Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS FILOGENI CRANIUM ANIMALIA DI LABORATORIUM BIOLOGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lillah Asritafriha1), Yulia Tri Nurindah Wanti2), Idqa Nurtri Bhakti3), Afifa Rini Nur
Izza Zuhri4)
Jurusan S1 Biologi Departemen Biologi Universitas Airlangga
1)
081711433011
2)
081711433016
3)
081711433018
4)
081711433019
ABSTRACT
Department of Biology Laboratory, Airlangga University has a collection
of cranium from several different species and represents several vertebrate taxon from
pisces to primates. The taxon has not been identified so this research is needed to find
taxon based on their characteristics. In addition, phylogeny analysis is needed to find
out the kin relationship. The method used in this study is categorized as cranium based
on general characters. From the results of these categories, a description of each
cranium can be arranged so that the taxon is known. Analysis of kin relationships uses
the cladogram of the Wagner Method. This method is performed by categorizing two
objects that have the lowest apomorphic rank. In the making of cladogram, it needs to
be parsimonious and calibrated so that a phylogeny tree can be made and can states kin
relationships. From the research we have done, it can be known the types of cranium
named Neanderthal fossils, chimpanzee fossils, monkey fossils, fossil bats, fossil
dolphins, Komodo fossils, bird fossils, amphibian fossils, turtle fossils, the first fish
fossils, and the second fish fossils.
Key words. Cladogram, cranium, phylogeny, Wagner method.

PENDAHULUAN
Laboratorium Departemen Biologi Universitas Airlangga memiliki banyak
koleksi cranium yang belum teridentifikasi. Cranium-cranium tersebut berasal dari
spesies berbeda yang mewakili beberapa takson vertebrata mulai dari pisces hingga
primata. Identifikasi dan penyusunan pohon filogeni yang menjelaskan hubungan
kekerabatan perlu dilakukan agar cranium tersebut dapat menjadi media pembelajaran
bagi mahasiswa dalam mempelajari taksonomi dan biosistematika. Filogenenetika
adalah pusat dari evolusi biologi seperti penyingkatan keseluruhan paradigma dari
bagaimana organisme hidup dan berkembangdi alam.(Mount, 2001; Dharmayanti,
2011)
Cranium adalah bagian dari kepala yang bulat, lebar, melapisi otak, dan tersusun
dari tulang-tulang tengkorak (Dorland, 2010). Kapasitas cranium adalah ukuran volume
interior atau sebelah dalam dari cranium yang terkadang digunakan sebagai indikator
secara kasar dari ukuran otak (Maina et al., 2011; Golalipour et al., 2005). Cranium atau
tengkorak adalah suatu struktur kerangka yang melindungi otak pada kelompok hewan
yang memiliki tulang belakang atau columna vertebralis. Kelompok ini dinamakan
vertebrata, kedudukannya dalam sistem klasifikasi adalah subfilum. Tengkorak tersusun
dari banyak kepingan tulang yang termasuk tulang keras (osteum) maupun tulang rawan
(chondrin). Tengkorak juga menjadi tempat dan pelindung organ lain seperti organon
olfactorius (indra penciuman), organona optici (indra penglihatan), dan lain-lainnya.
Metode yang digunakan dalam mengkaji hubungan kekerabatan makhluk hidup
dapat dilakukan secara fenetik dan kladistik. Metode fenetik yaitu pengelompokkan
makhluk hidup berdasarkan kesamaan atau kemiripan morfologi (fenotip), sedangkan
metode kladistik yaitu pengelompokkan makhluk hidup berdasarkan karakter
plesiomorfi dan apomorfi. Metode fenetik dilanjutkan dengan pembuatan fenogram,
sedangkan metode kladistik dilanjutkan dengan pembuatan kladogram.
Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari dan membandingkan struktur
tengkorak 11 jenis cranium, menyusun kladogram dengan metode Wagner dan
fenogram berdasarkan struktur cranium, dan membuat pohon filogeni berdasarkan
kladogram yang berhasil disusun.
BAHAN
Cranium Neanderthal (MPF001)
Cranium Simpanse
Cranium Monyet (MPR051)
Cranium Kelelawar (A)
Cranium Lumba-lumba (MDR010)
Cranium Komodo (RSR010)
Cranium Burung (PGR010)
Cranium Amfibi (AAR010)
Cranium Penyu (RTR010)
Cranium Ikan 1 (IPR010)
Cranium Ikan 2 (ISR030)
METODE

Hubungan kekerabatan suatu takson dapat dianlisis menggunakan dua cara


meliputi metode fenetik dan kladistik. Metode fenetik mengklasifikasikan berdasarkan
kesamaan atau kemiripan morfologi, sifat yang dapat diobservasi, dilanjutkan dengan
pembuatan fenogram. Jika kesamaan didapatkan semakin banyak, maka dianggap
semakin besar hubungan kekerabatannya, dan semakin besar kemungkinannya untuk
dijadikan dalam satu kelompok. Metode kladistik dilanjutkan dengan pembuatan
kladogram yang didasarkan pada rangkaian sejarah perkembangan suatu takson yang
menunjukkan bahwa takson tersebut berevolusi memisah (divergensi) dari tetua
bersama atau common ancestor. Metode kladistik yang digunakan dalam praktikum
adalah metode Wagner dengan tahapan pengelompokan dimulai dengan
mengelompokkan dua objek dengan peringkat apomorfi paling rendah.
Dalam menyusun kladogram, dilakukan polarisasi, dimana semua atribut dari
setiap karakter yang digunakan harus dibagi dua berdasar statusnya, yaitu plesiomorfi
dan apomorfi. Polarisasi dimulai dengan menambahkan takson tamu yang bukan
merupakan kelompok yang akan disusun filogeninya dan memiliki hubungan
kekerabatan paling dekat dengan kelompok takson yang akan disusun dalam
kladogram.
Kladogram dapat dievaluasi menggunakan Consistency Index (CI) dan Retention
Index (RI). Consistency Index digunakan untuk menentukan banyaknya peristiwa
homoplasi secara relatif dalam sebuah kladogram dengan rumus:
(rumus 1)

Keterangan:
CI : Consistency Indeks
m : Jumlah total banyaknya perubahan yang diharapkan dari data
s : Banyaknya perubahan yang ada di struktur kladogram
Nilai CI berkisar antara 0 sampai 1. Bila CI mendekati 1 berarti dalam kladogram
tersebut homoplasinya sangat rendah atau tidak ada sama sekali, dan bila mendekati
atau sama dengan 0 berarti homoplasinya sangat banyak. Retention Index merupakan
cara lain untuk mengukur jumlah relatif homopasi menggunakan jumlah sinapomorfi
dengan rumus:
(rumus 2)
Keterangan:
RI : Retention Indeks
n : Jumlah maksimum pada perubahan kladogram

DESKRIPSI ANALITIK
1. MPF001

MPF001 memiliki gigi bertipe heterodont. MPF001 memiliki ukuran caninus


yang kecil. MPF001 memiliki dahi vertikal. MPF001 memiliki prognasia dengan dagu
berkembang. MPF001 memiliki lokasi mata di muka. MPF001 memiliki tulang pipi
yang menonjol. MPF001 tidak memiliki tulang nasal. MPF001 memiliki osteum
supraoccipital yang besar. MPF001 memiliki dua condylus occipital yang terpisah.
Arah foramen occipital magnum MPF001 adalah ventral. MPF001 memiliki atap
rongga mulut yang rapat. MPF001 memiliki panjang 22 cm, lebar 16 cm, jarak mata -
mulut 6 cm, serta jarak mata – tulang belakang 16cm. Berdasarkan karakteristik tersebut
MPF001 adalah cranium Neanderthal.

2. MR030

MR030 memiliki gigi bertipe heterodont. MR030 memiliki caninus yang


mereduksi. MR030 memiliki dahi vertikal. MR030 memiliki prognasia. MR030
memiliki dagu berkembang. MR030 memiliki lokasi mata di muka. MR030 memiliki
tulang pipi yang menonjol. MR030 tidak memiliki tulang nasal. MR030 memiliki
osteum supraoccipital yang besar. MR030 memiliki dua condylus occipital yang
terpisah. Arah foramen occipital magnum MR030 adalah ventral. MR030 memiliki atap
rongga mulut yang rapat. MR030 memiliki panjang 4,5 cm, lebar 7,5 cm dan tinggi 5
cm. Berdasarkan karakteristik tersebut MR030 adalah cranium simpanse.

3. MPR051

MPR051 memiliki gigi bertipe heterodont. Monyet memiliki caninus yang


besar. MPR051 memiliki dahi vertikal. MPR051 memiliki prognasia. MPR051
memiliki dagu berkembang. MPR051 memiliki lokasi mata di muka. MPR051 memiliki
tulang pipi yang menonjol. MPR051 memiliki tulang nasal besar. MPR051 memiliki
osteum supraoccipital yang kecil. MPR051 memiliki dua condylus occipital yang
terpisah. Arah foramen occipital magnum monyet adalah ventral. MPR051 memiliki
atap rongga mulut yang rapat. Berdasarkan karakteristik tersebut MPR051 adalah
cranium monyet.

4. Cranium A

Kerangka A memiliki gigi. Tipe gigi kerangka A homodont. Caninus kerangka


A besar. Dahi kerangka A landai. Kerangka A memiliki prognasia. Dagu kerangka A
tidak berkembang. Lokasi mata kerangka A terletak di samping. Tulang pipi kerangka A
datar atau rata, tulang nasal kerangka A besar. Os. Supraoccipital kerangka A kecil.
Condylus occipital kerangka A dua terpisah. Foramen occipital magnum kerangka A
mengarah posterior. Atap rongga mulut kerangka A rapat. Cranium A memiliki panjang
8,5 cm dan lebar 2,7 cm. Berdasarkan karakteristik tersebut kerangka A adalah cranium
kelelawar.
5. MDR010

MDR010 memiliki gigi. Tipe gigi MDR010 adalah homodont. Caninus


MDR010 tidak ada. Dahi MDR010 landai. Prognasia MDR010 berkurang atau tidak
ada. Dagu MDR010 tidak berkembang. Lokasi mata MDR010 terletak di muka. Tulang
pipi MDR010 menonjol. Tulang nasal MDR010 besar. Os. Supraoccipital MDR010
besar. Condylus occipital MDR010 dua terpisah. Foramen occipital magnum MDR010
mengarah posterior. Atap rongga mulut MDR010 berlubang kecil. MDR010 memiliki
panjang 30,2 cm dan lebar 13,5 cm. Berdasarkan karakteristik tersebut MDR010 adalah
cranium lumba-lumba.

6. RSR010

RSR010 memiliki gigi. Tipe gigi RSR010 adalah homodont. Caninus RSR010
kecil. Dahi RSR010 horizontal. Prognasia RSR010 sangat panjang. Dagu RSR010 tidak
berkembang. Lokasi mata RSR010 terletak di muka. Tulang pipi RSR010 datar atau
rata. Tulang nasal RSR010 besar. Os. Supraoccipital RSR010 kecil. Condylus occipital
RSR010 satu. Foramen occipital magnum RSR010 mengarah posterior. Atap rongga
mulut RSR010 berlubang kecil. Berdasarkan karakteristik tersebut RSR010 adalah
cranium komodo.

7. PGR010
PGR010 tidak memiliki gigi. PGR010 tidak memiliki caninus. PGR010
memiliki dahi horizontal. PGR010 memiliki prognasia. PGR010 memiliki dagu yang
berkembang. PGR010 memiliki lokasi mata dimuka. PGR010 memiliki tulang pipi
datar/rata. PGR010 memiliki tulang nasal yang mereduksi. PGR010 memiliki os.
Supraoccipital yang kecil. PGR010 memiliki condylus occipital berjumlah satu buah.
PGR010 memiliki arah foramen occipital magnum ventral. PGR010 memiliki atap
rongga mulut yang berlubang besar. PGR010 memiliki panjang 11 cm, lebar 3 cm, dan
tinggi 5 cm. Berdasarkan karakteristik tersebut PGR010 adalah cranium burung.

8. AAR020

AAR020 memiliki gigi yang bertipe homodont. AAR020 tidak memiliki


caninus. AAR020 memiliki dahi horizontal. AAR020 memiliki prognasia. AAR020
memiliki dagu yang tidak berkembang. AAR020 memiliki lokasi mata dimuka.
AAR020 memiliki tulang pipi datar/rata. AAR020 memiliki tulang nasal yang
mereduksi. AAR020 memiliki os. Supraoccipital yang kecil. AAR020 memiliki
condylus occipital dua terpisah. AAR020 memiliki arah foramen occipital magnum
posterior. AAR020 memiliki atap rongga mulut yang berlubang besar. AAR020
memiliki panjang 4,5 cm dan lebar 4 cm. Berdasarkan karakteristik tersebut AAR020
adalah cranium amfibi.

9. RTR010

RTR010 memiliki gigi yang bertipe homodont. RTR010 tidak memiliki caninus.
RTR010 memiliki dahi yang landai. RTR010 memiliki prognasia. RTR010 memiliki
dagu yang tidak berkembang. RTR010 memiliki lokasi mata dimuka. RTR010 memiliki
tulang pipi datar/rata. RTR010 tidak memiliki tulang nasal. RTR010 memiliki os.
supraoccipital yang besar. RTR010 memiliki condylus occipital dua terpisah. RTR010
memiliki arah foramen occipital magnum posterior. RTR010 memiliki atap rongga
mulut yang berlubang besar. RTR010 memiliki panjang 22 cm dan lebar 19cm.
Berdasarkan karakteristik tersebut RTR010 adalah cranium penyu.

10. IPR010

IPR010 memiliki gigi, tipe homodont. IPR010 tidak memiliki caninus. IPR010
memiliki dahi landai. IPR010 memiliki prognasia. IPR010 memiliki dagu yang tidak
berkembang. IPR010 memiliki lokasi mata di samping. IPR010 memiliki tulang pipi
datar/rata. IPR010 tidak memiliki tulang nasal. IPR010 memiliki os supraoccipital
kecil. IPR010 memiliki condylus occipital dua terpisah. IPR010 memiliki arah foramen
occipital magnum posterior. IPR010 memiliki atap rongga mulut berlubang kecil.
Berdasarkan deskripsi tersebut IPR010 termasuk cranium pisces.

11. ISR030

ISR030 memiliki gigi tipe homodont. ISR030 memiliki caninus yang mereduksi.
ISR030 memiliki dahi yang horizontal. ISR030 memiliki prognasia sangat panjang.
ISR030 memiliki dagu tidak berkembang. ISR030 memiliki lokasi mata disamping.
ISR030 memiliki tulang pipi datar/rata. ISR030 tidak memiliki tulang nasal. ISR030
memiliki os supraoccipital kecil. ISR030 memiliki condylus occipital satu. ISR030
memiliki arah foramen occipital magnum posterior. ISR030 memiliki rongga mulut
berlubang besar. ISR030 memiliki panjang 14,7 cm dan lebar 6 cm. Berdasarkan
deskripsi tersebut ISR030 termasuk cranium pisces.
1.1 Tabel Karakter
NO KARAKTER ATRIBUT T A B C D E F G H I J
Tidak Memiliki 0 v
1 Gigi
Memiliki 1 v v v v v v v v v v
Homodont 0 v v v v v v v
2 Tipe Gigi
Heterodont 1 v v v v
Tidak ada 0 v v v v v
Kecil 1 v v
3 Caninus
Besar 2 v v
Mereduksi 3 v v
Horizontal 0 v v v v
4 Dahi Landai 1 v v v v
Vertikal 2 v v v
Sangat Panjang 0 v v
Ada 1 v v v v v v v v
5 Prognasia
Berkurang/tida
2 v
k ada
Tidak
0 v v v v v v v
6 Dagu Berkembang
Berkembang 1 v v v v
Di samping 0 v v v
7 Lokasi mata
Di muka 1 v v v v v v v v
Datar/rata 0 v v v v v v v
8 Tulang pipi
Menonjol 1 v v v v
Tidak ada 0 v v v v v
9 Tulang nasal Besar 1 v v v v
Mereduksi 2 v v
Besar 0 v v v v
10 Os. Supraoccipital
Kecil 1 v v v v v v
v
Tidak ada 0
Dua terpisah 1 v v v v v v v v
11 Condylus occipital
Dua menyatu 2
Satu 3 v v v
Arah foramen occipital Posterior 0 v v v v v v v
12
magnum Ventral 1 v v v v
Berlubang
0 v v v v
besar
13 Atap rongga mulut Berlubang
1 v v v
kecil
Rapat 2 v v v v

Keterangan :
T = Cranium Neanderthal (MPF001)
A = Cranium Simpanse (MR030)
B = Cranium Monyet (MPR051)
C = Cranium Kelelawar (A)
D = Cranium Lumba-lumba (MDR010)
E = Cranium Komodo (RSR010)
F = Cranium Burung (PGR010)
G = Cranium Amfibi (AAR020)
H = Cranium Penyu (RTR010)
I = Cranium Ikan 1 (IPR010)
J = Cranium Ikan 2 (Morray) (ISR030)

1.2 Tabel Transformasi Apomorfi


Karakter
Takson Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
T 1 1 1 2 1 1 1 1 0 0 1 1 2 13
A 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 17
B 1 1 2 2 1 1 1 1 0 0 1 1 2 14
C 1 1 2 1 1 0 0 0 1 1 1 0 2 11
D 1 0 0 1 2 0 1 1 1 0 1 0 1 9
E 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 3 0 1 9
F 0 0 0 0 1 1 1 0 2 1 3 1 0 10
G 1 0 0 0 1 0 1 0 2 1 1 0 0 7
H 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 6
I 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 5
J 1 0 2 0 0 0 0 0 0 1 3 0 0 7
M 1 1 3 2 2 1 1 1 2 1 3 1 2 21
N 2 4 1 3 1 4 3 4 2 3 3 4 3 34

1.3 Tabel Perbedaan


T A B C D E F G H I J
T 3 1 8 8 10 9 9 8 10 11
A 3 6 8 9 9 8 8 9 11
B 7 8 11 10 9 8 10 10
C 7 7 10 6 5 4 6
D 6 10 6 5 5 9
E 7 5 6 6 4
F 4 6 8 7
G 2 3 4
H 2 5
I 5
J

1.4 Tabel Tahun Kemunculan


No Spesies Tahun
1 T = Cranium Neanderthal 600 tahun yang 20 juta tahun lalu
2 A = Cranium Simpanse 14 juta tahun lalu
3 B = Cranium Monyet 21 juta tahun lalu
4 C = Cranium Kelelawar 52 juta tahun lalu
5 D = Cranium Lumba-lumba 34 juta tahun lalu
6 E = Cranium Komodo 60 juta tahun lalu
7 F = Cranium Burung 127 juta tahun lalu
8 G = Cranium Amfibi 382,7 juta tahun lalu
9 H = Cranium Penyu 120 juta tahun lalu
10 I = Cranium Ikan 1 390 juta tahun lalu
11 J = Cranium Ikan 2 (Morray) 200 juta tahun lalu
FENOGRAM

T B A D F E C G H I J
V V V V V V V
T T T T T T T 0,5
1
1,25
1,5

2,3
2,625
2,8
3,5
4
4,25

KLADOGRAM

H C T B A D G J F E I
V V V 3(3) V V V V
-1(0), -3(0), 5(1),
T T T T T 6(1), 9(2). 12(1) T T
3(1), 9(1), 13(1)
2(1), 3(2), 5(1),- 7(0),- 8(0), 10(1), 13(2) 3(1), 4(2), 6(1), -9(0), 12(1) 3(2), -4(0), -5(0), 11(3)

5(2), 8(1), 9(1), 10(1), 13 (1)


-4(0), 9(2)
21
= 28= 0,75

34−28
= 34−21= 0,46 7(1), -13(0)
POHON FILOGENI

I J H C B A D E F G T

14
390

21
390
34
390
52
60
390

390
120
390
127

200

382,7
390

620

PEMBAHASAN
Praktikum cranium bertujuan mengidentifikasi cranium berdasarkan
penyusunan kladogram dan fenogram metode Wagner. Dalam penyusunan kladogram
setiap karakter yang digunakan harus dibagi dua berdasarkan statusnya, yaitu
plesiomorfi atau apomorfi, pembagian ini disebut polarisasi. Dalam kladogram metode
Wagner, tahapan pengelompokan dimulai dengan mengelompokkan dua objek yang
memiliki peringkat apomorfi paling rendah. Fenogram disusun berdasarkan banyaknya
kesamaan fenotip. Jika kesamaan didapatkan semakin banyak, maka dianggap semakin
besar hubungan kekerabatannya, dan semakin besar kemungkinannya untuk dijadikan
dalam satu kelompok.
Karakter yang digunakan dalam praktikum ini sebagai berikut, keberadaan gigi
tipe gigi, ukuran caninus, arah dahi, keberadaan prognasi, perkembangan dagu, lokasi
mata, struktur tulang pipi, keberadaan tulang nasal, ukuran osteum supraoccipital, jenis
condylus occipital yang dimiliki, arah foramen occipital magnum dan struktur atap
rongga mulut. Untuk melakukan polarisasi, diperlukan kelompok lain yang bukan
merupakan kelompok yang akan disusun filogeninya. Kelompok hewan yang akan
diidentifikasi memiliki kode sebagai berikut : MR030, MPR051, A, MDR010, RSR010,
PGR010, AAR020, RTR010, PR010, SR030 dengan takson tamu MPV001. Perbedaan
karakteristik yang dimiliki kelompok tersebut dapat dijadikan acuan untuk mencari
hubungan kekerabatannya dengan menyusun kladogram, fenogram dan pohon filogeni.
Langkah awal penyusunan fenogram dilakukan dengan membuat tabel
perbedaan yang diperoleh dengan membandingkan karakter-karakter yang dimiliki
indidu/species. Dari tabel perbedaan tersebut dicari nilai yang terkecil, sehingga
diperoleh jarak antar individu yang memiliki persamaan karakter terdekat. Takson yang
memiliki kesamaan terdekat adalah T dan B, dilanjutkan menghubungkan G dengan H,
G-H dengan I, T-B dengan A, kemudian menghubungkan G-H-I dengan J. G-H-I-J
dihubungkan dengan C, G-H-I-J-C dihubungkan dengan E, G-H-I-J-C-E dihubungkan
dengan F. T-B-A dihubungkan dengan D, sehingga diperoleh hasil akhir
menghubungkan G-H-I-J-C-E-F dengan T-B-A-D. Dengan keterangan Takson sebagai
berikut : T merupakan cranium Neanderthal (MPV001) yang merupakan takson tamu,
A merupakan cranium simpanse (MR030), B merupakan cranium monyet (MPR051), C
merupakan cranium kelelawar (berkode A), D merupakan cranium lumba- lumba
(MDR010), E merupakan cranium komodo (RSR010), F merupakan cranium burung
(PGR010), G merupakan cranium amfibi (AAR020), H merupakan cranium penyu
(RTR010) I merupakan cranium ikan I (PR010), J merupakan cranium ikan II (SR030).
Setelah penyusunan fenogram, dilanjutkan menyusun kladogram yang dimulai
dengan mengelompokkan dua objek yang memiliki peringkat apomorfi yang paling
rendah. Untuk mengetahui peringkat apomorfi yang paling rendah dilihat dari tabel
transformasi. Hasil kladogram diperoleh takson yang paling rendah apomorfinya sampai
dengan apomorfi tertinggi adalah sebagai berikut : ikan 1, penyu, amfibi, ikan 2,
komodo, burung, kelelawar, neandhertal, monyet, kemudian disusul simpanse, dengan
keterangan kode seperti fenogram.
Setelah diperoleh susunan kladogram, dilakukan evaluasi hasil kladogram
tersebut menggunakan perhitungan CI (consistency Index) dan RI (Retention Index).
Perhitungan CI dilakukan untuk menentukan banyaknya peristiwa homoplasi secara
relatif dalam suatu kladogram. Nilai CI berkisar antara 0 sampai 1, atau apabila
menggunakan presentase berkisar antara 0 sampai 100. Bila nilai CI mendekati atau
sama dengan 1 berarti dalam kladogram tersebut homoplasinya sangat rendah atau tidak
ada sama sekali. Bila mendekati atau sama dengan 0 berarti homoplasinya sangat
banyak. Dari tabel transformasi diperoleh nilai m = 21 dan s = 29. Sehingga diperoleh
𝑚 21
nilai CI dari rumus CI = = = 0,75. Dari nilai tersebut, diketahui bahwa peristiwa
𝑠 28

homoplasi rendah. Nilai RI merupakan penghitungan menggunakan jumlah


𝑛−𝑆 34−28
sinapomorfi. Rumusnya adalah RI = 𝑛−𝑚
= 34−21 = 0,46

Selain penyusunan kladogram dan fenogram, untuk analisis hubungan


kekerabatan juga diperlukan penyusunan pohon filogeni dengan analisis tahun
kemunculan setiap takson (sejarah evolusinya). Penyusunan pohon filogeni dilakukan
dengan mengurutkan takson berdasarkan tahun kemunculannya. Pohon evolusi
merupakan sebuah grafik dua dimensi yang menunjukkan hubungan diantara organisme
atau lebih spesifik lagi adalah sekuen gen dari organisme. Pemisahan sekuen disebut
taksa (takson jika tunggal) yang didefinisikan sebagai jarak filogenetika unit pada
sebuah pohon. Pohon tersebut terdiri dari cabang – cabang luar (outer branches) atau
daun – daun (leaves)yang mempresentasikan taksa dan titik – titik (nodus), serta cabang
yang mempresentasikan hubungan diantara taksa.
Takson yang kemunculannya paling awal secara berurutan adalah sebagai
berikut, Neanderthal (620 juta tahun yang lalu), Ikan I (390 juta tahun yang lalu), amfibi
(382,7 juta tahun yang lalu), ikan II (200 juta tahun yang lalu), burung (127 juta tahun
yang lalu), penyu (120 juta tahun yang lalu), komodo (60 juta tahun yang lalu),
kelelawar (52 juta tahun yang lalu), lumba – lumba (34 juta tahun yang lalu), monyet
(21 juta tahun yang lalu), dan simpanse (14 juta tahun yang lalu). Panjang masing –
masing cabang pada titik berikutnya menunjukkan jumlah sekuens yang berubah dan
terjadi sebelum level pemisahannya. Total panjang semua cabang dalam pohon disebut
sebagai panjang pohon. Pohon yang juga bercabang dua atau binary tree, mempunyai
dua cabang yang berasal dari masing – masing titik. Situasi ini merupakan satu dari
yang diperkirakan selama evolusi, dan hanya memisahkan spesies baru pada periode
tersebut.
Dari hasil analisis kladogram, fenogram dan pohon filogeni, diperoleh hasil
urutan yang berbeda. Adanya perbedaan tersebut memang sering ditemukan dalam
analisis hubungan kekerabatan dengan pembuatan kladogram, fenogram, dan pohon
filogeni. Kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi pada analisis hubungan
kekerabatan ini antara lain, kesalahan dalam pengelompokan karakter tiap takson
berdasarkan sifat yang dimilikinya, penggunaan karakter yang kurang banyak,
kesalahan dalam pengurutan periode kemunculan dan sebagainya.

KESIMPULAN
Kesimpulan dari pengamatan cranium berdasarkan tinjauan dari kladogram,
fenogram maupun pohon filogeni, takson yang paling plesiomorfi adalah ikan 1 dan
yang paling apomorfi adalah simpanse.

DAFTAR PUSTAKA
Dharmayanti, Indi. 2011. Filogenetika Molekuler : Metode Taksonomi Organisme
Berdasarkan Sejarah Evolusi. Jurnal Wartazoa Vol. 21 No. 1 Th.2011
Dorland, W. A. Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorlan Edisi ke 31 (Alih Bahasa
:Abertus Agung mahode). Jakarta : EGC.
Golalipour, M.J. & Haidari, K. 2005. Effect of the Ethnic Factor on Cranial Capacity
and Brain Weight of Male Newborns in Northern Iran. Neuroembryology and
Aging, 3:3 : 146-8.

Anda mungkin juga menyukai