Disusun oleh :
Kelompok 2
SEPTEMBER/ 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan kuasa-Nya kami mampu menyelesaikan laporan makalah Diskusi Kelompok pemicu
3 mengenai hipertensi, Stroke hemoragik, pneumonia, dan craniotomi cyto Makalah ini
dibuat agar dapat menambah pengetahuan pembaca tentang hal-hal yang terkait
dengannya.
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi pembaca dalam
memperdalam atau menambah wawasan dan pengetahuan tentang hipertensi, Stroke
hemoragik, pneumonia, dan craniotomi cyto . Jika terdapat kata maupun penulisan yang
salah, kami mohon maaf. Kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan agar
makalah selanjutnya dapat kami kerjakan lebih baik lagi.
Contents
KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.....................................................................................................................................3
PENDAHULUAN....................................................................................................................3
1.3 Tujuan.........................................................................................................................4
BAB II....................................................................................................................................5
ISI..........................................................................................................................................5
Knock Down............................................................................................................24
BAB III.................................................................................................................................31
PENUTUP............................................................................................................................31
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................32
PENDAHULUAN
John, seorang laki-laki berusia 55 ke IGD tgl 7 april 2015 pkl 10.00 dengan
kesadaran menurun sejak 1 jam smrs, perkiraan BB 60 Kg, somnolen, GCS E2M3V2, TD
180/80 mmHg, N 123x/menit ireguler dan kuat, P 26x/menit, ngorok positif, kelemahan
ekstremitas kanan, pupil anisokor, hasil pemeriksaan penunjang Hb 15 g/dl, Hematokrit
%, eritrosit 8 juta, leukosit 13 ribu uL, trombosit 500 uL, GDS 150 mg/dL; SGOT 30 uL
SGPT 35 uL; ureum 35 mg/dL; creatinin 0,5 mg/dL, foto rongent dada : jantung normal,
paru kanan dan kiri bercak-bercak infiltrate, suspek pneumonia (CAP); CT Scan kepala :
perdarahan dan rencana operasi cito craniotomy.
Pada tanggal 7 April 2015 pkl 19.00 pasien masuk ke ICU dari kamar operasi dengan
kesadaran tidak dapat dinilai karena dalam pengaruh obat (DPO). Saat masuk ICU pasien
sudah terpasang ETT dengan bagging; TD 120/70 mmHg, N 100x/menit, saturasi perifer
98%; operasi berlangsung selama 3 jam. Instruksi post operasi knock down; terapi :
Fentanyl 2 mcg/KgBB/hari, resofol 4 mg/KgBB/jam, triofusin 1000 1L/24 jam, NaCl 0,9%
1 L/hari, parenteral 3x 200 cc susu, meropenem 2x 1gr (iv) Pasien mendapatkan 100%
oksigen dengan CMV
Pada hari tanggal 8 April 2015 pkl 16, sedasi tidak berubah namun ventilasi John
berubah menjadi SIMV , namun kosentrasi oksigennya dapat diturunkan ke 60 % (0,6 Fi
O2). Pada tanggal 9 april sedasi di stop dan kosentrasi oksigen inspirasi turun sampai 40
1.3 Tujuan
BAB II
ISI
Patologi stroke
a. Infark
Stroke infarct terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Aliran darah ke otak
normalnya adalah 58 ml/100 gram jaringan otak per menit; jika turun hingga 18
ml/100 gram jaringan otak per menit, aktivitas listrik neuron akan terhenti
meskipun struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih reversibel. Jika
aliran darah ke otak turun sampai <10 ml/100 gram jaringan otak per menit, akan
terjadi rangkaian perubahan biokimiawi sel dan membran yang ireversibel
membentuk daerah infark.
b. Perdarahan intraserebral
Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral. Hipertensi,
khususnya yang tidak terkontrol, merupakan penyebab utama. Penyebab lain
adalah pecahnya aneurisma, malformasi arterivena, angioma kavernosa,
alkoholisme, diskrasia darah, terapi antikoagulan, dan angiopati amiloid.
Stroke hemoragik.
Perdarahan otak intraparenkim sering dijumpai daripada perdarahan subaraknoid (sah).
Perdarahan subaraknoid itu sendiri mungkin tidak memerlukan terapi pembedahan namun
beberapa penyebab dan komplikasi yang terjadi akibat sah tersebut membutuhkan
pembedahan. Aneurisma yang menyebabkan sah perlu disingkirkan dengan proses
clipping atau coiling. Malformasi vaskular mungkin membutuhkan pembedahan eksisi.
Hidrosefalus atau edema maligna akibat sah juga membutuhkan pembedahan.
a. Pendarahan intraserebral
b. Pendarahan subarachnoid
Derajat 2 : sakit kepala berat dengan tanda rangsang meningeal dan kemungkinan
adanya defisit saraf kranial
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka evaluasi dan
diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan cermat (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence B). Evaluasi gejala dan klinik stroke akut meliputi:
1. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat
serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan
(hiccup), gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi,
diabetes, dan lain-lain).
2. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu tubuh.
Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit
karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan
torak (jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas.1
3. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama pemeriksaan
saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara jalan refleks,
koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan saat ini adalah
NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale) (AHA/ASA, Class 1, Level of
evidence.
B. Terapi Umum
1. Tekanan darah
2. Pemeriksaan jantung
3. Pemeriksaan neurologi umum awal: Derajat kesadaran, Pemeriksaan pupil dan
okulomotor, Keparahan hemiparesis
4. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
5. Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus dilakukan
dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada hari-hari pertama
setelah serangan stroke (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).1
6. Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita yang mengalami
penurunan kesadaran karena kenaikan TIK (AHA/ASA, Class V, Level of evidence C).
Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan asimptomatik (AHA/ASA, Class
Ib, Level of evidence B).1 Terapi transformasi perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke
perdarahan, antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan mengendalikan tekanan
darah arterial secara hati-hati.
E. Pengendalian Kejang
1. Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti oleh fenitoin,
loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
2. Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
1. Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi
penyebabnya (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).
2. Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC (AHA/ASA Guideline) atau
37,5 oC (ESO Guideline).Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan
kultur dan hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter
ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk mendeteksi
meningitis.Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic (AHA/ASA
Guideline).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG
2. Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis, kadar gula darah,
analisis urin, analisa gas darah, dan elektrolit)
3. Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid, lakukan punksi lumbal untuk
pemeriksaan cairan serebrospinal
4. Pemeriksaan radiologi
Foto rontgen dada
CT Scan
1. Cairan
Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Tekanan
vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral).
Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah
dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500
ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat
Celcius pada penderita panas).
Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu diperiksa dan
diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah.
2. Nutrisi
Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral hanya
boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi diberikan
melalui pipa nasogastrik.
Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi: Karbohidrat
30-40 % dari total kalori; Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55
%); Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0 g/kgBB/hari (pada
gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).
Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6 minggu,
pertimbangkan untuk gastrostomi.
Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan, dukungan
nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang diberikan.
Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin K pada pasien yang
mendapat warfarin.
Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi,
pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedi dan
kontraktur) perlu dilakukan (AHA/ASA, Level of evidence B and C)
Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan sensitivitas
kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman (AHA/ASA, Level of
evidence A).
Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai kasur antidekubitus.
Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru.
Pada pasien tertentu yang beresiko menderita thrombosis vena dalam, heparin subkutan
5000 IU dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid perlu diberikan (AHA/ASA, Level
of evidence A).5 Resiko perdarahan sistemik dan perdarahan intraserebral perlu
diperhatikan. Pada pasien imobilisasi yang tidak bias menerima antikoagulan,
penggunaan stocking eksternal atau aspirin direkomendasikan untuk mencegah
thrombosis vena dalam. (AHA/ASA, Level of evidence A and B).6
Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar glukosa darah
>180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi insulin (AHA/ASA,Class I,
penyebab CAP terbanyak di ruang rawat inap yang didapat dari pemeriksaan
dahak adalah kuman gram negatif seperti Klebsiella pneumonia, Acinetobacter baumanii
dan Pseudomonas aeruginosa, sementara kuman gram positif hanya sedikit dijumpai
seperti Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus.
Dalam keadaan sehat, pada pru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di
paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan
lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya
sakit. Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat memlalui berbagai
cara:
Saluran napas bagian bawah di desain untuk melindungi diri secara efektif dari
invasi patogen. Infeksi akan terjadi apabila mekanisme proteksi terganggu. Cara yang
tersering menyebabkan infeksi saluran napas bawah adalah pada saat mikroorganisme
turut teraspirasi bersama sekret orofaring. Kadang dapat juga terjadi infeksi secara
hematogen dan akibat inhalasi dari droplet yang mengandung kuman. Ketika alveoli
terganggu oleh kuman yang mencapai parenkim paru, terjadi respon inflamasi lokal. Sel
inflamasi (sel darah putih, limfosit, monosit) dan cairan memasuki alveoli, yang
menyebabkan konsolidasi pada paru. Terjadi peningkatan jumlah mediator inflamasi yang
masuk ke sirkulasi darah sebagai respon sistemik yang dapat dijadikan sebagai gejala dan
tanda dari pneumonia.
Rawat Jalan
1.Kondisi sehat dan tidak Tanpa faktor modifikasi :
menggunakan antibiotik selama 3 Beta laktam atau beta laktam + anti beta laktamase
bulan : Dengan faktor modifikasi : beta laktam + anti beta
A. Makrolide laktamase atau florokuinolon respirasi
B. Doxycycline Curiga pneumonia atipikal : makrolid baru
2. Adanya komorbiditas (roksitromisin, klaritromisin)
atau penggunaan antibiotik
3 bulan sebelumnya :
A.Florokuinolon respirasi
B.Beta laktam + makrolide atau
doxycyline sebagai pengganti
makrolide
apabila ditemukan adanya
resistens
Tujuan:
Indikasi:
Lesi dengan desek ruang yang jelas, edema dengan ancaman terjadi herniasi
Lesi intracranial dengan deficit neurologis, dengan disebabkan peningkatan TIK
karena pendarahan intracranial
Hematoma dengan syarat:
- < 30 cc tidak signifikan dilakukan operasi
- > 30 cc kandidat baik untuk dilakukan craniotomy
- > 85 tidak memiliki prognosis yang baik jika dilakukan operasi (Muhidin,
2011)
Penatalksaan pre-op:
Penatalksanaan post-op:
i. Jalur arteri dan jalur tekanan vena central (CVP) dpat dipasnag untuk memonitor
TD, dan ukur CVP
ii. Mengurangi edema cerebri:
- Pemberian manitol, menarik air secara bebas dari area otak dan diekskresikan
melalui diuresis
- Dexamethasone dibaerikan melalui IV setiap 6 jam selama 24-72 jam,
selanjutnya dosisnya dikurangi
iii. Meredakan nyeri dan mencegah kejang
- Asetaminofen jika suhu diatas 37,5 C
- Medikasi antikonvulsan (fenitoin, diazepam) pada pasien kraniotomi
supratentorial karena resiko peningkatan epilepsy
- Kadar serum dipantau untuk mempertahankan medikasi dalam rentang
teraupetik
- Fentanyl adalah analgesic narkotik kuat, onset durasi singkat, tidak
mengganggu pulih sadar dan tidak menyebbakan pelepasa histamine
iv. Memantau TIK
Kateter ventrikel disambungkan ke system drainase akstrasel. Kepatenan
diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam selang
v. Hemodinamik
Monitoring ketat TD, dan pertimbangkan titrasi antihipertensi, include beta bloker
atau kalsium channel blocker dapat menurunkan kerja simpatif yang berlebih.
vi. Ventilasi
Perbaiki ventilasi dengan peningkatan PCO2, penurunan PH, pantau AGD dan
CBF yang meningkat 3% untuk peningkatan PCO2
vii. Status neurologis
Pantau kondisi dan catat perkembangan
viii. Metabolisme
Nutrisi dan hidrasi harus diggencarkan, terutama glukoa karena bahan bakar
metabolism otak yang utama adalah glukosa.
Komposisi Fentanyl.
Dosis Induksi anestesi umum Dws < 55 thn Awal 40 mg bolus IV perlahan
dengan interval 10 detik; dosis normal 2-2.5 mg/kgBB; > 55 thn 1-1.5
mg/kgBB, anak > 8 thn 2.5 mg/kgBB bolus IV perlahan.
Pemeliharaan: dapat dengan infus kontinu atau bolus ulangan. Infus
kontinu Awal anestesi (10-20 mnt pertama) untuk bbrp pasien
kecepatan tinggi 8-10 mg/kgBB/jam. Namun biasanya anestesi
tercapai 4-6 mg/kgBB/jam (maks 12 mg/kgBB/jam). Inj bolus
ulangan 25-50 mg. Anak > 3 thn 9-15 mg/kgBB/hari. Sedasi pada
pasien ICUbolus 1-2 mg/kgBB diikuti dengan infus kontinu sesuai
kebutuhan.
Efek Samping Nyeri pada tempat suntikan, hipotensi, apneu, gerakan epilepsi,
yang Mungkin kejang, reaksi distonik, edema pulmonal, sakit kepala, mual, muntah,
Timbul henti jantung, perubahan warna urin, perubahan perilaku 5eksual.
Fungsi
Menghambat sintesis dinding sel bakteri sehingga terjadi kebocoran sel
indikasi Diindikasikan untuk terapi infeksi berikut yang disebabkan oleh 1 atau
lebih bakteri yang sensitif terhadap meropenem.
Dewasa dan anak ≥ 50 kg BKategori B:
– Terapi pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi ginekologi, infeksi
kulit dan struktur kulit : 500 mg IV tiap 8 jam.
Terapi pneumonia nosokomial, peritonitis, dugaan infeksi pada pasien
neutropenia dan septikemia : 1000 mg tiap 8 jam.
Anak ≥ 3 bulan:
– 10 – 20 mg/kg tiap 8 jam tergantung jenis dan tingkat keparahan
infeksi, kepekaan patogen dan kondisi pasien.
Kontra Indikasi:
Hipersensitif terhadap carbapenem
Peringatan dan
Perhatian: Hanya untuk infeksi yang berat
Per liter triofusin 500 (fruktosa 60g, glukosa 33g, xylitol 30g)
Komposisi: Per liter triofusin 1000 (fruktosa 120g, glukosa 66g, xylitol 60g)
Per liter triofusin 1600 (fruktosa 200g, glukosa 110g, xylitol 100g)
Triofusin 500: 50 ml/kgBB/hari
Dosis Triofusin 1000: 25 ml/kgBB/hari
Triofusin 1600: 15 ml/kgBB/hari
Indikasi Memenuhi kebutuhan energi total dan parsial, serta elektrolit secara
parenteral
Gagal ginjal tanpa dialisis, hipersensitif, gangguan hati berat, gangguan
Kontraindikasi metabolisme protein, asidosis metabolik, hiperkalemia, dan
hipernitremia.
- Gangguan ginjal.
Peringatan dan
- Cek kadar gula darah secara berkala, khususnya pada pasien
Perhatian
diabetes.
Demam, nyeri pada tempat injeksi, trombosis vena, flebitis,
Efek Samping
ekstravasasi, dan hipervolemia.
Knock Down
Teknik ini untuk mendukung jalan napas dan memastikan bahwa tekanan darah,
denyut jantung dan kadar O2 dalam darah dipertahankan pada tingkat normal. Obat-obat
yang dibutuhkan biasanya propofol atau barbiturat yang diberikan melalui pompa infus.
Lamanya knock down tergantung pada penyakit pasien. Dalam beberapa kasus biasanya
elama beberapa hari sampai dua minggu. (Iskandar,J.2009)
RUANG IGD
NOC: NIC:
a. Circulation Status a. Intrakranial Pressure (ICP)
b. Tissue Perfusion: Cerebral
Monitoring
Kriteria hasil: - Berikan informasi kepada keluarga
- Monitor tekanan perfusi serebral
Mendemonstrasikan status sirkulasi - Catat respon pasien terhadap stimulasi
yang ditandai dengan: - Monitor tekanan intrakranial dan
- Tekanan sistol dan diastol dalam respon neurology terhadap aktivitas
rentang normal (120/80 mmHg) - Monitor jumlah drainage cairan
- Tidak ada ortostatik hipertensi cerebrospinal
- Tidak ada tanda-tanda - Monitor intake dan output cairan
peningkatan intrakranial - Kolaborasi pemberian
Mendemonstrasikan kemampuan antibiotik
kognitif yang ditandai dengan: - Posisikan pasien pada semi fowler
- Berkomunikasi dengan jelas dan - Minimalkan stimulus dari lingkungan
b. Cerebral edema management
sesuai dengan kemampuan - Monitor tingkat kesadaran
- Menunjukkan perhatian, - Monitor status neurology
konsentrasi, dan orientasi - Monitor vital sign, CSF dan warnanya
- Memproses informasi - Monitor respiratory status: RR, irama,
- Membuka keputusan dengan kedalaman, PO2, PCO2, pH,
benar bikarbonat
Menunjukkan sensori motorik kranial - Monitor kondisi pekerjaan dan
yang utuh: penurunan stimulus lingkungan
- Tingkat kesadaran membaik - Cegah valsava manouver
- Tidak ada gerakan involunter
RUANG ICU
NOC: NIC:
a. Respiratory Status: Airway Patency a. Mechanical Ventilation Management:
b. Mechanical Ventilation Weaning
Invasive
Response - Pastikan alarm ventilator aktif
- Konsultasikan dengan tenaga kesehatan
Kriteria hasil:
lainnya dalam pemilihan jenis ventilator
- Respon ventilasi mekanis: pertukaran
- Berikan agen pelumpuh otot, sedatif,
alveolar dan perfusi jaringan didukung
dan analgesic narkotik jika diperlukan
oleh ventilasi mekanik - Pantau adanya penurunan volume
- Status pernapasan dan pertukaran gas:
ekshalasi dan peningkatan tekanan
pertukaran CO2 atau O2 di alveolus
inspirasi pada pasien
untuk mempertahankan konsentrasi - Pantau kefektifan ventilasi mekanik
gas darah arteri dalam rentang normal pada kondisi fisiologis dan psikologis
- Status pernapasan ventilasi:
pasien
pergerakan udara keluar-masuk paru - Pantau adanya efek yang merugikan
adekuat dari ventilasi mekanik: infeksi,
- Tanda vital: tingkat suhu tubuh, nadi,
barotraumas, dan penurunan curah
pernapasan, tekanan darah dalam
jantung
rentang normal - Auskultasi suara napas, catat area
- Menerima nutrisi adekuat sebelum,
penurunan atau ketaidaan ventilasi dan
selama, dan setelah proses penyapihan
adanya suara napas tambahan
dan ventilator - Lakukan higiene mulut secara rutin
b. Monitoring Ventilatory Weaning
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
33
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Susanne. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
Sudart vol 3. Jakarta : EGC
Jeremy, P.T., 2007, At Glance Sistem Respirasi, Edisi Kedua, Jakarta: Erlangga
Medical Series, hal.
AHA/ASA Guideline. Guideline for the early management of adults with ischemic stroke. Stroke
2007; 38:1655-1711.
Ringleb PA et al. Guideline for Management of Ischemic Stroke and Transiengt Ischemic Attack
2008. The European Stroke Organization (ESO) Executive Committee and the ESO Writing
Committee.
Broderick J et al. Guideline for the Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage in
Adults: 2007 Update. Stroke 2007, 38:2001-2023
Hart RG, Palacio S. Cardioembolic Stroke. http://www.emedicine.com/neuro/topic45.htm
Coull B.M, et al. anticoagulants and Antiplatelet Agents in Acute Ischemic Stroke. Report of the
Joint Stroke Guideline Development Committee of the American Academy of Neurology
and the American Stroke Association (a Division of the American Heart Association).
Stroke. 2002;33;1934-1942.
Adams, HP. Et al. emergent Use of Anticoagulation for Treatment of Patient With Ischemic
Stroke. Stroke. 2002;33:856-861.
33
Setyopranoto, Ismail. 2011. Stroke: Gejala Dan Penatalaksanaan Cdk 185/Vol.38
No.4/Mei-Juni. Rsup dr sardjito/ bagian ilmu penyakit saraf, Fakultas kedokteran
universitas gadjah mada, yogyakarta, indonesia
33