TINJAUAN PUSTAKA
II-1
Laboratorium Teknologi Rekayasa Proses
Departemen Teknologi Rekayasa Kimia Indusri FV- ITS
untuk tanaman pangan tersebut. Untuk menurunkan harga dan menghindari konflik antar
pangan dan energi, bioetanol generasi kedua perlu dikembangkan. Bioetanol generasi
kedua menggunakan bahan limbah biomassa. Limbah biomassa mempunyai jumlah cukup
besar di Indonesia. Tahapan pembuatan bioetanol generasi kedua terdiri dari proses
penghalusan, perlakuan awal (delignifikasi), hidrolisis (sakarifikasi), fermentasi, dan
dilanjutkan proses destilasi (pemurnian). Perbedaan proses produksi bioetanol generasi
pertama dan bioethanol generasi 2 dapt dilihat pada Gambar 2.2.
difermentasikan menjadi bioetanol. Hidrolisis yang dilakukan dapat berupa hidrolisis asam
maupun hidrolisis enzimatik. Setelah di fermentasi bioetanol dimurnikan dengan cara
destilasi atau evaporasi (Muin, 2015).
II.1.2 Karbohidrat
Nama karbohidrat berasal dari ‘hydrate of carbon’ yang merujuk ke rumus
empirisnya (CH2O) n dimana n adalah 3 atau lebih besar (n biasanya 5 atau 6 tetapi dapat
sampai 9). Klasifikasi utama karbohidrat adalah: monosakarida, disakarida, oligosakarida
dan polisakarida. Monosakarida merupakan unit terkecil dari struktur karbohidrat.
Disakarida terdiri dari dua residu monosakarida yang berikatan kovalen dengan nama
ikatan glikosida. Pada oligosakarida (bahasa Yunani: oligos artinya sedikit) terikat tiga
sampai kira-kira 20 residu monosakarida. Polisakarida (bahasa Yunani: polys artinya
banyak) adalah polimer yang mengandung banyak (biasanya lebih dari 20) residu
monosakarida. Disakarida, oligosakarida dan polisakarida tidak mempunyai rumus empiris
(CH2O) n karena air dikeluarkan selama pembentukan polimer. Oleh sebab itu, disakarida,
oligosakarida dan polisakarida tersusun dari residu unit monosakarida. Istilah glycan lebih
umum untuk polimer karbohidrat. Homoglycan merupakan polimer dengan monomer gula
identik, sedangkan heteroglycan adalah polimer dengan monomer gula berbeda. Secara
struktural karbohidrat merupakan polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton atau
senyawa yang menghasilkan polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton pada produk
hidrolisisnya. Molekul karbohidrat dapat berikatan dengan molekul lain membentuk
glycoconjugate. Glycoconjugate adalah turunan karbohidrat dimana satu atau lebih rantai
karbohidrat berikatan kovalen dengan peptida, protein atau lipid. Turunan ini termasuk
proteoglycan, peptidoglycan, glycoprotein, dan glycolipid. Karbohidrat pada proteoglycan,
peptidoglycan, glycoprotein dan glycolipid merupakan heteroglycan. Pada bab ini, kita
mendiskusikan struktur dan fungsi monosakarida, disakarida, oligosakarida, polisakarida
homoglycan, dan heteroglycan. Homoglycan utama adalah pati, glikogen, selulosa, dan
kitin serta inulin. Pati dan inulin merupakan molekul penyimpan energi utama pada
tumbuh-tumbuhan, sedangkan glikogen pada hewan. Lebih dari separoh senyawa karbon di
planet bumi ini disimpan dalam dua molekul karbohidrat yaitu pati dan selulosa. Monomer
kedua polimer tersebut adalah glukosa. Glukosa yang dibuat oleh tumbuhan disimpan
dalam bentuk pati. Binatang dan manusia mempunyai enzim yang dapat mengkatalisis
reaksi hidrolisis pati menjadi unit glukosa. Glukosa dioksidasi menjadi karbondioksida dan
air yang merupakan sumber utama energi kita. Manusia tidak mempunyai enzim yang
mengkatalisis reaksi hidrolisis selulosa. Kitin merupakan komponen utama arthopoda dan
rangka luar dari serangga, kepiting, kulit udang. Pada bab ini juga dibahas polisakarida
heteroglycan seperti peptidoglikan (Minda, 2016).
Karbohidrat adalah Polihidroksi aldehida dan Polihidroksi keton atau zat-zat yang
bila dihidrolisis akan menghasilkan derivat senyawa-senyawa tersebut. Suatu kharbohidrat
tergolong aldehida (C H O), jika oksigen karbonil berikatan dengan suatu atom karbon
terminal dan suatu keton (C = O) jika oksigen karbonil berikatan dengan suatu karbon
internal. Pada umumnya karbohidrat merupakan zat padat berwarna putih, yang sukar larut
dalam pelarut organik, tetapi larut dalam air (kecuali beberapa sakarida). Sebagian besar
karbohidrat dengan berat melekul yang rendah, manis rasanya. Karena itu, juga digunakan
istilah gula untuk zat-zat yang tergolong karbohidrat (Wibawa, 2017).
Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang
berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin
menyebabkan sifat lengket. Amilosa merupakan polisakarida, polimer yang tersusun dari
glukosa sebagai monomernya. Tiap-tiap monomer terhubung dengan ikatan 1,6-glikosidik.
Amilosa merupakan polimer tidak bercabang yang bersama–sama dengan amilopektin
menyusun pati. Amilopektin merupakan polisakarida yang tersusun dari monomer α-
glukosa (baca: alfa glukosa). Amilopektin merupakan molekul raksasa dan mudah
ditemukan karena menjadi satu dari dua senyawa penyusun pati, bersama-sama dengan
amilosa (Bustan, 2013).
II.1.4 Hidrolisis
Manurut Arpiwi (2015), hidrolisis merupakan proses pemecahan senyawa
polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) menjadi
monomer gula penyusunnya (glukosa dan xylosa). Secara umum teknik hidrolisis dibagi
menjadi dua, yaitu hidrolisis berbasis asam dan hidrolisis enzim. Hidrolisis sempurna
selulosa akan menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa
monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6). Hidrolisis enzim merupakan proses
penguraian suatu polimer yang kompleks menjadi monomer penyusunnya dengan
menggunakan enzim. Hidrolisis enzimatis memiliki keuntungan dibandingkan hidrolisis
asam, yakni tidak terjadi degradasi gula hasil hidrolisis, kondisi proses yang mudah (suhu
dan pH rendah), berpotensi menghasilkan hasil yang tinggi dan biaya pemeliharaan relatif
rendah karena tidak menggunakan bahan korosif. Kelemahan hidrolisis enzimatis adalah
waktu hidrolisis yang digunakan lebih lama, kerja enzim dihambat oleh produk, dan harga
enzim yang lebih mahal dibandingkan dengan asam sulfat. Hidrolisis enzimatis merupakan
teknologi yang paling sering digunakan oleh peneliti dalam mengkonversi biomassa
menjadi gula reduksi yang selanjutnya dapat dikonversi menjadi bioetanol. Enzim adalah
biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat
proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik. Selulase adalah
enzim kompleks yang mampu memutuskan ikatan glikosidik β-1,4. Beberapa faktor yang
mempengaruhi aktivitas enzimselulase adalah konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, pH,
suhu, dan senyawa penghambat. Pada umumnya terdapat hubungan optimum antara
konsentrasi enzim dan substrat bagi aktivitas maksimum. Enzim berfungsi secara optimum
pada pH dan suhu tertentu. Hidrolisis enzimatik yang sempurna dengan enzim selulase
memerlukan aksi sinergis dari tiga tipe enzim ini, yaitu:
II.1.5 Mikroorganisme
Aplikasi bioteknologi sangat beragam yang meliputi berbagai aspek yaitu pada
bidang pangan, pertanian, peternakan, kesehatan, dan pengobatan. Aplikasi bioteknologi
banyak menggunakan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme merupakan makhluk
hidup yang memiliki ukuran yang sangat kecil. Mikroorganisme ada yang hanya terdiri
dari sel tunggal (uniseluler) maupun bersel banyak (multiseluler). Setiap sel memiliki
kemampuan untuk mengalami pertumbuhan, memperbanyak diri, dan menghasilkan
energi. Mikroorganisme berinteraksi dengan sesama mikroorganisme maupun dengan
organisme lain yang kemudian akan memberikan efek yang beraneka ragam, baik
menguntungkan maupun merugikan. Dalam pembahasan mikrobiologi kedokteran maupun
fitopatologi, beberapa mikroorganisme dapat menjadi penyebab adanya suatu penyakit dan
menjadi patogen dalam kehidupan. Namun, mayoritas mikroorganisme dapat memberikan
manfaat yang sangat beragam dalam dunia bioteknologi. Mikroorganisme yang digunakan
untuk proses pengolahan makanan bisa berasal dari kelompok bakteri maupun fungi.
Bakteri yang digunakan bisa berasal dari kelompok Actinobacteriaceae seperti
Bifidobacterium thermophilum, Firmicutes seperti Bacillus, dan Proteobacteriaceae seperti
Acetobacter dan Gluconacetobacter. Sedangkan dari fungi bisa berasal dari yeast maupun
filamentous fungi (Hayyun, 2019).
II.1.6 Fermentasi
Menurut Dayatmo (2015), fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur
permukaan dan kultur terpendam. Kultur permukaan yang menggunakan substrat padat
atau semi padat banyak digunakan untuk memproduksi berbagai jenis asam organik dan
enzim. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri, khamir, dan
kapang. Beberapa organisme seperti Saccharomyces dapat hidup, baik dalam kondisi
lingkungan cukup oksigen maupun kurang oksigen. Organisme yang demikian disebut
aerob fakultatif. Dalam keadaan lingkungan kurang oksigen Saccharomyces akan
melakukan fermentasi. Pada tahap ini lignoselulosa berubah menjadi gula sederhana
(glukosa dan fruktosa). Kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi yang berfungsi
merubah gula sederhana menjadi alkohol dengan bantuan Saccharomyces cerevisiae.
Secara keseluruhan, proses fermentasi akan berjalan baik pada 20 – 30oC, pH 4.5 –5 dan
dalam keadaan anaerob. Reaksi pada tahap fermentasi:
C6H12O6 → 2C6H5OH + 2CO2
Glukosa Ethanol
dpat dikategorikan sebagai fuel bassed ethanol. Agar dapat mencapai kemurnian diatas
95%, maka lakohol hasil fermentasi harus melalui proses destilasi (Arpiwi, 2015).
II.1.7 Destilasi
Setelah proses fermentasi, alkohol yang terbentuk harus memasuki tahap
pemurnian untuk mendapatkan etanol dengan tingkat kemurnian tinggi. Salah satu proses
pemurnian etanol adalah destilasi. Destilasi adalah proses pemisahan campuran dua
senyawa atau lebih dalam fase homogen berdasarkan titik didih atau titik cairnya. Proses
destilasi berlangsung dalam dua tahap yaitu pemanasan dan pendinginan. Saat dipanaskan,
zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak menuju
kondenser yaitu pendingin. Proses pendinginan terjadi karena air yang dialirkan kedalam
dinding (bagian luar kondenser), sehingga terjadi pertukaran panas antara uap yang panas
dengan air yang memiliki suhu lebih rendah, maka uap yang dihasilkan akan kembali cair.
Proses ini berjalan terus menerus dan hingga dapat memisahkan seluruh senyawa-senyawa
yang ada dalam campuran homogen tersebut (Muin, 2015).
Sebagaimana disebutkan diatas, untuk memurnikan bioetanol menjadi berkadar
lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, alkohol hasil fermentasi yang
mempunyai kemurnian sekitar 40% tadi harus melewati proses destilasi untuk memisahkan
alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut
yang kemudian diembunkan kembali. Untuk memperoleh bio-ethanol dengan kemurnian
lebih tinggi dari 99,5% atau yang umum disebut fuel bassed ethanol, masalah yang timbul
adalah sulitnya memisahkan hidrogen yang terikat dalam struktur kimia alkohol dengan
cara destilasi biasa, oleh karena itu untuk mendapatkan fuel grade ethanol dilaksanakan
pemurnian lebih lanjut dengan cara Azeotropic destilasi (Arpiwi, 2015).
Untuk meningkatkan kadar bioetanol hingga mencapai 95% dilakukan dengan
memisahkan antara bioetanol dengan air melalui sebuah proses berdasarkan perbedaan titik
didihnya. Bioetanol memiliki titik didih yang jauh lebih rendah dibanding dengan air.
Bioetanol yang menjadi uap akibat pemanasan akan diperoleh kembali melalui proses
pengembunan. Dengan pemanasan pada suhu sesuai titik didihnya, maka bioetanol akan
menguap dan akan mengalami pengembunan setelah melewati saluran pendingin. Untuk
memperoleh fuel bassed ethanol harus diperoleh kadar bioetanol hingga mencapai 99,5%.
Cara yang dapat ditempuh untuk memperoleh kadar bioethanol seperti ini mengalami
kesulitan bila melalui proses destilasi biasa, karena kesulitan untuk memisahkan hidrogen
yang terikat dalam struktur kimia bioetanol. Untuk itu bioetanol dengan kadar 95% harus
mengalami perlakuan selanjutnya dengan proses destilasi Azeotropic untuk menghasil fuel
bassed ethanol (Senam, 2009).