix hanya jika sesuai sepenuhnya dengan
(dan disertifikasi oleh) Standard Unix Spesification (SUS). Sistem serupa
tidak mematuhi sepenuhnya atau tidak bersertifikat, seperti sistem operasi
Linux.
PUST4314/MODUL 6 6.59
6. Unix
Unix adalah sebuah sistem operasi komputer (atau OS) paling sering
digunakan di server dan workstation. Unix awalnya dirilis oleh Bell Labs
untuk pemerintah dan lembaga pendidikan. Popularitas ini menyebabkan
adaptasi Unix mulai di lakukan perusahaan-perusahaan. Akibatnya, Unix
membantu bahan bakar pertumbuhan internet pada 1990-an.
Unix awalnya dikembangkan pada tahun 1960 dan 1970-an oleh
sekelompok karyawan AT & T di Bell Labs. Sistem Unix dibagi menjadi
berbagai cabang yang telah dikembangkan dari waktu ke waktu oleh AT &
T serta oleh vendor komersial dan organisasi nonprofit. Banyak variasi
(biasanya disebut ―rasa‖) dari Unix dan Unix-like sistem operasi yang
dirilis selama booming dot com tahun 1990-an.
Sebuah sistem yang disebut UNIX hanya jika sesuai sepenuhnya dengan
(dan disertifikasi oleh) Tunggal Unix Spesifikasi (SUS) standar. Sistem
serupa yang tidak mematuhi sepenuhnya atau tidak bersertifikat disebut
―Unix seperti‖ sistem operasi. Contoh populer Unix-seperti sistem termasuk
Linux dan Xenix.
7. Manajemen proyek
Sebuah project manager bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya
proyek-proyek besar. Untuk Karier Tech, itu bisa berarti mengelola proyek
pengembangan perangkat lunak besar, proyek-proyek jaringan, TI instalasi
atau konversi, serta fungsi lain saat bisnis dan teknologi perlu dikelola dan
sumber daya harus dikoordinasikan.
Manajer proyek bertanggung jawab untuk memastikan proyek selesai dalam
satu set tertentu dari pembatasan. Pembatasan ini biasanya melibatkan
waktu, uang, orang, dan material. Manajer proyek biasanya menggunakan
perangkat lunak manajemen proyek untuk membantu melacak sumber daya
dan deliverable proyek (atau output). Perangkat lunak ini membantu
dokumen proyek tujuan, status, garis waktu, dan hasil yang diharapkan.
Saat ini produk perangkat lunak populer manajemen proyek meliputi:
a. Microsoft Project;
b. 24Seven Kantor;
c. OmniPlan;
d. AtTask.
6.60 Literasi Informasi
8. Hypermedia
Sebuah platform perangkat lunak komputer yang memungkinkan
berkomunikasi melalui nonlinier, teks multimedia. Artinya, ada beberapa
cara untuk menavigasinya melalui teks. Tidak seperti buku tradisional, yaitu
teks secara alami mengalir dari halaman ke halaman , di hypertext pembaca
dapat meloncat atau membaca dari setiap HyperCard (situs web atau
tampilan layar) untuk setiap kartu lain yang merupakan bagian dari
hiperteks secara keseluruhan dan terdiri atas berbagai kartu. Dari kartu satu,
dapat diakses kartu terkait lainnya. Multimedia berarti hypertext akan
meliputi berbagai sistem tanda atau media komunikasi. Ini mungkin
termasuk bentuk-bentuk tradisional teks tertulis yang terdiri atas kolom
teks, suara, video, grafik, scan gambar, animasi, dan bentuk media lainnya
yang dapat diletakkan pada HyperCard itu.
Karena sifat dari hypermedia, dokumen cenderung panjang serta terkait
dengan beberapa dokumen lain dan disusun oleh berbagai penulis.
Hypermedia adalah platform dari world wide web serta jelas bahwa sudah
memainkan peran penting dalam cara kita berkomunikasi dan melakukan
pekerjaan. Mari kita menggunakan world wide web sebagai contoh
hypermedia. Anda menggunakan mesin pencari dan menemukan situs web
yang menarik, misalnya Sky. Akan ada berbagai grafik, gambar visual, klip
video, dan teks bagi Anda untuk ―membaca‖. Juga, akan ada hotlink ke
situs lain dengan informasi terkait yang mungkin disusun oleh penulis lain.
Dengan mengklik pada hotlink, dapat dilanjutkan langsung ke situs lain,
seperti tentang skateboard, sepatu roda, olahraga ekstrem lainnya, atau
topik terkait lainnya. Bahkan, web sendiri dapat dilihat sebagai satu teks
yang terdiri atas komposisi oleh beberapa penulis yang telah terhubung
kreasinya dalam berbagai cara. Search engine akan membantu menavigasi
teks-teks.
Melihat pentingnya hypertext sebagai bentuk komunikasi saat ini, hal itu
menjadi semakin penting di masa depan, bahkan televisi kita akan
terhubung ke web serta bekerja lebih, lebih personal, dan profesional yang
akan dilakukan melalui internet. Hypermedia digunakan sebagai
perpanjangan logis dari istilah hypertext, yaitu saat grafik, audio, video,
teks biasa, dan hyperlink terjalin untuk menciptakan nonlinear media
informasi. Hal ini kontras dengan istilah luas dari multimedia, yang dapat
digunakan untuk menggambarkan presentasi linier noninteraktif serta
hypermedia. Hal ini juga terkait dengan bidang literatur elektronik. Istilah
PUST4314/MODUL 6 6.61
ini pertama kali digunakan dalam sebuah artikel tahun 1965 oleh Ted
Nelson.
World wide web adalah contoh klasik dari hypermedia, sedangkan
noninteraktif bioskop presentasi adalah contoh dari multimedia standar
karena tidak adanya hyperlink Atkinson HyperCard dipopulerkan
hypermedia, sedangkan berbagai hypertext literatur serta hypertext karya
fiksi dan nonfiksi menunjukkan janji link. Hypermedia yang paling modern
disampaikan melalui halaman elektronik dari berbagai sistem, termasuk
media player, web browser, dan aplikasi yang berdiri sendiri (yaitu
perangkat lunak yang tidak memerlukan akses jaringan). Audio hypermedia
muncul dengan perangkat perintah suara dan penjelajahan suara.
Sementara itu, keterampilan spesifik yang penting bagi peserta didik dalam
belajar memberikan model pendekatan yang memadai bagi peserta untuk
mentransfer dan menerapkan keterampilan dari situasi ke situasi. Untuk itu,
perlu dibangun sebuah kurikulum yang mendorong peserta didik memperoleh
pembelajaran tentang bagaimana menggunakan komputer. Peserta didik dapat
belajar keterampilan dan alat-alat yang cocok untuk memecahkan masalah dan
menyelesaikan tugas. Peserta didik perlu memahaminya secara fleksibel, kreatif,
serta sengaja menggunakan komputer dan teknologi lainnya. Semua peserta
didik harus mampu mengenali apa yang mereka butuhkan untuk mencapai,
menentukan apakah komputer akan membantu mereka, dan kemudian dapat
menggunakan komputer sebagai bagian dari proses menyelesaikan tugas.
Keterampilan individu menggunakan komputer bermakna baru ketika
terintegrasi dalam berbagai jenis informasi untuk proses pemecahan masalah.
Peserta didik mengembangkan literasi teknologi informasi karena mereka telah
benar-benar menerapkan keterampilan berbagai teknologi informasi sebagai
bagian dari proses pembelajaran.
Keterampilan teknologi informasi untuk pemecahan masalah informasi
menunjukkan bagaimana keterampilan literasi teknologi dapat sesuai dalam
konteks keterampilan literasi informasi. Keterampilan berbagai teknologi
diadaptasi dari masyarakat internasional untuk teknologi dalam standar nasional
pendidikan teknologi informasi untuk pendidikan dan sekolah yang telah literasi
informasi. Pedoman kurikulum yang dibuat secara autentik diharapkan
6.64 Literasi Informasi
Kompetensi dasar yang dimaksud dan harus dikuasai oleh peserta didik
pada dasarnya terbagi menjadi dua seperti berikut.
1. Pengetahuan tentang perangkat keras
a. Memahami komponen perangkat keras komputer dasar dan
terminologi.
b. Memahami konsep dan fungsi dasar dari sistem operasi Windows atau
Macintos, Linux, dan Unix.
c. Menjalankan operasi dasar penggunaan teknologi komputer, seperti
1) start up, login, dan mematikan sistem komputer dengan benar;
2) menggunakan perangkat mouse dan keyboard;
3) menggunakan bantuan dan tahu bagaimana memecahkan masalah
rutin;
4) mengidentifikasi dan menggunakan ikon (folder, file, aplikasi, dan
shortcut);
5) minimalkan, memaksimalkan, dan memindahkan jendela;
6) memeriksa berapa banyak ruang yang tersisa pada drive atau
perangkat penyimpanan lainnya;
7) back up file;
8) memahami dan mengelola struktur file dari sebuah komputer;
9) memeriksa dan menginstal update sistem operasi.
d. Mengetahui jenis umum ekstensi file (misalnya doc, pdf, html, jpg, gif,
xls, ppt, rtf, txt, exe).
e. Download dan instal perangkat lunak pada hard disc.
4. Keterampilan internet
a. Mengatur koneksi internet dan terhubung ke internet.
b. Memiliki pengetahuan kerja world wide web dan fungsi, termasuk
navigasi situs dasar, mencari, serta menginstal dan upgrade browser
web.
c. Gunakan browser secara efektif, termasuk bookmark, sejarah, toolbar,
serta tombol depan dan belakang.
d. Gunakan mesin pencari dan direktori untuk menemukan informasi di
web.
e. Download file dan gambar dari halaman web.
f. Memahami dan menavigasi struktur hyperlink dari web.
5. Memindahkan file
a. Memahami tujuan dari file transfer protocol aman (SFTP) dan secure
copy protocol (SCP).
b. Log in dan menghubungkan ke server jauh dengan menggunakan klien
Secure Shell (SSH).
c. Transfer file dengan meng-upload atau men-download.
d. Melihat dan mengubah folder/dokumen pengaturan keamanan.
e. Salin file dari hard disc ke perangkat penyimpanan dan sebaliknya.
PUST4314/MODUL 6 6.67
Ketika terjadi perbedaan antara kelas atas dan bawah dari masyarakat
informasi kita, literasi komputer akan menjadi salah satu bagian yang
membedakan. Masyarakat informasi akan ditunjukkan dengan membaca dan
menulis. Dengan komputer, mereka akan menggunakan komputer dalam
menyelesaikan pekerjaan dan mungkin juga untuk rekreasi. Anggota masyarakat
informasi yang buta komputer akan menjadi pengguna pasif.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
Literasi media/media literacy terdiri atas dua kata, yakni literasi dan
media. Secara sederhana, literasi dapat diartikan sebagai kemampuan
membaca dan menulis atau dengan kata lain melek aksara, sedangkan
media dapat diartikan sebagai suatu perantara baik dalam wujud benda,
manusia, dan peristiwa. Dari kedua macam definisi sederhana tadi, dapat
diambil kesimpulan bahwa literasi media adalah kemampuan untuk
mencari, mempelajari, dan memanfaatkan berbagai sumber media dalam
berbagai bentuk. Istilah literasi media juga dapat disamakan dengan istilah
melek media. Empat faktor utama dalam model media literacy adalah
struktur pengetahuan, personal locus, kemampuan dan keterampilan, serta
proses informasi.
Adapun indikator bahwa secara individu seseorang atau suatu
masyarakat sudah literasi media sebagai berikut.
6.68 Literasi Informasi
TES F OR M AT I F 1
Daftar Pustaka
ACM-SIGITE. ―Gartner Says Worldwide IT Services Revenue Declined 5.3
Percent in 2009,‖ diakses pada 20 Mei 2012.
Briggs, Asa. (2002). A Social History of the Media: From Gutenberg to the
Internet. Polity Press:Cambridge.
Dizzard, Wilson. (2007). The Coming of Information Age. New York: Longman.
Giddens, Anthony. (2001). The Third Way and Its Critics. London: SAGE
Publishing Inc.
http://evisirait.blog.com/2008/09/17/media-literacy/.
Isbell, Charles; Impagliazzo, John; Stein, Lynn; Proulx, Viera; Russ, Steve;
Forbes, Jeffrey; Thomas, Richard; Fraser, Linda et al. (December 2009).
(Re) Defining Computing Curricula by (Re)Defining Computing.
Association for Computing Machinery, ACM, ISBN 978-1-60558-886-5.
Lipschultz, J.H. & M.L. Hilt. (2005). ―Research Note: International Issues in
Media and Information Literacy.‖ Studies in Media & Information Literacy
Education, 5(4).
Naisbitt, John. (2001). High Tech - High Touch: Technology and Our Search of
Meaning. New York: High Tech - High Touch, Inc.
Potter,W.J. (2005). Media Literacy. Upper Sadler River. NJ: Prentice Hall.
PUST4314/MODUL 6 6.77
Potter,W.J. (2005). Media Literacy. Upper Sadler River. NJ: Prentice Hall.
Vivian, John. (2008). The Media of Mass Communication. New York: Person.
6.78 Literasi Informasi
PE N DA H UL U AN
hasil dari strategi atau hanya kebetulan. Setelah mempelajari modul ini,
diharapkan mampu menjelaskan:
1. konsep pemenuhan kebutuhan informasi;
2. pengertian pemenuhan kebutuhan informasi;
3. model perilaku pencarian informasi;
4. faktor-faktor yang memengaruhi kebutuhan informasi;
5. kemampuan dan keterampilan pemenuhan kebutuhan informasi;
6. konsep pemanfaatan informasi;
7. konsep manajemen pengetahuan;
8. implementasi manajemen pengetahuan di perpustakaan.
PUST4314/MODUL 7 7.3
Kegiatan Belajar 1
A. KEBUTUHAN INFORMASI
Istilah informasi seeking sering berfungsi sebagai kata yang lebih luas untuk
memayungi seluruh rangkaian konsep dan isu-isu terkait. Di dunia perpustakaan,
diskusi pembangunan manajemen database, kebutuhan informasi masyarakat,
layanan referensi, dan banyak topik lainnya beresonansi dengan istilah itu.
Information seeking seperti konsep yang rumit dan yang berarti hal yang
berbeda dalam konteks yang berbeda. Dalam istilah sederhana, informasi
seeking melibatkan pencarian, penemuan, pengakuan, dan aplikasi konten yang
bermakna. Penemuan sebagai hasil dari strategi atau hanya kebetulan, informasi
yang dihasilkan dapat diperoleh atau ditolak, seluruh pengalaman dapat
diterapkan melalui kesimpulan logis atau dibatalkan di tengah jalan, dan
mungkin masih banyak hasil potensial lainnya.
Pemenuhan kebutuhan informasi telah dilihat sebagai latihan kognitif,
pertukaran sosial dan budaya, strategi diskrit yang diterapkan saat menghadapi
ketidakpastian, serta sebagai kondisi dasar kemanusiaan tempat semua individu
berada. Pemenuhan kebutuhan informasi mungkin merupakan istilah yang lebih
tepat daripada pencarian informasi untuk menggambarkan hubungan multifacet
informasi dalam kehidupan manusia, hubungan yang dapat mencakup pencarian
aktif melalui saluran informasi formal dan berbagai sikap dan tindakannya,
termasuk skeptisisme dan ambivalensi (Pendleton & Chatman 1998). Dalam bab
ini, penulis menggunakan pemenuhan kebutuhan informasi untuk menunjukkan
pengalaman atau situasi saat konten yang diakses, digunakan, dan disintesis
menjadi pengetahuan pribadi.
Informasi adalah pesan (ucapan atau ekspresi) atau kumpulan pesan yang
terdiri atas order urutan simbol atau makna yang dapat ditafsirkan dari pesan
atau kumpulan pesan. Informasi dapat direkam atau ditransmisikan. Hal ini
dapat dicatat sebagai tanda-tanda atau sebagai sinyal berdasarkan gelombang.
PUST4314/MODUL 7 7.5
Konsep informasi memiliki banyak arti dalam konteks yang berbeda. Informasi
bisa dikatakan sebagai pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran,
pengalaman, atau instruksi. Namun demikian, istilah informasi memiliki banyak
arti. Hal itu bergantung pada konteksnya. Secara umum, hal itu berhubungan
dengan konsep arti, pengetahuan, persepsi, stimulus, komunikasi, kebenaran,
representasi, dan rangsangan mental. Informasi juga merupakan suatu rekaman
fenomena yang diamati atau bisa juga berupa putusan-putusan yang dibuat
seseorang. Suatu kejadian atau suatu gejala alam yang diamati seseorang
kemudian dapat direkam baik dalam pikiran orang yang mengamati atau juga
dapat terekam di dalam sebuah alat yang dapat menyimpan sebuah fenomena,
yaitu informasi. Kemudian, dijelaskan juga bahwa sebuah keputusan yang
dibuat seseorang dari hasil pengamatan juga merupakan informasi.
Oleh karena itu, sering dinyatakan bahwa sumber informasi yang biasa kita
temui adalah data. Data adalah fakta yang menggambarkan suatu kejadian.
Davis (2009) mendefinisikan informasi sebagai hasil dari olahan sebuah data
yang memberikan pemahaman, wawasan, kesimpulan, keputusan, konfirmasi,
atau rekomendasi bagi si penerima. Informasi tersebut dapat berupa laporan,
analisis, data yang terorganisasi dalam output yang dapat dimengerti, respons
verbal, grafik, gambar, atau video.
Teskey yang dikutip oleh Pendit (1992) membedakan antara data,
informasi, dan pengetahuan seperti berikut ini.
1. Data adalah hasil dari observasi langsung terhadap suatu kejadian atau
suatu keadaan. Ia merupakan entitas (entity) yang dilengkapi dengan nilai
tertentu. Entitas ini merupakan perlambangan yang mewakili objek atau
konsep dalam dunia nyata. Misalnya, ―temperatur‖ merupakan
perlambangan dari suatu keadaan tertentu dalam alam semesta. Sebuah data
tentang temperatur misalnya adalah ―air mendidih pada temperatur 100
derajat Celsius‖. Data ini bisa disimpan dalam bentuk lebih konkret,
misalnya dalam bentuk tertulis, grafis, elektronik, dan sebagainya.
2. Informasi adalah kumpulan data yang terstruktur untuk memperlihatkan
adanya hubungan-hubungan entitas di atas. Misalnya, air mendidih pada
temperatur 100 derajat, bakteri kolera mati pada lingkungan
bertemperatur 100 derajat maka sebelum minum, masaklah air sampai
mendidih, agar terhindar dari kolera adalah satu informasi yang direkayasa
otak manusia ketika ia menemukan data tentang temperatur air dan tentang
bakteri kolera.
7.6 Literasi Informasi
Informasi dapat benar dan juga salah pada saat dipergunakan oleh
pemakainya. Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari, informasi telah berkembang
seperti deret ukur. Pada era seperti sekarang, kita menghadapi banjir informasi
sehingga dibutuhkan kemampuan individu untuk mengidentifikasi informasi
supaya dapat dipergunakan dalam kehidupannya. Untuk itu, perlu diketahui ciri-
ciri sesuatu yang dianggap sebagai informasi. Davis (2009) mengemukakan
bahwa informasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1. Benar/salah: berhubungan dengan kebenaran terhadap kenyataan.
2. Baru: informasi yang dihasilkan benar-benar baru bagi penerimanya.
PUST4314/MODUL 7 7.7
1. Sumber Informasi
Sumber informasi yang berupa dokumen dapat berbentuk buku, jurnal,
majalah, dan hasil-hasil penelitian. Sementara itu, sumber informasi
nondokumen adalah manusia,yakni teman, pustakawan, pakar, atau spesialis
informasi. Seperti yang dinyatakan oleh Setiarso (1997), sumber informasi
terdapat pada berikut ini.
a. Manusia: manusia sebagai sumber informasi dapat kita hubungi, baik secara
lisan maupun tertulis. Yang lazim digunakan untuk kontak langsung dengan
sumber ini ialah pertemuan dalam bentuk ceramah, panel
diskusi,konferensi, lokakarya, seminar, dan lain-lain.
b. Organisasi: badan atau lembaga penelitian, baik milik pemerintah maupun
swasta yang bergerak dalam bidang sejenis merupakan sumber informasi
penting, termasuk industri dan himpunan profesi. Mereka memiliki
kemampuan karena mempunyai fasilitas berupa tenaga peneliti, peralatan
atau laboratorium, perpustakaan, dan jasa informasi yang tersedia.
c. Literatur: literatur atau publikasi dalam bentuk terbaca ataupun mikro
merupakan sumber informasi yang cukup majemuk. Literatur dapat
dikelompokkan menjadi berikut ini.
1) Literatur primer: bentuk dokumen yang memuat karangan yang
lengkap dan asli. Jenisnya berupa makalah, koleksi karya ilmiah, buku
pedoman, buku teks, publikasi resmi, berkala, dan lain-lain.
2) Literatur sekunder disebut juga sebagai sarana dalam penemuan
informasi pada literatur primer. Jenisnya berupa indeks, bibliografi,
abstrak, tinjauan literatur, katalog induk, dan lain-lain.
Beraneka ragam bentuk atau wadah sumber informasi perlu diatur dan
ditata dengan baik agar mudah dan cepat ditemukan sewaktu-waktu dibutuhkan.
Informasi yang kita temukan sehari-hari bersumber dari mana saja dan
sumbernya adakalanya tidak memiliki tingkat relevansi yang tinggi. Oleh karena
itu, sumber informasi merupakan sarana penyimpanan informasi.
2. Kebutuhan Informasi
Reitz (2004) dalam Dictionary for Library and Information mengemukakan
bahwa kebutuhan informasi adalah kesenjangan dalam pengetahuan seseorang
yang dialami pada tingkat kesadaran tertentu sebagai pertanyaan yang timbul
untuk mendapatkan jawaban. Pendapat Reitz tersebut menitikberatkan pada
kesenjangan atau adanya gap yang terjadi pada pengetahuan seseorang.
PUST4314/MODUL 7 7.9
2. Tahap seleksi
Pada tahap ini, pencari informasi mulai merasa optimis karena informasi
yang dikumpulkan dapat memenuhi kebutuhannya. Pola pikir mereka mulai
diarahkan pada upaya mempertimbangkan informasi yang telah ditemukan
dengan berbagai kriteria, seperti kepentingan pribadi, persyaratan dalam
tugas-tugas yang harus diselesaikan, sumber informasi yang tersedia, dan
waktu yang tersedia. Pada tahap ini, seseorang mulai berdiskusi dengan
teman-temannya dan mulai melakukan pemilihan informasi secara lebih
sistematis.
3. Tahap eksplorasi
Tahap mengatasi masalah keragu-raguan atau kebingungan yang
disebabkan oleh perbenturan antarkonsep yang ada dalam struktur
kognisinya dengan kenyataan informasi yang didapat. Kebingungan ini
terjadi biasanya setelah seseorang menyelesaikan tahap seleksi yang sudah
dijelaskan di atas. Untuk mengatasi masalah tersebut, pola pikir mereka
mulai diarahkan pada upaya-upaya menemukan titik orientasi yang dapat
membantu menemukan sisi pandang yang sesuai dengan kepentingannya.
PUST4314/MODUL 7 7.13
4. Tahap formulasi
Tahap ini merupakan tahap penentuan karena perasaan tidak pasti mulai
terkikis dan rasa percaya diri mulai tumbuh. Pola pikir mereka sudah
terfokus untuk memilih ide-ide dari informasi yang dikumpulkan dan untuk
membentuk perspektif tentang topik yang sedang ditekuninya. Apabila
tahap ini sudah terlampaui, hal itu akan berlanjut pada tahap interaksi.
5. Tahap interaksi
Menurut Kuhlthau, pada tahap ini terjadi suatu ―interaksi antara pemakai dn
sistem informasi yang paling intensif serta efisien‖. Dalam tahap ini, pola
pikir mereka dikonsentrasikan pada upaya memperjelas, memperluas, dan
mengumpulkan informasi tentang topik yang digelutinya. Mereka mulai
mencatat segala informasi yang dianggap relevan dengan bidangnya.
6. Tahap presentasi
Ini merupakan tahap puncak dari pencarian informasi yang akan berakhir
dengan dua kemungkinan: merasa puas atau sebaliknya. Apa pun yang
terjadi, seseorang dalam tahap ini telah berani dan merasa siap untuk
menyajikan pendapatnya sendiri dalam bentuk karya tulis. Pola pikir yang
dihasilkan merupakan sintesis dari berbagai sumber informasi dan juga
mulai melibatkan egonya yang berupa pendapat pribadi berdasarkan pijakan
informasi sebelumnya.
2. Demografis
Dalam arti luas, hal ini menyangkut kondisi sosial dan budaya seseorang
sebagai bagian dari masyarakat tempat ia hidup dan berkegiatan. Kita dapat
menduga bahwa kelas sosial juga dapat memengaruhi perilaku informasi
seseorang walau mungkin pengaruh tersebut lebih banyak ditentukan oleh
akses seseorang ke media perantara. Perilaku seseorang dari kelompok
masyarakat yang tak memiliki akses ke internet pastilah berbeda dari orang
yang hidup dalam fasilitas teknologi melimpah.
4. Lingkungan
Dalam hal ini, lingkungan terdekat ataupun lingkungan yang lebih luas
terlihat di gambar sebelumnya ketika Wilson berbicara tentang perilaku
orang perorangan.
diterapkan dalam ilmu komunikasi, tetapi juga dapat diterapkan dalam ilmu
informasi dan perpustakaan.
Pendekatan sense-making dipakai untuk mendeskripsikan kebutuhan
informasi dalam berbagai kasus berdasarkan persepsi pemakai, seperti
kebutuhan informasi pasien, pemakai perpustakaan, peneliti, dan pemakai
komputer. Selain itu, pendekatan ini dapat digunakan untuk menggambarkan
kendala dan bantuan yang diinginkan dalam memenuhi kebutuhan informasi
(Dervin, 1992).
Sebagai sebuah metode, pendekatan sense-making digunakan untuk kajian
tentang kebutuhan,pencarian, dan penggunaan informasi berdasarkan persepsi
individu pemakai. Sense-making mempunyai beberapa kelebihan:
1. metode ini memberikan kesempatan untuk mengungkap kebutuhan dan
pencarian informasi sesuai dengan sense (pikiran) seseorang;
2. metode ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sistem pelayanan
informasi yang sesuai dengan sense (pikiran) pemakai yang sebenarnya
(Dervin dan Nilan, 1986; Pannen, 1996).
sebuah sistem informasi dan bukan apa kebutuhan informasinya serta bagaimana
perilaku pencarian informasinya dapat dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan lain
dengan hidup seseorang.
Proses pencarian informasi adalah kegiatan pengumpulan informasi sebagai
sesuatu yang kemudian diasimilasikan ke dalam struktur pengetahuan seseorang.
Dari sini terlihat bagaimana teori-teori tentang kognisi menjadi bagian dari
proses interaksi pemakai dengan sistem informasi dan bagaimana struktur
kognitif pemakai berubah oleh informasi yang ditemukan (Pendit, 2003).
Pencarian dan penggunaan informasi terdiri atas suatu rangkaian aktivitas dan
perilaku yang kompleks. Penggunaan suatu layanan atau informasi dari
perpustakaan hanyalah sebuah fragmen dari keseluruhan proses kegiatan
seseorang dalam suatu lingkungan pekerjaan tertentu. Pola perilaku penggunaan
informasi seseorang mahasiswa hanyalah merupakan sebagian kecil dari pola
pencarian dan peningkatan pengetahuan seseorang. Kenyataan ini
memperlihatkan bahwa perilaku pencarian dan penggunaan informasi tidak
dapat dilihat hanya dari pengamatan terhadap permintaan informasi ketika
seseorang memasuki sebuah perpustakaan atau sistem pelayanan informasi
lainnya. Pengertian ‗tradisional‘ mengasumsikan bahwa setiap orang yang
masuk ke sebuah perpustakaan sudah mempunyai gambaran yang sangat jelas
dan tepat tentang kebutuhan informasinya, sudah dengan jelas dan tepat tahu
tentang kebutuhan informasinya, serta sudah dengan jelas dan tepat pula dapat
mewujudkan kebutuhan itu menjadi permintaan (demand).
TD Wilson (2000) menyatakan bahwa perilaku pencarian informasi tidak
hanya ditimbulkan oleh hal-hal yang bersifat kognitif atau berhubungan dengan
pemecahan persoalan (pengambilan keputusan), tetapi kebutuhan seseorang
untuk menjaga kepuasan perasaan dengan memiliki lebih banyak pengetahuan
tentang suatu topik dan juga akan menimbulkan pemenuhan kebutuhan
informasi. Namun, Buckland (1988) menyatakan bahwa pemenuhan informasi
baru timbul pada saat kebutuhan informasi seseorang telah diekspresikan dalam
bentuk permintaan.
Pemenuhan kebutuhan informasi terjadi karena adanya kebutuhan akan
informasi yang dirasakan seseorang. Kebutuhan tersebut bisa disebabkan oleh
desakan dari luar, seperti tugas-tugas yang harus diselesaikan, ataupun karena
faktor dari dalam, yaitu untuk mewujudkan kepuasan dirinya. Faktor-faktor
yang memengaruhi pemenuhan informasi adalah pencari informasi,
keadaan/masalah informasi, bidang pengetahuan, sistem penelusuran, dan hasil
yang didapat.
PUST4314/MODUL 7 7.19
TD Wilson adalah salah satu ilmuwan yang sangat aktif menulis tentang
perilaku informasi. Karya-karyanya banyak dikutip oleh para peneliti bidang
informasi sejak ia mengeluarkan serangkaian model pada tahun 1981. Wilson
juga dapat dianggap sebagai orang yang memperjelas perbedaan antara berbagai
istilah yang digunakan dalam penelitian perilaku informasi. Dia menyajikan
beberapa definisi seperti berikut.
1. Information behavior, yaitu perilaku informasi yang merupakan
keseluruhan perilaku manusia yang berkaitan dengan sumber dan saluran
informasi, termasuk perilaku pencarian dan penggunaan informasi, baik
secara aktif maupun secara pasif. Menonton TV dapat dianggap sebagai
perilaku informasi, demikian pula komunikasi antarmuka.
2. Information seeking behavior, yaitu perilaku pemenuhan kebutuhan
informasi merupakan upaya menemukan informasi dengan tujuan tertentu
sebagai akibat dari adanya kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu.
Dalam upaya ini, seseorang bisa saja berinteraksi dengan sistem informasi
hastawi (surat kabar, sebuah perpustakaan) atau berbasis-komputer
(misalnya, www).
3. Information searching behavior, yaitu perilaku pencarian informasi
merupakan perilaku di tingkat mikro, berupa perilaku mencari yang
ditunjukkan seseorang ketika berinteraksi dengan sistem informasi. Perilaku
ini terdiri atas berbagai bentuk interaksi dengan sistem, baik di tingkat
interaksi dengan komputer (misalnya penggunaan mouse atau tindakan
mengklik sebuah link) maupun di tingkat intelektual dan mental (misalnya
penggunaan strategi Boolean atau keputusan memilih buku yang paling
relevan di antara sederetan buku di rak perpustakaan).
Menurut penulis, sesuai uraian Wilson, seeking bersifat lebih umum
walaupun tidak seserampangan browsing, sedangkan searching bersifat
lebih khusus dan terarah. Sebab itu, information seeking adalah upaya
memenuhi kebutuhan informasi secara umum dan information searching
adalah aktivitas khusus mencari informasi tertentu yang sedikit banyaknya
sudah lebih terencana dan terarah.
4. Information user behavior adalah perilaku penggunaan informasi yang
terdiri atas tindakan-tindakan fisik ataupun mental yang dilakukan
seseorang ketika seseorang menggabungkan informasi yang ditemukannya
dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki sebelumnya.
7.20 Literasi Informasi
Gambar 7.1
Perilaku Pencarian Informasi Model Wilson (1981)
Gambar 7.2
Model Sense-Making Dervin
2. Mempertimbangkan kesenjangan
Mempertimbangkan kesenjangan seperti melakukan untung rugi sebelum
dan selama perilaku informasi. Apakah kesenjangan yang ada terlalu besar?
Apakah kesenjangan yang ada terlalu kecil? Ketika kesenjangan terlalu
7.24 Literasi Informasi
besar atau terlalu kecil, seseorang bisa mengabaikan atau tidak memulai
perilaku informasi.
3. Alternatif lain
a. Untuk menjembatani kesenjangan, orang dapat mencari informasi. Ini
membuat mereka mengubah realitas internal dirinya sampai sangat
cocok dengan yang kita sebut sebagai realitas eksternal.
b. Mereka juga dapat menutup kesenjangan dengan mengubah realitas
eksternal sampai sesuai dengan pandangannya sendiri.
c. Faktanya, banyak orang yang merasa tidak menyadari situasi yang
mereka alami. Dengan demikian, kesenjangan hadir bagi orang
tersebut, tetapi tidak akan menjadi persoalan sampai informasi
menyebar ke dalam komunitas yang lebih luas. Maka itu, orang
melakukan langkah lain, yaitu menghindari informasi tersebut.
d. Analisis lain yang menyebutkan bahwa ada tiga strategi lain yang bisa
digunakan untuk menyesuaikan diri dengan kesenjangan yang ada:
1) membangun jembatan (misalnya dengan mencari informasi dan
menciptakan informasi);
2) membangun kesenjangan (gap) menjadi lebih kecil (misalnya
dengan menyebarkan dan menghancurkan informasi);
3) mengabaikan kesenjangan (misalnya dengan menghindari atau
tidak memercayai informasi dan melakukan mental note).
Gambar 7.3
Perluasan Model Perilaku Penemuan Informasi Wilson 1981
b. Forward chaining
Mencari rujukan lain berdasarkan subjek atau nama pengarang dari
rujukan inti yang telah ada dengan mengaitkan ke depan. Cara ini
dilakukan dengan menggunakan sarana bibliografi.
Ciri-ciri chaining:
1) mencari bahan rujukan berdasarkan daftar literatur yang tertera
pada rujukan inti;
2) mencari bahan rujukan di luar daftar rujukan inti, tetapi tetap
berpedoman pada subjek atau pengarang yang ada pada rujukan
inti.
8. Selesai (ending), Tahap ini juga merupakan kategori perilaku yang tidak
dijumpai pada kajian Ellis (1987). Ini juga merupakan tahap akhir dari pola
pencarian informasi yang biasanya dilakukan bersamaan dengan
berakhirnya suatu kegiatan penelitian.
PUST4314/MODUL 7 7.29
Gambar 7.4
Proses tahapan perilaku pencarian informasi model Ellis dan dikomparasikan
dengan proses tahapan perilaku pencarian informasi model Kuhlthau oleh
Wilson (1999) (Carol Corell, 1993). Dalam penelitian ini, model perilaku
pencarian informasi yang digunakan adalah model yang diuraikan oleh Ellis
(1987) yang terdiri atas starting,chaining, browsing, differentiating,
monitoring, dan extracting.
empat hal yang dapat membantah asumsi satu permintaan satu jawaban seperti
berikut.
1. Sifat permintaan/pertanyaan selalu dinamis, berganti-ganti sejalan dengan
waktu. Bahkan, satu orang pemakai dapat mengubah-ubah permintaan/
pertanyaan dalam jangka pendek; tidak hanya mengubah istilah yang
dipakai, tetapi mungkin juga mengubah keseluruhan permintaan/
pertanyaannya. Mungkin saja, seseorang yang datang dengan satu
pertanyaan sejak dia berangkat dari rumahnya tiba-tiba mengubah
pertanyaan begitu duduk di depan komputer di perpustakaan.
2. Dalam proses mencari informasi, seseorang lebih sering memungut sedikit-
sedikit dan belum tentu menggunakan satu hasil pencarian sebagai patokan
kepuasannya. Dia bisa saja mengumpulkan satu jawaban dari sini, satu
jawaban dari sana, satu jawaban dari situ, lalu menghimpun butiran-butiran
informasi untuk mengambil keputusan apakah dia akan berhenti mencari
atau melanjutkan lagi.
3. Walaupun mencari berdasarkan subjek (subject searching) adalah yang
paling populer, dalam kenyataannya orang juga melakukan backward
searching (mencari ―mundur‖ dengan mengintip catatan kaki di sebuah
artikel dan menjadikan informasi di situ sebagai dasar pencarian
berikutnya), forward searching (mencari ―maju‖ dengan melihat siapa
mengutip siapa alias mengikuti pola sitasi), atau journal run (hanya
mencari dengan patokan nama jurnal-jurnal yang dianggap paling
berwibawa dalam satu bidang tertentu) dan juga area scanning (menelusuri
secara agak serampangan alias browsing terhadap bidang-bidang yang
dianggap berkaitan dengan topik pencarian).
4. Orang yang bergerak di satu bidang akan memperlihatkan cara dan
kebiasaan mencari berbeda dari bidang lainnya. Misalnya, para pencari dari
bidang kedokteran memperlihatkan kebiasaan berbeda dibandingkan yang
datang dari bidang pertanian. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari
perbedaan dalam perilaku yang berkaitan dengan tiga hal yang telah
dijelaskan sebelumnya. Seorang peneliti biologi mungkin akan lebih sering
melakukan forward searching daripada seorang sosiolog. Seorang peneliti
ilmu politik mungkin akan lebih dinamis dalam mengubah-ubah pertanyaan
dibandingkan seorang peneliti kimia.
PUST4314/MODUL 7 7.31
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
C. action information
D. monitoring information
4) Menurut T.D. Wilson, ada beberapa faktor yang akan sangat memengaruhi
bagaimana akhirnya seseorang mewujudkan kebutuhan informasi dalam
bentuk perilaku informasi, yaitu ....
A. kondisi psikologis seseorang, demografis, peran seseorang di
masyarakatnya, lingkungan, dan karakteristik sumber informasi
B. kondisi psikologis seseorang, demografis, peran seseorang di
masyarakatnya
C. ketersediaan dan kemudahan akses informasi
D. kondisi psikologis seseorang
7.36 Literasi Informasi
5) Strategi yang tepat dan akurat akan menuntut pemakai cepat menemukan
informasi yang dibutuhkan. Informasi merupakan pengetahuan apa saja
yang diperoleh dari hasil komunikasi. Berikut ini adalah cara-cara mencari
informasi yang efisien, kecuali ....
A. memahami topik, mengidentifikasi query dan frasa, serta
mengidentifikasi sinonim dan istilah yang terkait
B. membuat pernyataan penelusuran, memulai pencarian, dan
mengevaluasi hasil pencarian
C. menyimpan hasil pencarian dan mengambil referensi
D. informasi harus mewakili atau menjawab masalah yang ada serta
informasi yang menggambarkan bahwa akan diambil sebuah tindakan
dan akan dijadikan bahan untuk mengambil keputusan
Kegiatan Belajar 2
I nformasi yang dibutuhkan dapat berasal dari berbagai sumber dan berbagai
format. Sumber-sumber informasi dapat berasal dari mana saja dan dari sisi
ketersediaan telah meningkat dan bahkan ditingkatkan terus-menerus dari waktu
ke waktu. Melimpahnya ketersediaan informasi memberikan kemudahan kepada
semua orang, tanpa memandang usia, afiliasi, atau status yang dapat
menemukan dan menggunakan informasi yang relevan. Peserta didik
memerlukan informasi untuk mencapai kesuksesan dalam belajar. Keberhasilan
akademis peserta didik telah ditelusuri dan berhubungan dengan beberapa
variabel, salah satunya adalah kompetensi sosial. Dalam konteks yang sama,
penggunaan informasi yang efisien oleh mahasiswa bisa berpengaruh pada
kompetensi sosialnya. Peserta didik yang memiliki latar belakang menggunakan
informasi dengan baik. Maka itu, tingkat kompetensi sosial akan berkembang
dengan baik (Topping dan Bremmer, 1998).
Kompetensi sosial adalah keberhasilan seseorang dalam kehidupannya dan
berhubungan dengan beberapa variabel. Penggunaan informasi secara efisien
bergantung pada kompetensi sosial yang dimiliki oleh seseorang. Kompetensi
sosial adalah pengolahan keterampilan dan perilaku sosial, emosional, serta
intelektual seseorang yang diperlukan untuk menjadi anggota masyarakat yang
baik (Welsh dan Bierman, 2002). Kompetensi ini adalah kemampuan seseorang
untuk mengatur emosi dan perilaku dalam konteks sosial untuk mencapai tujuan
sosial dan mencapai tugas perkembangan. Kompetensi sosial mencakup
berbagai perilaku adaptif yang mendukung dan berfungsi dalam interaksi
dengan masyarakat. Keterampilan sosial dan hubungan yang efektif menjadi
komponen penting dari kesuksesan (Malecki dan Elliot, 2002; Wentzel, 1993)
dan memenuhi kehidupan masyarakat berbasis informasi (Rychen, 2003).
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, informasi bisa sangat
mudah didapat. Kemudahan mendapatkan informasi tersebut menyebabkan
masyarakat harus memiliki kompetensi, yaitu hal menemukan kembali,
mengevaluasi, dan memanfaatkan informasi yang diperoleh. Sudah waktunya
informasi harus diidentifikasi mengenai akurasi dan relevansi data yang
7.38 Literasi Informasi
disajikan. Informasi bukan hanya tentang berita atau sebuah kejadian, tetapi
banyak hal lain yang dipresentasikan kepada orang lain seperti ilmu yang
bermanfaat, warisan adat dan budaya, peraturan perundang-undangan atau
hukum, serta kebijakan pemerintah.
Penyampaian informasi juga bermanfaat untuk mendukung berkembangnya
sebuah masyarakat. Mendapatkan dan menyampaikan sebuah informasi menjadi
sebuah aktivitas biasa, tetapi mengolah dan memanfaatkan informasi menjadi
lebih bernilai dan sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan
mengolah dan memanfaatkan informasi tersebut yang kemudian menjadikan
informasi sebagai bagian penting dalam mewujudkan masyarakat informasi.
Masyarakat informasi adalah sebuah istilah yang digunakan untuk
mendeskripsikan sebuah masyarakat yang produksi, distribusi, dan manipulasi
suatu informasi menjadi kegiatan utama. Banyak indikator yang menentukan
sebuah masyarakat informasi, akan tetapi tidak semua indikator dapat dipenuhi.
Oleh karena itu, banyak yang menyatakan bahwa belum sepenuhnya berada
dalam masyarakat informasi karena keadaan masyarakat agraris dan industri
masih terasa kuat. Keadaan itu memicu munculnya kelas baru dalam masyarakat
yang mulai berpengaruh. Dalam kelas masyarakat tersebut, mereka mulai
mengumpulkan, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk proses
pengambilan keputusan dan menjalankan tugas sehari-hari.
Informasi sebagai suatu entitas berpotensi memberikan pengetahuan baru
bagi seseorang tentu akan sangat bermanfaat apabila informasi tersebut tepat
sasaran. Itu artinya informasi sampai pada orang yang membutuhkan. Informasi
sebagai pesan yang memiliki makna fleksibel karena tiap-tiap informasi yang
ada akan memiliki bahan, isi, serta makna yang berbeda antara satu dan yang
lain. Seperti yang diungkapkan Saracevic dalam artikel Putu Laxman Pendit,
informasi dalam konteks keilmuan sangatlah luas karena banyak ilmu lain yang
tertarik pada kata informasi. Dari pernyataan tersebut, dapat dikaitkan bahwa
pemanfaatan informasi pun sangatlah luas pengertiannya, tergantung pada
informasi tersebut memiliki isi dan makna seperti apa.
Sebagai contoh, pemanfaatan informasi yang disampaikan oleh Daturrisa
(2012) dalam jurnalnya bertemakan pemanfaatan informasi yang dilakukan oleh
siswa tunarungu. Dalam kasus ini, informasi dikaitkan dengan pembelajaran.
Bagaimana siswa belajar mencari informasi, proses dalam pencarian informasi
tersebut, kemudian memanfaatkan informasi yang sudah didapatnya. Dalam
pemaparan Daturrisa, pemahaman mengenai kebutuhan informasi sangatlah
penting karena akan berpengaruh pada keberhasilan mereka dalam mencari dan
PUST4314/MODUL 7 7.39
Walau kini informasi sudah sangat melimpah, tidak semua dapat diperoleh
secara gratis. Banyak informasi yang dapat diunduh hanya jika kita membayar
sejumlah uang kepada penyedia informasinya.
Masa keemasan informasi disajikan dalam beragam cara. Informasi yang
diperoleh hanya berupa informasi ringkas (data bibliografi atau abstrak), tetapi
ada pula yang bersedia memberikan informasi dalam bentuk dokumen informasi
teks lengkap. Bentuk kejayaan lain dari informasi adalah sitiran terhadap
dokumen yang dicari (web of science). Pada umumnya informasi yang dicari
orang dan didapat dari internet kebanyakan dalam format lengkap.
A. MANAJEMEN PENGETAHUAN
Dari perspektif dan proses operasional yang dijelaskan di atas, kita dapat
memperoleh pemahaman umum tentang ruang lingkup saat ini dan isi dari
manajemen pengetahuan.
7.46 Literasi Informasi
2. Explicit knowledge
Hal yang harus ditekankan dari pembagian knowledge ini adalah semakin
tacit sebuah pengetahuan, semakin berharga pengetahuan tersebut.
Karakteristik pengetahuan:
a. penggunaan pengetahuan tidak akan menghabiskan pengetahuannya;
b. perpindahan pengetahuan tidak akan menghilangkan pengetahuannya;
c. pengetahuan itu berlimpah, tetapi kemampuan terbatas untuk
menggunakannya;
d. banyak pengetahuan berharga hilang begitu saja.
Informasi adalah pesan (ucapan atau ekspresi) atau kumpulan pesan yang
terdiri atas order berurutan simbol atau makna yang dapat ditafsirkan dari pesan
atau kumpulan pesan. Informasi dapat direkam atau ditransmisikan. Hal ini
dapat dicatat sebagai tanda-tanda atau sebagai sinyal berdasarkan gelombang.
Secara konsep, hal itu memiliki banyak arti lain dalam konteks yang berbeda.
Informasi bisa dikatakan sebagai pengetahuan yang didapatkan dari
pembelajaran, pengalaman, atau instruksi. Namun demikian, istilah ini memiliki
banyak arti bergantung pada konteksnya dan secara umum berhubungan erat
dengan konsep, seperti arti, pengetahuan, persepsi, stimulus, komunikasi,
kebenaran, representasi, dan rangsangan mental.
Dalam beberapa hal, pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa tertentu atau
situasi yang telah dikumpulkan atau diterima melalui proses komunikasi ataupun
didapatkan dari berita juga dinamakan informasi. Informasi yang berupa koleksi
data dan fakta sering kali dinamakan informasi statistik. Dalam bidang ilmu
komputer, informasi adalah data yang disimpan, diproses, atau ditransmisikan.
Informasi adalah data yang telah diberi makna melalui konteks.
Sementara itu, pengetahuan adalah informasi yang dikombinasikan dengan
kemampuan pengguna dan pengalaman yang digunakan untuk memecahkan
masalah atau untuk menciptakan pengetahuan baru. Pengetahuan adalah
informasi yang diketahui atau disadari oleh seseorang, tetapi tidak dibatasi pada
deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip, dan prosedur yang secara probabilitas
adalah benar atau berguna. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah
berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal.
Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk
mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau
dirasakan sebelumnya. Pengetahuan adalah informasi yang telah
dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk melakukannya,
kemudian melekat di benak seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki
kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola.
Manakala informasi dan data sekadar berkemampuan untuk menginformasikan
atau bahkan menimbulkan kebingungan, pengetahuan berkemampuan untuk
mengarahkan tindakan. Inilah yang disebut potensi untuk menindaki.
Perbedaan antara informasi dan pengetahuan dapat diringkas sebagai
informasi terlihat, terlepas dari tindakan dan keputusan, yang berbeda dalam
format setelah pengolahan, produk fisik, bebas dari lingkungan yang ada, mudah
dipindahtangankan, dan dapat diikuti. Pengetahuan tidak terlihat ini terkait erat
dengan tindakan dan keputusan yang berbeda dalam pikiran setelah pengolahan
PUST4314/MODUL 7 7.55
dan produk spiritual diidentikkan dengan lingkungan yang ada serta dialihkan
melalui pembelajaran dan tidak terjadi duplikat.
Dalam dunia bisnis, dua jenis pengetahuan telah dicatat. Mereka adalah
pengetahuan eksplisit dan pengetahuan tacit. Jan Duffy (2000) mendefinisikan
pengetahuan eksplisit sebagai ―pengetahuan yang didokumentasikan dan publik;
terstruktur, tetap konten, externalized, dan sadar‖ serta diam-diam pengetahuan
sebagai ―pribadi, pengetahuan tidak terdaftar; konteks-sensitif, dinamis
diciptakan dan diturunkan, diinternalisasi, dan pengalaman- berdasarkan, sering
berada dalam pikiran manusia, perilaku, dan persepsi‖. Definisi ini dapat
diterapkan pada semua usaha manusia lainnya dan kegiatan intelektual.
Pada awal tahun 1965, Peter Drucker (1993) sudah menunjukkan bahwa
pengetahuan akan menggantikan lahan, tenaga kerja, modal, dan mesin untuk
menjadi sumber utama production. Pada tahun 1991, ketika Ikujiro Nonaka
(1991) mengangkat konsep tacit pengetahuan dan eksplisit pengetahuan serta
teori spiral pengetahuan di Harvard Business Review bahwa waktu persaingan
berbasis pengetahuan akhirnya datang. Jay Liebowitz (2000) menyatakan, hari
ini pergerakan menuju manajemen pengetahuan, organisasi berusaha terbaik
untuk memanfaatkan pengetahuan mereka secara internal dalam organisasi
ataupun eksternal kepada pelanggan dan stakeholder. Mereka mencoba
memanfaatkan kecerdasan organisasi mereka untuk mempertahankan daya saing
mereka.
Dorongan dari manajemen pengetahuan adalah menciptakan suatu proses
penilaian aset tidak berwujud organisasi dalam rangka meningkatkan
pengetahuan terbaik secara internal ataupun eksternal. Manajemen pengetahuan
berkaitan dengan menciptakan, mengamankan, menangkap, koordinasi,
menggabungkan, mengambil, dan mendistribusikan pengetahuan. Idenya adalah
menciptakan lingkungan berbagi pengetahuan. Di sini, berbagi pengetahuan
adalah kekuatan.
sebagai wahana bagi staf perpustakaan dalam berinteraksi dan bertukar, belajar,
praktik, dan pengalaman khusus lainnya serta pengetahuan harus dijadwalkan
secara berkala dan pada saat yang tepat. Kelompok diskusi khusus dan chat
room dapat diciptakan melalui intranet. Karena banyak pengalaman berharga
telah terakumulasi dari waktu ke waktu, perpustakaan harus memperhatikan
kondisi kerja yang menguntungkan lingkungan yang akan memberikan
kontribusi untuk retensi staf yang lebih baik.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
Daftar Pustaka
Davenport, Thomas H., D.W. DeLong, dan M.C. Beers. (1998). ―Successful
Knowledge Management Projects.‖ Sloan Management Review 39, No.
2:43—57.
PUST4314/MODUL 7 7.65
http://blog.searchenginewatch.com/blog/041111-084221.
http://www.isc.org/index.pl?/ops/ds/host-count-history.php.
7.66 Literasi Informasi
Kuhlthau, C. (1991). ―Inside the Search Process: Information Seeking from the
User‘s Perspective.‖ Journal of the American Society for Information
Science, Vol. 42 No. 5, pp. 361—71.
Looney, Michael dan Peter Lyman. (2000). ―Portals in Higher Education: What
are They, and What is Their Potential?‖ EDUCAUSE Review 354:30.
Available online from http://www.educause.edu/pub/er/erm00/article004/
looney.pdf.
Morten T. Hansen, NItin Nohria. (1999). ―What‘s Your Strategy for Managing
Knowledge?‖ Harvard Business Review, March-April 1999.
NN. (tt). ―Studi Aksi tentang Perilaku Pemanfaatan Informasi oleh Siswa SMP
dan SMA Penyandang Tunarungu di SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo.‖
Skripsi Universitas Airlangga.
Shouton, Gray and Ross Todd. (2004). ―Library and Information Professionals
and Knowledge Management: Conceptions, Challenges and Conflicts.‖
http://www.alia.org.au/publishing/alj/50.3/full.text/conceptions.challenges.
html, diakses pada 03/03/2012.
Wentzel, K.R. (1993). ―Does Being Good Make the Grade? Social Behaviour
and Academic Competence in Middle School.‖ Journal of Educational
Psychology, 85(2), 357—364.
PUST4314/MODUL 7 7.69
Wenxiang Yang & Beverly P. Lynch. (2006). ―On Knowledge Management and
the Role of the Library in the Process of Knowledge Management.‖
Originally published on the 3rd China-US Library Conference website
(http://www.nlc.gov.cn/culc/en/index.htm).
Wilson, T.D. (1981). ―On user Studies and Information Needs.‖ The Journal of
Documentation, 37 (1), 3—15.
Wilson, T.D. (2000). ―Recent Trends in User Studies: Action Research and
Qualitative Methods.‖ Information Research, 5 (3). March 27, 2012.
http://informationr.net/ir/5-3/paper76.html.
PE N DA H UL U AN
Kegiatan Belajar 1
1. Informasi verbal
Yang dimaksud dengan informasi verbal adalah penguasaan informasi
dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya
pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya.
2. Kecakapan intelektual
Adalah keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan
lingkungannya dan dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya
penggunaan simbol matematika. Yang termasuk keterampilan intelektual
adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination) serta memahami
konsep konkret, konsep abstrak, aturan, dan hukum. Keterampilan ini
sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.
3. Strategi kognitif
Kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan
keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi
kognitif, yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara berpikir
agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan
pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan
pada proses pemikiran.
4. Sikap
Yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih
macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap adalah
keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan
bertindak dalam menghadapi suatu objek atau peristiwa. Di dalamnya
terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran, dan kesiapan
untuk bertindak.
5. Kecakapan motorik
Ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh
otot dan fisik.
(1997) menyatakan bahwa perubahan yang mampu diamati oleh orang lain
sebagai berikut.
1. Kebiasaan: peserta didik mulai menyadari bahwa belajar itu perlu sehingga
peserta didik akan belajar tanpa ada yang menyuruh atau menekan agar
belajar. Kegiatan belajar rutin dilakukan oleh peserta didik secara mandiri.
2. Keterampilan: keterampilan yang dikuasai dapat berupa keterampilan
menulis dan berolahraga yang sifatnya motorik. Akan tetapi, dapat juga
berupa keterampilan mencari informasi yang merupakan salah satu
keterampilan literasi informasi yang harus dikuasai peserta didik.
3. Berpikir asosiatif: berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan
lainnya dan dengan menggunakan daya ingat. Mengasosiasikan biasanya
dimanifestasikan dengan gambar-gambar yang disenangi agar peserta didik
mudah mengingatnya.
4. Berpikir rasional dan kritis, yakni menggunakan prinsip-prinsip dan
dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis, seperti
bagaimana (how) dan mengapa (why).
5. Sikap, yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan
cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan
pengetahuan dan keyakinan.
6. Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
7. Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu).
8. Perilaku afektif, yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut,
marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, waswas, dan sebagainya.
Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan
ketiga domain tersebut di antaranya yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro
dalam Wangid, Muhammad Nur (2009). Ia menyatakan bahwa sistem among
berasal dari bahasa Jawa, yaitu mong atau momong, yang artinya mengasuh
anak. Para guru atau dosen disebut pamong yang bertugas untuk mendidik dan
mengajar anak sepanjang waktu dengan kasih sayang. Tujuan dari sistem among
adalah membangun anak didik untuk menjadi manusia beriman dan bertakwa,
merdeka lahir dan batin, budi pekerti luhur, cerdas dan berketerampilan, serta
sehat jasmani dan rohani agar menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan
bertanggung jawab atas kesejahteraan tanah air serta manusia pada umumnya.
Dalam pelaksanaan sistem among, setelah anak didik menguasai ilmu, mereka
didorong untuk mampu memanfaatkannya dalam masyarakat, yaitu didorong
oleh cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah penalaran,
penghayatan, dan pengamalan.
Dari setiap ranah tersebut, dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan
subkategori yang berurutan secara hierarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku
yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam
setiap tingkat menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah,
seperti dalam ranah kognitif, untuk mencapai ―pemahaman‖ yang berada di
tingkatan kedua juga diperlukan ―pengetahuan‖ yang ada pada tingkatan
pertama. Bloom membagi ranah kognisi ke dalam enam tingkatan. Ranah ini
terdiri atas dua bagian. Bagian pertama berupa pengetahuan, sedangkan bagian
kedua berupa kemampuan dan keterampilan intelektual, ketiga ranah dan kedua
kategori dalam toksononomi Bloom, juga dapat dijadikan salah satu pedoman
dalam pemilihan bahan bacaan sesuai dengan ranah dan kategori yang
diinginkan seperti berikut ini.
1. Ranah kognitif
Ranah kognitif, yaitu ranah yang berkaitan dengan aspek-aspek intelektual
atau berpikir/nalar yang terdiri atas berikut.
PUST4314/MODUL 8 8.9
a. Pengetahuan (knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan,
definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar,
dan sebagainya. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan
manajemen kualitas, orang yang berada di level ini bisa menguraikan
dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang
berkualitas, dan standar kualitas minimum untuk produk. Pengetahuan
merupakan aspek kognitif yang paling rendah, tetapi paling mendasar.
Pengetahuan individu dapat mengenal dan mengingat kembali suatu
objek, ide prosedur, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar,
rumus, teori, atau kesimpulan.
b. Pemahaman (comprehension)
Pemahaman atau dapat juga disebut dengan istilah mengerti merupakan
kegiatan mental intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah
diketahui. Temuan-temuan yang didapat dari mengetahui, seperti
definisi, informasi, peristiwa, dan fakta, disusun kembali dalam
struktur kognitif yang ada. Temuan-temuan ini diakomodasikan dan
kemudian berasimilasi dengan struktur kognitif yang ada sehingga
membentuk struktur kognitif baru. Tingkatan dalam pemahaman ini
meliputi translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi.
c. Penerapan (application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan
gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dan sebagainya dalam kondisi
kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab
meningkatnya reject di produksi, seseorang yang berada di tingkat
aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab
turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram. Menggunakan
pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan
pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dikatakan
menguasai kemampuan ini jika ia dapat memberi contoh,
menggunakan, mengklasifikasikan, memanfaatkan, menyelesaikan, dan
mengidentifikasi hal-hal yang sama. Contoh, ketika pertama kali
diperkenalkan kereta api kepada petani di Amerika, mereka berusaha
untuk memberi nama yang cocok bagi alat angkutan tersebut. Satu-
satunya alat transportasi yang sudah dikenal pada waktu itu adalah
8.10 Literasi Informasi
d. Penguraian (analysis)
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi
yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke
dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya
dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat
dari sebuah skenario yang rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang
akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject,
membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan
menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yang
ditimbulkan. Menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan
menunjukkan hubungan antarbagian tersebut, melihat penyebab-
penyebab dari suatu peristiwa, atau memberi argumen-argumen yang
menyokong suatu pernyataan. Bloom mengemukakan tiga jenis
kemampuan analisis yaitu: menganalisis unsur, menganalisis
hubungan, dan menganalisis prinsip-prinsip organisasi.
e. Memadukan (synthesis)
Satu tingkat di atas analisis, seseorang di tingkat sintesis akan mampu
menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya
tidak terlihat dan mampu mengenali data atau informasi yang harus
didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan. Sebagai contoh,
di tingkat ini, seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi
untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan
pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.
Menggabungkan, meramu, atau merangkai berbagai informasi menjadi
satu kesimpulan atau menjadi suatu hal yang baru. Kemampuan
berpikir induktif dan konvergen merupakan ciri kemampuan ini.
Contohnya, memilih nada dan irama, kemudian menggabungkannya
sehingga menjadi gubahan musik yang baru, memberi nama yang
sesuai bagi suatu temuan baru, dan menciptakan logo organisasi.
PUST4314/MODUL 8 8.11
f. Penilaian (evaluation)
Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi,
gagasan, metodologi, dan sebagainya dengan menggunakan kriteria
yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas
atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer
kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yang sesuai untuk
dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, dan nilai
ekonomis. Mempertimbangkan, menilai, dan mengambil keputusan
benar-salah, baik-buruk, atau bermanfaat—tak bermanfaat berdasarkan
kriteria-kriteria tertentu, baik kualitatif maupun kuantitatif. Terdapat
dua kriteria pembenaran yang digunakan seperti berikut.
1) Pembenaran berdasarkan kriteria internal yang dilakukan dengan
memperhatikan konsistensi atau kecermatan susunan secara logis
unsur-unsur yang ada dalam objek yang diamati.
2) Pembenaran berdasarkan kriteria eksternal yang dilakukan
berdasarkan kriteria-kriteria yang bersumber di luar objek yang
diamati, misalnya kesesuaiannya dengan aspirasi umum atau
kecocokannya dengan kebutuhan pemakai.
2. Ranah afektif
Kawasan afektif, yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek
emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral, dan
sebagainya.
3. Penerimaan (receiving/attending)
Kawasan penerimaan diperinci dalam tiga tahap berikut.
a. Kesiapan untuk menerima (awareness), yaitu adanya kesiapan untuk
berinteraksi dengan stimulus (fenomena atau objek yang akan
dipelajari), yang ditandai dengan kehadiran dan usaha untuk memberi
perhatian pada stimulus yang bersangkutan.
b. Kemauan untuk menerima (willingness to receive), yaitu usaha untuk
mengalokasikan perhatian pada stimulus yang bersangkutan.
c. Mengkhususkan perhatian (controlled or selected attention). Mungkin
perhatian itu hanya tertuju pada warna, suara, atau kata-kata tertentu.
4. Sambutan (responding)
Mengadakan aksi terhadap stimulus yang meliputi proses berikut.
8.12 Literasi Informasi
5. Penilaian (valuing)
Pada tahap ini, sudah mulai timbul proses internalisasi untuk memiliki dan
menghayati nilai dari stimulus yang dihadapi. Penilaian terbagi atas empat
tahap berikut.
a. Menerima nilai (acceptance of value), yaitu kelanjutan dari usaha
memuaskan diri untuk menanggapi secara lebih intensif.
b. Menyeleksi nilai yang lebih disenangi (preference for a value) yang
dinyatakan dalam usaha untuk mencari contoh yang dapat memuaskan
perilaku menikmati, misalnya lukisan yang memiliki dan yang
memuaskan.
c. Komitmen, yaitu kesetujuan terhadap suatu nilai dengan alasan-alasan
tertentu yang muncul dari rangkaian pengalaman.
d. Komitmen ini dinyatakan dengan rasa senang, kagum, dan terpesona.
Kagum atas keberanian seseorang menunjukkan komitmen terhadap
nilai keberanian yang dihargainya.
6. Pengorganisasian (organization)
Pada tahap ini, yang bersangkutan tidak hanya menginternalisasi satu nilai
tertentu, seperti pada tahap komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai
yang relevan untuk disusun menjadi satu sistem nilai. Proses ini terjadi
dalam dua tahapan berikut.
a. Konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya orang
lain atau menemukan asumsi-asumsi yang mendasari suatu moral atau
kebiasaan.
PUST4314/MODUL 8 8.13
7. Karakterisasi (characterization)
Karakterisasi, yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan
sistem nilai. Kalau pada tahap pengorganisasian di atas sistem nilai sudah
dapat disusun, susunan itu belum konsisten di dalam diri yang
bersangkutan. Artinya, mudah berubah-ubah sesuai situasi yang dihadapi.
Pada tahap karakterisasi, sistem itu selalu konsisten. Proses ini terdiri atas
dua tahap:
a. generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari suatu
sudut pandang tertentu;
b. karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang
memberi corak tersendiri pada kepribadian diri yang bersangkutan.
8. Ranah psikomotor
Kawasan psikomotor, yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek
keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot
(neuronmuscular system) serta fungsi psikis. Kawasan ini terdiri atas :
a. Kesiapan, yaitu berhubungan dengan kesediaan untuk melatih diri
tentang keterampilan tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk
melaporkan kehadirannya, mempersiapkan alat, menyesuaikan diri
dengan situasi, dan menjawab pertanyaan.
b. Meniru adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan
contoh yang diamatinya walaupun belum mengerti hakikat atau makna
dari keterampilan itu. Hal ini seperti anak yang baru belajar bahasa
meniru kata-kata orang tanpa mengerti artinya.
c. Membiasakan, yaitu seseorang dapat melakukan suatu keterampilan,
tanpa harus melihat contoh sekalipun ia belum dapat mengubah
polanya.
d. Adaptasi, yaitu seseorang sudah mampu melakukan modifikasi untuk
disesuaikan dengan kebutuhan atau situasi tempat keterampilan itu
dilaksanakan.
8.14 Literasi Informasi
bagi orang tertentu, musik atau suara apa pun akan mengganggu
konsentrasi belajar.
2. Faktor pencahayaan
Pencahayaan merupakan faktor yang pengaruhnya kurang begitu dirasakan
dibandingkan pengaruh suara. Intensitas pencahayaan dapat berpengaruh
pada tingkah kelelahan mata. Intensitas cahaya dapat berupa kelebihan dan
kekurangan pencahayaan. Pencahayaan berlebihan atau kurang akan dapat
menyebabkan mata cepat pedih. Mata berair akan mengganggu konsentrasi
belajar.
3. Faktor temperatur atau suhu ruangan tempat belajar
Pengaruh temperatur terhadap konsentrasi belajar pada umumnya juga tidak
terlalu dipermasalahkan orang. Namun, Anda perlu mengetahui bahwa
reaksi tiap orang terhadap temperatur berbeda. Ada yang memilih belajar di
tempat dingin atau sejuk; sedangkan orang lain memilih tempat yang
hangat.
4. Faktor gaya belajar
Gaya belajar juga berpengaruh terhadap panjang atau pendeknya waktu
belajar. Biasanya, setiap peserta didik mempunyai gaya belajar sendiri-
sendiri. Ada peserta didik yang melakukan kegiatan membaca, menulis,
atau meringkas yang membutuhkan gaya dan konsentrasi sesuai dengan
kebiasaannya. Ada yang merasa lebih nyaman melakukan sambil duduk
sempurna di kursi dengan menggunakan meja. Akan tetapi, ada juga dengan
gaya santai di kursi, tempat tidur, atau di lantai beralaskan tikar. Salah satu
cara tersebut merupakan cara yang membuat lebih mudah berkonsentrasi
untuk belajar.
dengan belajar. Hilangkan perasaan merasa terbebani karena perasaan itu akan
menghancurkan motivasi belajar yang dibangun dengan susah payah.
C. STRATEGI BELAJAR
Strategi belajar sangat bersifat individual. Itu artinya peserta didik memiliki
cara dan teknik belajar masing-masing. Strategi belajar yang dianggap baik oleh
seorang peserta didik belum tentu baik bagi peserta didik yang lain. Untuk
memperoleh strategi belajar efektif, seseorang perlu mengetahui serangkaian
konsep yang akan membawanya menemukan strategi belajar yang paling efektif
bagi dirinya. Konsep belajar mandiri bukan berarti belajar sendiri. Banyak orang
sering menyalahartikan belajar mandiri sebagai belajar sendiri. Pada umumnya,
konsep belajar mandiri tidak dipahami oleh masyarakat umum, tetapi yang
dipahami adalah konsep belajar sendiri. Konsep belajar mandiri sudah cukup
lama diterapkan di Indonesia. Konsep tersebut dijalankan oleh Universitas
Terbuka dan home schooling. Kedua, menerapkan konsep belajar mandiri
dengan bantuan tutor. Tutor bisa berupa pendampingan, yaitu penyediaan
pendamping belajar atau media belajar. Belajar mandiri berarti belajar secara
berinisiatif dengan ataupun tanpa bantuan orang lain dalam belajar. Candy
(1975) menyatakan bahwa belajar mandiri dapat dipandang sebagai proses dan
juga tujuan. Artinya, belajar mandiri dapat dipandang sebagai metode belajar
dan juga karakteristik peserta didik itu sendiri. Belajar mandiri sebagai tujuan
mengandung makna bahwa setelah mengikuti suatu pembelajaran tertentu,
peserta didik diharapkan menjadi seorang peserta didik mandiri. Sementara itu,
belajar mandiri sebagai proses mengandung makna bahwa peserta didik
mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mencapai tujuan pembelajaran
tanpa selalu tergantung pada guru/tutor.
Terdapat perbedaan antara belajar mandiri dalam setting formal dan belajar
mandiri sebagai individualisasi (autodidaxy). Candy (1975) menyatakan bahwa
konsep belajar mandiri sebagai sistem belajar dalam setting formal. Sementara
itu, konsep kedua menjelaskan bahwa belajar mandiri sebagai belajar sendiri
secara bebas (autodidak). Pendapat Candy tersebut dapat dijadikan pedoman
bahwa belajar mandiri tidak sama dengan belajar sendiri. Belajar mandiri
sebagai proses, memfokuskan diri pada karakteristik belajar-mengajar yang
melibatkan needs assessment, sistem evaluasi, sumber-sumber belajar, peran,
dan keterampilan fasilitator.
PUST4314/MODUL 8 8.19
Guru atau tutor berperan sebagai fasilitator, tidak boleh berperan sebagai
guru dalam kelas. Peran fasilitator yang diperankan oleh tutor diharapkan
mendorong peserta didik agar:
1. melakukan diagnosis terhadap kebutuhan belajarnya sendiri;
2. merumuskan atau menentukan tujuan belajarnya sendiri;
3. mengidentifikasi dan memilih sumber-sumber belajarnya sendiri (sumber
belajar manusia atau bahan belajar);
4. menentukan dan melaksanakan strategi belajarnya;
5. mengevaluasi hasil belajarnya sendiri.
Pada beberapa dekade, sistem belajar mandiri dikenal sebagai salah satu
sistem pembelajaran yang diterapkan pada sistem pendidikan terbuka atau jarak
jauh. Konsep ini belum mampu dipahami oleh semua pelaku sistem belajar
mandiri..
Pengertian belajar mandiri memiliki beberapa padanan kata yang
menunjukkan pengertian yang sama. Orang sering menyebutkan istilah belajar
mandiri dengan independent learning, sel-directed learning, autonomous
learning. Belajar mandiri adalah cara belajar yang memberikan derajat
kebebasan, tanggung jawab, dan kewenangan yang lebih besar kepada peserta
didik dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan belajarnya.
Peserta didik mendapatkan bantuan tutorial dari guru atau orang lain yang
ditunjuk, tetapi bukan berarti bergantung kepada guru atau tutor. Pengertian lain
yang disampaikan oleh Lewis dan Spenser (1986) menjelaskan bahwa ciri utama
pendidikan terbuka yang menerapkan sistem belajar mandiri adalah adanya
komitmen untuk membantu peserta didik memperoleh kemandirian untuk
menentukan keputusan sendiri yang berhubungan dengan:
1. tujuan atau hasil belajar yang ingin dicapainya;
2. mata ajar, tema, topik, atau isu artian lain yang akan ia pelajari;
3. sumber-sumber belajar dan metode yang akan digunakan;
4. kapan, bagaimana, serta dalam hal apa keberhasilan belajarnya akan diuji
(dinilai).
Ada beberapa istilah yang mengacu pada pengertian yang sama tentang
belajar mandiri. Istilah-istilah tersebut antara lain adalah independent learning,
sel-directed learning, dan autonomous learning. Belajar mandiri menjelaskan
cara belajar yang memberikan derajat kebebasan, tanggung jawab, dan
kewenangan yang lebih besar kepada pembelajar dalam merencanakan serta
melaksanakan kegiatan-kegiatan belajarnya. Pembelajar mendapatkan bantuan
bimbingan dari guru atau orang lain, tetapi bukan berarti harus bergantung
kepada mereka. Salah satu dasar utama pendidikan adalah manusia itu dapat
dididik dan dapat mendidik diri sendiri.
Belajar dapat diartikan sebagai suatu perbuatan manusia secara wajar yang
dalam prosesnya tidak selalu memerlukan kehadiran guru, pamong belajar, atau
pendidik. Oleh karena itu, belajar menekankan pada kegiatan belajar yang
berkesinambungan sepanjang hayat setiap orang menjalaninya. Belajar
menekankan pentingnya dorongan, motivasi, dan kesadaran dari dalam diri
setiap orang yang menjalani kegiatan belajar di dalam dan terhadap dunia
kehidupan yang dialami setiap orang sepanjang masanya. Inilah yang
selanjutnya disebut kegiatan belajar mandiri (Kurniawan, 2012). Konsep belajar
mandiri akan mendorong seseorang untuk mampu menjalani setiap
pembelajaran secara mandiri. Konsep ini akan mendorong atau menjadi dasar
terciptanya belajar sepanjang hayat.
menjadi peserta didik karena cara belajar sepanjang hayat dapat dilakukan di
mana pun, kapan pun, dan oleh siapa pun.
Menurut pendapat Sudjana (2001), belajar sepanjang hayat memberikan
arah supaya pembelajaran dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut.
1. Pendidikan hanya akan berakhir apabila manusia telah meninggal dunia.
2. Pendidikan sepanjang hayat merupakan motivasi yang kuat bagi peserta
didik untuk merencanakan dan melakukan kegiatan belajar secara
terorganisasi dan sistematis.
3. Kegiatan belajar bertujuan untuk memperoleh, memperbarui, dan
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang telah dimiliki.
4. Pendidikan memiliki tujuan-tujuan berangkai dalam memenuhi kebutuhan
belajar dan dalam mengembangkan kepuasan diri setiap manusia yang
melakukan kegiatan belajar.
5. Perolehan pendidikan merupakan prasyarat bagi perkembangan kehidupan
manusia untuk meningkatkan kemampuannya agar manusia selalu
melakukan kegiatan belajar guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
tua untuk memberikan pengalaman belajar yang sesuai dalam rangka belajar
sepanjang hayat.
Tahapan belajar sepanjang hayat pada dasarnya terdiri atas dua tahapan
belajar. Tahap pertama, tahapan belajar internal, yaitu proses belajar yang tidak
dapat dilihat oleh pancaindra karena proses belajar terjadi dalam pikiran
seseorang yang sedang melakukan kegiatan belajar. Tahapan yang kedua adalah
proses belajar eksternal, yaitu proses yang dapat menunjukkan apakah dalam
diri seseorang telah terjadi proses belajar yang ditandai dengan adanya
perubahan ke arah yang lebih baik.
Menurut Suprijanto (2007), proses belajar yang terjadi dalam diri seseorang
yang sedang belajar berlangsung melalui enam tahapan berikut.
1. Motivasi
Peserta didik harus mampu memotivasi dirinya sendiri. Yang dimaksud
motivasi adalah keinginan untuk mencapai suatu hal. Apabila dalam diri
peserta didik tidak ada minat untuk belajar, tentu saja proses belajar tidak
akan berjalan dengan baik. Pendidik harus menumbuhkan minat belajar
tersebut dengan berbagai cara, antara lain dengan menjelaskan pentingnya
pelajaran dan mengapa materi itu perlu dipelajari.
2. Perhatian pada pelajaran
Peserta didik harus dapat memusatkan perhatiannya pada pelajaran. Apabila
hal itu tidak terjadi, proses belajar akan mengalami hambatan. Perhatian
peserta ini sangat tergantung pada pembimbing.
3. Menerima dan mengingat
Setelah memperhatikan pelajaran, seorang peserta didik akan mengerti dan
menerima serta menyimpan dalam pikirannya. Tahap menerima dan
mengingat ini harus terjadi pada diri orang yang sedang belajar. Ada
beberapa faktor yang dapat memengaruhi penerimaan dan pengingatan ini,
seperti struktur, makna, pengulangan pelajaran, dan interverensi.
4. Reproduksi
Dalam proses belajar, seseorang tidak hanya harus menerima dan
mengingat informasi baru, tetapi ia juga harus dapat menemukan kembali
apa-apa yang pernah dia terima. Agar peserta didik mampu melakukan
reproduksi, pendidik perlu menyajikan pengajarannya dengan cara yang
mengesankan.
8.28 Literasi Informasi
5. Generalisasi
Pada tahap generalisasi ini, peserta didik harus mampu menerapkan hal
yang telah dipelajari di tempat lain dan dalam ruang lingkup yang lebih
luas. Generalisasi juga dapat diartikan penerapan hal yang telah dipelajari
dari situasi yang satu ke situasi yang lain.
6. Menerapkan apa yang telah diajarkan serta umpan balik
Dalam tahap ini, peserta didik harus sudah memahami dan dapat
menerapkan apa yang telah diajarkan.
dan berbuat positif terhadap lingkungan, serta mencapai kepuasan diri dan
bermakna bagi lingkungan.
Dalam kegiatan belajar-mengajar, sedini mungkin dikembangkan
kemandirian dalam belajar itu dengan menghindari campur tangan guru, namun
guru selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan. Selanjutnya, asas belajar
sepanjang hayat dapat diwujudkan apabila didasarkan pada asumsi bahwa
peserta didik mau dan mampu mandiri dalam belajar. Perwujudan asas
kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran utama sebagai
fasilitator dan motivator, di samping peran-peran lain: informator, organisator,
dan sebagainya. Sebagai fasilitator, guru diharapkan menyediakan dan mengatur
berbagai sumber belajar sedemikian sehingga memudahkan peserta didik
berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut. Sebagai motivator, seorang guru
mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber
belajar itu.
Pengembangan kemandirian dalam belajar ini seyogianya dimulai dengan
kegiatan intrakurikuler yang dikembangkan dan dimantapkan selanjutnya dalam
kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Untuk latar perguruan tinggi, dimulai
dalam kegiatan tatap muka, lalu dikembangkan dan dimantapkan dalam kegiatan
terstruktur dan kegiatan mandiri. Kegiatan tatap muka atau intrakurikuler
terutama berfungsi membentuk konsep-konsep dasar dan cara-cara pemanfaatan
berbagai sumber belajar yang akan menjadi dasar pengembangan kemandirian
dalam belajar dalam bentuk-bentuk kegiatan terstruktur dan mandiri atau
kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler itu.
Kata bahan bacaan berasal dari bahan dan bacaan. Menurut Kamus Bahasa
Indonesia, kata bahan diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipakai atau
diperlukan untuk tujuan tertentu. Kata bacaan (buku dan sebagainya) yang
dibaca: buku. Bahan bacaan adalah sesuatu yang dapat dipakai atau diperlukan
untuk tujuan tertentu, dapat berupa buku atau apa saja yang dapat dibaca.
Pengertian buku dan sebagainya menunjukkan bahwa bacaan tidak hanya berupa
buku, tetapi berupa media lainnya yang dapat dibaca, baik tercetak maupun
elektronik, seperti surat kabar, majalah, brosur, berita-online, CD-ROM, surat
kabar online, majalah online, dan sebagainya. Pengertian bahan bacaan
dinyatakan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah
Nomor 3 Tahun 2001 tentang Perpustakaan Desa/Kelurahan. Keputusan tersebut
memberikan pengertian bahan bacaan, yaitu semua media cetak yang disediakan
bagi masyarakat dalam bentuk buku, majalah, tabloid, surat kabar, brosur,
leaflet, dan bahan cetakan lainnya yang bersifat informatif yang dapat dibaca,
dipelajari, dan memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat. Berdasarkan kedua
PUST4314/MODUL 8 8.31
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa bahan bacaan adalah semua media,
baik tercetak maupun elektronik, yang disediakan untuk kepentingan tertentu
bersifat informatif, dapat dibaca dipelajari, dan bermanfaat untuk bagi
kehidupan masyarakat sesuai dengan kepentingannya.
Pemilihan bahan bacaan harus disesuaikan dengan kepentingan belajar
mandiri masing-masing orang. Selain itu, perlu diperhatikan pula ruang lingkup
bahan bacaan agar mempermudah seseorang menggunakan bahan bacaan untuk
memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Dalam pemilihan bahan bacaan,
beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan adalah melakukan analisis
masyarakat (community analysis) pemakai bahan bacaan tersebut. Apabila
masyarakat pemakainya adalah pelajar, pelaku home industry, petani, peternak,
dan profesi lainnya tentu mempunyai kebutuhan yang berbeda. Akan tetapi,
dalam pemilihan bahan bacaan, yang diidentifikasi adalah aspek-aspek
pembelajaran yang terdiri atas aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik atau
gabungan lebih dari satu jenis aspek. Dengan mengidentifikasi jenis-jenis aspek
yang akan dipilih, ketersediaan bahan bacaan sebagai sumber belajar semakin
relevan dengan kepentingan pemakainya.
Untuk memilih berbagai jenis atau komponen sumber belajar seperti yang
dikemukakan AECT (1986), yaitu ada enam jenis sumber belajar, dapat juga
digunakan langkah pemilihan-pemilihan bahan bacaan sebagai berikut.
1. Pesan: menentukan isi pesan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan,
informasi yang akan disampaikan oleh komponen lain; dapat berbentuk ide,
fakta, makna, dan data.
2. Orang: menentukan apakah perlu menggunakan sumber belajar orang,
seperti guru, pakar bidang ilmu, tokoh masyarakat, dan sebagainya. Orang
yang bertindak sebagai penyimpan dan menyalurkan pesan antara lain
adalah guru, instruktur, siswa, ahli, narasumber, tokoh masyarakat,
pimpinan lembaga, tokoh karier, dan sebagainya.
3. Bahan: mencari bahan pembelajaran (materials) yang memuat isi pesan.
Barang-barang berisikan pesan untuk disampaikan dengan menggunakan
peralatan; kadang-kadang bahan itu sendiri sudah merupakan bentuk
penyajian, contohnya buku, transparansi, film, slides, gambar, grafik yang
dirancang untuk pembelajaran, relief, candi, arca, dan komik, termasuk
memanfaatkan perpustakaan dan bahan bacaan yang ada di perpustakaan
dan sebagainya.
4. Alat/perlengkapan: menentukan apakah perlu menggunakan peralatan
untuk mentransmisikan isi pesan. Barang-barang yang digunakan untuk
8.32 Literasi Informasi
e. Sikap (afektif) adalah materi yang berkenaan dengan sikap atau nilai,
misalnya nilai kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong, semangat dan
minat belajar, semangat bekerja, dan sebagainya.
ada yang harus dikerjakan. Secara khusus, membaca bertujuan untuk pencapaian
tujuan-tujuan tertentu.
Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan tentang definisi dan bentuk
apresiasi terhadap berbagai literatur, hal itu akan berdampak pada ketertarikan
lain yang bisa dilakukan oleh suatu komunitas, lembaga, kampus, dan lain-lain
untuk menghargai wujud atau bentuk penghargaan terhadap literatur yang
diciptakan oleh penciptanya. Penghargaan yang tidak dapat ditunjukkan atau
disimbolkan berupa:
1. mengenang karya seseorang;
2. menggunakan berbagai literatur secara etis;
3. membaca berbagai literatur, baik tercetak maupun terekam;
4. menghormati hak intelektual;
5. menghormati hak cipta.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
membangkitkan daya pikir serta berbuat positif dari, oleh, dan untuk dirinya
sendiri serta lingkungan. Dalam upaya memajukan pendidikan di Indonesia,
UNESCO mengeluarkan empat pilar yang dapat menopang pendidikan
yang ada di Indonesia ini. Keempat pilar tersebut adalah learning to know,
learning to do, learning to be, dan learning to live together. Untuk
mengimplementasikan learning to know (belajar untuk mengetahui), guru
harus mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Di samping itu, guru
dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog bagi
siswanya.
Pilar ketiga yang dicanangkan UNESCO adalah learning to be (belajar
untuk menjadi seseorang). Hal ini erat sekali kaitannya dengan bakat,
minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi anak, serta kondisi
lingkungannya. Misalnya, siswa yang agresif akan menemukan jati dirinya
apabila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Sebaliknya, bagi
siswa yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah sekaligus
fasilitator yang sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi
diri siswa secara utuh dan maksimal.
Terjadinya proses learning to live together (belajar untuk menjalani
kehidupan bersama), pada pilar keempat ini, yaitu kebiasaan hidup
bersama, saling menghargai, terbuka, serta memberi dan menerima, perlu
dikembangkan di sekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan
tumbuhnya sikap saling pengertian antarras, suku, dan agama. Dengan
melakukan empat pilar yang telah dikeluarkan oleh UNESCO, semua
pendidikan di Indonesia harus diarahkan pada peningkatan kualitas
kemampuan intelektual, profesional, sikap, kepribadian, dan moral. Dengan
kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian, hal itu pada
gilirannya akan menjadikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang
bermartabat di mata masyarakat dunia. Mengarah poin ketiga, learning to
be, yaitu belajar untuk menjadi seseorang. Hal ini sangat berkaitan dengan
bakat dan minat yang dimiliki seseorang. Jika seseorang memiliki bakat
yang lebih dalam suatu bidang, ia tidak akan mampu berkembang tanpa ada
dukungan dan fasilitas, baik dari guru itu sendiri maupun pengaruh
lingkungan luar. Ini dimaksudkan agar seorang siswa mampu mewujudkan
dan mengembangkan bakatnya sesuai dengan harapannya. Jadi, tanpa
peranan guru sebagai fasilitator, pilar ketiga yang dicetuskan UNESCO
tidak akan terlaksana dengan baik. Begitu juga dengan poin keempat
learning to live together, yaitu belajar untuk menjalani kehidupan bersama.
Maksud dari poin keempat ini adalah mewujudkan masyarakat yang aman,
tenteram, dan saling menghargai antaragama, suku, ras, dan budaya dalam
menjalani kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini, toleransi antarsesama
manusia sangat diperlukan karena umat manusia itu ditakdirkan untuk
PUST4314/MODUL 8 8.43
TES F OR M AT IF 1
3) Guru atau tutor berperan sebagai fasilitator, tidak boleh berperan sebagai
guru dalam kelas. Artinya, pustakawan pun dapat berperan sebagai
fasilitator dalam penyediaan informasi. Peran fasilitator diharapkan
mendorong peserta didik agar mampu …. Tiga di antara lima peran
disebutkan di bawah ini, kecuali ....
A. melakukan diagnosis terhadap kebutuhan belajarnya sendiri
B. mengidentifikasi dan memilih sumber-sumber belajarnya sendiri
(sumber belajar manusia atau bahan belajar)
C. menentukan dan melaksanakan strategi belajarnya
D. bersama dengan guru memilih sumber belajar yang dipakai peserta
didik
8.44 Literasi Informasi
4) Sesuatu yang dapat dipakai atau diperlukan untuk tujuan tertentu dapat
berupa buku atau apa saja yang dapat dibaca. Pengertian buku dan
sebagainya menunjukkan bahwa bacaan tidak hanya berupa buku, tetapi
berupa media lainnya yang dapat dibaca, baik tercetak maupun elektronik,
seperti surat kabar, majalah, brosur, berita online, CD-ROM, surat kabar
online, majalah online, dan sebagainya, disebut ....
A. bahan ajar
B. bahan bacaan
C. buku teks
D. materi pembelajaran
Kegiatan Belajar 2
bisa dikikis habis (Kartini Kartono, 2002: 56). Penyesuaian diri adalah
suatu proses yang mencakup respons mental dan tingkah laku, yaitu
individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan
dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang
dialaminya sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara
tuntutan dari dalam diri dan apa yang diharapkan oleh lingkungan tempat ia
tinggal (Schneiders dalam Desmita, 2009).
Pustakawan hendaknya cepat berubah menyesuaikan keadaan yang
menantang, seperti memanfaatkan teknologi informasi, menguasai
keterampilan literasi informasi, dan mengajarkan kepada pemakai.
2. Soft skill
Pada zaman persaingan seperti sekarang ini, kebutuhan pustakawan yang
profesional, yaitu tuntutan seorang pustakawan memiliki skill dan
kecerdasan juga emosional yang dapat mendukung dunia pekerjaan. Konsep
tentang soft skill sebenarnya merupakan pengembangan dari konsep yang
selama ini dikenal dengan istilah kecerdasan emosional (emotional
intelligence). Konsep tentang soft skill sebenarnya merupakan
pengembangan dari konsep yang selama ini dikenal dengan istilah
kecerdasan emosional (emotional intelligence). Soft skill sendiri diartikan
sebagai kemampuan di luar kemampuan teknis dan akademis yang lebih
mengutamakan kemampuan intra dan interpersonal. Tujuan dari pelatihan
soft skills adalah memberikan kesempatan kepada individu untuk
mempelajari perilaku baru dan meningkatkan hubungan antarpribadi
dengan orang lain. Soft skills memiliki banyak manfaat, misalnya
pengembangan karier serta etika profesional. Esensi soft skills adalah
kesempatan. Lulusan memerlukan soft skills untuk membuka dan
memanfaatkan kesempatan. Pustakawan adalah mitra intelektual yang
memberikan jasa kepada penggunanya serta mampu berkomunikasi dengan
baik secara lisan ataupun tertulis. People skills dapat dikembangkan dengan
membaca, mendengarkan secara positif informasi melalui bahan pustaka
elektronik/teknologi media, bergabung/berkenalan dengan masyarakat dan
organisasi positif dan diterapkan, serta diaplikasikan dalam kegiatan sehari-
hari.
PUST4314/MODUL 8 8.51
3. Berpikir positif
Berpikir positif dapat juga berarti kemampuan berpikir seseorang untuk
menilai pengalaman-pengalaman seseorang dalam hidupnya sebagai bahan
yang berharga untuk pengalaman selanjutnya dan menganggap semua itu
sebagai proses hidup yang harus diterima. Berdasarkan uraian di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa berpikir positif adalah menilai,
mengorganisasikan, dan mengarahkan pikiran secara sengaja dengan
melihat segi-segi positifnya melalui perhatian dan verbalisasi untuk
mendapatkan nilai positif (Peale, 1996). Berpikir positif bukanlah
optimisme buta, tetapi lebih merupakan cara menilai kembali sesuatu
dengan melihat segi-segi positifnya. Cara melihat atau menilai ini diarahkan
pada hal-hal yang lebih memberi dukungan. Seorang individu dapat melihat
atau menilai sesuatu secara positif sehingga diharapkan akan mendapatkan
hasil yang positif pula.
Pustakawan harus dapat menguasai kegiatan apa pun yang dihadapinya
secara positif dan dapat menyelesaikan dengan tepat dan benar serta
mempunyai pikiran yang positif agar kegiatan sesulit apa pun dapat
mengatasinya dengan tenang.
5. Kewirausahaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wirausaha adalah orang yang
pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi
baru, menyusun operasi untuk mengadakan produk baru, mengatur
permodalan operasinya, serta memasarkannya. Dalam lampiran Keputusan
Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor
961/KEP/M/XI/1995, dicantumkan:
a. wirausaha adalah orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku
dan kemampuan kewirausahaan;
b. kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan
seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada
upaya mencari, menciptakan, serta menerapkan cara kerja, teknologi,
dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka
memberikan pelayanan yang lebih baik atau memperoleh keuntungan
yang lebih besar.
Sinergi adalah kerja kelompok yang kreatif atau kerja sama yang kreatif.
Sesuatu yang baru diciptakan dan tidak akan dapat diciptakan tanpa
mensyukuri perbedaan. Kunci untuk menciptakan sinergi dengan belajar
untuk menghargai, bahkan mensyukuri perbedaan latar belakang adat
istiadat, kepribadian, ataupun pengalaman dan pendidikan. Perbedaan-
perbedaan itulah yang menunjukkan hasil kerja tim menjadi lebih baik dan
optimal. Tanpa perbedaan, tidak ada dasar untuk sinergi serta tidak ada opsi
untuk menciptakan solusi-solusi dan peluang-peluang baru.
Kuncinya, tentu kita belajar menggabungkan yang terbaik dari perbedaan
menjadi sebuah kekuatan yang menciptakan sesuatu yang sepenuhnya baru.
Keragaman itulah yang menciptakan minat, rasa, dan kombinasi baru yang
menggabungkan yang terbaik dari semua hal yang berbeda. Pustakawan
harus dapat bekerja secara tim antara satu bagian dan bagian yang lain,
saling membantu, mendukung, melengkapi, serta bekerja sama dalam
mengolah informasi yang dimilikinya.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pustakawan agar menjadi
pustakawan yang profesional dan memenuhi kriteria profesional seperti
berikut.
a. Keterampilan manajemen
Keterampilan dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk
menerjemahkan pengetahuan ke dalam tindakan yang menghasilkan
suatu kinerja yang diinginkan. Secara tradisional, manajer
menggunakan tiga jenis keterampilan dalam menjalankan tugas-
tugasnya, yaitu teknis, interpersonal, dan konseptual, serta dapat
ditambahkan dengan keterampilan diagnostis dan analitis. Manajer
pada tingkat yang berbeda dalam organisasi membutuhkan jenis
keterampilan yang berbeda serta tidak terkecuali pada perpustakaan
dan pusat informasi. Seorang pustakawan dituntut untuk memiliki
keterampilan manajemen. Keterampilan ini sangat berguna untuk
mengatur semua tugas terkait dengan tugas kepustakawan ataupun
mengatur diri pustakawan tersebut dalam aktivitas sehari-hari. Sebagai
seorang pustakawan, tentunya selalu berurusan dengan kegiatan
pokoknya, yaitu bekerja di perpustakaan dan selalu berhubungan
dengan orang lain dan dengan kemampuan manajemen yang dimiliki
oleh pustakawan.
Keterampilan manajemen dibutuhkan ketika berurusan dengan semua
jenis kegiatan terorganisasi dalam semua jenis organisasi. Mengelola
8.54 Literasi Informasi
c. Pengetahuan kurikulum
Inti dari pengembangan kurikulum adalah upaya penyederhanaan yang
integratif. Titik beratnya bertujuan mendorong peserta didik mampu
lebih baik dalam melakukan konservasi, bertanya, berpikir, dan
mengomunikasikan atau mempresentasikan apa yang diperoleh atau
diketahui setelah peserta didik menerima materi pembelajaran.
Pengetahuan kurikulum bagi pustakawan pada intinya adalah
terjadinya peningkatan dan keseimbangan antara kompetensi sikap
(attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge).
Pengetahuan kurikulum ini sejalan dengan amanat UU Sisdiknas
Tahun 2003 sebagaimana tersurat dalam penjelasan Pasal (35).
Kompetensi lulusan merupakan kemampuan lulusan yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai standar nasional yang
telah disepakati.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), kurikulum berarti
perangkat mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan.
Cakupannya berisi tentang uraian bidang studi yang terdiri atas
beberapa macam materi pembelajaran yang disajikan secara
terintegrasi.
Fungsi perpustakaan menempati posisi yang sentral dalam penerapan
kurikulum melalui proses belajar mengajar. Seorang pustakawan yang
bekerja di perpustakaan perlu menguasai atau memahami kurikulum
dari institusi pendidikan di tempat pustakawan bekerja. Pengetahuan
kurikulum yang dipergunakan oleh pustakawan dapat menjadi
pedoman bagi pustakawan untuk mengembangkan dan mengarahkan
kebijakan pengembangan koleksi perpustakaan. Koleksi perpustakaan
harus disesuaikan dengan kurikulum yang digunakan dalam sebuah
institusi pendidikan. Pengembangan koleksi perpustakaan sangat
berpengaruh pada tingkat keterpakaian koleksi perpustakaan.
dalam hal waktu, biaya, dan tenaga yang dikeluarkan selama proses
pencarian informasi.
Implementasi literasi informasi berupa kegiatan praktis dalam kegiatan
pendidikan pemakai perpustakaan, pembekalan bagi peserta didik baru,
hingga kepentingan praktis, sosial, dan dunia bisnis. Semakin
meningkatnya kebutuhan literasi informasi, semakin mendorong
pustakawan untuk menyusun implementasi pendekatan kepada
pemakai perpustakaan untuk mempermudah pemakai menguasai
keterampilan literasi informasi.
Keterampilan literasi informasi adalah kemampuan untuk menemukan
informasi, mengolah, dan menyajikan informasi. Kemampuan tersebut
sebenarnya merupakan kemampuan umum yang dimiliki oleh setiap
orang. Akan tetapi, tidak semua orang dapat mempunyai kemampuan
keterampilan literasi informasi. Seseorang dikatakan mempunyai
keterampilan literasi informasi jika mempunyai kemampuan
memahami kebutuhan informasi dan mendapatkan informasi yang
tepat dalam berbagai format serta kemampuan menggunakan dan
menyajikan informasi dalam bentuk yang tepat dan benar. Dengan
kemampuan ini, seseorang memiliki kerangka kerja intelektual untuk
memahami, mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi.
Untuk menyikapi tuntutan tersebut serta banyaknya informasi yang
tersedia pada saat ini, diperlukan sebuah strategi keterampilan literasi
informasi yang dimaknai sebagai kemampuan untuk mengenali
kebutuhan informasi dan kemampuan untuk menempatkan,
mengevaluasi, dan menggunakan informasi dengan efektif. Hasil yang
dicapai dari penguasaan dan imlementasi literasi informasi adalah
efisiensi biaya, waktu, dan tenaga yang dikeluarkan selama proses
pencarian informasi.
e. Keterampilan kepemimpinan
Mengembangkan keterampilan kepemimpinan atau leadership skills
yang bagus adalah salah satu faktor kunci keberhasilan perpustakaan.
Jika kita memiliki mutu leadership yang bagus pada setiap level
organisasi perpustakaan, kita bisa mengembangkan kinerja
perpustakaan kita secara optimal. Sebaliknya, jika kualitas
kepemimpinan para manajer atau supervisor di perpustakaan tidak
PUST4314/MODUL 8 8.57
f. Keterampilan mengevaluasi
Dalam proses mencapai tujuan perpustakaan, pimpinan harus secara
berkesinambungan memonitor layanan yang diberikan oleh
perpustakaan. Penelaahan statistik harus dilakukan secara teratur untuk
mengidentifikasi tren. Evaluasi tahunan harus mencakup semua bidang
yang ada dalam perencanaan untuk menjamin hal berikut.
1) Apakah koleksi memenuhi kebutuhan pemakai perpustakaan
dalam berbagai tingkatan dan berbagai kemampuan?
2) Apakah koleksinya dapat diakses dengan mudah?
3) Apakah koleksinya berkualitas?
4) Bagaimana pemakai perpustakaan memanfaatkan perpustakaan
dan koleksinya?
5) Bagaimana perpustakaan mendukung pencapaian standar
kompetensi pendidikan?
6) Bagaimana perpustakaan memengaruhi peningkatan prestasi
sekolah dan prestasi peserta didik?
g. Keterampilan presentasi
Presentasi adalah alat profesional dan interaksi sosial. Sebuah
presentasi yang baik bagi pustakawan akan mendapatkan posisi tawar
8.58 Literasi Informasi
h. Keterampilan promosi/pemasaran
Promosi perpustakaan merupakan mekanisme pertukaran informasi
perpustakaan dengan pemakai perpustakaan yang terdiri atas siswa,
guru, komite, orang tua peserta didik, atau masyarakat umum.
Mekanisme promosi ini sangat perlu diadakan secara terencana oleh
perpustakaan sehingga pemakai perpustakaan akan mengetahui
eksistensi perpustakaan, fungsi perpustakaan, pelayanan, dan jasa
perpustakaan.
Banyak sarana yang dapat digunakan untuk memasarkan sebuah
layanan agar dikenal masyarakat luas. Pustakawan dapat
memanfaatkan berbagai media mulai dari yang sederhana sampai
media yang berkualitas. Bagi pustakawan, keterampilan promosi
menjadi salah satu keterampilan yang harus dimiliki. Perpustakaan
merupakan salah satu lembaga nirlaba sehingga promosi menjadi
persoalan yang utama. Jika pustakawan tidak dapat melakukan
kegiatan promosi, informasi yang dimiliki perpustakaan tidak sampai
kepada pemakai perpustakaan dengan cepat.
i. Subjek spesialis
Subjek spesialis adalah subjek dalam pembinaan koleksi perpustakaan
yang erat hubungannya dengan kerja sama untuk menentukan batas-
batas yang baik dalam seleksi bahan pustaka dan batas-batas pembelian
buku sehingga bahan pustaka tersebut tetap tersedia di perpustakaan.
PUST4314/MODUL 8 8.59
j. Keterampilan penelitian/penulisan
Menulis merupakan ekspresi dan eksistensi diri dan sudah selayaknya
seorang pustakawan memiliki kemampuan menulis. Seperti kita tahu
bahwa kegiatan penulisan turut andil besar dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa, pengembangan profesi, dan kemajuan seseorang.
Seperti kita tahu bersama, pustakawan memiliki pengalaman yang luar
biasa banyak. Namun, sebagian besar pustakawan tidak mau menulis.
Dari bahan kuliah yang sederhana saja, sebenarnya dapat dijadikan
8.60 Literasi Informasi
k. Keterampilan mengajar
Untuk mewujudkan pustakawan yang andal dan berkompetensi,
dibutuhkan keterampilan dalam mengajar dan melatih. Hal ini
dipaparkan mengingat tantangan ke depan semakin berat. Oleh sebab
itu, pustakawan dibekali ilmu dan keterampilan khusus, seperti
keterampilan mengatalog dan pekerjaan referensi. Kita sering mendidik
pengguna perpustakaan untuk menelusuri katalog dengan efektif, untuk
menggunakan basis data dan mesin pencari, atau untuk mengevaluasi
informasi yang mereka dapat dari internet. Pada abad ke-21,
pustakawan juga dituntut untuk mengajarkan keterampilan yang terdiri
atas information literacy, kemampuan untuk melokalisasi,
menganalisis, dan memanfaatkan informasi secara efektif, yaitu
menyatu dengan tugas hampir setiap pustakawan. Keterampilan
mengajar harus dimiliki oleh seorang pustakawan yang profesional.
Baik langsung maupun tidak langsung, kemampuan ini sangat
dibutuhkan oleh seorang pustakawan dalam menularkan ilmunya
kepada orang lain. Minimal dalam memberitahukan pengunjung
mengenai segala hal yang terkait dengan perpustakaan, misalnya
peraturan, tata tertib, kebijakan, dan sebagainya. Pada fungsi ini,
keterampilan mengajar perlu dimiliki oleh pustakawan yang dalam
pekerjaannya banyak berinteraksi dengan pengguna, yaitu mahasiswa
ataupun dosen. Keterampilan mengajar dan teknik presentasi dapat
dilatih dan dapat diperoleh dengan mengikuti kursus-kursus yang
diperuntukkan bagi dosen ataupun kursus pengembangan kepribadian.
Jika seorang pustakawan tidak memiliki keterampilan dalam mengajar,
sangat dimungkinkan pengunjung perpustakaan tidak dapat
mengeksplorasi perpustakaan dengan maksimal. Untuk memperoleh
PUST4314/MODUL 8 8.61
l. Pengembangan profesional
Kinerja atau sering disebut unjuk kerja merupakan hasil kerja yang
dihasilkan oleh pegawai (pustakawan) atau perilaku nyata yang
ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi (perpustakaan)
(Harinandja, 2002). Adapun profesional bersangkutan dengan profesi
yang memiliki arti pekerjaan, yaitu pekerjaan yang memerlukan
pendidikan dan latihan. Suatu pekerjaan disebut profesi apabila
memiliki ciri-ciri (a) adanya asosiasi atau organisasi keahlian, (b)
terdapat pula pendidikan yang jelas, (c) adanya kode etik, (d)
berorientasi pada jasa, dan (e) adanya tingkat kemandirian. Sementara
itu, profesionalisme menunjukkan ide, aliran, dan isme yang bertujuan
mengembangkan profesi agar profesi dilaksanakan oleh profesional
dengan mengacu pada norma-norma, standar, dan kode etik serta
memberikan layanan terbaik kepada klien.
dan pemasyarakatan informasi baik dalam bentuk karya cetak, karya rekam,
ataupun multimedia; serta kegiatan pengkajian atau kegiatan lain untuk
pengembangan perpustakaan, dokumentasi, dan informasi, termasuk
pengembangan profesi.
Perpustakaan yang baik dapat diukur dari keberhasilannya dalam
menyajikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat. Semakin baik
pelayanannya, semakin tinggi penghargaan yang diberikan kepada sebuah
perpustakaan. Lengkapnya fasilitas yang ada, besarnya dana yang disediakan,
serta banyaknya tenaga pustakawan tidak berarti apa-apa apabila perpustakaan
tersebut tidak mampu menyediakan pelayanan yang bermutu. Menurut Tizan
Herman dan Kianta (Fatimah, 2001), mutu pelayanan dapat dispesifikasikan
sebagai berikut.
1. Kinerja pelayanan dapat diandalkan dan akurat sehingga tingkat kesalahan
dapat diperkecil (reliabilitas).
2. Pustakawan mampu memberikan jawaban kepada setiap permintaan dalam
waktu relatif singkat (responsive).
3. Setiap pustakawan harus bersikap sopan, hormat, dan ramah serta mampu
berkomunikasi dengan pemakai.
4. Pustakawan harus mampu menciptakan pelayanan yang memiliki
kredibilitas yang tinggi.
5. Pelayanan harus dapat menjamin keselamatan fisik, keuangan, dan bahan-
bahan lain yang dianggap rahasia.
6. Pustakawan harus mampu memahami, menggali, dan mengidentifikasi
pemakai.
7. Ruangan dan peralatan harus nyaman dan tertata dengan baik (tangible).
2. Pendidikan Nonformal
Memperoleh ilmu pengetahuan dapat dilakukan oleh para pustakawan
untuk terus meningkatkan profesionalismenya dalam bekerja. Namun ,yang
perlu dicatat adalah pendidikan nonformal dapat dilakukan setelah
pendidikan secara formal sudah didapatkan. Ini berarti pendidikan
nonformal hanya dilakukan sebagai sarana untuk menambah ilmu
pengetahuan. Ini karena seorang pustakawan yang profesional harus
mengenyam pendidikan minimal D2 Ilmu Perpustakaan ditambah dengan
diklat sistem 36 jam. Ini berarti bagi seorang pustakawan pendidikan formal
lebih utama dibandingkan dengan pendidikan nonformal. Pendidikan
nonformal, misalnya pendidikan bahasa Inggris, pendidikan komputer,
kursus pemrograman, kursus keterampilan, dan sebagainya, sebenarnya
tidak termasuk dalam kurikulum pendidikan formal perpustakaan, tetapi hal
ini dapat menambah kemampuan bagi para pustakawan.
PUST4314/MODUL 8 8.65
3. Pengembangan Layanan
a. Berusaha terus meng-update informasi terbaru
Pustakawan yang profesional harus mengetahui dan memahami
posisinya saat ini. Posisi pustakawan saat ini, selain sebagai
pengembang ilmu dan penerap ilmu, pustakawan juga berfungsi
sebagai pekerja informasi atau orang yang bekerja di bidang informasi.
Sebagai orang yang bekerja di bidang informasi, meng-update
informasi terbaru yang berkembang di tengah-tengah masyarakat
adalah sebuah keharusan. Hal ini karena kepuasan pengguna
perpustakaan menjadi sebuah target pekerjaan profesional pustakawan.
mungkin profesi pustakawan menjadi profesi yang diminati banyak pihak seperti
profesi yang lain.
Tentunya, pekerjaan ini tidak mudah dalam era seperti sekarang ini, tetapi
bukan tidak mungkin hal ini dapat dilaksanakan. Semua bergantung dari semua
individu yang bergerak dalam bidang perpustakaan untuk terus bahu-membahu
bersama-sama memperjuangkan dunia perpustakaan. Dengan kemajuan dunia
perpustakaan, secara otomatis dunia pustakawan juga akan berkembang. Mimpi
semacam ini harus senantiasa digantung di langit yang tinggi agar dapat
dijadikan pemompa semangat dalam memperbaiki profesi pustakawan.
C. DEMONSTRASI KEMAMPUAN
pada materi yang sedang dipelajari; serta 3) pengalaman dan kesan sebagai hasil
pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa.
Selain kelas atau program literasi informasi yang bertatap muka dan penuh
praktek, adakah hal lain? Berbagilah pengetahuan tentang literasi informasi dan
materi literasi informasi kepada pemustaka melalui media internet. Gunakan
situs perpustakaan, gunakan blog pribadi, gunakan Facebook, gunakan
Delicious, gunakan Twitter, dan gunakan semua yang dapat menjangkau
pemustaka. Berdayakan mereka dengan gaya apa pun.
LAT IH A N
1) Jelaskan apa yang dimaksud dengan konsep ekspresi diri atas kemampuan
yang telah dipelajari!
2) Jelaskan apa yang dimaksud dengan konsep demonstrasi kemampuan yang
telah dipelajari!
3) Apa perbedaan antara apresiasi diri dan demonstrasi atas kemampuan yang
telah dipelajari?
4) Uraikan tentang bentuk ekspresi diri yang dapat ditunjukkan oleh
pustakawan atas kemampuan yang telah dipelajari!
5) Jelaskan secara singkat cara-cara pustakawan mendemonstrasikan
kemampuan yang telah dipelajari!
PUST4314/MODUL 8 8.71
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
Daftar Pustaka
Djamarah, B.S. (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Gagne , RM. (1977). The Condition of Learning. New York: Holt Rinchart and
Winton.
Lewis, R. dan D. Spencer. (1986). What is Open Learning? London: Council for
Education Technology.
8.78 Literasi Informasi
The Liang Gie. (1988). Pengantar Filsafat Ilmu. Edisi kedua. Jakarta:
Gramedia.
Tim Penyusun. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Wangid, Muhammad Nur. (2009). ―Sistem Among pada Masa Kini: Kajian
Konsep dan Praktik Pendidikan.‖ Jurnal Kependidikan Volume 39 Nomor
2, November 2009, hlm. 129—140.
Belajar Kelompok
Drs. Tri Septiyantono, M.Si.
PE N DA H UL U AN
B elajar dari sesama teman memiliki makna lebih besar sebab peserta
didik lebih mudah memahami bahasa dan isyarat yang diberikan oleh
temannya. Melalui belajar kelompok, peserta didik memperoleh berbagai hal
yang tidak didapatkan pada saat belajar sendiri, seperti sikap menghargai
orang lain, sikap menerima orang lain, dan bekerja sama. Dengan cara belajar
kelompok, peserta didik dapat saling menolong untuk mengatasi kesulitan
belajarnya. Belajar kelompok memungkinkan mendapatkan hasil yang lebih
baik.
Secara tradisional, sumber belajar adalah guru dan buku paket. Padahal,
sumber belajar yang ada di sekitar sekolah, di rumah, dan di masyarakat
sangat banyak. Sayangnya, sumber belajar kita yang berlimpah-limpah
tersebut belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Setelah mempelajari
modul ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1. menjelaskan ciri-ciri umum belajar kelompok;
2. menjelaskan sumber belajar pada belajar kelompok;
3. membedakan tujuan belajar kelompok dan belajar sendiri;
4. menjelaskan manfaat belajar kelompok;
5. menghubungkan antara belajar kelompok dan prinsip belajar sepanjang
hayat;
6. menjelaskan belajar kelompok dalam berkolaborasi dengan lingkungan;
7. menjelaskan peran perpustakaan dalam belajar kelompok;
8. menjelaskan kebebasan informasi;
9. menjelaskan yang dimaksud dengan akses informasi;
10. menjelaskan demokrasi informasi;
11. menjelaskan hak karya intelektual;
12. menjelaskan copyright;
13. menjelaskan copyleft.
9.2 Literasi Informasi
Kegiatan Belajar 1
A. PENGERTIAN BELAJAR
sekolah yang sama. Jika kelompok dibentuk dari lingkungan tempat tinggal,
anggota kelompok dapat berasal dari sekolah yang berbeda. Asal anggota
kelompok tidak mesti harus dari sekolah yang sama.
Kelompok belajar yang berasal dari teman-teman sekolah lain dapat
dijalankan, yang penting niatnya sama-sama ingin pintar. Pada kelompok
yang berasal dari lingkungan tempat tinggal, diperlukan orang dewasa yang
mampu membimbing anggota kelompok dalam belajar. Pembimbing dari
lingkungan tempat tinggal (di luar lingkungan sekolah) dapat ditampung
dalam kegiatan lembaga, seperti perpustakaan yang dikenal dengan rumah
baca.
Belajar kelompok mempunyai tujuan utama agar anak dapat
bersosialisasi dan bekerja sama, terutama untuk kegiatan yang memerlukan
pemecahan masalah bersama, seperti melakukan percobaan, berdiskusi,
bermain peran, serta untuk mendorong agar anak pemalu dan penakut mau
berbicara. Anak-anak ini akan merasa aman jika berbicara dalam kelompok
kecil daripada secara klasikal. Melatih anak belajar kelompok berarti juga
menyiapkan anak untuk menjadi dewasa yang bisa bekerja sama dengan
orang lain. Dalam kenyataan hidup, yang membuat manusia sukses adalah
kemampuannya menerapkan kecerdasan untuk bekerja sama dengan orang
lain dalam mencapai tujuan bersama. Lebih-lebih dalam masyarakat modern,
kemampuan bekerja sama semakin penting dan mutlak dibutuhkan
(Schmuck,1985).
Ada beberapa cara pengelompokan yang dapat dilakukan pengajar,
misalnya berdasarkan kemampuan, jenis kelamin, atau campuran. Setiap
jenis pengelompokan tentu mengandung segi positif dan negatif, tergantung
bagaimana pengajar melaksanakannya, termasuk mengetahui mengapa
pengajar mengelompokkan berdasarkan kemampuan dengan alasan, misalnya
mereka dapat berdiskusi secara efektif atau berdasarkan jenis kelamin agar
mereka dapat membahas topik dengan lebih terbuka dalam kelompok sejenis
dan sebagainya. Adapun yang penting diperhatikan oleh pengajar adalah
bagaimana belajar kelompok dapat memaksimalkan hasil belajar semua anak
dengan kemampuan dan minat yang beragam itu.
Pengajar perlu mengadakan supervisi yang ketat untuk mengetahui
kegiatan yang dilakukan selama belajar kelompok. Yang banyak dilakukan
oleh peserta didik bahwa duduk berkelompok tidak sama dengan belajar
kelompok. Peserta didik sudah biasa duduk dalam kelompok dalam belajar,
tetapi peserta didik mengerjakan tugas individual. Namun, juga bisa anak-
9.6 Literasi Informasi
3. Waktu belajar kelompok jangan terlalu lama (maksimal dua jam) tiap
pertemuan dan intensitas terlalu sering pertemuan. Waktu belajar yang
efektif adalah siang hari atau sore hari setelah istirahat di rumah.
Usahakan agar setiap anggota datang tepat pada waktunya di tempat
yang disepakati sebelumnya.
4. Ciptakan suasana belajar yang serius, tetapi santai. Setiap anggota
kelompok diharapkan untuk fokus terhadap materi yang didiskusikan.
Hindari bercanda yang berkepanjangan atau bermain saat belajar
kelompok.
5. Pilihlah tempat belajar yang nyaman dan tenang, jauh dari keramaian.
Tempat belajar kelompok yang tenang dan nyaman sangat membantu
dalam meningkatkan konsentrasi dalam berdiskusi.
6. Manfaatkan waktu untuk mengerjakan soal-soal yang telah disepakati.
Tiap-tiap anggota harus mengerjakan soalnya sendiri-sendiri. Apabila
ada anggota yang tidak bisa mengerjakan suatu soal, anggota yang lain
diminta menjelaskan. Dorong anggota kelompok untuk bertanya kepada
yang lain jika tidak tahu. Apabila semua anggota kelompok tidak ada
yang mampu, catatlah soal tersebut untuk ditanyakan kepada pengajar di
sekolah.
4. Buat review
a. Apakah kerjaan saya benar?
b. Apakah bisa saya mengerjakannya dengan lebih baik?
c. Rencana saya serupa dengan diri sendiri?
d. Apakah saya memilih kondisi yang benar?
e. Apakah saya meneruskannya? Apakah saya disiplin pada diri
sendiri?
Selain dengan langkah belajar seperti uraian di atas, belajar juga dapat
menggunakan metode belajar sebagai orang dewasa. Belajar sebagai orang
dewasa berarti belajar seperti di perguruan/pendidikan tinggi. Pendidikan
tinggi mempunyai peraturan, pola, dan budaya sendiri. Ada perbedaan-
perbedaan penting antara pendidikan tinggi swasta, universitas negeri;
institusi seni liberal, institusi (lembaga) penelitian, sekolah-sekolah tamatan,
dan lain-lain.
Sebagai pelajar dewasa, karena menggunakan cara belajar orang dewasa,
mahasiswa diharapkan
1. cenderung menjadi mandiri;
2. memiliki wadah dengan kekayaan pengalaman yang dapat membantu
sebagai sumber untuk belajar;
3. sering kali dipengaruhi untuk mengetahui atau melakukan sesuatu;
4. cenderung memiliki suatu kehidupan, tugas, atau pemusatan masalah
orientasi belajar sebagai lawan orientasi suatu hal;
5. pada umumnya mendorong belajar secara mendalam/hakiki.
Agar berhasil dalam belajar, diperlukan suatu strategi yang jitu. Strategi
belajar bersifat individual. Itu artinya strategi belajar yang efektif bagi diri
seseorang belum tentu efektif bagi orang lain. Untuk memperoleh strategi
belajar efektif, seseorang perlu mengetahui serangkaian konsep yang akan
membawanya menemukan strategi belajar yang paling efektif bagi dirinya.
PUST4314/MODUL 9 9.13
E. BELAJAR EFEKTIF
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri
seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat, dan
dari tidak mengerti menjadi mengerti. Belajar dikatakan sebagai suatu proses
karena perubahan tingkah laku yang terjadi melalui suatu tahapan-tahapan
yang pada akhirnya menjadi hasil belajar. Proses belajar akan menghasilkan
perubahan yang bersifat intensional (disengaja), positif, aktif, efisien, efektif,
dan fungsional. Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Belajar adalah proses
mental yang tidak berdiri sendiri, tetapi ditentukan oleh banyak faktor, yakni
faktor diri sendiri, faktor di luar diri, serta faktor pendekatan belajar yang
digunakan.
Perbuatan belajar menghasilkan perubahan dan ciri khas yang bersifat
intensional (disengaja), positif dan aktif (bermanfaat dan atas hasil usaha
sendiri), efektif, serta fungsional (berpengaruh dan mendorong timbulnya
perubahan baru). Seseorang yang belajar dan mendapatkan hasil dari belajar
memiliki perubahan perilaku yang dialami semakin tampak. Manifestasi
perubahan perilaku belajar akan tampak dalam kebiasaan, keterampilan,
pengamatan, berpikir asosiatif, daya ingat, berpikir rasional, kritis, sikap, dan
inhibisi (menghindari hal-hal yang mubazir).
Belajar efektif adalah cara belajar yang teratur, tuntas, secara
berkesinambungan, dan produktif, yakni menghasilkan kepandaian,
PUST4314/MODUL 9 9.15
2. Pusatkan diri terhadap nilai dan prinsip yang kamu percaya. Tentukan
sendiri mana yang penting. Jangan biarkan teman atau orang lain
mendikte.
3. Kerjakan dulu mana yang penting. Kerjakanlah dulu prioritas-prioritas
yang telah ditentukan. Jangan biarkan orang lain atau hal lain
memecahkan perhatian dari tujuan.
4. Anggapan berada dalam situasi co-opetition. Co-opetition merupakan
gabungan dari kata cooperation (kerja sama) dan competition
(persaingan). Jadi, selain sebagai teman yang membantu dalam belajar
bersama dan banyak memberikan masukan/ide baru dalam mengerjakan
tugas, anggaplah dia sebagai saingan dalam kelas. Dengan begini, akan
selalu terpacu untuk melakukan yang terbaik (do your best) di dalam
kelas.
2. Sebagai model
Peran sebagai model diwujudkan dengan cara membagi pikiran tentang
suatu hal atau dengan cara mendemonstrasikan sesuatu secara bertahap
untuk menunjukkan kepada peserta didik bagaimana melakukan sesuatu
secara bertahap. Di samping itu, menunjukkan kepada peserta didik
bagaimana cara berpikir yang efektif dan efisien sewaktu kelompok
mengalami situasi yang sulit. Hal itu dilakukan dengan komunikasi
PUST4314/MODUL 9 9.27
LAT IH A N
R A NG KU M AN
yang diberikan oleh pengajar. Oleh karena itu, peran pengajar sebagai
pendidik sangat diharapkan untuk mengantisipasi persaingan tersebut
agar kekompakan dan kerja sama tetap terjaga dalam belajar.
Peserta didik sebenarnya selalu membutuhkan belajar kelompok
pada saat melakukan kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar kelompok,
peserta didik dapat mengaktualisasikan diri dan saling mengisi
kekurangan masing-masing anggota kelompok. Belajar kelompok
sangat membantu peserta didik memperoleh banyak pengetahuan dan
keterampilan lebih banyak karena dapat belajar dari sesama teman.
Belajar dari sesama teman memiliki makna lebih besar sebab peserta
didik lebih mudah memahami bahasa yang diberikan oleh temannya.
Sebagai salah satu bagian terpenting dari paradigma dunia
pendidikan abad ke-21 (era informasi), belajar sepanjang hayat harus
menjadi salah satu perhatian perpustakaan guna memberikan kontribusi
optimal dalam proses pendidikan. Belajar sepanjang hayat telah menjadi
bagian integral dari sistem pendidikan di sejumlah negara maju, seperti
Amerika Serikat. Maka itu, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa
konsep belajar sepanjang hayat telah menjadi embrio lahirnya budaya
belajar (termasuk budaya baca) yang kuat di dalam kehidupan
masyarakatnya.
Untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik, salah satu model
pembelajaran yang dikenal dengan pembelajaran kolaboratif diharapkan
dapat membantu meningkatkan kemampuan dan prestasi belajar peserta
didik. Proses belajar kolaborasi adalah model pembelajaran inquiry dan
model pembelajaran student team achievement division (STAD).
Pembelajaran lebih menekankan peserta didik agar lebih aktif dan
bertanggung jawab dalam memahami materi pelajaran baik secara
berkelompok maupun individual. Pendekatan kolaboratif dipandang
sebagai proses membangun dan mempertahankan konsep tentang suatu
masalah.
Perpustakaan sebagai salah satu di antara sarana dan sumber belajar
yang efektif untuk menambah pengetahuan melalui beraneka bacaan.
Berbeda dengan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari secara
klasikal di sekolah, perpustakaan menyediakan berbagai bahan pustaka
yang secara individual dapat dimanfaatkan. Ketersediaan beraneka bahan
pustaka memungkinkan tiap orang memilih informasi yang sesuai
dengan kepentingannya.
PUST4314/MODUL 9 9.31
TES F OR M AT IF 1
2) Setiap metode belajar, baik itu metode belajar mandiri maupun belajar
kelompok, memiliki kekurangan dan kelebihan. Di bawah ini terdapat
tiga keuntungan dalam belajar kelompok, kecuali ….
A. mengurangi tanggung jawab individu
B. efisien alat bantu metode yang digunakan ceramah, film, dan
demonstrasi
C. mengembangkan rasa aman karena berada dalam kelompok
D. mempermudah untuk pengajaran konsep baru
Kegiatan Belajar 2
A. FUNGSI INFORMASI
B. NILAI INFORMASI
Nilai informasi ditentukan oleh dua hal, yaitu manfaat dan biaya untuk
mendapatkan informasi tersebut. Suatu informasi dapat dikatakan bernilai
apabila manfaatnya lebih efektif dibandingkan dengan biaya untuk
mendapatkannya. Sebagian besar informasi tidak dapat ditaksir secara pasti
nilai keuntungannya (dalam satuan uang), tetapi kita dapat menaksir nilai
efektivitas dari informasi tersebut. Pengukuran nilai informasi biasanya
dihubungkan dengan analisis cost effectiveness atau costbenefit.
Jogiyanto (2000) mengemukakan bahwa nilai informasi ditentukan dari
dua hal, yaitu manfaat dan biaya. Suatu informasi dikatakan bernilai apabila
manfaatnya lebih efektif dibandingkan dengan biaya mendapatkannya.
Sebagian besar informasi dinikmati oleh lebih dari satu pihak sehingga sulit
untuk menghubungkan suatu informasi dengan biaya untuk memperolehnya
dan sebagian besar informasi tidak dapat ditaksirkan keuntungannya dengan
satuan uang, tetapi dapat ditaksir nilai efektivitasnya.
Tata Sutabri (2003) berpendapat bahwa nilai informasi tidak mudah
untuk dinyatakan dengan ukuran yang bersifat kuantitatif. Namun, nilai
informasi dapat dijelaskan menurut skala relatif. Misalnya, jika suatu
informasi dapat menghasilkan hal yang mengurangi ketidakpastian bagi
pengambilan keputusan, nilai informasinya tinggi. Sebaliknya, jika suatu
informasi kurang memberikan relevansi bagi pengambilan keputusan,
informasi tersebut dikatakan kurang bernilai atau informasinya rendah.
Sementara itu, Edhy Sutanta (2003) menyatakan bahwa nilai suatu informasi
dapat ditentukan berdasarkan sifatnya, ada 10 sifat yang dapat menentukan
nilai informasi sebagai berikut.
1. Kemudahan dalam memperoleh informasi mempunyai nilai yang lebih
sempurna apabila dapat diperoleh secara mudah. Artinya, informasi yang
dibutuhkan tidak sulit ditemukan.
2. Sifat luas dan kelengkapan informasi mempunyai nilai yang lebih
sempurna apabila mempunyai lingkup atau cakupan yang luas dan
9.36 Literasi Informasi
Agar informasi dapat digunakan dengan benar dan tepat, informasi harus
memenuhi kualitas yang ditentukan. Kualitas suatu informasi tergantung dari
tiga hal berikut.
1. Akurasi
Informasi harus bebas dari kesalahan dan tidak bias atau menyesatkan.
Informasi harus akurat karena dari sumber informasi sampai penerima
informasi mungkin banyak mengalami gangguan yang dapat mengubah
atau merusak informasi tersebut.
PUST4314/MODUL 9 9.37
2. Tepat waktu
Informasi yang datang pada penerima tidak boleh terlambat. Informasi
yang sudah usang tidak akan mempunyai nilai lagi karena informasi
merupakan landasan dalam pengambilan keputusan apabila pengambilan
keputusan akan terlambat diambil.
3. Relevan
Informasi tersebut mempunyai manfaat untuk pemakainya. Relevansi
informasi untuk tiap-tiap orang berbeda.
D. AKSES INFORMASI
dibuat supaya tidak terjadi kesenjangan antara masyarakat miskin dan kaya.
Eisenschitz (1993) menyatakan bahwa hak untuk mengakses informasi
sebagai dasar kebebasan informasi. Ia mengusulkan setiap lembaga nasional
dan regional memberikan akses kepada masyarakat dengan cara mendirikan
perpustakaan umum pada tingkat provinsi dengan jaringan pelayanan pada
tingkat kabupaten, kecamatan, kelurahan, desa, bahkan dapat
diselenggarakan sampai tingkat RT/RW melalui taman bacaan masyarakat
atau sudut-sudut baca.
Semua sistem perpustakaan dan kebijakan jaringan, prosedur, atau
peraturan yang berkaitan dengan sumber daya dan jasa harus dicermati
supaya tidak terjadi pelanggaran hak-hak pengguna. Pengguna memiliki hak
untuk bebas dari keterbatasan atau kondisi yang ditetapkan oleh
perpustakaan, pustakawan, sistem administrator, vendor, penyedia layanan
jaringan, atau orang lain. Pengguna juga memiliki hak atas informasi,
pelatihan, dan bantuan yang diperlukan untuk mengoperasikan perangkat
keras dan perangkat lunak yang disediakan oleh perpustakaan. Pada
dasarnya, pengguna harus diberi tahu tentang keamanan transaksi sebelum
menggunakan.
menimbulkan kontroversi yang baru tentang kebijakan akses data digital atau
internet secara bebas. Perpustakaan terus bergulat dengan isu-isu kebebasan
intelektual pada tingkat lokal, nasional, dan internasional.
Gagasan tentang prinsip-prinsip kebebasan intelektual salah satunya
menyatakan bahwa demokrasi tergantung pada kemudahan akses dan
keterbukaan terhadap ide-ide/gagasan. Prinsip tersebut akan menjadi bagian
dari sistem pelayanan perpustakaan dan merupakan keunggulan dari profesi
perpustakaan dan pendidikan. Pengajar dan pustakawan harus bergerak
bersama-sama untuk memperjuangkan dan membela hak-hak anak-anak dan
remaja agar mereka memiliki kebebasan intelektual dan tanggung jawab
profesional.
Peran perpustakaan dalam demokrasi adalah penyedia informasi bagi
siapa saja yang memiliki kebutuhan untuk mengembangkan kebiasaan
masyarakat. Banyak pendapat umum yang menyatakan bahwa perpustakaan
tidak hanya sebagai pusat belajar, tetapi juga sebagai tempat untuk
mengembangkan kapasitas intelektual dan kreatif pemimpin masa depan.
Perpustakaan juga dapat dijadikan sebagai model masyarakat madani,
ditandai dengan kebebasan dan tanggung jawab, menghormati keberagaman,
berjuang untuk keadilan dan kesetaraan, serta gairah untuk martabat manusia
dan komitmen pada tujuan bersama.
Menyediakan layanan dan jaringan koneksi informasi global tidak sama
dengan memilih dan pembelian bahan pustaka untuk koleksi perpustakaan.
Menentukan akurasi atau keaslian dari informasi elektronik itu sendiri sudah
menjadi masalah tersendiri. Beberapa informasi tersedia dan dapat diakses
secara mudah, tetapi mungkin tidak memenuhi kriteria seleksi perpustakaan
atau kebijakan pengembangan koleksi. Oleh karena itu, memilih informasi
elektronik yang dibutuhkan kembali ke masing-masing individu serta
pendampingan orang tua dan wali yang peduli tentang penggunaan sumber
daya elektronik. Perpustakaan dan pustakawan tidak menolak atau membatasi
akses informasi melalui sumber elektronik karena isinya diduga kontroversial
atau karena keyakinan pribadi pustakawan atau takut terjadi
konfrontasi. Informasi elektronik yang diambil atau dimanfaatkan harus
dilindungi secara konstitusional, kecuali ditentukan lain oleh yurisdiksi
pengadilan.
Misi dan tujuan perpustakaan harus mendukung akses ke informasi ke
semua subjek yang mempunyai kebutuhan atau kepentingan, terlepas dari
usia pengguna atau konten material. Perpustakaan memiliki kewajiban untuk
PUST4314/MODUL 9 9.47
H. DEMOKRASI INFORMASI
asasi manusia dalam bidang sipil politik. Hak atas kebebasan memperoleh
informasi merupakan sarana dan strategi untuk mendorong pemerintahan
yang terbuka sehingga masyarakat sebagai pemilik dan pelaku kedaulatan
dalam negara dapat turut berpartisipasi dalam mengontrol penyelenggaraan
pemerintahan yang baik.
Demokrasi informasi berhasil mendorong perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi. Banyak aspek dalam kehidupan manusia dikemas
sebagai informasi yang disajikan dalam berbagai bentuk dan format
informasi. Pengemasan kembali informasi tersebut mampu menghilangkan
batas-batas fisik yang membatasi wacana akses informasi. Kemas ulang ini
juga memiliki efek terhadap cara masyarakat melakukan demokrasi. Namun,
pendapat berbeda menyatakan bahwa kuat atau tidak pertumbuhan jaringan
elektronik akan menghasilkan demokrasi yang lebih luas.
Sampai saat ini, belum ada satu pun teori-teori yang berpendapat bahwa
dapat mengatasi sepenuhnya peran demokrasi dalam era informasi. Sensor
dan enkripsi dalam demokrasi informasi yang ditimbulkan melalui teknologi
informasi dan komunikasi internet dapat mengakibatkan pelanggaran
peraturan pemerintah tentang hak-hak dasar masyarakat yang diatur dalam
konstitusi. Akhirnya, rekonfigurasi komunikasi yang dijalankan oleh
teknologi informasi dan komunikasi internet bekerja untuk menciptakan
bentuk baru dari cyberdemocracy. Kebebasan informasi ini merupakan hak
publik yang dapat menunjang perwujudan kebebasan informasi. Kebebasan
informasi mensyaratkan adanya jaminan atas:
1. hak untuk mengamati (right to observe);
2. hak memperoleh informasi (right to information);
3. hak berpartisipasi (right to participate);
4. kebebasan berekspresi;
5. hak mengajukan keberatan.
orang hanya membuat informasi mereka sendiri dengan cara mereka sendiri
dan demokrasi informasi harus diatur dengan baik.
Dalam demokrasi informasi, setiap individu akan selalu mencari cara
untuk berbagi informasi dengan berbagai pemangku kepentingan dan
mengekspresikan kesuksesan bersama dengan keberhasilan orang lain juga.
Kebebasan hidup dan mengejar kebahagiaan adalah kredo demokrasi yang
lebih individual. Dalam demokrasi informasi, harus dipastikan bahwa setiap
orang bisa mendapatkan informasi sesuai dengan kebutuhannya.
Harus diakui demokrasi telah menawarkan banyak hal dalam
perkembangan mengemukakan pendapat, berserikat, berkumpul, dan
berkreativitas sesuai perkembangan zaman. Masyarakat memungkinkan
terjadinya perubahan sistem sosial ketika pintu masuknya dimulai dari
demokrasi. Dalam konteks ini, akhirnya demokrasi menjadi instrumen
gerakan sosial.
Ketika membahas teori-teori tentang demokratisasi, Ingunn Hagen
(1992) menyatakan bahwa ada tiga macam bentuk utama demokrasi.
Pertama, demokrasi kompetitif (competitive democracy) yang ditandai oleh
kompetisi bebas dan terbuka berbagai elemen masyarakat untuk menjadi
dominan dalam politik sebuah negara. Kedua, demokrasi partisipatoris
(participatory democracy) yang ditandai oleh prasyarat keterwakilan yang
adil dari semua elemen masyarakat dan partisipasi yang seluas-luasnya di
berbagai lapisan masyarakat. Ketiga, demokrasi dialogis (discourse or
dialogue democracy) yang mensyaratkan semua anggota masyarakat
memiliki hak dan kemampuan untuk berdialog dalam rangka mengelola
kehidupan mereka bersama.
Kebebasan informasi sebagaimana terkandung di Rancangan Undang-
Undang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (RUU KMIP) merupakan
roh demokrasi. Prinsip-prinsip demokrasi lebih mengarah pada
pemberdayaan anggota masyarakat untuk tidak hanya memiliki akses ke
informasi, tetapi juga menggunakan informasi tersebut dalam wacana dan
dialog tentang hal-hal yang penting dan mendasar dalam kehidupan mereka.
Demokrasi selalu berkembang seiring dengan berjalannya waktu dan juga
kebutuhan informasi masyarakat.
Menarik untuk dilihat bahwa bentuk demokrasi dalam klasifikasi Hagen
di atas memiliki teknologi informasi yang berbeda. Ide tentang demokrasi
kompetitif melahirkan teknologi yang informing (memberi informasi).
Informing technology pada dasarnya mampu menciptakan masyarakat yang
9.54 Literasi Informasi
Setiap orang memiliki hak-hak atau kewenangan yang sama dan harus
dilindungi. Salah satunya adalah hak untuk mengakses informasi karena pada
saat ini informasi sudah menjadi kebutuhan pokok masing-masing individu
untuk pengembangan pribadi, budaya, ataupun lingkungan sosialnya. Yang
PUST4314/MODUL 9 9.57
1. Copyright
Perpustakaan erat kaitannya dengan informasi dalam bentuk buku,
digital/scanned copy document, video, atau rekamam suara. Semua karya
tersebut berkaitan dengan hak cipta. Hak cipta adalah hak eksklusif yang
diberikan bagi hasil penciptaan atau penerimaan hak untuk memperbanyak
ciptaannya, mengumumkan, dan memberikan izin kepada pihak lain dengan
tidak memberikan pengurangan terhadap pembatasan-pembatasan yang
diberlakukan sesuai dengan peraturan atau undang-undang yang berlaku. Hak
cipta diberlakukan agar pencipta mendapatkan hak atas ciptaannya serta
produk-produk terkait dan mendapatkan manfaat secara ekonomi. Sementara
itu, pencipta memiliki hak yang melekat pada diri pelaku yang tidak dapat
dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun walaupun hak cipta atau hak
terkait telah dialihkan yang disebut dengan hak moral. Jadi, ada dua hak yang
dimiliki pencipta terkait dengan hak cipta, yaitu hak moral dan hak ekonomi.
UU tentang hak cipta yang berlaku saat ini adalah UU Nomor 19 Tahun
2002. Menurut fungsi dan sifatnya, hak cipta merupakan hak eksklusif bagi
pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah satu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Meskipun suatu ciptaan haknya melekat secara otomatis, bukan
berarti tidak mengalami „ancaman‟. Oleh karena itulah, setiap karya cipta
sebaiknya didaftarkan.
Buku termasuk salah satu dari ciptaan yang dilindungi hak
intelektualnya. Oleh karena itu, buku-buku yang ada di perpustakaan sudah
tentu memiliki penciptanya. Setiap pencipta adalah pemegang hak eksklusif
tersebut. Setiap pembayaran dari buku-buku tersebut harus mendapat izin
dari pencipta atau haknya. Menurut UU, ciptaan dilindungi dalam bidang
ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
9.58 Literasi Informasi
Namun demikian, ada beberapa ciptaan yang boleh digunakan dan tidak
dianggap melanggar hak cipta, diantaranya:
a. hasil rapat terbuka lembaga negara;
b. peraturan perundang-undangan;
c. pidato kenegaraan/pejabat pemerintah;
d. putusan pengadilan/penetapan hakim;
e. keputusan badan arbitrase/keputusan badan-badan sejenis lainnya.
2. Copyleft
Istilah copyleft diperkenalkan oleh Richard Stallman, seorang
programmer komputer yang bekerja untuk Massachusets Institute of
Technology (MIT) akhir tahun 1970-an. Pada saat itu, pekerjaan
programming dilakukan dengan bekerja sama, yaitu terjadi saling tukar
source code yang ditulis. Saling tukar source code suatu program tidak hanya
menjadi suatu hal yang biasa, bahkan telah menjadi budaya yang dilakukan
berdasarkan kode etik dan hukum tidak tertulis yang disepakati oleh para
programmer tersebut.
Pada awal tahun 1980-an, perkembangan industri perangkat lunak
berubah drastis. Pengembang software mulai mendistribusikan program,
tanpa disertai source code. Dampak dari perubahan tersebut, para
programmer tidak bisa lagi mempelajari substansi dari program komputer
tersebut. Perubahan gaya tersebut mengubah budaya kerja para programmer
karena mereka tidak lagi bisa saling membantu dalam memperbaiki atau
meningkatkan kemampuan suatu program komputer. Hanya programmer
yang berada dalam satu perusahaan dan masih saling bertukar source code
9.60 Literasi Informasi
3. Open Access
Keberadaan TI akan memudahkan perpustakaan dalam mengaplikasikan
konsep manajemen pengetahuan. Perpustakaan yang didukung dengan
kemampuan teknologi informasi dan komunikasi yang baik berpeluang
menyajikan berbagai sumber informasi gratis dan berkualitas, seperti open
access, untuk diakses oleh masyarakat umum melalui situs perpustakaan.
Open access secara sederhana dapat diartikan sebagai akses bebas.
Secara khusus, open access dapat dimaknai sebagai suatu sistem yang
menyediakan akses artikel-artikel jurnal penelitian yang bermutu. Akses ke
sumber-sumber penelitian ini tidak dikenakan biaya pada pengguna atau
lembaga (Tedd and Learge, 2005). Pendapat lain ada yang memandang open
access sebagai gerakan yang menyediakan akses sumber-sumber informasi
digital tanpa batas (Prytherch, 2005).
Gagasan dan pemikiran yang mendorong lahirnya gerakan open access
sebagai berikut:
a. meningkatnya komersialisasi terbitan jurnal ilmiah;
b. keharusan penulis menyerahkan copyright ke penerbit sebelum
penerbitan;
c. keharusan perpustakaan membayar biaya yang semakin mahal untuk
melanggan jurnal cetak;
d. keharusan memperoleh lisensi untuk akses versi elektronik;
9.62 Literasi Informasi
demokrasi, transparansi, dan kebebasan informasi ini berdiri di atas apa yang
disebut literasi informasi.
Salah satu konsep perpustakaan baru adalah transparansi. Ketika
berbicara tentang kemudahan akses informasi, ekspansi masyarakat, dan
partisipasi meningkat dengan didukung digitalisasi informasi, tidak
terbayangkan mekanisme perpustakaan untuk mencoba bertahan. Jika
berbicara tentang kesadaran diri masyarakat dalam suatu sistem
perpustakaan, masyarakat harus memiliki akses ke semua informasi. Semua
jenis informasi harus diletakkan terbuka untuk pihak yang memerlukan.
Hal ini dimungkinkan untuk mendefinisikan perpustakaan sebagai
memori masyarakat. Sebagai salah satu mesin utama dari sistem
perpustakaan modern, pustakawan menempati tempat perantara antara negara
dan masyarakat. Dengan kata lain, pustakawan dapat didefinisikan sebagai
jembatan yang demokratis antara negara dan masyarakat.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
ruang dalam dirinya saat ia dapat bebas untuk berpikir dan berpikir
bebas. Itu berarti dalam dunia ilmuwan dapat, boleh, dan bisa untuk
tidak terjerat oleh perangkap-perangkap kelembagaan dan normatif
masyarakat serta bebas dari norma-norma, baik norma sosial, agama,
maupun budaya. Dalam dunia pendidikan, dapat diartikan sebagai bebas
mengembangkan pemikiran baru, menciptakan kebenaran dan nilai-nilai
baru, mempertanyakan kembali makna kebenaran yang telah mapan dan
dianut oleh orang-orang kebanyakan.
Kebebasan intelektual adalah hak setiap individu untuk mencari dan
menerima informasi dari semua sudut pandang tanpa batasan. Hal ini
akan menyediakan bebas akses untuk mengekspresikan semua ide
melalui berbagai pertanyaan ataupun eksplorasi.
Demikian juga, sensorsip sebagai suatu perubahan dalam status
akses terhadap bahan materi, berdasarkan konten dari suatu karya dan
dibuat oleh yang memiliki otoritas atau yang mewakilinya. Perubahan
yang dimaksud termasuk pengecualian, pembatasan, pemindahan,
penghapusan, ataupun dalam hal perubahan level kelas. Jelaslah, bahwa
perubahan-perubahan ini merupakan pilar dimana pustakawan dan
manajer informasi membangun koleksi. Sehingga, konsep kebebasan
intelektual dan penyensoran haruslah ditujukan pada proses
pengembangan koleksi.
Akses Informasi adalah kemudahan yang diberikan kepada
seseorang atau masyarakat untuk memperoleh informasi publik yang
dibutuhkan. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan
tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta
maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca, yang
disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik
atau nonelektronik.
Dalam demokrasi informasi, itu berarti setiap individu akan selalu
mencari cara untuk berbagi informasi dengan berbagai pemangku
kepentingan dan mengekspresikan kesuksesan bersama dengan
keberhasilan orang lain juga. Kebebasan hidup dan mengejar
kebahagiaan adalah kredo demokrasi yang lebih individual. Dalam
demokrasi informasi, harus dipastikan bahwa setiap orang bisa
mendapatkan informasi sesuai dengan kebutuhannya.
Pertukaran informasi lateral berarti orang dapat berbagi dan
mendiskusikan informasi antara satu sama lain. Dapat
membandingkannya dengan berdiskusi dan memiliki kebebasan
demokrasi modern. Jika pertukaran informasi lateral tidak mungkin,
berarti ada komunisme informasi, yaitu semua informasi ditentukan oleh
PUST4314/MODUL 9 9.65
TES F OR M AT IF 2
4) Hak eksklusif yang diberikan bagi hasil penciptaan atau penerimaan hak
untuk memperbanyak ciptaannya, mengumumkan, dan memberikan izin
kepada pihak lain dengan tidak memberikan pengurangan terhadap
9.66 Literasi Informasi
Daftar Pustaka
Bugelski, B.R. (1958). The Psychology of Learning. London: Metheun & Co.
Cropley, AJ. (tanpa tahun). Pendidikan Seumur Hidup: Suatu Analisis ...
mana Mengatasi Problema Keluarga. Jakarta: Pustaka Antara.