Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sering kita mendengar kata yang satu ini, yaitu “KORUPSI”, korupsi ada di
sekeliling kita, mungkin terkadang kita tidak menyadari itu. Korupsi bias terjadi
dirumah, sekolah, masyarakat, maupun diintansi tertinggi dan dalam pemerintahan.
Mereka yang melakukan korupsi terkadang mengangap remeh hal yang dilakukan itu.
Hal ini sangat menghawatirkan, sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi
dibangun dari korupsi akan dapat merusaknya.
Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere =
yang artinya :(busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok) menurut
Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi
maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri
atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka, Dalam arti yang luas, korupsi
atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.
Semua bentuk pemerintah-pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya.
Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan
pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan
korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah
kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi adakalanya berbentuk
sepele atau berat, terorganisasi atau bisa saja perorangan. Walau korupsi sering
memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan
prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari
masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara
korupsi dan kriminalitas atau kejahatan.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan korupsi ?
2. Apa dampak yang disebabkan oleh kegiatan korupsi ?
3. Apa solusi yang dapat diberikan untuk menanggulangi korupsi ?

1.3. Tujuan
1. Mendeskripsikan apa yang di maksud korupsi
2. Mendeskripsikan dampak yang ditimbulkan dari adanya korupsi
3. Mendeskripsikan solusi untuk menanggulangi korupsi

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Korupsi
Berdasarkan asal katanya korupsi berasal dari bahasa inggris yaitu corrupt,
yang berasaldariperpaduandua kata dalambahasalatinyaitucomyang berartibersama-
samadanrumpereyangberartipecahataujebol. Istilah "korupsi" juga bisa dinyatakan
sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena
adanya suatu pemberian.Dalam prakteknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima
uang yang ada hubungannya dengan jabatantan paada catatan administrasinya
(Ibrahim,2012). Secara hukum pengertian korupsi adalah tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak
pidana korupsi.UU NO.31/1999 jo UU No.20/2001 menyebutkan bahwa pengertian
korupsi mencakup perbuatan melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain
yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara (pasal 2). Menyalahgunakan
kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapar merugikan keuangan/kedudukan
yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara (pasal 3). Dari beberapa
pendapat mengenai pengertian korupsi dapat ditarik kesimpulan bahwa korupsi
adalah segala tindakan dimana mengambil hak orang lain secara diam-diam untuk
kepentingan pribadi dan golongan. Dewasa ini kasus korupsi menjamur, tidak hanya
di instansi pemerintah, bahkan sampai ke ranah pendidikan. Banyak faktor yang
mempengaruhi terjadinya korupsi, menurut Jack Bologne faktor-faktor yang
menyebabkan korupsi meliputi:
 Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara
potensial ada di dalam diri setiap orang.
 Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau
masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang
untuk melakukan kecurangan.
 Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-
individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.

3
 Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang
dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan
kecurangan.
Menurut Arya Maheka, Faktor-Faktor yang menyebabkan terjadinya Korupsi adalah :
1. Penegakan hukum tidak konsisten : penegakan huku hanya sebagai meke-up
politik, bersifat sementara dan sellalu berubah tiap pergantian pemerintahan.
2. Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila
tidak menggunakan kesempatan.
3. Langkanya lingkungan yang antikorup : sistem dan pedoman antikorupsi
hanya dilakukan sebatas formalitas.
4. Rendahnya pndapatan penyelenggaraan negara. Pedapatan yang diperoleh
harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu
mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan
pelayanan terbaik bagi masyarakat.
5. Kemiskinan, keserakahan : masyarakat kurang mampu melakukan korupsi
karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan
korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara
untuk mendapatkan keuntungan.
6. Budaya member upeti, imbalan jasa dan hadiah.
7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi : saat
tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau
setidaknya diringankan hukumannya. Rumus: Keuntungan korupsi > kerugian
bila tertangkap.
8. Budaya permisif/serba membolehkan; tidakmau tahu : menganggap biasa bila
ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak perduli orang lain, asal
kepentingannya sendiri terlindungi.
9. Gagalnya pendidikan agama dan etika : ada benarnya pendapat Franz Magnis
Suseno bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam
mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu
sendiri. Pemeluk agama menganggap agama hanya berkutat pada masalah

4
bagaimana cara beribadah saja. Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam
memainkan peran sosial. Menurut Franz, sebenarnya agama bisa memainkan
peran yang besar dibandingkan insttusi lainnya. Karena adanya ikatan
emosional antara agama dan pemeluk agama tersebut jadi agama bisa
menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat memberikan dampak yang sangat
buruk baik bagi dirinya maupun orang lain.

2.2.Dampak-dampak Korupsi
Tindakan korupsi membawa banyak dampak negatif, untuk mempermudah
pemahaman mengenai dampak-dampak dari korupsi, maka dapat dikelompokkan
dampak korupsi menjadi 2, yaitu:
a. Dampak Korupsi di bidang politik dan demokrasi
birokrasi sebagai pelaku roda pemerintahan merupakan kelompok yang rentan
terhadap jerat korupsi. Korupsi melemahkan birokrasi sebagai tulang punggung
negara. Sudah menjadi rahasia umum bahwa birokrasi di tanah air seolah
menjunjung tinggi pamor jika bisa dibuat sulit, mengapa harus dipermudah.
Semakin tidak efisien birokrasi bekerja, semakin besar pembiayaan tidak sah atas
institusi negara ini. Sikap masa bodoh birokratpun melahirkan berbagai masalah
yang tidak terhitungbanyaknya (Dwiki,2013). Singkatnya, korupsi menumbuhkan
ketidakefisienan menyeluruhdi dalam birokrasi.
Adapun dampak-dampak yang ditimbulkan padan korupsi dibidang politik
dan demokrasi adalah:
1. Munculnya kepemimpinan yang korup
Kondisi politik yang carut marut dan cenderung sangat koruptif
menghasilkanmasyarakat yang tidak demokratis. Perilaku koruptif dan tindak
korupsi dilakukandari tingkat yang paling bawah. Konstituen di dapatkan dan
berjalan karenaadanya suap yang diberikan oleh calon-calon pemimpin partai,
bukan karenasimpati atau percaya terhadap kemampuan dan
kepemimpinannya.

5
2. Hilangnya kepercayaan publik pada demokrasi
Demokrasi yang diterapkan di Indonesia sedang menghadapi cobaan berat
yakniberkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi. Hal ini
dikarenakan terjadinya tindakan korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh
petinggi pemerintah.
3. Hancurnya Kedaulatan Rakyat
Dilihat dari sisi politik seharusnya kedaulatan berada ditangan rakyat oleh
rakyat dan untuk rakyat. Namun yang terjadi sekarang kedaulatan berada di
tangan partai politik, karena adanya anggapan bahwa partai politik merepukan
representasi rakyat. Partai politik adalah dari rakyat dan mewakili rakyat,
sehingga banyak rakyat yang menganggap bahwa wajar apabila seesuatu yang
didapat dari negara dinikmati oleh partai dengan alibi rakyat.
4. Hilangnya Kepercayaan Masyarakat Kepada Lembaga Negara
Korupsi yang terjadi di lembaga-lembaga negara seperti yang terjadi di
Indonesia dan marak diberitakan di media masa menyebabkan hilangnya
kepercayaan masyarakat kepada lembaga negara.
b. Dampak Korupsi dibidang Pertahanan dan Keamanan
Dalam bidang pertahanan dan keamanan, peluang korupsi baik uang maupun
kekuasaan muncul akibat tidak adanya transparansi dalam pengambilankeputusan di
tubuh angkatan bersenjata dan kepolisian serta nyaris tidakberdayanya hukum saat
harus berhadapan dengan oknum TNI/Polri yang seringkali berlindung di balik
institusi pertahanan dan keamanan.
Adapun dampak-dampak yang nyata terlihat dari adanya korupsi di bidang
pertahanan dan keamanan dapat kami sampaikan sebagai berikut:
1. Kerawanan Hankamnas karena lemahnya alutsista
2. Lemahnya garis batas negara

6
2.3.Solusi Untuk Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi
Korupsi pada dasarnya tidak dapat dibersihkan hingga steril, tapi lajunya
dapat diminimalisir, adapun upaya yang dapat dilakukan adalah:
1. Pencegahan
Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa
berlangsung dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan
sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan
sebagai strategi perdananya. Melalui strategi pencegahan, diharapkan muncul langkah
berkesinambungan yang berkontribusi bagiperbaikan ke depan.
2. Penegakan Hukum
Masih banyak kasus korupsi yang belum tuntas, padahal animo dan ekspektasi
masyarakat sudah tersedot sedemikian rupa hingga menanti-nanti adanya
penyelesaian secara adil dan transparan. Penegakan hukum yang inkonsisten terhadap
hukum positif dan prosesnya tidak transparan, pada akhirnya, berpengaruh pada
tingkat kepercayaan (trust) masyarakat terhadap hukum dan aparaturnya. Dalam
tingkat kepercayaan yang lemah, masyarakat tergiring ke arah opini bahwa hukum
tidak lagi dipercayai sebagai wadah penyelesaian konflik. Masyarakat cenderung
menyelesaikan konflik dan permasalahan mereka melalui caranya sendiri yang,
celakanya, acap berseberangan dengan hukum.
3. Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan
Meratifikasi UNCAC, adalah bukti konsistensi dari komitmen Pemerintah
Indonesia untuk mempercepat pemberantasan korupsi. Sebagai konsekuensinya,
klausul-klausul di dalam UNCAC harus dapat diterapkan dan mengikat sebagai
ketentuan hukum di Indonesia. Beberapa klausul ada yang merupakan hal baru,
sehingga perlu diatur/diakomodasi lebih-lanjut dalam regulasi terkait pemberantasan
korupsi selain juga merevisi ketentuan di dalam regulasi yang masih tumpang-tindih
menjadi prioritas dalam strategi ini. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur
berdasarkan persentase kesesuaian regulasi anti korupsi Indonesia dengan klausul
UNCAC. Semakin mendekati seratus persen, maka peraturan perundang-undangan

7
terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia semakin lengkap dan
sesuai dengan common practice yang terdapat pada negara-negara lain.
4. Kerjasama Internasional Dan Penyelamat Aset Hasil Tipikor
Berkenaan dengan upaya pengembalian aset hasil tipikor, baik di dalam
maupun luar negeri, perlu diwujudkan suatu mekanisme pencegahan dan
pengembalian aset secara langsung sebagaimana ketentuan UNCAC. Peraturan
perundang-undangan Indonesia belum mengatur pelaksanaan dari putusan penyitaan
(perampasan) dari negara lain, lebih-lebih terhadap perampasan aset yang dilakukan
tanpa adanya putusan pengadilan dari suatu kasus korupsi (confiscation without a
criminal conviction). Penyelamatan aset perlu didukung oleh pengelolaan aset negara
yang dilembagakan secara profesional agar kekayaan negara dari aset hasil tipikor
dapat dikembalikan kepada negara secara optimal. Keberhasilan strategi ini diukur
dari persentase pengembalian aset hasil tipikor ke kas negara berdasarkan putusan
pengadilan dan persentase tingkat keberhasilan (success rate) kerjasama internasional
terkait pelaksanaan permintaan dan penerimaan permintaan Mutual Legal Assistance
(MLA) dan Ekstradisi. Semakin tinggi pengembalian aset ke kas negara dan
keberhasilan kerjasama internasional, khususnya dibidang tipikor, maka strategi ini
diyakini berjalan dengan baik.
5. Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi
Praktik-praktik korupsi yang kian masif memerlukan itikad kolaboratif dari
Pemerintah beserta segenap pemangku kepentingan. Wujudnya, bisa berupa upaya
menanamkan nilai budaya integritas yang dilaksanakan secara kolektif dan sistematis,
baik melalui aktivitas pendidikan anti korupsi dan internalisasi budaya anti korupsi di
lingkungan publik maupun swasta. Dengan kesamaan cara pandang pada setiap
individu di seluruh Indonesia bahwa korupsi itu jahat, dan pada akhirnya para
individu tersebut berperilaku aktif mendorong terwujudnya tata-kepemerintahan yang
bersih dari korupsi diharapkan menumbuhkan prakarsa-prakarsa positif bagi upaya
PPK pada khususnya, serta perbaikan tata-kepemerintahan pada umumnya. Tingkat
keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan Indeks Perilaku Antikorupsi yang ada
dikalangan tata-kepemerintahan maupun individu di seluruh Indonesia. Semakin

8
tinggi angka indeks ini, maka diyakini nilai budaya anti korupsi semakin
terinternalisasi dan mewujud dalam perilaku nyata setiap individu untuk memerangi
tipikor.
6. Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan Pemberantasan Korupsi
Strategi yang mengedepankan penguatan mekanisme di internal
Kementerian/Lembaga, swasta, dan masyarakat, tentu akan memperlancar aliran
data/informasi terkait progres pelaksanaan ketentuan UNCAC. Konsolidasi dan
publikasi Informasi di berbagai media, baik elektronik maupun cetak, termasuk
webportal PPK, akan mempermudah pengaksesan dan pemanfaatannya dalam
penyusunan kebijakan dan pengukuran kinerja PPK. Keterbukaan dalam pelaporan
kegiatan PPK akan memudahkan para pemangku kepentingan berpartisipasi aktif
mengawal segenap upaya yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga publik maupun
sektor swasta. Keberhasilannya diukur berdasarkan indeks tingkat kepuasan
pemangku kepentingan terhadap laporan PPK. Semakin tinggi tingkat kepuasan
pemangku kepentingan, maka harapannya, semua kebutuhan informasi dan pelaporan
terkait proses penyusunan kebijakan dan penilaian progres PPK dapat semakin
terpenuhi sehingga upaya PPK dapat dikawal secara berkesinambungan dan tepat
sasaran.

9
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.
Semua bentuk pemerintah-pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya
korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh
dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi
berat yang diresmikan, dan sebagainya
Tindakan korupsi membawa banyak dampak negatif, untuk mempermudah
pemahaman mengenai dampak-dampak dari korupsi, maka dapat dikelompokkan
dampak korupsi menjadi 2, yaitu:
 Dampak Korupsi di bidang politik dan demokrasi.
birokrasi sebagai pelaku roda pemerintahan merupakan kelompok yang rentan
terhadap jerat korupsi. Korupsi melemahkan birokrasi sebagai tulang punggung
negara.
 Dampak Korupsi dibidang Pertahanan dan Keamanan
Dalam bidang pertahanan dan keamanan, peluang korupsi baik uang maupun
kekuasaan muncul akibat tidak adanya transparansi dalam pengambilankeputusan
di tubuh angkatan bersenjata dan kepolisian serta nyaris tidakberdayanya hukum
saat harus berhadapan dengan oknum TNI/Polri yang seringkali berlindung di balik
institusi pertahanan dan keamanan.
Korupsi pada dasarnya tidak dapat dibersihkan hingga steril, tapi lajunya dapat
diminimalisir, adapun upaya yang dapat dilakukan diantarnya:
1. Pencegahan
2. Penegakan hukum
3. Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan Pemberantasan Korupsi
4. Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi
5. Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan

10
3.2. Saran
1. Sebagai warga negara yang baik hendaknya tidak membudayakan korupsi di
Indonesia
2. Kepada para pejabat hendaknya sadar akan bahaya dan dampak negatif yang
ditimbulkan korupsi.
3. Kepada KPK hendaknya lebih selektif dan lebih jeli dalam penanganan masalah
korupsi

11
Daftar Pustaka

Dwiki. 2013. Dampak Korupsi Terhadap Perekonomian. (Online),

Ibrahim. 2012. Makalah Korupsi dan Pencegahannya. (Online),


http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/09/makalah-korupsi-dan-
pencegahannya.html. diakses pada 18 Februari 2014

Indrayana, Deni. 2013. 10 Langkah Memberantas Korupsi. (Online),


http://generasibersih.0fees.net/?p=30. diakses 18 Februari 2014

Gunawan, Indra. 2013. Dampak Korupsi Bagi Perekonomian Indonesia. (Online),


http://indragunawan0605.wordpress.com/2013/11/20/dampak-korupsi-bagi-
perekonomian-indonesia/. diakses pada 18 Februari 2014

6 Strategi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. 2012. (Online),


http://acch.kpk.go.id/6-strategi-pencegahan-dan-pemberantasan-korupsi.
diakses 18 Februari 2014

12

Anda mungkin juga menyukai