Anda di halaman 1dari 39

Afid Burhanuddin

Sejarah Kurikulum Indonesia dari Masa ke Masa

Afid Burhanuddin

5 tahun yang lalu

Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga
penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran
dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan
keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta
kebutuhan lapangan kerja. Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan
tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan
pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara
menyeluruh.

Komponen Kurikulum

Salah satu fungsi kurikulum ialah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang pada dasarnya
kurikulum memiliki komponen pokok dan komponen penunjang yang saling berkaitan dan berinteraksi
satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Komponen merupakan satu sistem dari
berbagai komponen yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, sebab kalau satu
komponen saja tidak ada atau tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Para ahli berbeda pendapat dalam menetapkan komponen-komponen kurikulum. Ada yang
mengemukakan 5 komponen kurikulum dan ada yang mengemukakan hanya 4 komponen kurikulum.
Untuk mengetahui pendapat para ahli mengenai komponen kurikulum berikut Subandiyah (1993: 4-6)
mengemukakan ada 5 komponen kurikulum, yaitu: (1) komponen tujuan; (2) komponen isi/materi; (3)
komponen media (sarana dan prasarana); (4) komponen strategi dan; (5) komponen proses belajar
mengajar.

Sementara Soemanto (1982) mengemukakan ada 4 komponen kurikulum, yaitu: (1) Objective (tujuan);
(2) Knowledges (isi atau materi); (3) School learning experiences (interaksi belajar mengajar di sekolah)
dan; (4) Evaluation (penilaian). Pendapat tersebut diikuti oleh Nasution (1988), Fuaduddin dan Karya
(1992), serta Nana Sudjana (1991: 21). Walaupun istilah komponen yang dikemukakan berbeda, namun
pada intinya sama yakni: (1) Tujuan; (2) Isi dan struktur kurikulum; (3) Strategi pelaksanaan PBM (Proses
Belajar Mengajar), dan: (4) Evaluasi.

Fungsi Kurikulum

Kurikulum dalam pendidikan memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:

A. Fungsi kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendididkan Fungsi kurikulum dalam pendidikan
tidak lain merupakan alat untuk mencapai tujuan pendididkan.dalam hal ini, alat untuk menempa
manusia yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pendidikan suatu bangsa dengan
bangsa lain tidak akan sama karena setiap bangsa dan Negara mempunyai filsafat dan tujuan pendidikan
tertentu yang dipengaruhi oleh berbagai segi, baik segi agama, idiologi, kebudayaan, maupun kebutuhan
Negara itu sendiri. Dsdengan demikian, dinegara kita tidak sama dengan Negara-negara lain, untuk itu,
maka: 1) Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, 2) Kuriulum merupakan
program yang harus dilaksanakan oleh guru dan murid dalam proses belajar mengajar, guna mencapai
tujuan-tujuan itu, 3) kurikulum merupakan pedoman guru dan siswa agar terlaksana proses belajar
mengajar dengan baik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

B. Fungsi Kurikulum Bagi Sekolah yang Bersangkutan Kurikulum Bagi Sekolah yang Bersangkutan
mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Sebagai alat mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan 2)
Sebagai pedoman mengatur segala kegiatan sehari-hari di sekolah tersebut, fungsi ini meliputi: a. Jenis
program pendidikan yang harus dilaksanakan b. Cara menyelenggarakan setiap jenis program pendidikan
c. Orang yang bertanggung jawab dan melaksanakan program pendidikan.

C. Fungsi kurikulum yang ada di atasnya 1) Fungsi Kesinambungan Sekolah pada tingkat atasnya harus
mengetahui kurikulum yang dipergunakan pada tingkat bawahnya sehingga dapat menyesuaikan
kurikulm yang diselenggarakannya. 2) Fungsi Peniapan Tenaga Bilamana sekolah tertentu diberi
wewenang mempersiapkan tenaga guru bagi sekolah yang memerlukan tenaga guru tadi, baik mengenai
isi, organisasi, maupun cara mengajar.
D. Fungsi Kurikulum Bagi Guru Guru tidak hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum sesuai dengan
kurikulum yang berlaku, tetapi juga sebagai pengembanga kurikulum dalam rangaka pelaksanaan
kurikulum tersebut.

E. Fungsi Kurikulum Bagi Kepala Sekolah Bagi kepala sekolah, kurikulum merupakan barometer atau alat
pengukur keberhasilanprogram pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah dituntut untuk
menguasai dan mengontrol, apakah kcegiatan proses pendidikan yang dilaksanakan itu berpijak pada
kurikulum yang berlaku.

F. Fungsi Kurikulum Bagi Pengawas (supervisor) Bagi para pengawas, fungsi kurikulum dapat dijadikan
sebagai pedoman, patokan, atau ukuran dan menetapkan bagaimana yang memerlukan penyempurnaan
atau perbaikan dalam usaha pelaksanaan kurikulum dan peningkatan mutu pendidikan.

G. Fungsi Kurikulum Bagi Masyarakat Melalui kurikulum sekolah yang bersangkutan, masyarakat bisa
mengetahui apakah pengetahuan, sikap, dan nilaiserta keterampilan yang dibutuhkannya relevan atau
tidak dengan kuri-kulum suatu sekolah.a

H. Fungsi Kurikulum Bagi Pemakai Lulusan Instansi atau perusahaan yang memper-gunakan tenaga kerja
yang baik dalamarti kuantitas dan kualitas agar dapat meningkatkan produk-tivitas.

Berbicara mengenai sejarah berarti kita membicarakan mengenai keadan yang telah berlalu di masa lalu,
begitu halnya jika kita membahas mengeni sejarah kurikulum Indonsia berarti kita akan membahas
mengenai perkembangan kurikulum di Indonesia dari beberapa periode atau zaman.

Kurikulum pada hakekatnya adalah alat pendidikan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum akan searah dengan tujuan pendidikan, dan tujuan pendidikan
searah dengan perkembangan tuntutan dan kebutuhan masyarakat (Sanjaya, 2007). Dalam dunia
pendidikan kita, sampai sekarang masih beredar di masyarakat sebuah pameo, “ganti menteri, ganti
aturan.” Saking biasanya, maka ketika muncul sebuah aturan (baca: kurikulum) baru, masyarakat menjadi
tidak kaget lagi.

Yang menjadi pertanyaan adalah benarkah tiap ganti menteri mesti ganti aturan? Adakah ini berarti
bahwa masyarakat tidak menghendaki adanya aturan baru? Sebab, seperti bisa diduga, ekses dari
sebuah aturan baru biasanya dikaitkan dengan pembelian buku pelajaran baru, yang memaksa orangtua
merogoh kocek yang sudah semakin kempis.

PENDIDIKAN SEBELUM MASA KOLONIALISME

Pada saat zaman hindu budha, pendidikan hanya dinikmati oleh kelas Brahmana, yang merupakan kelas
teratas dalam kasta Hindu. Mereka umumnya belajar teologi, sastra, bahasa, ilmu pasti, dan ilmu seni
bangunan. Sejarah mencatat, kerajaan-kerajaan Hindu seperti Kalingga, Kediri, Singosari, dan Majapahit,
melahirkan para empu, punjangga, karya sastra, dan seni yang hebat.

Padepokan adalah model pendidikan zaman hindu yang dikelola oleh seorang guru/bengawan dan
murid/cantrik mempelajari ilmu bersifat umum, religius, dan juga kesaktian. Murid di Padepokan bisa
keluar masuk bila merasa cukup atau tidak puas dengan pengajaran guru.

Pada zaman penyebaran Islam, pola pendidikan bernapaskan islam menyebar dan mewarnai
penyelenggaraan pendidikan. Pusat-pusat pendidikan tesebar di langgar, surau, meunasah (madrasah),
masjid, dan pesantren. Pesantren adalah lembaga pendidikan formal tertua di Indonesia. Pesantren
diajar oleh seorang kyai, dan santri/murid tinggal di pondok/asrama di sekitar pesantren. Jumlah pondok
pesantren cukup banyak tersebar di Jawa, Aceh, dan sumatera selatan. Sampai saat ini pondok pesantran
masih eksis, menurut data DEPAG pada tahun 2005-2006 jumlah pesantren yang asa di 33 propinsi di
Indonesia adalah 16.015 buah, dengan jumlah santri sebanyak 3.190.394 orang, dengan proposi laki-laki
53,2% dan perempuan 46,8%. Bagaimana perkembangan pendidikan islam dari sebelum merdeka
hingga kini, bisa dibaca dihalaman madrasah pada blog ini.

PENDIDIKAN MASA KOLONIALISME


Pada masa penjajahan Portugis didirikan sekolah-sekolah misionaris. Portugis mendirikan sekolah
seminari di Ambon, Maluku, dan sebagian Nusa Tenggara Timur. Belanda pada awal kedatangannya pun
melakukan hal yang sama dengan Portugis. Pendidikan banyak ditangani oleh kalangan gereja kristen
dengan bendera Nederlands Zendelingen Gennootschap (NZG). Pasca politik etis, Belanda mengucurkan
dana pendidikan yang banyak dan bertambah setiap tahunnya, tetapi tujuannya untuk melestrarikan
penjajahan di Indonesia.

Pada masa penjajahan Belanda, setidaknya ada tiga sistem pendidikan dan pengajaran yang berkembang
saat itu. Pertama, sistem pendidikan Islam yang diselenggarakan perantren. Kedua, sistem pendidikan
Belanda. Sistem pendidikan Belanda diatur dengan prosedur yang ketat dari mulai aturan siswa,
pengajar, sistem pengajaran, dan kurikulum. Sistem prosedural seperti ini sangat berbeda dengan sistem
prosedural pada sistem pendidikan islam yang telah dikenal sebelumnya. Sistem pendidikan belanda
pun bersifat diskriminatif. Sekolah-sekolah dibentuk dengan membedakan pendidikan antara anak
Belanda, anak timur asing, dan anak pribumi. Golongan pribumi ini masih dipecah lagi menjadi
masyarakat kelas bawah dan priyayi. Susunan persekolahan zaman kolinial adalah sebagai berikut
(Sanjaya, 2007:207):

Persekolahan anak-anak pribumi untuk golongan non priyayi menggunakan pengantar bahasa daerah,
namanya Sekolah Desa 3 tahun. Mereka yang berhasil menamatkannya boleh melajutkan ke Sekolah
Sambungan (Vervolg School) selama 2 tahun. Dari sini mereka bisa melanjutkan ke Sekolah Guru atau
Mulo Pribumi selama 4 tahun, inilah sekolah paling atas untuk bangsa pribumi biasa. Untuk golongan
pribumi masyarakat bangsawan bisa memasuki His Inlandsche School selama 7 tahun, Mulo selama 3
tahun, dan Algemene Middlebare School (AMS) selama 3 tahun.

Untuk orang timur asing disediakan sekolah seperti Sekolah Cina 5 tahun dengan pengantar bahasa Cina,
Hollandch Chinese School (HCS) yang berbahasa Belanda selama 7 tahun. Siswa HCS dapat melanjutkan
ke Mulo.

Sedangkan untuk orang Belanda disediakan sekolah rendah sampai perguruan tinggi, yaitu Eropese
Legere School 7 tahun, sekolah lanjutan HBS 3 dan 5 tahun Lyceum 6 tahun, Maddelbare Meisjeschool 5
tahun, Recht Hoge School 5 tahun, Sekolah kedokteran tinggi 8,5 tahun, dan kedokteran gigi 5 tahun.

Pemerintah kolonial sebenarnya tidak berniat mendirikan universitas tetapi akhirnya mereka mendirikan
universitas untuk kebutuhan mereka sendiri seperti Rechts Hogeschool (RH) dan Geneeskundige
Hogeschool di Jakarta. Di Bandung, pemerintah kolonial mendirikan Technische Hogeschool (TH).
Kebanyakan dosen TH adalah orang Belanda. Menurut Soenarta (2005) kaum inlanders atau pribumi
agak sulit untuk masuk ke sekolah-sekolah tinggi itu. Ketika almarhum Prof Roosseno lulus TH, jumlah
lulusan yang bukan orang Belanda hanya tiga orang, yaitu Roosseno dan dua orang lagi vreemde
oosterling alias keturunan Tionghoa. Bila demikian, lantas berapa orang yang lulus bersama almarhum Ir
Soekarno (presiden pertama RI) dan Ir Putuhena? Di zaman pendudukan Jepang, pernah dicari 100 orang
insinyur yang dibutuhkan. Padahal saat itu belum ada 90 orang insinyur lulusan TH Bandung.

Agar tidak banyak bangsa Indonesia yang melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, maka biaya kuliah
pun dibuat sangat besar. Menurut Soenarta (2005) biaya kuliah untuk satu tahun di salah satu sekolah
tinggi itu besarnya fl (gulden) 300. Saat itu, harga satu kilogram (kg) beras sama dengan 0,025 gulden.
Maka, besar uang kuliah sama dengan 12.000 kg beras. Bila ukuran dan perbandingan itu diterapkan
sebagai biaya kuliah di universitas sekarang, sedangkan harga beras sekarang rata-rata Rp 3.000 per kg,
maka untuk kuliah di universitas biayanya sebesar Rp 36 juta per mahasiswa per tahun. Biaya di MULO,
setingkat sekolah lanjutan tingkat pertama, adalah sebesar 5,60 gulden per siswa per bulan, setara
dengan 224 kg beras. Bila dihitung dengan harga beras sekarang, akan menjadi Rp 672.000 per siswa per
bulan. Akibatnya banyak anak Indonesia yang lebih memilih masuk Ambachtschool atau Technische
School, karena biayanya agak murah sedikit. Berbekal keterampilan yang diperoleh di Ambachtschool
atau Technische School, siswa bisa langsung bekerja setelah lulus.

Kurikulum pendidikan Belanda dideisain untuk melestarikan penjajahan di Indonesia, maka pada
kurikulum pun dikenalkan kebudayaan Belanda, juga penekan hanya pada menulis dengan rapi,
membaca, dan berhitung, yang keterampilan ini sangat bermanfaat untuk diperbantukan pada
Pemerintah Belanda dengan gaji yang sangat rendah. Anak-anak Indonesia pada zaman itu tidak
diperkenalkan dengan budayanya sendiri dan potensi bangsanya.

Ketiga, sekolah yang dikembangkan tokoh pendidikan nasional seperti KH Ahmad Dahlan dan Ki Hajar
Dewantara. K.H Achmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang menggunakan sistem pendidikan
barat dengan menambanhkan pelajaran agama islam. Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa
dengan membuat sistem pendidikan yang berakar pada budaya dan filosofi hidup Jawa, yang kemudian
dianggap sebagai sistem pengajaran dan pendidikan nasional.

Pada masa Jepang, pendidikan diarahkan untuk menyediakan prajurit yang siap berperang di perang Asia
Timur Raya. Peggolongan sekolah berdasarkan status soaial yang dibangun Belanda dihapuskan.
Pendidikan hanya digolongkan pada pendidikan dasar 6 tahun, pendidikan menengah pertama, dan
pendidikan menegah tinggi yang masing-masing tiga tahun, serta pendidikan tinggi. Sekolah Rendah
diganti nama menjadi Sekolah Rakyat (Kokumin Gakko), Sekolah Menengah Pertama (Shoto Chu Gakko),
dan Sekolah Mengengah Tinggi (Koto Chu Gakko). Hampir semua pendidikan tinggi yang ada pada zaman
Belanda ditutup, kecuali Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, dan Sekolah Teknik Tinggi di Bandung.
Pada masa peralihan dari Jepang ke Sekutu, ketika proklamasi dikumandangkan, dibentuklah Panitia
Penyelidik Pengajaran RI yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara. Lembaga ini melahirkan rumusan
pertama sistem pendidikan nasional, yakni pendidikan bertujuan menekankan pada semangat dan jiwa
patriotisme. Kemudian disusun punla pembaruan kurikulum pendidikan dan pengajaran. Kurikulum
sekolah dasar lebih mengutamakan pendekatan filosofis-ideologis. Proses penyunsunan singkat dan
tentu saja tanpa disertai data empiris. Penetapan isi kurikulum di masa permulaan kemerdekaan itu
berdasarkan asumsi belaka.

Setelah Indonesia merdeka dalam pendidikan dikenal beberapa masa pemberlakuan kurikulum yaitu
kurikulum sederhana (1947-1964), pembaharuan kurikulum (1968 dan 1975), kurikulum berbasis
keterampilan proses (1984 dan 1994), dan kurikulum berbasis kompetensi 2004 kurikulum tingkat satuan
pemdidikan 2006 dan kurikulum 2013

KURIKULUM SEDERHANA (1947-1964)

Rencana Pelajaran 1947

Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu
penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum
dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia
pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya
ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi
perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun
1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950.

Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata
pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih
mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan
pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan
pendidikan jasmani.
Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan
bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu
Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian,
Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada awalnya
pelajaran agama diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan sejak kelas 1.

Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dab cara murid
mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-cakap, membaca, dan
menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan
berbagai perkakas sederhana 9pompa, timbangan, manfaat bes berani), dan menyelidiki berbagai
peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada
malam hari, dan bagaimana menyambung kabel listrik.

Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan
istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar
satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan
SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti
pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa
langsung bekerja.

Struktur program Sekolah Rakyat (SD) menurut Rencana Pelajaran 1947 adalah sebagai berikut:

No Mata Pelajaran Kelas

1 2 3 4 5 6

1. B. Indonesia – – 8 8 8 8

2. B. Daerah 10 10 6 4 4 4

3. Berhitung 6 6 7 7 7 7

4. Ilmu Alam – – – – 1 1

5. Ilmu Hayat – – – 2 2 2

6. Ilmu Bumi – – 1 1 2 2

7. Sejarah – – – 1 2 2
8. Menggambar – – – – 2 2

9. Menulis4 4 3 3 – –

10. Seni Suara 2 2 2 2 2 2

11. Pekerjaan Tangan 1 1 2 2 2 2

12. Pekerjaan kepurtian – – – 1 2 2

13. Gerak Badan 3 3 3 3 3 3

14. Kebersihan dan kesehatan 1 1 1 1 1 1

15. Didikan budi pekerti 1 1 2 2 2 3

16. Pendidikan agama – – – 2 2 2

JUMLAH 28 28 35 38 40 41

Kurikulum 1964

Pada akhir era kekuasaan Soekarno, kurikulum pendidikan yang lalu diubah menjadi Rencana Pendidikan
1964. Isu yang berkembang pada rencana pendidikan 1964 adalah konsep pembelajaran yang bersifat
aktif, kreatif, dan produktif. Konsep pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar
mampu memikirkan sendiri pemecahan persoalan (problem solving). Rencana Pendidikan 1964
melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya,
dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut Pancawardhana karena lima
kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosional/artisitk, keprigelan
(keterampilan), dan jasmaniah. Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan
kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Cara belajar dijalankan
dengan metode disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai
hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang kebudayaan,
kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa. Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk
manusia pacasialis yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan MPRS No II tanun
1960.
Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi kelas I dan II
yang asalnya berupa skor 10 – 100 menjadi huruf A, B, C, dan D. Sedangkan bagi kelas II hingga VI tetap
menggunakan skor 10 – 100.

Kurikulum 1964 bersifat separate subject curriculum, yang memisahkan mata pelajaran berdasarkan lima
kelompok bidang studi (Pancawardhana). Struktur program berdasarkan kurikulum ini dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:

No Mata Pelajaran Kelas

1 2 3 4 5 6

I Pengembangan Moral

1. Pendidikan kemasyarakatan 1 2 3 3 3 3

2. Pendidikan agama/budi pekerti 1 2 2 2 2 2

II Perkembangan kecerdasan

3. Bahasa Daerah 9 8 5 3 3 3

4. Bahasa Indonesia – – 6 5 8 8

5. Berhitung 6 6 6 6 6 6

6. Pengetahuan alamiah 1 1 2 2 2 2

III Pengembangan emosional/artistik

7. Pendidikan kesenian 2 2 4 4 4 4

IV Pengembangan keprigelan

8. Pendidikan keprigelan 2 2 4 4 4 4

V Pengembangan jasmani

9. Pendidikan jasmani/Kesehatan 3 3 4 4 4 4

Jumlah 25 26 36 36 36 36
PEMBAHARUAN KURIKULUM 1968 DAN 1975

Kurikulum 1968

Kurikulum 1968 lahir dengan pertimbangan politik ideologis. Tujuan pendidikan pada kurikulum 1964
yang bertujuan menciptakan masyarakat sosialis Indonesia diberangus, pendidikan pada masa ini lebih
ditekankan untuk membentuk manusia pancasila sejati.

Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran pada tingkat bawah
mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang studi pada kurikum ini dikelompokkan
pada tiga kelompok besar: pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah
mata pelajarannya 9, yang memuat hanya mata pelajaran pokok saja. Muatan materi pelajarannya
sendiri hanya teoritis, tak lagi mengkaitkannya dengan permasalahan faktual di lingkungan sekitar.
Metode pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi pada akhir
tahun 1960-an. Salah satunya adalah teori psikologi unsur. Contoh penerapan metode pembelajarn ini
adalah metode eja ketika pembelajaran membaca. Begitu juga pada mata pelajaran lain, “anak belajar
melalui unsur-unsurnya dulu”. Struktur kurikulum 1968 dapat dilihat pada tabel berikut ini:

No Mata Pelajaran Kelas

1 2 3 4 5 6

I Pembinaan Jiwa Pancasila

1. Pendidikan agama 2 2 3 4 4 4

2. Pendidikan kewarganegaraan 2 2 4 4 4 4

3. Bahasa Indonesia – – 6 6 6 6

4. Bahasa Daerah 8 8 2 2 2 2

5. Pendidikan olahraga 2 2 3 3 3 3

II Pengembangan pengetahuan dasar

6. Berhitung 7 7 7 6 6 6

7. IPA 2 2 4 4 4 4
8. Pendidikan kesenian 2 2 2 2 2 2

9. Pendidikan kesejahteraan keluarga 1 1 2 2 2 2

III Pembinaan kecakapan khusus

10. Pendidikan kejuruan 2 2 5 5 5 5

Jumlah 28 28 40 40 40 40

Kurikulum 1975

Dibandingkan kurikulum sebelumnya, kurikulum ini lebih lengkap, jika dilihat dari pedoman yang
dikembangkan dalam kurikulum tersebut. Pada kurikulum SD 7 unsur pokok yang disajikan dalam 3
buku. Tujuh unsur pokok tersebut adalah dasar, tujun, dan prinsip; struktur program kurikulum; GBPP;
sistem penyajian; sistem penilaian; sistem bimbingan dan penyuluhan; pedoman supervisi dan
administrasi. Pembuatan buku pedoman, pada kurikulum selanjutnya tetap dipertahankan.

Pendekatan kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efesien, yang
mempengaruhinya adalah konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (Management by Objective).
Melalui kurikulum 1968 tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran yang terkandung pada kurikulum
1968 lebih dipertegas lagi. Metode, materi, dan tujuan pengajarannya tertuang secara gambalang dalam
Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Melalui PPSI kemudian lahir satuan pelajaran, yaitu
rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan bahsasb memiliki unsur-unsur: petunjuk umum,
tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan
evaluasi.

Kurikulum 1975 didasari konsep SAS (Structural, analysis, sintesis). Anak menjadi pintar karena paham
dan mampu menganalisis sesuatu yang dihubungkan dengan mata pelajaran di sekolah. Kurikulum 1975
juga dimaksudkan untuk menyerap perkembangan ilmu era 1970-an. Selain memperkuat matematika,
pelajaran teoritis IPA juga dipertajam. Jam pelajaran yang tadinya 41 jam per minggu, menjadi 43 jam.
Pelajaran IPA menjadi gabungan dari Ilmu Hayat dan Ilmu Alam. Sisi positif kurikulum ini adalah, “ilmu-
ilmu dasar yang diserap siswa SD pada masa itu menjadi semakin berkembang”. Akan tetapi dampak dari
kurikulum 1975 adalah banyak guru menghabiskan waktunya untuk mengerjakan tugas administrasi,
seperti membuat TIU, TIK, dan lain-lain; sedangkan substansi materi uang akan diajarkan kurang
didalami.

Struktur program pada kurikulum 1975 di sekolah dasar adalah sebagai berikut:
No Mata Pelajaran Kelas

1 2 3 4 5 6

1. Pendidikan agama 2 2 2 2 2 2

2. Pendidikan Moral Pancasila 2 2 3 4 4 4

3. B. Indonesia 8 8 8 8 8 8

4. IPS – – 2 2 2 2

5. Matematika 6 6 6 6 6 6

6. IPA 2 2 3 4 4 4

7. Olah raga dan kesehatan 2 2 3 3 3 3

8. Kesenian 2 2 3 4 4 4

9. Keterampilan khusus 2 2 4 4 4 4

JUMLAH 26 26 33 36 36 36

KURIKULUM KETERAMPILAN PROSES

Kurikulum 1984

Kurikulum 1984 mengusung process skill approach, yang senada dengan tuntukan GBHN 1983 bahwa
pendidikan harus mampu mencetak tenaga terdidik yang kreatif, bermutu, dan efisien bekerja.
Kurikulum 1984 tidak mengubah semua hal dalam, kurikulum 1974, meski mengutamakan proses tapi
faktor tujuan tetap dianggap penting. Oleh karena itu kurikulum 1984 disebut kurikulum 1975 yang
disempurnakan. Posisi Siswa dalam kurikulum 1984 diposisikan sebagai subyek belajar. Dari hal-hal yang
bersifat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi bagian penting
proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
CBSA didasarkan pada disertasi Conny R. Semiawan, yang didasarkan pada pandangan Sikortsky, yang
menelorkan Zone of Proximality Development. Teori yang mengatakan bahwa setiap manusia
mempunyai potensi dan potensi itu dapat teraktualisasi melalui ketuntasan belajar tertentu. Tetapi
antara potensi dan aktualisasi terdapat daerah abu-abu (grey area), guru berkewajiban menjadikan
daerah abu-abu ini dapat teraktualisasi. Caranya dengan belajar kelompok.

Dari sisi konten tidak banyak perubahan pada kurikulum ini, kecuali ditambahkannya pembelajaran PSPB.
Struktur kurikulum pada tingkat sekolah dasar dapat dilihat pada tabel berikut ini:

No Mata Pelajaran Kelas

1 2 3 4 5 6

1. Pendidikan agama 2 2 2 2 3 3

2. Pendidikan Moral Pancasila 2 2 2 2 2 2

3. PSPB 1 1 1 1 1 1

4. B. Indonesia 8 8 8 8 8 8

5. IPS – – 2 3 2 2

6. Matematika 6 6 6 6 6 6

7. IPA 2 2 3 4 4 4

8. Olah raga dan kesehatan 2 2 3 3 3 3

9. Kesenian 2 2 3 4 4 4

10. Keterampilan khusus 2 2 4 4 4 4

11. B. Daerah 2 2 2 2 2

JUMLAH 26 26 33 36 36 36

KURIKULUM 1994
Lahirnya UU No 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, merupakan pemicu lahirnya kurikulum 1994.
Menurut UU tersebut, pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdasakan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manisia beriman dan bertakwa kepada tuhan yang
mahaesa, berbudi luhur, memeliki keterampilan dan pengetahuan, kessehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pada kurikulum 1994, pendidikan dasar dipatok menjadi sembilan tahun (SD dan SMP). Berdasarkan
struktur kulikulum, kurikulum 1994 berusaha menyatukan kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1975
dengan pendekatan tujuan dan kurikulum 1984 dengan tujuan pendekatan proses. Pada kurikulum ini
pun dimasukan muatan lokal, yang berfungsi mengembangkan kemampuan siswa yang dianggap perlu
oleh daerahnya. Pada kurikulum ini beban belajar siswa dinilai terlalu berat, karena ada muatan nasional
dan lokal. Walaupun ada suplemen 1999 seiring dengan tuntutan reformasi, namun perubahan tidak
total. Struktur kurikulum 1994 adalah sebagai berikut:

No Mata Pelajaran Kelas

1 2 3 4 5 6

1. Pendidikan agama 2 2 2 2 2 2

2. Pendidikan Moral Pancasila 2 2 2 2 2 2

3. B. Indonesia 10 10 10 8 8 8

4. IPS – – 3 5 5 5

5. Matematika 10 10 10 8 8 8

6. IPA 3 6 6 6

7. Olah raga dan kesehatan 3 5 5 5

8. Kerajinan tangan dan kesenian 2 2 2 2 2 2

9. Muatan lokal 2 2 2 2 2 2

JUMLAH 30 30 38 40 42 42

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI


Kurikulum 2004

Kurikulum 2004 lebih populer dengan sebutan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi). Lahir sebagai
respon dari tuntutan reformasi, diantaranya UU No 2 1999 tentang pemerintahan daerah, UU No 25
tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, dam
Tap MPR No IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan pendidikan nasional. KBK tidak lagi mempersoalkan
proses belajar, proses pembelajaran dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada
tingkatan tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dimaknai sebagai
perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan
bertindak. Seseorang telah memiliki kompetensi dalam bidang tersebut yang tercermin dalam pola
perilaku sehari-hari.

Kompetensi mengandung beberapa aspek, yaitu knowledge, understanding, skill, value, attitude, dan
interest. Dengan mengembangkan aspek-aspek ini diharapkan siswa memahami, mengusai, dan
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari materi-materi yang telah dipelajarinya. Adapun kompentensi
sendiri diklasifikasikan menjadi: kompetensi lulusan (dimilik setelah lulus), kompetensi standar (dimiliki
setelah mempelajari satu mata pelajaran), kompetensi dasar (dimiliki setelah menyelesaikan satu
topik/konsep), kompetensi akademik (pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan persoalan),
kompetensi okupasional (kesiapan dan kemampuan beradaptasi dengan dunia kerja), kompetensi
kultural (adaptasi terhadap lingkungan dan budaya masyarakat Indonesia), dan kompetensi temporal
(memanfaatkan kemampuan dasar yang dimiliki siswa. KBK dinilai lebih unggul daripada kurikulum 1994,
jika dilihat dari beberapa aspek berikut ini:

Beberapa keunggulan KBK dibandingkan kurikulum 1994 adalah:

1994 KBK

Yang dikedepankan Penguasaan materi Hasil dan kompetenasi

Paradigma pembelajaran versi UNESCO: learning to know, learning to do, learning to live
together, dan learning to be

Silabus Silabus ditentukan secara seragam Peran serta guru dan siswa dalam proses pembelajaran,
silabus menjadi kewenagan guru.
Jumlah jam pelajaran 40 jam per minggu 32 jam perminggu, tetapi jumlah mata pelajaran belum
bissa dikurangi

Metode pembelajaran Keterampilan proses Lahir metode pembelajaran PAKEM dan CTL

Sistem penilaian Lebih menitik beratkan pada aspek kognitif Penilaian memadukan
keseimbangan kognitif, psikomotorik, dan afektif, dengan penekanan penilaian berbasis kelas

KBK memiliki empat komponen, yaitu kurikulum dan hasil belajar (KHB), penilaian berbasis kelas (PBK),
kegiatan belajar mengajar (KBM), dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah (PKBS). KHB berisi
tentang perencaan pengembangan kompetensi siswa yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir
sampai usia 18 tahun. PBK adalah melakukan penilaian secara seimbang di tiga ranah, dengan
menggunakan instrumen tes dan non tes, yang berupa portofolio, produk, kinerja, dan pencil test. KBM
diarahkan pada kegiatan aktif siswa dala membangun makna atau pemahaman, guru tidak bertindak
sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagai motivator yang dapat menciptakan suasana yang
memungkinkan siswa dapat belajar secara penuh dan optimal. PKBS memuat berbagai pola
pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumberdaya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar.
Struktur kurikulum KBK adalah sebagai berikut

No Mata Pelajaran Kelas

1 2 3 4 5 6

Matapelajaran 1. Pendidikan agama tematik 3

2. Pendidikan kewarganegaraan dan pengetahuan sosial 5

3. Bahasa Indonesia 5

4. Matematika 5

5. IPA 4

6. Kerajinan tangan dan kesenian 4

7. Pendidikan jasmani 4

pembiasaan 8. Kegiatan yang mendorong/mendukung pembiasaan 2

Mulok 9. Mata pelajaran/kegiatan

Jumlah 27 32
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP 2006)

Kurikulum 2006 atau KTSP tidak mengubah KBK, bahkan sebagai penegas KBK (Jalal, 2006). Dibandingkan
kurikulum 1994, kurikulum KTSP lebih sederhana, karena ada pengurangan beban belajar sebanyak 20%,
jam pelajaran yang dikurangi antara 100-200 jam per tahun, bahan ajar yang dianggap memberatkan
siswa pun akan dikurangi, kurikulum ini lebih menekankan pada pengembangan kompetensi siswa dari
pada apa yang harus dilakukan guru. Kurikulum 2006 adalah penyempurnaan dari KBK yang telah diuji
coba kelayakannya secara publik, melalui beberapa sekolah yang menjadi pilot project. Menurut Jalal
(2006) KBK tidak resmi, hanya uji coba yang diterapkan di sekitar 3.000 sekolah se- Indonesia.

KTSP sendiri lahir sebagai respon dari UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
terutama pasal 36 ayat 1 dan 2. KTSP bertujuan memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan
melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan. Prinsip pengembangan KTSP
adalah:

1. Berpusat pada potensi, pengembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik, dan
lingkungannya.

2. Beragam dan terpadu

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

5. Menyeluruh dan berkesinambungan

6. Belajar sepanjang hayat


7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Komponen dalam KTSP adalah:

1. Tujuan pada pendidikan dasar: meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lanjut.

2. Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar

No Mata Pelajaran Kelas

1 2 3 4 5 6

Matapelajaran 1. Pendidikan agama tematik 3

2. Pendidikan kewarganegaraan 2

3. Bahasa Indonesia 5

4. Matematika 5

5. IPA 4

6. IPS 3

7. Kerajinan tangan dan kesenian 4

8. Pendidikan jasmani 4

9. Seni budaya dan keterampilan 4

Mulok 2

Pengembangan diri 2

Jumlah 26 27 28 32

3. Kenaikan kelas dan kelulusan berdasarkan PP 19/2005 pasal 72 ayat 1, siswa dinyatakan lulus
apabila: menyelesaikan seluruh program pembelajaran, memperoleh nilai minimal, lulus ujian sekolah,
dan lulus ujian nasional.
Pengembangan Silabus

Pada KTSP menuntut satuan pendidikan untuk mengembangkan silabus. Silabus adalah rencana
pembelajaran pada suatu atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar
kompentensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator,
penilaian, alokasi waktu, dan suber/alat/bahan belajar. Silabus merupakan penjabaran standar
kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

Silabus dikembangkan dengan menekankan pada prinsip ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai,
aktual dan kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh.

Berdasarkan unit waktu:

1. Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata
pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.

2. Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per semester, pertahun, dan
alokasi waktu untuk mata pelajaran lain yang sekelompok.

3. Implementasi per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan standar kompetensi
dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum.

Pengembangan silabus dilakukan oleh para guru secara mandiri, atau berkelompok dalam sebuah
sekolah, atau beberapa sekolah, kelompok MGMP atau PKG, dan dinas pendidikan. Adapun langkah-
langkah pengembangan silabus adalah sebagai berikut:
1. Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar seperti yang ada pada standar isi

2. Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang potensi peserta didik, relevansi


dengan karakteristik daerah, tingkat perkembangan, kebermanfaatan, struktur ilmu, dan lain-lain.

3. Mengemban kegiatan pembelajaran untuk memberikan pengalaman belajar yang sesuai dengan
pencapaian kompetensi. Kegiatan pembelajaran menekankan pada proses pengembangan mental dan
fisik melalui interaksi antara semua yang terlibat, baik siswa, guru, lingkungan, dan sumber belajar
lainnya.

4. Merumuskan indikator pencapaian kompetensi sebagai penanda pencapaian kompetensi dasar


yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur mencakup pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.

5. Penentuan jenis penilaian berdasarkan indikator baik dalam bentuk tes maupun non tes, tertulis
maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap penilaian hasil karya, dan lain-lain.

6. Penentuan alokasi waktu pada setiap kompentensi dasar yang didasarkan pada jumlah minggu
efektif dan alokasi waktu mata pelajaran perminggu.

7. Memanfaatkan sumber belajar sebagai rujukan baik berupa cetak, elektronik, narasumber,
lingkungan fisik, a;am, sosial, dan budaya.

Dari uraian di atas, contoh format silabus adalah sebagai berikut:


SILABUS

NAMA SEKOLAH:

MATA PELAJARAN:

KELAS/SEMESTER:

STANDAR KOMPETENSI (LIHAT STANDAR ISI)

KOMPETENSI DASAR (LIHAT STANDAR ISI)

ALOKASI WAKTU:

2aMateri pokok pembelajaran Kegiatan pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi waktu


Sumber Belajar

Untuk memperjelas pemahaman tentang kurikulum, kita perlu mengetahui, apa toh yang dimaksud
dengan kurikulum? Apa pula KTSP?

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Sedang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional
yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah).

Komponen KTSP terdiri dari:

1. Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan


2. Struktur dan Muatan KTSP

3. Kalender Pendidikan

4. Silabus

5. RPP

Visi dan Misi, sudah ada dan dimiliki oleh setiap satuan pendidikan. Sedang Tujuan pendidikan dasar
adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Pengembangan KTSP didasarkan pada PP No.19 Tahun 2005 tentang SNP (Standar Nasional Pendidikan)
pasal 17, yang menyebutkan bahwa : 1) Kurikulum tingkat satuan pendidikan dikembangkan sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat, dan karakteristik
peserta didik, 2) Sekolah dan komite sekolah/madrasah mengembangkan kurikulum satuan pendidikan
dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan serta
berpedoman pada panduan yg disusun oleh BSNP

Dengan demikian kurikulum yang biasanya sudah berupa ‘buku paket’ seragam yang dibuat oleh
pemerintah pusat, tidak ada lagi. Yang ada adalah Kurikulum SMP atau SMA Anu. Masing-masing satuan
pendidikan (sebut: sekolah), membuat kurikulum sendiri dan dilaksanakan sendiri. Pemerintah pusat
hanya memberikan acuan operasional penyusunannya.

Acuan Operasional penyusunan KTSP adalah sebagai berikut :

Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia

Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan
peserta didik
Keragaman potensi dan karakter daerah dan lingkungan

Tuntutan pembangunan daerah dan nasional

Tuntutan dunia kerja

Struktur dan Muatan KTSP

Struktur KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah tertuang dalam Standar Isi, yg
dikembangkan dari kelompok mata pelajaran :

Agama dan ahlak mulia

Kewarganegaraan dan kepribadian

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Estetika

Jasmani, olahraga dan kesehatan

Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban
belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan
pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum, sebagai berikut:

Mata pelajaran

Muatan lokal

Kegiatan Pengembangan diri

Pengaturan beban belajar

Kenaikan Kelas, Penjurusan, dan kelulusan

Pendidikan kecakapan Hidup

Pendidikan berbasis Keunggulan Lokal dan Global

– Mata Pelajaran, beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan tertera pada
struktur kurikulum yang tercantum dalam Standar Isi
– Muatan lokal

merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan.

Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini
berarti bahwa dalam satu tahun, satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran
muatan lokal.

– Kegiatan Pengembangan Diri

Kegiatan pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat
setiap peserta didik, sesuai dengan kondisi sekolah.

Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga
kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.

– Pengaturan Beban Belajar (contoh)

Komponen Kelas dan Alokasi Waktu

VII VIII IX

A. Mata Pelajaran

1. Pendidikan Agama : 2 2 2

2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2

3. Bahasa Indonesia 4 4 4

4. Bahasa Inggris 4 4 4

5. Matematika 4 4 4

6. Ilmu Pengetahuan Alam 4 4 4

7. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4

8. Seni Budaya 2 2 2

9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2


10. Keterampilan/Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2

B. Muatan Lokal2 2 2

C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*)

Jumlah 34 34 34

Setiap jam pelajaran adalah 40 Menit

– Ketuntasan Belajar

Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam satu kompetensi dasar berkisar antara 0
– 100%.

Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%.

Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangan


kompleksitas SK dan KD tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya
pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran.

Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus-menerus untuk
mencapai kriteria ketuntasan ideal

– Kenaikan kelas, dan Kelulusan

Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-
masing direktorat teknis terkait.

Sesuai dengan ketentuan PP No.19 tahun 2005 pasal 72 Ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari
satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:

Menyelesaiakan seluruh program pembelajaran;

Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata
pelajaran agama dan ahlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, estetika, dan kelompok mata
pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;

Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran IPTEK; dan

Lulus Ujian Nasional.


– Penjurusan

a. Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA.

Kriteria penjurusan diatur oleh direktorat teknis terkait.

Penujuran pada SMK/MAK didasarkan pada spektrum pendidikan kejuruan yang diatur oleh direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan

– Pendidikan Kecakapan Hidup

a. Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB,SMK/MAK dapat memasukan


pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, sosial, akademik dan/atau kecakapan
vokasional.

b. Dapat merupakan bagian dari pendidikan semua mata pelajaran

c. Dapat diperoleh dari peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan atau dari satuan
pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.

– Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global

a. Kurikulum untuk semua satuan pendidikan dapat memasukan pendidikan berbasis keunggulan lokal
dan global.

b. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran.

c. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain
dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
– Kalender Pendidikan

Satuan pendidikan dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik
sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan
sebagaimana tercantum dalam Standar Isi.

Demikianlah pemaparan ringkas tentang kurikulum dari masa ke masa, yakni mulai dari Kurikulum 76,
hingga 2006 yang dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Seperti kita lihat,
masing-masing kurikulum tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya.

Namun, sebagai produk paling gres, tentu KTSP memiliki kelebihan yang tidak terdapat dalam kurikulum-
kurikulum sebelumnya. Karena, ia disusun mengacu kepada kekurangan yang terdapat pada kurikulum
terdahulu. Kelebihan ini terutama tampak pada watak desentralistiknya. Meski, di sana sini mengundang
kontroversi, toh muatan kurikulum ini tetap mencerminkan watak kebersamaan. Terutama, kebersamaan
dalam mengaplikasikan KTSP antara pihak sekolah, guru dan komite sekolah. Ini mudah-mudahan
menjadi preseden yang demokratis bagi sistem pendidikan di negeri kita.

KURIKULUM 2013

Secara falsafati, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta
didik menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi
sesama, bagi alam semesta, beserta segenap isi dan peradabannya.

Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat itu dirumuskan dalam indikator strategis, seperti beriman-
bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Dalam memenuhi kebutuhan kompetensi Abad 21, UU Sisdiknas
juga memberikan arahan yang jelas, bahwa tujuan pendidikan harus dicapai salah satunya melalui
penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup
tiga kompetensi, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan adalah manusia
seutuhnya. Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan
kompetensi dalam tiga ranah kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan). Di dalamnya terdapat
sejumlah kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar dapat menjadi orang beriman dan bertakwa,
berilmu, dan seterusnya.

Mengingat pendidikan idealnya proses sepanjang hayat, maka lulusan atau keluaran dari suatu proses
pendidikan tertentu harus dipastikan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melanjutkan
pendidikannya secara mandiri sehingga esensi tujuan pendidikan dapat dicapai.

Perencanaan Pembelajaran

Dalam usaha menciptakan sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang baik, proses
panjang tersebut dibagi menjadi beberapa jenjang, berdasarkan perkembangan dan kebutuhan peserta
didik. Setiap jenjang dirancang memiliki proses sesuai perkembangan dan kebutuhan peserta didik
sehingga ketidakseimbangan antara input yang diberikan dan kapasitas pemrosesan dapat diminimalkan.

Sebagai konsekuensi dari penjenjangan ini, tujuan pendidikan harus dibagi-bagi menjadi tujuan antara.
Pada dasarnya kurikulum merupakan perencanaan pembelajaran yang dirancang berdasarkan tujuan
antara di atas. Proses perancangannya diawali dengan menentukan kompetensi lulusan (standar
kompetensi lulusan). Hasilnya, kurikulum jenjang satuan pendidikan.

Dalam teori manajemen, sebagai sistem perencanaan pembelajaran yang baik, kurikulum harus
mencakup empat hal. Pertama, hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran), dan
dirumuskan sebagai kompetensi lulusan. Kedua, kandungan materi yang harus diajarkan kepada, dan
dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi), dalam usaha membentuk kompetensi lulusan yang
diinginkan. Ketiga, pelaksanaan pembelajaran (proses, termasuk metodologi pembelajaran sebagai
bagian dari standar proses), supaya ketiga kompetensi yang diinginkan terbentuk pada diri peserta didik.
Keempat, penilaian kesesuaian proses dan ketercapaian tujuan pembelajaran sedini mungkin untuk
memastikan bahwa masukan, proses, dan keluaran tersebut sesuai dengan rencana.

Dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi, tak tepat jika ada yang menyampaikan bahwa
pemerintah salah sasaran saat merencanakan perubahan kurikulum, karena yang perlu diperbaiki
sebenarnya metodologi pembelajaran bukan kurikulum. (Mohammad Abduhzen, “Urgensi Kurikulum
2013”, Kompas, 21/2 dan “Implementasi Pendidikan”, Kompas, 6/3). Hal ini menunjukkan belum
dipahaminya secara utuh bahwa kurikulum berbasis kompetensi termasuk mencakup metodologi
pembelajaran.

Tanpa metodologi pembelajaran yang sesuai, tak akan terbentuk kompetensi yang diharapkan. Sebagai
contoh, dalam Kurikulum 2013, kompetensi lulusan dalam ranah keterampilan untuk SD dirumuskan
sebagai “memiliki (melalui mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, mencipta)
kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif, dalam ranah konkret dan abstrak, sesuai
dengan yang ditugaskan kepadanya.”

Kompetensi semacam ini tak akan tercapai bila pengertian kurikulum diartikan sempit, tak termasuk
metodologi pembelajaran. Proses pembentukan kompetensi itu, sudah dirumuskan dengan baik melalui
kajian para peneliti, dan akhirnya diterima luas sebagai suatu taksonomi.

Pemikiran pengembangan Kurikulum 2013 seperti diuraikan di atas dikembangkan atas dasar taksonomi-
taksonomi yang diterima secara luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006, dan tantangan Abad 21 serta
penyiapan Generasi 2045. Dengan demikian, tidaklah tepat apa yang disampaikan Elin Driana, “Gawat
Darurat Pendidikan” (Kompas, 14/12/2012) yang mengharapkan sebelum Kurikulum 2013 disahkan,
baiknya dilakukan evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya.

Mengatakan tidak ada masalah dengan kurikulum saat ini adalah kurang tepat. Sebagai contoh, hasil
pembandingan antara materi TIMSS 2011 dan materi kurikulum saat ini, untuk mata pelajaran
Matematika dan IPA, menunjukkan, kurang dari 70 persen materi TIMSS yang telah diajarkan sampai
dengan kelas VIII SMP.

Belum lagi rumusan kompetensi yang belum sesuai dengan tuntutan UU dan praktik terbaik di dunia,
ketidaksesuaian materi matapelajaran dan tumpang tindih yang tidak diperlukan pada beberapa materi
matapelajaran, kecepatan pembelajaran yang tidak selaras antarmata pelajaran, dangkalnya materi,
proses, dan penilaian pembelajaran, sehingga peserta didik kurang dilatih bernalar dan berfikir.

Kompetensi Inti
Kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan pun masih memerlukan rencana pendidikan yang panjang
untuk pencapaiannya. Sekali lagi, teori manajemen mengajarkan, untuk memudahkan proses
perencanaan dan pengendaliannya, pencapaian jangka panjang perlu dibagi-bagi jadi beberapa tahap
sesuai dengan jenjang kelas di mana kurikulum tersebut diterapkan.

Sejalan dengan UU, kompetensi inti ibarat anak tangga yang harus ditapak peserta didik untuk sampai
pada kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan. Kompetensi inti meningkat seiring meningkatnya
usia peserta didik yang dinyatakan dengan meningkatnya kelas.

Melalui kompetensi inti, sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan, integrasi vertikal
antarkompetensi dasar dapat dijamin, dan peningkatan kemampuan peserta dari kelas ke kelas dapat
direncanakan. Sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan multidimensi, kompetensi inti juga
memiliki multidimensi. Untuk kemudahan operasionalnya, kompetensi lulusan pada ranah sikap dipecah
menjadi dua, yaitu sikap spiritual terkait tujuan membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa,
dan kompetensi sikap sosial terkait tujuan membentuk peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri,
demokratis, dan bertanggung jawab.

Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan untuk dibentuk melalui pembelajaran mata pelajaran-
mata pelajaran yang relevan. Setiap mata pelajaran harus tunduk pada kompetensi inti yang telah
dirumuskan. Dengan kata lain, semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada kelas tersebut
harus berkontribusi terhadap pembentukan kompetensi inti.

Ibaratnya, kompetensi inti merupakan pengikat kompetensi-kompetensi yang harus dihasilkan dengan
mempelajari setiap mata pelajaran. Di sini kompetensi inti berperan sebagai integrator horizontal
antarmata pelajaran.

Dengan pengertian ini, kompetensi inti adalah bebas dari mata pelajaran karena tidak mewakili mata
pelajaran tertentu. Kompetensi inti merupakan kebutuhan kompetensi peserta didik, sedangkan mata
pelajaran adalah pasokan kompetensi dasar yang akan diserap peserta didik melalui proses
pembelajaran yang tepat, menjadi kompetensi inti. Bila pengertian kompetensi inti telah dipahami
dengan baik, tentunya tidak akan ada kritikan bahwa Kurikulum 2013 adalah salah dengan alasan pada
“Kompetensi Inti Bahasa Indonesia” tidak terdapat kompetensi yang mencerminkan kompetensi Bahasa
Indonesia, karena memang tidak ada yang namanya kompetensi inti Bahasa Indonesia, sebagaimana
yang dipertanyakan Acep Iwan Saidi, “Petisi untuk Wapres” (Kompas, 2/3).

Dalam mendukung kompetensi inti, capaian pembelajaran mata pelajaran diuraikan menjadi kompetensi
dasar-kompetensi dasar yang dikelompokkan menjadi empat. Ini sesuai dengan rumusan kompetensi
inti yang didukungnya, yaitu dalam kelompok kompetensi sikap spiritual, kompetensi sikap sosial,
kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan.

Uraian kompetensi dasar sedetil ini adalah untuk memastikan bahwa capaian pembelajaran tidak
berhenti sampai pengetahuan saja, melainkan harus berlanjut ke keterampilan, dan bermuara pada
sikap.

Kompetensi dasar dalam kelompok kompetensi inti sikap bukanlah untuk peserta didik, karena
kompetensi ini tidak diajarkan, tidak dihafalkan, tidak diujikan, tapi sebagai pegangan bagi pendidik,
bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut, ada pesan-pesan sosial dan spiritual yang
terkandung dalam materinya. Apabila konsep pembentukan kompetensi ini dipahami, dapat mengurangi
bahkan menghilangkan kegelisahan yang disampaikan L. Wiliardjo dalam “Yang Indah dan yang Absurd”
(Kompas, 22/2)

Kedudukan Bahasa

Uraian rumusan kompetensi seperti itu masih belum cukup untuk dapat digunakan, terutama saat
merancang kurikulum SD (jenjang sekolah paling rendah), tempat dimana peserta didik mulai
diperkenalkan banyak kompetensi untuk dikuasai. Pada saat memulainya pun, peserta didik SD masih
belum terlatih berfikir abstrak. Dalam kondisi seperti inilah, maka terlebih dahulu perlu dibentuk suatu
saluran yang menghubungkan sumber-sumber kompetensi, yang sebagian besarnya abstrak, kepada
peserta didik yang masih mulai belajar berfikir abstrak.

Di sini peran bahasa menjadi dominan, yaitu sebagai saluran mengantarkan kandungan materi dari
semua sumber kompetensi kepada peserta didik.
Usaha membentuk saluran sempurna (perfect channels dalam teknologi komunikasi) dapat dilakukan
dengan menempatkan bahasa sebagai penghela mata pelajaran-mata pelajaran lain. Dengan kata lain,
kandungan materi mata pelajaran lain dijadikan sebagai konteks dalam penggunaan jenis teks yang
sesuai dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Melalui pembelajaran tematik integratif dan perumusan
kompetensi inti, sebagai pengikat semua kompetensi dasar, pemaduan ini akan dapat dengan mudah
direalisasikan.

Dengan cara ini pula, maka pembelajaran Bahasa Indonesia dapat dibuat menjadi kontekstual, sesuatu
yang hilang pada model pembelajaran Bahasa Indonesia saat ini, sehingga pembelajaran Bahasa
Indonesia kurang diminati oleh pendidik maupun peserta didik.

Melalui pembelajaran Bahasa Indonesia yang kontekstual, peserta didik sekaligus dilatih menyajikan
bermacam kompetensi dasar secara logis dan sistematis. Mengatakan kompetensi dasar Bahasa
Indonesia SD, yang memuat penyusunan teks untuk menjelaskan pemahaman peserta didik, terhadap
ilmu pengetahuan alam sebagai mengada-ada (Acep Iwan Saidi, “Petisi untuk Wapres”), sama saja
dengan melupakan fungsi bahasa sebagai pembawa kandungan ilmu pengetahuan.

Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera
mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Rumusannya berdasarkan
pada sudut pandang yang berbeda dengan kurikulum berbasis materi, sehingga sangat dimungkinkan
terjadi perbedaan persepsi tentang bagaimana kurikulum seharusnya dirancang. Perbedaan ini
menyebabkan munculnya berbagai kritik dari yang terbiasa menggunakan kurikulum berbasis materi.
Untuk itu ada baiknya memahami lebih dahulu terhadap konstruksi kompetensi dalam kurikulum sesuai
koridor yang telah digariskan UU Sisdiknas, sebelum mengkritik.

Dan berikut ini adalah beberapa hal yang baru yang terdapat pada kurikulum 2013 mendatang
diantaranya sebagai berikut:

SD – MI (Sekolah Dasar Madrasah Ibtidaiyah)

Kurikulum 2013 berbasis pada sains.


Kurikulum 2013 untuk SD, bersifat tematik integratif.

Kompetensi yang ingin dicapai adalah kompetensi yang berimbang antara sikap, keterampilan, dan
pengetahuan, disamping cara pembelajarannya yang holistik dan menyenangkan.

Proses pembelajaran menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis tes dan
portofolio saling melengkapi.

Mata pelajara (MAPEL) SD diantaranya:

Pendidikan Agama

PPKn

Bahasa Indonesia

Matematika

IPA

IPS

Seni Budaya dan Prakarya (Muatan Lokal; Mulok)

Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal;Mulok)

Alokasi waktu per jam pelajaran SD 35 menit

Banyak jam pelajaran per minggu Kelas I = 30 jam, kelas II= 32 jam, kelas III=34 jam, kelas IV, V,VI=36 jam

SMP – MTs (Sekolah Menengah Pertama – Madrasah Tsanawiyah)

Mata pelajaran SMP MTs kurikulum 2013 sebagai berikut:

Mata Pelajaran:

Pendidikan Agama dan Budi Pekerti

PPKn

Bahasa Indonesia

Matematika

IPA
IPS

Bahasa Inggris

Seni Budaya (Muatan Lokal)

Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal)

Prakarya (Muatan Lokal)

Alokasi waktu per jam pelajaran SMP = 40 menit

Banyak jam pelajaran per minggu 38 jam

SMA – MA (Sekolah Menengah Atas – Madrasah Aliyah)

Mata pelajaran SMA – MA kurikulum 2013 sebagai berikut:

Pendidikan Agama dan Budi Pekerti

PPKn

Bahasa Indonesia

Matematika

Sejarah Indonesia

Bahasa Inggris

Seni Budaya (Muatan Lokal)

Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal)

Prakarya dan Kewirausahaan (Muatan Lokal)

Alokasi waktu per jam pelajaran SMA = 45 menit

Banyak jam pelajaran per minggu SMA = 39 jam


REFERENSI

Anam, S. 2006. Sekolah Dasar Pergulatan Mengejar Ketertinggalan. Solo: Wajatri. h. 113-148

Pikiran Rakyat. 2006. Kurikulum 2006 Pangkas 100-200 Jam Pelajaran. [on line]http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/2006/032006/08/0701.htm

Sanjaya, W. (2007) Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana UPI.

Soenarta, N. (2005). Biaya Pendidikan di Indonesia: Perbandingan pada Zaman Kolonial Belanda dan
NKRI. [on line] http://www.kompas.com/kompas-cetak/0408/05/pddkn/1190238.htm

Copyright ©yherlanti 2008, all rights reserved.

Boleh mengutip tulisan ini atau menyadurnya, asal menyebytkan sumbernya, yaitu Herlanti, Y. (2008).
Kurikulum Pendidikan Indonesia dari Zaman ke Zaman. [on line] yherlanti.wordpress.com

http://yherlanti.wordpress.com/2010/08/12/kurikulum-indonesia-dari-zaman-ke-zaman/

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah

Depdikbud. 1987. Kurikulum Sekolah Menengah Tingkat Pertama, Garis-garis Program Pengajaran (GBPP)
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta : Depdikbud

Depdikbud. 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar, Garis-garis Besar Program pengajaran Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pengetahuan Sosial SMP dan
MTs. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional

Depdiknas. 2003. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Depdiknas, Pusat Kurikulum. 2006. Specimen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Pusat
Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI)
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.

————————- Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.

————————- Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permen No.22 dan 23 untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.

Semiawan, Conny, dkk. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia

http://www.adelia.web.id/isi-kurikulum-2013/
________________

OLEH :

NAMA : GESAH PRIYATMONO

KELAS : PBI / B

NIM : 11.88203.056

TINGKAT / SEMESTER : III / V

MAKALAH MANAJEMEN PENDIDKAN

“SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM INDONESIA DARI MASA KEMASA”

PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


STKIP PGRI PACITAN

Kategori: Manajemen Pendidikan

Tinggalkan sebuah Komentar

Afid Burhanuddin

Kembali ke atas

Anda mungkin juga menyukai