Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori


II.1.1 Bioetanol
Menurut Diah (2013), bioetanol sering ditulis dengan rumus EtOH. Rumus molekul
etanol adalah C2H5OH, sedang rumus empirisnya C2H6O atau rumus bangunnya CH3-CH2-
OH. Bioetanol merupakan bagian dari kelompok metil (CH3-) yang terangkai pada
kelompok metilen (-CH2-) dan terangkai dengan kelompok hidroksil (-OH). Secara umum
akronim dari Bioetanol adalah EtOH (Ethyl-(OH)).

Gambar 2.1 Rumus Bangun Bioetanol


Sumber: Fessenden dan Fessenden, 1986.
Bioetanol merupakan salah satu biofuel yang hadir sebagai bahan bakar alternatif yang
lebih ramah lingkungan dan sifatnya terbarukan. Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan
biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan
mikroorganisme. Bioetanol diartikan juga sebagai bahan kimia yang diproduksi dari bahan
pangan yang mengandung pati, seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan sagu. Bioetanol
merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak
premium.
Menurut Arpiwi (2015), berdasarkan bahan bakunya, ada dua jenis generasi yaitu
bioetanol generasi pertama dan bioetanol generasi kedua. Bioetanol generasi pertama,
bahan baku yang digunakan berasal dari bahan berpati yang berbasis bahan pangan.
Bioetanol generasi kedua, bahan bakunya berasal dari 8 limbah biomassa. Bioetanol
generasi pertama mulai dikembangkan di Indonesia, namun bioetanol generasi ini harganya
masih relatif tinggi karena bahan bakunya juga digunakan sebagai bahan pangan dan
pakan. Bahan baku yang berbasis bahan makanan akan mengakibatkan persaingan antara
kebutuhan energi dengan kebutuhan pangan, dan terbentur penggunaan lahan yang luas

II-1
Laboratorium Teknologi Rekayasa Proses
Departemen Teknologi Rekayasa Kimia Indusri FV- ITS

untuk tanaman pangan tersebut. Untuk menurunkan harga dan menghindari konflik antar
pangan dan energi, bioetanol generasi kedua perlu dikembangkan. Bioetanol generasi
kedua menggunakan bahan limbah biomassa. Limbah biomassa mempunyai jumlah cukup
besar di Indonesia. Tahapan pembuatan bioetanol generasi kedua terdiri dari proses
penghalusan, perlakuan awal (delignifikasi), hidrolisis (sakarifikasi), fermentasi, dan
dilanjutkan proses destilasi (pemurnian). Perbedaan proses produksi bioetanol generasi
pertama dan bioethanol generasi 2 dapt dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Tahapan proses bioethanol berdasarkan bahan bakunya


Sumber: Arpiwi, 2015
Bioetanol dapat dibuat dari karbohidrat yang berupa gula. Gula ini dengan bantuan
mikroorganisme dapat diubah menjadi etanol melalui proses fermentasi. Berbagai jenis
produk pertanian sangat kaya akan sumber karbon yang berupa karbohidrat. Proses
fermentasi menggunakan mikroorganisme mampu mengkonversi karbohidrat menjadi
bioetanol. Bioetanol ini dapat berfungsi untuk menggantikan bensin maupun minyak tanah.
Beberapa pertimbangan yang sangat mendesak atas diperlukannya bioetanol ini sebagai
bahan bakar, selain karena pertimbangan bahan bakar fosil hampir habis, juga berbagai
pertimbangan mengenai pelestarian lingkungan (Senam, 2009).
Bioetanol merupakan etanol (C2H5OH) yang dapat diproduksi melalui proses
fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Pada
proses produksinya, bahan baku yang mengandung gula bisa langsung difermentasikan
menjadi bioetanol. Sedangkan untuk bahan baku yang mengandung pati, harus dilakukan
proses hidrolisis terlebih dahulu untuk mengubah pati menjadi gula baru kemudian dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-2


Laboratorium Teknologi Rekayasa Proses
Departemen Teknologi Rekayasa Kimia Indusri FV- ITS

difermentasikan menjadi bioetanol. Hidrolisis yang dilakukan dapat berupa hidrolisis asam
maupun hidrolisis enzimatik. Setelah di fermentasi bioetanol dimurnikan dengan cara
destilasi atau evaporasi (Muin, 2015).

II.1.2 Karbohidrat
Nama karbohidrat berasal dari ‘hydrate of carbon’ yang merujuk ke rumus
empirisnya (CH2O) n dimana n adalah 3 atau lebih besar (n biasanya 5 atau 6 tetapi dapat
sampai 9). Klasifikasi utama karbohidrat adalah: monosakarida, disakarida, oligosakarida
dan polisakarida. Monosakarida merupakan unit terkecil dari struktur karbohidrat.
Disakarida terdiri dari dua residu monosakarida yang berikatan kovalen dengan nama
ikatan glikosida. Pada oligosakarida (bahasa Yunani: oligos artinya sedikit) terikat tiga
sampai kira-kira 20 residu monosakarida. Polisakarida (bahasa Yunani: polys artinya
banyak) adalah polimer yang mengandung banyak (biasanya lebih dari 20) residu
monosakarida. Disakarida, oligosakarida dan polisakarida tidak mempunyai rumus empiris
(CH2O) n karena air dikeluarkan selama pembentukan polimer. Oleh sebab itu, disakarida,
oligosakarida dan polisakarida tersusun dari residu unit monosakarida. Istilah glycan lebih
umum untuk polimer karbohidrat. Homoglycan merupakan polimer dengan monomer gula
identik, sedangkan heteroglycan adalah polimer dengan monomer gula berbeda. Secara
struktural karbohidrat merupakan polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton atau
senyawa yang menghasilkan polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton pada produk
hidrolisisnya. Molekul karbohidrat dapat berikatan dengan molekul lain membentuk
glycoconjugate. Glycoconjugate adalah turunan karbohidrat dimana satu atau lebih rantai
karbohidrat berikatan kovalen dengan peptida, protein atau lipid. Turunan ini termasuk
proteoglycan, peptidoglycan, glycoprotein, dan glycolipid. Karbohidrat pada proteoglycan,
peptidoglycan, glycoprotein dan glycolipid merupakan heteroglycan. Pada bab ini, kita
mendiskusikan struktur dan fungsi monosakarida, disakarida, oligosakarida, polisakarida
homoglycan, dan heteroglycan. Homoglycan utama adalah pati, glikogen, selulosa, dan
kitin serta inulin. Pati dan inulin merupakan molekul penyimpan energi utama pada
tumbuh-tumbuhan, sedangkan glikogen pada hewan. Lebih dari separoh senyawa karbon di
planet bumi ini disimpan dalam dua molekul karbohidrat yaitu pati dan selulosa. Monomer
kedua polimer tersebut adalah glukosa. Glukosa yang dibuat oleh tumbuhan disimpan
dalam bentuk pati. Binatang dan manusia mempunyai enzim yang dapat mengkatalisis
reaksi hidrolisis pati menjadi unit glukosa. Glukosa dioksidasi menjadi karbondioksida dan
air yang merupakan sumber utama energi kita. Manusia tidak mempunyai enzim yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-3


Laboratorium Teknologi Rekayasa Proses
Departemen Teknologi Rekayasa Kimia Indusri FV- ITS

mengkatalisis reaksi hidrolisis selulosa. Kitin merupakan komponen utama arthopoda dan
rangka luar dari serangga, kepiting, kulit udang. Pada bab ini juga dibahas polisakarida
heteroglycan seperti peptidoglikan (Minda, 2016).
Karbohidrat adalah Polihidroksi aldehida dan Polihidroksi keton atau zat-zat yang
bila dihidrolisis akan menghasilkan derivat senyawa-senyawa tersebut. Suatu kharbohidrat
tergolong aldehida (C H O), jika oksigen karbonil berikatan dengan suatu atom karbon
terminal dan suatu keton (C = O) jika oksigen karbonil berikatan dengan suatu karbon
internal. Pada umumnya karbohidrat merupakan zat padat berwarna putih, yang sukar larut
dalam pelarut organik, tetapi larut dalam air (kecuali beberapa sakarida). Sebagian besar
karbohidrat dengan berat melekul yang rendah, manis rasanya. Karena itu, juga digunakan
istilah gula untuk zat-zat yang tergolong karbohidrat (Wibawa, 2017).

II.1.3 Pati dan Amilum


Polisakarida penyimpan paling penting adalah pati pada sel tumbuhan dan glikogen
pada sel hewan. Pati adalah karbohidrat paling melimpah yang dihasilkan pada tumbuhan.
Pati merupakan sumber makanan kita yang paling penting. Pati dan glikogen merupakan
glukan yaitu polimer glukosa. Kedua polisakarida ini merupakan penyimpan residu
glukosa untuk menghasilkan energi. Polisakarida ini berada di dalam sitosol sel sebagai
granula. Molekul pati dan glikogen merupakan molekul penyerab air yang luar biasa
karena molekul ini mempunyai banyak gugus hidroksil yang menyediakan ikatan hidrogen
dengan air. Sel tumbuhan paling banyak mempunyai kemampuan untuk membentuk pati
dan menyimpan pati pada umbinya seperti kentang, pada bijinya seperti biji gandum, biji
jagung, dan beras. Pati terdapat di dalam sel tumbuh-tumbuhan sebagai campuran
polisakarida amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan homopolisakarida tidak
bercabang, sedangkan amilopektin adalah homopolisakarida bercabang. Amilosa dan
amilopektin membentuk struktur kompleks yang disebut butir pati (granula pati). Granula
pati adalah struktur kompleks semikristalin. Ukuran granula pati bervariasi dari 1-100 μm
tergantung sumber pati. Amilopektin merupakan komponen utama granula pati dengan
rata-rata 75% dari massa granula. Jumlah ini bervariasi tergantung dari sumber pati
(Minda, 2016).
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud
bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh
tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka
panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-4


Laboratorium Teknologi Rekayasa Proses
Departemen Teknologi Rekayasa Kimia Indusri FV- ITS

Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang
berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin
menyebabkan sifat lengket. Amilosa merupakan polisakarida, polimer yang tersusun dari
glukosa sebagai monomernya. Tiap-tiap monomer terhubung dengan ikatan 1,6-glikosidik.
Amilosa merupakan polimer tidak bercabang yang bersama–sama dengan amilopektin
menyusun pati. Amilopektin merupakan polisakarida yang tersusun dari monomer α-
glukosa (baca: alfa glukosa). Amilopektin merupakan molekul raksasa dan mudah
ditemukan karena menjadi satu dari dua senyawa penyusun pati, bersama-sama dengan
amilosa (Bustan, 2013).

II.1.4 Hidrolisis
Manurut Arpiwi (2015), hidrolisis merupakan proses pemecahan senyawa
polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) menjadi
monomer gula penyusunnya (glukosa dan xylosa). Secara umum teknik hidrolisis dibagi
menjadi dua, yaitu hidrolisis berbasis asam dan hidrolisis enzim. Hidrolisis sempurna
selulosa akan menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa
monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6). Hidrolisis enzim merupakan proses
penguraian suatu polimer yang kompleks menjadi monomer penyusunnya dengan
menggunakan enzim. Hidrolisis enzimatis memiliki keuntungan dibandingkan hidrolisis
asam, yakni tidak terjadi degradasi gula hasil hidrolisis, kondisi proses yang mudah (suhu
dan pH rendah), berpotensi menghasilkan hasil yang tinggi dan biaya pemeliharaan relatif
rendah karena tidak menggunakan bahan korosif. Kelemahan hidrolisis enzimatis adalah
waktu hidrolisis yang digunakan lebih lama, kerja enzim dihambat oleh produk, dan harga
enzim yang lebih mahal dibandingkan dengan asam sulfat. Hidrolisis enzimatis merupakan
teknologi yang paling sering digunakan oleh peneliti dalam mengkonversi biomassa
menjadi gula reduksi yang selanjutnya dapat dikonversi menjadi bioetanol. Enzim adalah
biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat
proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik. Selulase adalah
enzim kompleks yang mampu memutuskan ikatan glikosidik β-1,4. Beberapa faktor yang
mempengaruhi aktivitas enzimselulase adalah konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, pH,
suhu, dan senyawa penghambat. Pada umumnya terdapat hubungan optimum antara
konsentrasi enzim dan substrat bagi aktivitas maksimum. Enzim berfungsi secara optimum
pada pH dan suhu tertentu. Hidrolisis enzimatik yang sempurna dengan enzim selulase
memerlukan aksi sinergis dari tiga tipe enzim ini, yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-5


Laboratorium Teknologi Rekayasa Proses
Departemen Teknologi Rekayasa Kimia Indusri FV- ITS

1. Endo-1,4-β-D-glucanase (endoselulase, carboxymethyl cellulase atau CMCase), yang


mengurai polimer selulosa secara random pada ikatan internal α-1,4-glikosida untuk
menghasilkan oligodekstrin dengan panjang rantai yang bervariasi.
2. Exo-1,4-β-D-glucanase (cellobiohydrolase), yang mengurai selulosa dari ujung
pereduksi dan non pereduksi untuk menghasilkan selobiosa dan atau glukosa.
3. β–glucosidase (cellobiase), yang mengurai selobiosa untuk menghasilkan glukosa.
Manurut Dayatmo (2015), Yang berpengaruh dalam tahap hidrolisa secara
enzimatis adalah jenis enzim yang digunakan, jumlah enzim, waktu hidrolisa, temperatur
hidrolisa, dan pH hidrolisa. Reaksi hidrolisa:
(C6H10O5) n + n H2O → n (C6H12O6)

II.1.5 Mikroorganisme
Aplikasi bioteknologi sangat beragam yang meliputi berbagai aspek yaitu pada
bidang pangan, pertanian, peternakan, kesehatan, dan pengobatan. Aplikasi bioteknologi
banyak menggunakan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme merupakan makhluk
hidup yang memiliki ukuran yang sangat kecil. Mikroorganisme ada yang hanya terdiri
dari sel tunggal (uniseluler) maupun bersel banyak (multiseluler). Setiap sel memiliki
kemampuan untuk mengalami pertumbuhan, memperbanyak diri, dan menghasilkan
energi. Mikroorganisme berinteraksi dengan sesama mikroorganisme maupun dengan
organisme lain yang kemudian akan memberikan efek yang beraneka ragam, baik
menguntungkan maupun merugikan. Dalam pembahasan mikrobiologi kedokteran maupun
fitopatologi, beberapa mikroorganisme dapat menjadi penyebab adanya suatu penyakit dan
menjadi patogen dalam kehidupan. Namun, mayoritas mikroorganisme dapat memberikan
manfaat yang sangat beragam dalam dunia bioteknologi. Mikroorganisme yang digunakan
untuk proses pengolahan makanan bisa berasal dari kelompok bakteri maupun fungi.
Bakteri yang digunakan bisa berasal dari kelompok Actinobacteriaceae seperti
Bifidobacterium thermophilum, Firmicutes seperti Bacillus, dan Proteobacteriaceae seperti
Acetobacter dan Gluconacetobacter. Sedangkan dari fungi bisa berasal dari yeast maupun
filamentous fungi (Hayyun, 2019).

II.1.6 Fermentasi
Menurut Dayatmo (2015), fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur
permukaan dan kultur terpendam. Kultur permukaan yang menggunakan substrat padat
atau semi padat banyak digunakan untuk memproduksi berbagai jenis asam organik dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-6


Laboratorium Teknologi Rekayasa Proses
Departemen Teknologi Rekayasa Kimia Indusri FV- ITS

enzim. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri, khamir, dan
kapang. Beberapa organisme seperti Saccharomyces dapat hidup, baik dalam kondisi
lingkungan cukup oksigen maupun kurang oksigen. Organisme yang demikian disebut
aerob fakultatif. Dalam keadaan lingkungan kurang oksigen Saccharomyces akan
melakukan fermentasi. Pada tahap ini lignoselulosa berubah menjadi gula sederhana
(glukosa dan fruktosa). Kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi yang berfungsi
merubah gula sederhana menjadi alkohol dengan bantuan Saccharomyces cerevisiae.
Secara keseluruhan, proses fermentasi akan berjalan baik pada 20 – 30oC, pH 4.5 –5 dan
dalam keadaan anaerob. Reaksi pada tahap fermentasi:
C6H12O6 → 2C6H5OH + 2CO2
Glukosa Ethanol

Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi


ethanol/bioethanol (alkohol) dengan menggunakan yeast. Alkohol yang diperoleh dari
proses fermentasi ini, biasanya alkohol dengan kadar 8 sampai 10 persen volume.
Sementara itu, bila fermentasi tersebut digunakan bahan baku gula (molases), proses
pembuatan ethanol dapat lebih cepat. Pembuatan ethanol dari molases tersebut juga
mempunyai keuntungan yang lain, yaitu memerlukan bak fermentasi yang lebih kecil.
Alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya masih mengandung gas-gas antara
lain CO2 (yang ditimbulkan dari pengubahan glucose menjadi ethanol/bio-ethanol) dan
aldehyde yang perlu dibersihkan. Gas CO2 pada hasil fermentasi tersebut biasanya
mencapai 35 persen volume, sehingga untuk memperoleh ethanol/bio-ethanol yang
berkualitas baik, ethanol/bio-ethanol tersebut harus dibersihkan dari gas tersebut. Proses
pembersihan (washing) CO2 dilakukan dengan menyaring ethanol/bio-ethanol yang terikat
oleh CO2, sehingga dapat diperoleh ethanol/bio-ethanol yang bersih dari gas CO2. Kadar
ethanol/bioethanol yang dihasilkan dari proses fermentasi, biasanya hanya mencapai 8
sampai 10 persen saja, sehingga untuk memperoleh ethanol yang berkadar alkohol 95
persen diperlukan proses lainnya, yaitu proses distilasi. Proses distilasi dilaksanakan
melalui dua tingkat, yaitu tingkat pertama dengan beer column dan tingkat kedua dengan
rectifying column. Definisi kadar alkohol atau ethanol/bio-ethanol dalam % (persen)
volume adalah “volume ethanol pada temperatur 15oC yang terkandung dalam 100 satuan
volume larutan ethanol pada temperature tertentu (pengukuran)”. Berdasarkan BKS
Alkohol Spiritus, standar temperatur pengukuran adalah 27,5oC dan kadarnya 95,5% pada
temperatur 27,5oC atau 96,2% pada temperatur 15oC. Pada umumnya hasil fermentasi
adalah bio-ethanol atau alkohol yang mempunyai kemurnian sekitar 30 – 40% dan belum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-7


Laboratorium Teknologi Rekayasa Proses
Departemen Teknologi Rekayasa Kimia Indusri FV- ITS

dpat dikategorikan sebagai fuel bassed ethanol. Agar dapat mencapai kemurnian diatas
95%, maka lakohol hasil fermentasi harus melalui proses destilasi (Arpiwi, 2015).

II.1.7 Destilasi
Setelah proses fermentasi, alkohol yang terbentuk harus memasuki tahap
pemurnian untuk mendapatkan etanol dengan tingkat kemurnian tinggi. Salah satu proses
pemurnian etanol adalah destilasi. Destilasi adalah proses pemisahan campuran dua
senyawa atau lebih dalam fase homogen berdasarkan titik didih atau titik cairnya. Proses
destilasi berlangsung dalam dua tahap yaitu pemanasan dan pendinginan. Saat dipanaskan,
zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak menuju
kondenser yaitu pendingin. Proses pendinginan terjadi karena air yang dialirkan kedalam
dinding (bagian luar kondenser), sehingga terjadi pertukaran panas antara uap yang panas
dengan air yang memiliki suhu lebih rendah, maka uap yang dihasilkan akan kembali cair.
Proses ini berjalan terus menerus dan hingga dapat memisahkan seluruh senyawa-senyawa
yang ada dalam campuran homogen tersebut (Muin, 2015).
Sebagaimana disebutkan diatas, untuk memurnikan bioetanol menjadi berkadar
lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, alkohol hasil fermentasi yang
mempunyai kemurnian sekitar 40% tadi harus melewati proses destilasi untuk memisahkan
alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut
yang kemudian diembunkan kembali. Untuk memperoleh bio-ethanol dengan kemurnian
lebih tinggi dari 99,5% atau yang umum disebut fuel bassed ethanol, masalah yang timbul
adalah sulitnya memisahkan hidrogen yang terikat dalam struktur kimia alkohol dengan
cara destilasi biasa, oleh karena itu untuk mendapatkan fuel grade ethanol dilaksanakan
pemurnian lebih lanjut dengan cara Azeotropic destilasi (Arpiwi, 2015).
Untuk meningkatkan kadar bioetanol hingga mencapai 95% dilakukan dengan
memisahkan antara bioetanol dengan air melalui sebuah proses berdasarkan perbedaan titik
didihnya. Bioetanol memiliki titik didih yang jauh lebih rendah dibanding dengan air.
Bioetanol yang menjadi uap akibat pemanasan akan diperoleh kembali melalui proses
pengembunan. Dengan pemanasan pada suhu sesuai titik didihnya, maka bioetanol akan
menguap dan akan mengalami pengembunan setelah melewati saluran pendingin. Untuk
memperoleh fuel bassed ethanol harus diperoleh kadar bioetanol hingga mencapai 99,5%.
Cara yang dapat ditempuh untuk memperoleh kadar bioethanol seperti ini mengalami
kesulitan bila melalui proses destilasi biasa, karena kesulitan untuk memisahkan hidrogen
yang terikat dalam struktur kimia bioetanol. Untuk itu bioetanol dengan kadar 95% harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-8


Laboratorium Teknologi Rekayasa Proses
Departemen Teknologi Rekayasa Kimia Indusri FV- ITS

mengalami perlakuan selanjutnya dengan proses destilasi Azeotropic untuk menghasil fuel
bassed ethanol (Senam, 2009).

II.1.8 Tahap Pemurnian


Tahap pemurnian berfungsi untuk memisahkan etanol dari larutan hasil fermentasi
yang sebagian besar adalah air. Larutan disentrifuse dan dipisahkan dari padatan yang
terikut sehingga sampel siap dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan
susunan selulosa yang merupakan polisakarida dan adanya potensi selulosa untuk
dikonversi menjadi bioetanol, maka selulosa sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai
bahan baku etanol. Pada proses pretreatment dilakukan dengan metode fisik, yaitu dengan
mencacah menjadi ukuran kecil. Setelah proses pretreatment, proses delignifikasi akan
berjalan seiring dengan proses hidrolisis. Dengan menggunakan katalis asam, selulosa
yang terkandung dalam ampas aren dapat terlarut dan mendegradasinya menjadi glukosa.
Semakin besar konsentrasi katalis yang digunakan diharapkan akan menghasilkan kadar
glukosa yang lebih banyak sampai batas tertentu sehingga glukosa yang didapat bisa
difermentasi menjadi bioetanol dan didapat kadar konversi optimum bioetanol yang
dihasilkan (Dayatmo, 2015).

II.1.9 Kekurangan dan Kelebihan Bioetanol


Beberapa kelebihan bioetanol dibanding bensin, antara lain lebih aman, memiliki
titik nyala tiga kali lebih tinggi dibanding bensin, dan menghasilkan emisi gas hidrokarbon
lebih sedikit. Di balik itu juga terdapat berbagai kekurangan bioetanol bila dibanding
dengan bensin, antara lain mesin kendaraan akan mengalami kesulitan untuk dihidupkan
bila dalam keadaan suhu dingin, serta mampu bereaksi dengan logam tertentu seperti
aluminium, sehingga dapat merusak komponen kendaraan yang terbuat dari logam tersebut
(Senam, 2009).
Menurut Diah (2013), bioetanol bersifat multi-guna karena dicampur dengan bensin
pada komposisi berapapun memberikan dampak yang positif. Kelebihan-kelebihan
bioetanol dibandingkan bensin:
1. Titik nyala etanol tiga kali lebih tinggi dibandingkan bensin.
2. Emisi hidrokarbon lebih sedikit.
Kekurangan-kekurangan bioetanol dibandingkan bensin:
1. Pada mesin dingin lebih sulit melakukan starter bila menggunakan bioetanol.
2. Bioetanol bereaksi dengan logam seperti magnesium dan aluminium.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-9


Laboratorium Teknologi Rekayasa Proses
Departemen Teknologi Rekayasa Kimia Indusri FV- ITS

II.2 Aplikasi Industri


PEMBUATAN BIOETANOL DARI SINGKONG KARET (Manihot Glaziovii
Muell) DENGAN HIDROLISIS ENZIMATIK DAN DIFERMENTASI
MENGGUNAKAN Saccharomyces Cerevisiae
Arifwan1*, Erwin2, dan Rudi Kartika2
Singkong karet (Manihot glaziovii Muell) mempunyai kadar karbohidrat (pati)
sebesar 98,47%. Amilum atau pati yang berbentuk polisakarida dapat dihidrolisis menjadi
glukosa dalam kadar yang tinggi melalui pemanasan. Glukosa inilah yang selanjutnya
difermentasi untuk menghasilkan etanol. Dengan daun yang juga lebih lebar dan lebat,
maka potensi singkong karet untuk berfotosintesis juga lebih besar dibanding dengan
singkong biasa. Singkong karet sangat layak dijadikan bahan baku pembuatan etanol
dikarenakan ketersediannya sebagai bahan baku cukup aman.
Umbi singkong karet dikupas kulitnya dan dicuci. Lalu dipotong kecil-kecil
kemudian dijemur selama 4-5 hari hingga kering, lalu dihaluskan hingga menjadi tepung.
Proses liquifikasi 900gram tepung singkong karet dimasukkan ke dalam panci, lalu
ditambah 4.500 mL akuades lalu diatur pH antara 4-5 menggunakan HCl 0,1 N.
Selanjutnya ditambahkan enzim alfa-amilase sebanyak 3 mL dan diaduk hingga rata.
Campuran tepung singkong karet dipanaskan dengan hot plate pada suhu 80-90oC sambil
diaduk selama 60 menit kemudian didinginkan hingga suhu 55°C. Proses Sakarifikasi
Sampel hasil proses liquifikasi ditambahkan enzim glukosa-amilase sebanyak 3 mL,
selanjutnya sampel tadi dipanaskan dengan pada suhu 50-60°C sambil diaduk selama 60
menit kemudian didinginkan hingga mencapai suhu 30°C. Hasil proses sakarifikasi
dimasukan ke dalam 3 wadah fermentasi kemudian ditambahkan Saccharomyces
cerevisiae sebanyak 2 ose dan ditambahkan juga nutrisi ammonium sulfat masing-masing
pada wadah sebanyak 0,75%; 1%; dan 1,25% sambil diaduk. Setiap wadah dipisahkan
menjadi tiga wadah untuk difermentasi dengan variasi waktu fermentasi berlangsung
selama 120, 144, dan 168 jam. Campuran dijaga suhu maksimum 35°C dan kemudian
ditutup wadah fermentasi. Seperangkat alat destilasi disiapkan kemudian dimasukan hasil
fermentasi ke dalam labu destilasi. Selama proses destilasi diatur suhu destilasi pada 78°C
dan dihentikan proses destilasi ketika semua etanol telah terpisah.
Maka didapatkan kesimpulan yang pertama adalah penambahan ammonium sulfat
0,75% (b/v), 1% (b/v), dan 1,25% (b/v) masing-masing menghasilkan etanol dengan
kuantitas tertinggi yaitu sebesar 23,233 %, 28,183 %, dan 23,830 %. Lalu yang kedua
adalah waktu yang diperlukan mikroba untuk menghasilkan etanol kuantitas tertinggi
adalah 168 jam yaitu sebesar 28,183 % pada penambahan ammonium sulfat 1% (b/v).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-10

Anda mungkin juga menyukai