Habib Muhammad Rizieq Syihab bin Husein Shihab (Pimpinan Front Pembela
Islam:FPI) lahir di Jakarta 24 Agustus 1965, ayahnya bernama Sayyid Husein
Syihab (alm), dan ibunya bernama Syarifah Sidah Al-Attas. Rumahnya terletak di
Jl. Petamburan III No. 83, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Di ujung gang rumahnya
terdapat sebuah took/warung usaha minyak wangi dan perlengkapan shalat
kepunyaan Habib Rizieq.
Ayahnya Sayyid Husein (alm) bersama kawan-kawannya pada tahun 1937
mendirikan PAI atau Pandu Arab Indonesia. Sebuah perkumpulan kepanduan
yang didirikan orang Indonesia berketurunan Arab yang berada di Jakarta, yang
selanjutnya menjadi PII atau Pandu Islam Indonesia. Di dalam diri Habib Rizieq
Syihab mengalir darah Arab dan juga Betawi, status sosial beliau juga sebagai
keturunan Habib dan mengaku sebagai keturunan ke-38 Nabi Muhammad SAW.
Sebutan lain dari Habib adalah Sayyid. Sayyid (jamak dari Sadah) adalah kata
yang berasal dari bahasa arab, yang artinya tuan. Sharif (jamak dari Sharaf) yang
artinya dihormati adalah sinonim dari Sayyid. Sayyid adalah gelar dan tertuju
kepada seseorang atau kelompok. Gelar ini identik untuk laki-laki, untuk
perempuan adalah Sayyidah atau Syarifah. Sayyid tertuju kepada orang arab,
khususnya yang mengklaim sebagai keturunan Nabi Muhammad melalui cuu
Beliau, Husein (anak dari Fatimah Az-Zahrah dan Ali bin Thalib).
Beliau menikah pada 11 September 1987 dengan Syarifah Fadhlun yang masih berasal dari keluarga dan kalangan Habib.
Dari hasil pernikahannya, Beliau dikarunia lima orang anak : Rufaidah Shihab, Humairah Shihab, Zulfa Shihab, Najwa Shihab,
dan Mumtaz Shihab. Kelima anaknya disekolahkan di Jami’at Khair, dan juga didatangkan guru privat (ilmu agama dan
umum).
Selain berjualan minyak wangi dan perlengkapan shalat, Habib Rizieq juga berdakwah dan mengajar di Jami’at Khair. Di
rumahnya setiap malam Jum’at diadakan pengajian yang dimulai dari pukul 17.30 sampai 20.30, wirid yang dilafadzkan
adalah Wirid al-Lathif dan Ratib Al-Haddad. Dua macam wirid ini populer di kalangan tarekat Haddadiyah , yang namanya
diambil dari Sayyid atau Habib Abdullah al-Haddad, yang dinisbahkan kepada Imam Alawi bin Ubaidillah putra Imam
Ahmad al-Muhajir yang dipandang sebagai founding father kaum Hadhrami, kelompok Sayyid yang berasal dari Hadramaut,
Yaman Selatan. Tarekat yang dianut oleh para Habaib adalah tarekat Alawiyyin/Alawiyyah, yang berasal dari kata Ba Lawi
yaitu suatu marga yang berasal Sayyid Muhammad bin Alawi. Tarekat ini berbeda dengan tarekat lain pada umumnya,
perbedaan itu dapat dilihat dari praktiknya yang tidak menekankan segi riyadhah (olah rohani) dan kezuhudan melainkan
lebih menekankan kepada amal, akhlak, dan beberapa wirid serta dzikir ringan.
Dari perspektif sejarah, kelompok Sayyid yang sekarang ada di Indonesia berasal dari Hadramaut. Hadramaut adalah salah
satu provinsi di Yaman Selatan. Pada tahun 1885, orang Hadramaut yang berada di Indonesia berjumlah 20.000 orang,
10.888 berada di Jawa dan Madura, dan 9.613 berada di pulau lain. Tahun 1905, orang Hadramaut bertambah menjadi
30.000 orang. 19.148 berada di Jawa dan Madura, dan 10.440 berada di pulau lain. Menjelang tahun 1934, sekitar 20
sampai 30 persen orang Hadramaut menetap di Hindia Belanda (Indonesia), Afrika Utara, dan negara-negara laut merah.
Orang Hadramaut umumnya tinggal di sekitar pantai, kota-kota besar seperti Batavia (Jakarta), Pekalongan, Semarang, dan
Surabaya serta Palembang.
Riwayat Pendidikan
Pendidikannya sekolahnya dimulai di SDN 1 Petamburan, SMP 40 Pejompongan, SMP Kristen Bethel Petamburan Jakarta,
SMAN 4 Gambir, dan SMA Islamic Village (Tangerang) sampai pada tahun 1982. Kemudian tahun 1983 kuliah di LIPIA
selama setahun kemudian Habib mendapat beasiswa dari OKI untuk melanjutkan studi S1 di King Saud University, jurusan
Dirasah Islamiyah, Fakultas Tarbiyah. Tahun 1990 Habib Rizieq berhasil menyelesaikan studinya dan sempat mengajar di
sebuah SLA di Riyadh selama 1 tahun lalu kembali ke Indonesia pada tahun 1992. Beliau juga sempat melanjutkan studi
program Master (S2) di Universitas Anta Bangsa, Malaysia namun hanya sampai 1 tahun dan Beliau kembali ke Indonesia
untuk melanjutkan dakwahnya.