Anda di halaman 1dari 15

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Studi Hadist Arif Marsal, Lc. M.Ag

TAKHRIJ HADIST

KELOMPOK 7
DIVIANA AURIA 11850120402
PUTRI AZZAHRA 11850122487

TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat-Nya,
sehingga makalah yang berjudul “Takhrij Hadist” dapat diselesaikan. Penyusunan
makalah ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa adanya bimbingan dari Bapak Arif
Marsal, Lc. M.Ag, sebagai dosen pengampu mata kuliah studi hadist. Makalah ini
disusun sebagai tugas kelompok mata kuliah studi hadist. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai acuan, maupun pedoman bagi pembaca dalam mengetahui
“Takhrij Hadist”. Makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan.

Pekanbaru, September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
2.1 Takhrij Hadist ......................................................................................................... 3
2.2 Sejarah Perkembangan dan Kitab-Kitab Takhrij Hadist .................................. 4
2.3 Metode Men-Takhrij Hadist .................................................................................. 7
2.4 Manfaat dan Kegunaan Takhrij Hadist ............................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hadits merupakan sumber hukum dalam Islam setelah Al-Qur’an, hadits di
sampaikan oleh Rasulullah SAW atas petunjuk Allah SWT, Allah SWT
memerintahkan Rasul-Nya untuk memberikan penjelasan akan Al-Qur’an yang
diturunkan padanya, Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl ayat 44:

Artinya:
“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami
turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia
apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”.
Dengan adanya perintah tersebut, Rasulullah SAW telah menjelaskan Al-
Qur’an pada umatnya secara terperinci maupun secara global, hal itu di
interpretasikan dengan perkataan, perbuatan dan taqrir atau persetujuan yang di
tetapkan olehnya, yang mana itu disebut hadits sehingga sempurnalah Al-Qur’an.
Dalam rangka untuk mengetahui apakah suatu hadits yang kita terima merupakan
hadits yang sahih, hasan ataupun daif, sehingga memudahkan kita untuk mengamati
hadits tersebut. Apakah hadits maqbul atau mardud, kegiatan takhrij hadits
sangatlah penting. Takhrij hadis bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di
takhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui di tolak atau diterimanya hadis-hadis
tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadis-hadis yang pengutipannya
memerhatikan kaidah-kaidah ulumul hadis yang berlaku sehingga hadis tersebut
menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.Serta akan menguatkan keyakinan
kita untuk mengamalkan hadits tersebut. Dalam hal ini kita bersama-sama akan
membahas tentang cara penyampaian hadits (takhrij hadits).

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan Takhrij Hadist?
2. Bagaimana sejarah perkembangan dan kitab-kitab apa saja yang
mengandung takhrij hadist?
3. Bagaimana metode dalam men-takhrij hadist?
4. Bagaimana manfaat dan kegunaan dari takhrij hadist?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun yang menjadi tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui defenisi dan maksud dari takhrij hadist.
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan dan kitab-kitab yang
mengandung takhrij hadist.
3. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam men-takhrij hadist.
4. Untuk mengetahui manfaat dan kegunaan dari takhrij hadist.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Takhrij Hadist


Takhrij menurut bahasa memiliki beberapa makna. Yang paling mendekati
disini adalah berasal dari kata kharaja (‫ )خرج‬yang artinya nampak dari tempatnya
atau keadaaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj (‫)االخرج‬
yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan kata al-makhraj (‫)المخرج‬
yang artinya tempat keluar. Maka secara bahasa takhrij adalah: Terhimpunnya dua
perkara yang berlawanan dalam satu masalah1. Sedangkan secara istilah takhrij
berarti : Penjelasan keberadaan sebuah hadits dalam berbagai referensi hadits utama
dan penjelasan otentisitas serta validitasnya.
Yang dimaksud referensi hadits utama pada hal diatas adalah semua tipologi
kodifikasi hadits yang penyusunnya mendatangkan hadits tersebut dengan sanad
sendiri. Maka tidak dibenarkan merujuk kepada kumpulan hadits yang disusun
tanpa ada sanad. Karena inti kajian hadits merupakan gabungan analisa sanad dan
matan hadits. Dan yang dimaksud otentisitas hadits adalah menentukan derajat
hadits yang diteliti, apakah shahih, hasan, dhaif, atau maudhu’.
Mahmud Al-Thahan dalam bukunya Metode Takhrij dan Penelitian Sanad
Hadis membatasi kegiatan takhrij hadits hanya pada point pertama2, adapun
penjelasan hadits hanya apabila diperlukan. Padahal saat ini sudah dirasa sangat
diperlukan penjelasan status hadits tersebut. Bahkan bukan hanya penjelasa status
hadits yang dijadikan objek penelitian, melainkan juga sisi validitasnya sehingga
dapat dipaparkan apakah hadits tersebut ma’mul atau ghairu ma’mul. Sedangkan
menurut istilah Muhaditsin3, takhrij diartikan dalam beberapa pengertian :
1. Sinonim dan ikhraj, yakni seorang rawi mengutarakan suatu hadits dengan
menyebutkan sumber keluarnya (pemberita) hadits tersebut.

1
Al-Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadits, terj. Ridlwan Nasir (Surabaya: Bina
Ilmu, 1995) , hlm. 1
2
Ibid., hlm. 5
3
Ibid., hlm. 8

3
2. Mengeluarkan hadits-hadits dari kitab-kitab, kemudian sanad-sanadnya
disebutkan.
3. Menukil hadits dari kitab-kitab sumber (diwan hadits) dengan menyebut
mudawinnya serta dijelaskan martabat haditsnya.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa takhrij meliputi kegiatan :


a. Periwayatan (penerimaan, perawatan, pentadwinan, dan penyampaian) hadits.
b. Penukilan hadits dari kitab-kitab asal untuk dihimpun dalam suatu kitab
tertentu.
c. Mengutip hadits-hadits dari kitab-kitab fan (tafsir, tauhid, fiqh, tasawuf, dan
akhlak) dengan menerangkan sanad-sanadnya.
d. Membahas hadits-hadits sampai diketahui martabat kualitas (maqbul-
mardudnya).

2.2 Sejarah Perkembangan dan Kitab-Kitab Takhrij Hadist


1. Sejarah Ilmu Takhrij
Penguasaan para ulama dahulu terhadap sumber-sumber hadis begitu luas
sehingga jika disebutkan suatu hadis mereka tidak merasa kesulitan untuk
mengetahui sumber hadis tersebut. Ketika semangat belajar mulai melemah,
mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadis yang dijadikan . Sebagian
ulama bangkit dan memperlihatkan hadis-hadis yang ada pada sebagian kitab dan
menjelaskan sumbernya dari kitab hadis yang asli, menjelaskan metodenya, dan
menerangkan kualitasnya, apakah hadis tersebut shahih atau dhaif, lalu muncullah
apa yang dinamakan dengan kutub at-takhrij (buku-buku takhrij).4

Ulama yang pertama kali melakukan takhrij menurut mahmud Ath-Thahhan


adalah Al-Khathtib Al-Baghdadi (w. 436 H). Kemudian, dilakukan pula oleh
Muhammad bin Musa Al-Hazimi (w.584 H) dengan karyanya yang berjudul
Takhrij Ahadits Al-Muhadzdzab. Ia men-takhrij kitab fiqh syafi’ah karya Abu

4
Syaikh Manna Al-Qathan, Mahabits fi ‘Ulum al-Hadits, terj. Muhammad Ihsan (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2005), hlm. 189.

4
Iahaq Asy-Syirazi. Ada juga ulama lainnya, seperti Abu Al-Qasimi Al-Husaini dan
Abu Al-Qasim Al-Mahrawani. Karya kedua ulama ini hanya beberapa mahthuthah
(manuskrip) saja. Pada perkembangan selanjutnya, cukup banyak kemunculan kitab
yang berupaya men-takhrij kitab-kitab dalam berbagai ilmu agama5

Di antara kitab-kitab takhrij tersebut, adalah sebagai berikut6 :

1. Takhrij Ahadits Al-Muhadzdzabi, karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi


Asy-Syafi’I (w.548 H).
2. Takhrij Ahadits Al-Mukhtashar Al-Kabir li Ibni Al-Hajib, karya muhammad
bin Ahmad Abdul Hadi Al-maqdisi (w.744 H).
3. Nasbhu Ar-Rayah li Ahadits Al-Hidayah li Al-Marghinani, karya Abdullah
bin yusuf Az-Zaila’I (w.762 H).
4. Takhrij Ahadits Al-Kasysyaf li Az-Zamaksyari, karya Al-Hafidz Az-Zaila’i.
5. Al-Badru al-Munir fi Takhrij Al-atsar Al-Waqi’ah fi Asy-Syarhi Al-Kabir li
Ar-Rafi’I, karya Umar bin Ali bin Ali bin al-Mulaqqin (w. 804 H).
6. Al-Mughni’an Hamli Al-Asfar fi Al-Asfar fi Takhriji ma fi Al-Ihya’min Al-
akhbar, karya Abdurrahman bin Al-Husaini Al ‘Iraqi (w.806 H).
7. Takrij Al-Ahadits allati Yusyiiru iliahi At-Tirmidzi fi Kulli Bab, karya Al-
Hafizh Al-Iraqi.
8. At-Talkhish Al-Habir fi Takhrij Ahaditsi syarh Al-Wajiz Al-Kabir li Ar-
Rafi’I, karya Ahmad bin Ali Hajar Al-Asqalani (w.852 H).
9. Ad-Dirayah fi Takhrij Ahadits Al-Hidayah, karya Al-Hafizh ibnu Hajar.
10. Tuhfatu Ar-Rawi fi Takhrij Ahaditsi Al-Baidhawi, karya Abdurauf Ali Al-
Manawi (w.1031 H).

Ulama-ulama terdahulu belum begitu membutuhkan ilmu takhrij hadits ini,


khususnya ulama yang berada pada awal abad kelima, karena Allah memberi
karunia kepada mereka suka menghafal dan banyak mengkaji kitab-kitab yang
bersanad yang menghimpun hadits-hadits Nabi SAW. Keadaan ini terus berlanjut

5
Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits (Jakarta: Gaya Media Pratama), hlm. 115.
6
Syaikh Manna Al-Qathan, op.cit., hlm. 190.

5
sampai beberapa abad, hingga tradisi kecintaan terhadap hafalan dan kajian kitab-
kitab hadits serta sumber rujukan pokoknya menjadi lemah. Ketika tradisi ini
lemah, para ulama selanjutnya mulai menemui kesulitan untuk mengetahui sumber
suatu hadits yang terdapat dalam Kitab Fiqih Tafsir dan Tarikh, maka muncullah
segolongan ulama yang mulai melakukan Takhrij hadits terhadap karya-karya ilmu
tersebut dan menjelaskan kedudukan hadits itu apakah statusnya shohih. Hasan atau
dhoif. Waktu itulah muncul kutub at-takhrij (kitab-kitab takhrij).7
Kitab-kitab Takhrij generasi pertama, seperti yang dikemukakan oleh
Mahmud al-Thahhan adalah kitab-kitab buah pena al-Khatib al-Baghdadiy [w. 463
H]. Diantara ki tab yang terkenal adalah:
a. Takhrij al-Fawaid al-Muntakhobah al-Shihah wa al-Ghoroib karya Abi Al-
Ghoroib.
b. Takhrij al-Fawaid al-Muntakhobah al-Shihah wa al-Ghoroib karya Abi
Qosim al-Mahrowani.
c. Kitab Takhrij hadits al-Muhazzab oleh karya Muhammad bin Musa al-
Hazimi.

2. Pengenalan kitab-kitab takhrij


Berikut adalah kitab-kitab takhrij yang termasyhur.
 Nashb ar-Royah li Ahadits al-Hidayah karya Abdulloh bin Yusuf al-Zaila’i
(w. 762 H).
Kitab ini mentakhrij hadits-hadits yang dijadikan oleh al-Allamah Ali bin
Abi Bakar al-Marghinani al-Hanafi (w.593 H) dalam kitab al-Hidayah. Kitab ini
merupakan kitab fikih Hanafi, sedangkan kitab takhrij ini merupakan yang paling
luas dan yang paling dikenal dibanding kitab takhrij lainnya.
Al- Kattani berkata, “kitab ini adalah kitab takhrij yang sangat bemanfaat
sekali dijadikan patokan oleh kalangan pensyarah kitab al-Hidayah, bahkan Ibnu
Hajar banyak mengambil manfaat dari buku dalam disiplin ilmu hadits, nama-
nama perawi dan luasnya pandangan beliau tentang hadits marfu’.

7
Teungku Muhammad Hashbi Ash Shidqi., Sejarah & Pengantar ILMU HADITS (Semarang
:Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm.81.

6
Dalam melakukan takhrij, seseorang memerlukan kitab-kitab tertentu yang
dapat dijadikan pegangan atau pedoman sehingga dapat melakukan
kegiatan takhrij secara mudah dan mencapai sasaran yang dituju. Diantara kitab-
kitab yang dapat dijadikan pedoman dalam mentakhrij adalah:
a) Usul al – Takhrij wa Dirasat Al – Asanid oleh Muhammad Al-Tahhan,
b) Husul al-Tafrij bi Usul al-Takhrij oleh Ahmad ibn Muhammad al-Siddiq al-
Gharami.
c) Turuq Takhrij Hadits Rasul Allah Saw karya Abu Muhammad al-Mahdi ibn
`Abd al-Qadir ibn `Abd al Hadi.

2.3 Metode Men-Takhrij Hadist


Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai
pedoman, yaitu:
1. Takhrij Berdasarkan Perawi Sahabat
Metode ini adalah metode dengan cara mengetahui nama sahabat yang
meriwayatkan hadits, adapun kitab-kitab pembantu dari metode ini adalah:
a. Al-Masanid (musnad-musnad).
Dalam kitab ini disebutkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh setiap sahabat
secara tersendiri. Selama kita sudah mengetahui nama sahabat yang
meriwayatkan hadits, maka kita mencari hadits tersebut dalam kitab ini hingga
mendapatkan petunjuk dalam satu musnad dari kumpulan musnad
tersebut. Musnad yang dapat digunakan adalah; musnad Ahmad ibn Hanbal ,
Musnad Dawud Al Tayalisi, Musnad Al Humaidi, Musnad Abu Hanifah,
Musnad As Syafi’i, dsb. Cara penggunaannya adalah; misalnya sahabat yang
meriwayatkan hadits itu bernama Ali, maka pencarian atau penelusuran
dilakukan melalui huruf ‘ayn.
b. Kitab-kitab Al-Atraf
Kebanyakan kitab al-atraf disusun berdasarkan musnad-musnad para sahabat
dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus.
c. Al- ma`ajim (mu`jam-mu`jam).

7
Susunan hadits di dalamnya berdasarkan urutan musnad para sahabat atau
syuyukh (guru-guru) sesuai huruf kamus hijaiyah. Dengan mengetahui nama
sahabat dapat memudahkan untuk merujuk haditsnya. Dan kitab mu’jam yang
dapat kita gunakan adalah; mu’jam Al Kabir, Mu’jam Al Awsat, dan Mu’jam
Al Saghir yang kesemuanya adalah karya Al Tabrani.
Kelebihan metode ini adalah bahwa proses takhrij dapat diperpendek. Akan
tetapi, kelemahan dari metode ini adalah ia tidak dapat digunakan dengan baik,
apabila perawi yang hendak diteliti itu tidak diketahui.

2. Takhrij Melalui Lafadz Pertama Matan Hadits


Metode takhrij hadits menurut lafadz pertama, yaitu suatu metode yang
berdasarkan pada lafadz pertama matan hadits, sesuai dengan urutan huruf-
huruf hijaiyah dan alfabetis, sehingga metode ini mempermudah pencarian hadits
yang dimaksud. Misalnya, apabila akan men takhrij hadits yang berbunyi:

َ ‫ع ِة ُلَي‬
‫ْس‬ َ ‫ص ْر‬
ُ ‫ش ِديْدبِال‬
َّ ‫ال‬
Untuk mengetahui lafadz lengkap dari penggalan matan tersebut, langkah yang
harus dilakukan adalah menelusuri penggalan matan itu pada urutan awal matan
yang memuat penggalan matan yang dimaksud.
Setelah diperiksa, bunyi lengkap matan hadits yang dicari adalah:
‫ش ِد ْي ُد‬ َ ‫لَي‬: ‫سلَّ َم قَا َ َل‬
َّ ‫ْس ال‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫للا‬
ّ ‫صلَّى‬
َ ِ‫للا‬ ُ ‫عَن ا َ ِب ْي ُه َري َْرةَ أَنَّ َر‬
ّ ‫س ْول‬
ُ‫ش ِد ْيدُالَّ ِذ ْييَ ْم ِلك‬
َ ‫ع ِةاِنَّ َماال‬
َ ‫ص ْر‬
ُ ‫ِباال‬

َ ‫نَ ْف‬
ِ ‫سهُ ِع ْندَالغَ ْي‬
.‫ب‬

Artinya:
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda, “(Ukuran) orang
yang kuat (perkasa) itu bukanlah dari kekuatan orang itu dalam berkelahi, tetapi
yang disebut sebagai orang yang kuat adalh orang yang mampu menguasai dirinya
tatkala dia marah”.
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan
yang besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan hadits-hadits yang dicari

8
dengan cepat. Akan tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu, apabila
terdapat kelainan atau perbedaan lafadz pertamanya sedikit saja, maka akan sulit
untuk menemukan hadits yang dimaksud. Kitab-kitab hadits yang disusun
berdasarkan huruf kamus, misalnya: “Al-Jami’u Ash Shoghir min Ahadits Al-
Basyir An Nadzir” karya As Suyuti. 8

3. Takhrij Melalui Kata-Kata dalam Matan Hadits


Metode ini adalah metode yang berdasarkan pada kata-kata yang terdapat
dalam matan hadits, baik berupa kata benda ataupun kata kerja. Dalam metode ini
tidak digunakan huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan adalah bagian haditsnya
sehingga pencarian hadits-hadits yang dimaksud dapat diperoleh lebih cepat.
Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitik beratkan pencarian
hadits berdasarkan lafadz – lafadznya yang asing dan jarang penggunaanya.
Kitab yang berdasarkan metode ini di antaranya adalah kitab Al – Mu`jam
Al – Mufahras li Al-faz Al – Hadit An – Nabawi.
Contohnya pencarian hadits berikut:
‫سلَّ َم نَ َهى ع َْن َطعَ ِم ا ْل ُمتَبَ ِاريَي ِْن أ َ ْن يُ ْؤ َك َل‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ّ ‫صلَّى‬
َ ِ‫للا‬ َ ‫اِنَّ النَّبِ َي‬

Dalam pencarian hadits di atas, pada dasrnya dapat ditelusuri melalui kata-
kata naha (‫ )نَهَى‬ta’am(‫) َط َعام‬, yu’kal (‫ )يُؤْ َك ْل‬al-mutabariyaini (‫ين‬
ِ َ‫)ال ُمتَبَ ِاري‬. Akan tetapi
dari sekian kata yang dapat dipergunakan, lebih dianjurkan untuk menggunakan
kata al-mutabariyaini (‫ )ال ُمتَبَ ِاريَي ِْن‬karena kata tersebut jarang adanya. Menurut
َ ‫ )تَ َب‬di dalam kitab induk
penelitian para ulama hadits, penggunaan kata tabara (‫ارى‬
hadits (yang berjumlah Sembilan) hanya dua kali. Penggunaan metode ini dalam
mentakhrij suatu hadits dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
Langkah pertama, adalah menentukan kata kuncinya yaitu kata yang akan
dipergunakan sebagai alat untuk mencari hadits. Sebaiknya kata kunci yang dipilih
adalah kata yang jarang dipakai, karena semakin asing kata tersebut akan semakin

8
Syuhud Ismail, Hadits Nabi Menurut Pembela dan Pemalsunya, (Jakarta: Gema Insani Press,
1995), hlm.45.

9
mudah proses pencarian hadits. Setelah itu, kata tersebut dikembalikan kepada
bentuk dasarnya. Langkah kedua, adalah mencari bentuk kata kunci tadi
sebagaimana yang terdapat di dalam hadits yang akan kita temukan melalui Mu’jam
ini. Di bawah kata kunci tersebut akan ditemukan hadits yang sedang dicari dalam
bentuk potongan-potongan hadits (tidak lengkap).
Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu; Metode ini mempercepat
pencarian hadits dan memungkinkan pencarian hadits melalui kata-kata apa saja
yang terdapat dalam matan hadits. Selain itu, metode ini juga memiliki beberapa
kelemahan yaitu; Terkadang suatu hadits tidak didapatkan dengan satu kata
sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.

4. Takhrij Berdasarkan Tema Hadits


Metode ini berdasarkan pada tema dari suatu hadits. Oleh karena itu untuk
melakukan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari
suatu hadits yang akan di – takhrij dan kemudian baru mencarinya melalui tema itu
pada kitab-kitab yang disusun menggunkan metode ini. Cara ini banyak dibantu
dengan kitab “Miftah Kunuz As-Sunnah” yang berisi daftar isi hadits yang disusun
berdasarkan judul-judul pembahasan. Dari keterangan diatas jelaslah
bahwa takhrij dengan metode ini sangat tergantung kepada pengenalan terhadap
tema hadits.
Metode ini memiliki kelebihan yaitu : Hanya menuntut pengetahuan akan
kandungan hadits, tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafadz pertamanya.
Akan tetapi metode ini juga memiliki berbagai kelemahan, terutama apabila
kandungan hadits sulit disimpulkan oleh seorang peneliti, sehingga dia tidak dapat
menentukan temanya, maka metode ini tidak mungkin diterapkan.
2.4 Manfaat dan Kegunaan Takhrij Hadist
Tujuan takhrij hadits bertujuan mengetahui sumber asal hadits yang di
takhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui ditolak atau diterimanya hadits-hadits
tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadits-hadits yang pengutipannya
memperhatikan kaidah-kaidah ulumul hadits yang berlaku sehingga hadits tersebut
menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.

10
Dalam melakukan takhrij tentunya ada tujuan yang ingin dicapai. Tujuan pokok
dari Takhrij yang ingin dicapai seorang peneliti adalah:
1. Mengetahui eksitensi suatu hadits apakah benar suatu hadits yang ingin
diteliti terdapat dalam buku-buku hadits atau tidak.
2. Mengetahui sumber otentik suatu hadits dari buku hadits apa saja.
3. Mengetahui ada berapa tempat hadits tersebut dengan sanad yang berbeda
di dalam sebuah buku hadits atau dalam beberapa buku induk hadits.
4. Mengetahui kualitas hadits (maqbul/ diterima atau mardud/ tertolak).

Faedah dan manfaat takhrij cukup banyak di antaranya yang dapat dipetik oleh
yang melakukannya adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui referensi beberapa buku hadits, dengan takhrij seseorang dapat
mengetahui siapa perawi suatu hadits yag di teliti dan di dalam kitab hadits
apa saja hadits tersebut di dapatkan.
2. Menghimpun sejumlah sanad hadits,dengan takhrij seseorang dapat
menemukan sebuah hadits yang akan diteliti di sebuah atau beberapa buku
induk hadits, misalnya terkadang di beberapa tempat di dalam kitab Al-
bukhari saja,atau di dalam kitab- kitab lain.Dengan demikian ia akan
menghimpun sejumlah sanad.
3. Mengetahui keadaan sanad yang bersambung dan yang terputus dan
mengetahui kadar kemampuan perawi dalam mengingat hadits serta
kejujuran dalam periwayatan.
4. Mengetahui status suatu hadits.Terkadang ditemukan sanad suatu hadits
dha’if, tetapi melalui sanad lain hukumnya shahih.
5. Meningkatkan suatu hadits yang dhoif menjadi hasan li ghayrihi karena
adanya dukungan sanad lain yang seimbang atau lebih tinggi kualitasnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Tahhan. 1995. Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadits. Surabaya: Bina
Ilmu.

Al-Qathan, Syaikh Manna. 2005. Mahabits fi ‘Ulum al-Hadits. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar.

Ash-Shidqi, Teungku Muhammad Hasbi. 2009. Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits.
Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Ismail, Syuhud. 1995. Hadits Nabi Menurut Pembela dan Pemalsunya. Jakarta:
Gema Insani Press.

Shidiqi, Teungku Muhammad Hashbi Ash. 2009. Sejarah & Pengantar Ilmu
Hadits. Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Utang Ranuwijaya. 1996. Ilmu Hadits. Jakarta: Gaya Media Pratama.

12

Anda mungkin juga menyukai