Anda di halaman 1dari 2

Kegawatdaruratan Di Bidang Bedah Saraf

Tata Laksana Cedera Otak

Abdul haris, dr, SpBS


Mayor Laut (K) 16238/P
Spesialis Bedah Saraf
RSAL DR Mediato Suratani
Tanjungpinang Kepulauan Riau

Definisi : Dibedakan antara cedera kepala (Head Injury) dan cedera otak (Traumatic Brain
Injury). Keterlibatan kerusakan intrakranial dan defisit neurologis setelah kejadian trauma
menjadi faktor penentu.

Epidemilogi : Secara ekonomi, beban ekonomi yang dikeluarkan dalam penanganan cedera
otak sangat besar. Jumlah pasien didominasi laki-laki, usia produktif, dan penyebab utama
adalah kecelakaan lalu lintas

Penatalaksanaan : Penatalaksanaan cedera otak mempunyai maksud untuk mengobati cedera


otak primer, mengurangi atau menghambat terjadinya cedera otak sekunder setelah terjadi
cedera otak primer, optimalisasi fungsi-fungsi organ. Langkah – langkah yang dapat
diakukan sesuai urutan primary survey : Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure
dengan mengamankan C-Spine. Selanjutnya secondary survey, mulai dari atas kepala sampai
ujung kaki (Head to Toe Examination) yang dikerjakan secara simultan dengan primary
survey.

Permasalahan utama pada cedera otak adalah adanya penambahan massa di dalam kepala
oleh karena perdarahan, baik perdarahan extradural, Subdural atau intracerebral. Penambahan
massa ini mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial (didalam kepala). Doktrin
Monroe-Kelly menjelaskan mekanisme kompensasi intakranial bilamana terjadi penambahan
massa. Mekanisme kompensasi ini berlangsung dalam rangka menjaga kecukupan oksigen
dalam otak, dengan mempertahankan nilai Cerebral Perfusion Pressure dan Mean Arterial
Pressure. Apabila mekanisme kompensasi ini tidak mampu mencukupi kebutuhan otak, maka
fase selanjutnya akan terjadi, yaitu herniasi otak.

Peningkatan tekanan intakranial menjadi perhatian utama dalam menangani cedera otak.
Tatalaksana peningkatan tekanan intrakranial meliputi head up 300, intubasi, oksigenasi,
normocarbic ventilation, sedasi, analgesis, neuromuscular paralisis, ventrikulostomi, manitol,
mild hipothermia, surgical, barbiturat coma

Kesimpulan : Tatalaksana cedera otak memerlukan kecepatan dan ketepatan tindakan dalam
primary survey agar dapat mencegah terjadinya cedera otak sekunder

Daftar pustaka :

Arun. J, Grady M.S., Heuer G.G., 2011, ‘Initial Resuscitation, Prehospital Care, And
Emergency Room Care in Traumatic Brain Injury’, in : Winn H.R Youmans neurological
surgery, 6th edition, Vol 4, p.3390-97

Bullock R, Chestnut R.M., Clifton G, Ghajar J, Marion D.W.,Narayan R.K., et al. 2000
Guidelines For The Management Of Severe Head Injury. J Neurotrauma, p.453-553

Erkine J.H., Forrest-Hay, A.C., Misra R.R, 2008, Interpretation Of Emergency Head Ct : A
Practical Hanbook, Cambridge University Press, New York.

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga 2011, ‘Kasus Cedera Otak Surabaya


Tinggi’,Viewed 28 Juni 2011, <http://www.fk.unair.ac.id/index.php/pdf/Headline-
News/kasus-cedera-otak-di-surabaya-tinggi.pdf>.

Greenberg M.S., 2010, ‘Head Trauma’, in : Handbook of Neurosurgery, Greenberg, MS eds,


7th edition. Thieme Medical Publishers. New York. p.853-4

Jallo, J & Loftus, C.M., 2009, ‘Neurotrauma and Critical Care of The Brain’, 1st edition,
Thieme Medical Publisher, New York.

Wahyuhadi, J, Suryaningtyas, W, Susilo, RI (ed.) 2007, ‘Pedoman Penatalaksanaan Cedera


Otak’. Tim Neurotrauma,Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai