Anda di halaman 1dari 9

PEMBUATAN DAN EVALUASI SEDIAAN APUS VAGINA MENCIT

Oleh:
Nama : Siti Masrifah
NIM : B1A016134
Rombongan : VI
Kelompok :2
Asisten : Maria Bramastri

LAPORAN PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN
A. Tujuan
Tujuan praktikum pembuatan dan evaluasi sediaan apus vagina mencit
adalah agar mahasiswa dapat melakukan prosedur pembuatan preparat apus vagina,
dapat mengidentifikasi tipe-tipe sel dalam preparat tersebut, dan menentukan fase
estrus pada hewan uji.

B. Manfaat
Manfaat praktikum pembuatan dan evaluasi sediaan apus vagina mencit
adalah diperolehnya keterampilan dalam pembuatan preparat apus vagina,
kemampuan mengidentifikasi macam atau tipe sel yang ditemukan dalam preparat
yang diamati, menentukan fase estrus pada hewan uji serta mengetahui karakteristik
tiap fasenya, dan diharapkan dapat diaplikasikan pada hewan lain untuk keperluan
penelitian.
II. MATERI DAN METODE

A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pembuatan dan evaluasi sediaan
apus vagina mencit adalah cotton bud, kertas tissue, gelas objek beserta penutupnya,
mikroskop cahaya, dan pipet tetes.
Bahan-bahan yang diperlukan dalam praktikum pembuatan dan evaluasi
sediaan apus vagina mencit adalah mencit betina matang kelamin yang tidak sedang
hamil, larutan NaCl 0,9%, larutan alkohol 70%, dan pewarna methylen blue 1%
akuosa.

B. Metode

Metode yang dilakukan dalam praktikum ini adalah:


1. Mencit betina yang akan digunakan dipegang dengan tangan kanan, dengan cara
melentangkannya di atas telapak tangan sementara tengkuk dijepit oleh ibu jari
dan telunjuk. Ekor dijepit di antara telapak tangan dan jari kelingking.
2. Ujung cotton bud dibasahi dengan larutan NaCl 0,9%, kemudian secara perlahan
dimasukkan ke dalam vagina mencit sedalam 5 mm dan diputar searah secara
perlahan-lahan sebanyak dua atau tiga kali.
3. Gelas objek dibersihkan dengan kertas tissue yang telah dibasahi dengan alkohol
70% dan dikering-anginkan. Ujung cotton bud yang sudah dioleskan pada
vagina mencit kemudian dioleskan pada gelas objek secara memanjang sebanyak
dua atau tiga baris olesan dengan arah yang sama.
4. Olesan tersebut kemudian ditetesi dengan larutan methylen blue 1% sambil
sesekali dimiringkan agar pewarna merata pada permukaan ulasan dan ditunggu
selama 5 menit. Pewarna yang berlebihan dibersihkan dengan cara membilas
gelas objek menggunakan akuades atau air mengalir. Gelas objek kemudian
dikering-anginkan dan ditutup dengan gelas penutup.
5. Amati preparat di bawah mikroskop dari perbesaran lemah ke perbesaran kuat.
Perhatikan tipe dan proporsi sel yang ditemukan dalam preparat apusan tersebut,
kemudian tentukan fasenya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

(A) (B)

Keterangan:
Gambar (A): Mikroskopis Siklus Estrus Fase Estrus Perbesaran 100X
Gambar (B): Skematis Siklus Estrus Fase Estrus
Keterangan Gambar:
1. Sel epitel terkornifikasi
B. Pembahasan

Vaginal smear adalah metode yang digunakan untuk mengetahui fase estrus
pada mencit. Metode vaginal smear digunakan karena dapat menunjukkan hasil yang
lebih akurat dibandingkan dengan metode lainnya. Metode ini menggunakan sel
epitel dan leukosit sebagai faktor identifikasi. Sel epitel merupakan sel yang terletak
di permukan vagina, sehingga apabila terjadi perubahan kadar estrogen maka sel
epitel merupakan sel yang paling awal terkena dampak dari perubahan tersebut.
Leukosit merupakan sel antibodi yang terdapat di seluruh bagian suatu organisme.
Keberadaan leukosit di vagina berfungsi untuk membunuh bakteri dan kuman yang
dapat merusak ovum. Sel epitel berbentuk oval atau polygonal, sedangkan leukosit
berbentuk bulat dan berinti (Nalbandov, 1990). Vaginal smear memudahkan kita
untuk menentukan fase estrus pada mencit betina berdasarkan proporsi tipe sel yang
nampak pada preparat apusan (Zinck dan Lima, 2013).
Pada mencit, siklus estrus dibagi menjadi 4 tahapan yaitu proestrus, estrus,
metestrus, dan diestrus. Siklus ini terus berulang dalam jangka waktu 4 sampai 5
hari, kecuali terhambat oleh kehamilan dan fase anestrus, yaitu fase dimana mencit
betina tidak ingin kawin ataupun dekat dengan mencit jantan. Fase anestrus sering
juga disebut dengan fase istirahat pada siklus estrus yang terdapat di antara fase
metestrus dan diestrus (Byers et al, 2012). Pada mencit, siklus estrus akan menjadi
semakin lama seiring dengan bertambahnya usia mencit (Le et al, 2014).
Pada mencit, siklus estrus dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu periode
ketika mencit betina bersikap reseptif (proestrus dan estrus) dan non-reseptif
(metestrus dan diestrus) (de Jong et al, 2014). Jika mencit jantan mendekati mencit
betina pada fase reseptif, maka selanjutnya akan terjadi kopulasi. Untuk menarik
perhatian mencit betina, mencit jantan melakukan semacam panggilan ultrasonik
dengan jarak gelombang suara 30 kHz – 110 kHz yang dilakukan sesering mungkin
selama masa pedekatan. Sementara mencit betina akan menghasilkan semacam
pheromon yang dihasilkan oleh kelenjar preputial, yang kemudian akan
diekskresikan melalui urin. Pheromon ini berfungsi untuk menarik perhatian mencit
jantan. Mencit jantan dapat mendeteksi keberadaan pheromon karena memiliki organ
vomeronasasl yang terdapat pada bagian dasar hidungnya (Gilbert, 1994).
Berikut ini adalah penjelasan mengenai masing-masing fase dalam siklus
estrus menurut Frandson (1993) :
1. Proestrus
Proestrus adalah fase yang pertama terjadi dalam rangkaian siklus estrus dan
dianggap sebagai fase penumpukan, dimana pada fase ini produksi estrogen
meningkat di bawah stimulasi FSH (Folikel Stimulating Hormon), adenohipofisis
pituitari, dan LH (Luteinizing Hormon). Pada fase ini, tipe sel yang dapat diamati
adalah sel epitel berinti dan leukosit. Fase ini berlangsung selama ±12 jam.
2. Estrus
Estrus adalah periode penerimaan seksual pada hewan betina yang ditentukan oleh
tingkat sirkulasi estrogen. Pada fase ini terjadi penurunan tingkat FSH dalam
darah dan peningkatan LH. Tipe sel yang dapat diamati Fase estrus berlangsung
selama ±18 jam, berakhir pada saat pecahnya folikel ovari (ovulasi).
3. Metestrus
Mesoestrus atau metestrus adalah perpanjangan dari fase estrus. Fase ini ditandai
dengan terbentuknya corpora lutea dan proporsi sel leukosit yang jumlahnya
mendominasi dibandingkan dengan sel yang lain. Pada fase ini juga terjadi peristiwa
yang dikenal sebagai metestrus bleeding. Fase ini berlangsung selama ±6 jam.
4. Diestrus
Fase diestrus adalah fase dimana corpora lutea yang sebelumnya sudah terbentuk,
kemudian bekerja secara optimum.
Ketika mencit betina pada masa proestrus, tipe sel yang muncul adalah sel
epitel berinti dan beberapa sel epitel yang sudah terkornifikasi. Leukosit mungkin
dapat juga ditemukan pada fase ini, jika mencit betina masih berada pada tahapan
proestrus awal. Seiring dengan siklus estrus memasuki tahap estrus, tipe sel yang
muncul adalah sel epitel terkornifikasi (Byers et al, 2012).
Metestrus adalah fase singkat ketika corpora lutea terbentuk namun gagal
dalam proses lutenizing yang disebabkan oleh kekurangan hormon progesteron.
Lapisan rahim akan mulai menua dan terjadi pembentukan sel epitel terkornifikasi
dan keberadaan leukosit polimorfonuklear di sekat vagina. Dalam metestrus akhir
juga dapat ditemukan sel epitel berinti. Diestrus adalah fase terpanjang yang
berlangsung selama lebih dari dua hari. Selama fase diestrus, tipe sel yang dapat
diamati adalah leukosit polimorfonuklear primer dan beberapa sel epitel selama fase
diestrus akhir (Byers et al, 2012). Tahap Metestrus merupakan tahapan dimana kadar
hormone gonatropin dalam ovarium menurun akibat tidak terjadi fertilisasi. Sel
leukosit yang hilang mucul kembali. Namun masih ada beberapa sel spitel
terkonifikasi dan sel epitel berinti (Hanson dan Hurley, 2012).
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diketahui bahwa fase yang
sedang terjadi pada mencit betina yang diamati adalah fase estrus. Dengan
menggunakan perbesaran 100x pada mikroskop, dapat diamati sel epitel
terkornifikasi yang sudah terwarnai dengan methylen blue 1%. Sel epitel
terkornifikasi memiliki ciri inti sel tidak nampak karena tertutup oleh zat tanduk
yang menyelimuti bagian luar sel. Hal ini sesuai dengan Byers (2012).
Fase estrus dalam bahasa latin disebut dengan oestrus yang berarti “kegilaan”
atau “gairah” (Campbell et al, 2010). Pada fase estrus hipotalamus terstimulasi untuk
melepaskan gonadotropin-releasing hormone (GRH). Gonadotropin menstimulasi
pertumbuhan folikel yang dipengaruhi follicle stimulating hormone (FSH) sehingga
terjadi ovulasi (Gilbert, 1994).
Jika kandungan FSH lebih rendah dibandingkan kandungan luteinizing
hormone (LH) dan terjadi coitus, maka dapat dipastikan mencit akan mengalami
kehamilan. Pada tahap estrus vagina pada mencit betina pun membengkak dan
berwarna kemerahan. Tahap estrus pada mencit terjadi dalam dua tahap yaitu tahap
estrus awal dimana folikel sudah matang, sel-sel epitel sudah tidak berinti, dan
ukuran uterus pada tahap ini adalah ukuran uterus maksimal, tahap ini terjadi selama
12 jam. Lalu tahap estrus akhir dimana terjadi ovulasi yang hanya berlangsung
selama 18 jam. Jika pada tahap estrus tidak terjadi kopulasi, maka tahap tersebut
akan berpindah pada tahap matesterus (Soeminto, 2000).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan


sebagai berikut:
1. Vaginal smear digunakan untuk mengidentifikasi tipe-tipe sel dalam sediaan
apus vagina dan untuk menentukan fase – fase siklus estrus yang terjadi hewan
uji. Tipe sel yang diidentifikasi dalam vaginal smear adalah sel epitel dan sel
leukosit.
2. Siklus estrus terdiri dari proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus.
3. Tipe sel yang ditemukan dalam preparat adalah tipe sel epitel terkornifikasi.
4. Fase yang sedang terjadi pada hewan uji adalah fase estrus, yang ditandai
dengan dominansi sel epitel terkornifikasi.

B. Saran

Adapun saran untuk praktikum vaginal smear kali ini yaitu sebaiknya
digunakan mencit yang baru setiap kali dilakukan praktikum. Sehubungan dengan
fase estrus pada mencit yang baru kembali terjadi selama 4 sampai 5 hari, sedangkan
jarak waktu antar praktikum setiap kelasnya hanya sekitar 2 sampai 3 hari. Hal ini
akan menyebabkan tidak imbangnya hasil atau jumlah sel pada preparat apusan yang
didapat dan diamati.
DAFTAR REFERENSI

Byers, S.L., Wiles, M.V., Dunn, S.L., Taft, R.A. 2012. Mouse Estrous Cycle
Identification Tool and Images. PLos ONE 7(4), pp. E35538.

Campbell, N. A., et al. 2010. Biologi Edisi ke 8 Jilid III. Jakarta: Erlangga.

De Jong, T.R., Beiderbeck, D.I., Neumann, I.D. 2014. Measuring Virgin Female
Aggression in the Female Intruder Test (FIT): Effects of Oxytocin, Estrous
Cycle, and Anxiety. PLoS ONE 9(3), pp. E91701.

Frandson, R. D. 1993. Anatomy and Phisiology of Farm Animal. Philadelphia: Lea


Febigur.

Gilbert, S.F. 1994. Developmental Biology 4th ed. Massachusetts: Sianuer Associates
inc Publisher.

Hanson, J.L., Hurley, L.M. 2012. Female Presence and Estrous State Influence
Mouse Ultrasonic Courtship Vocalizations. PLoS ONE 7(7), pp. E40782.

Le, A.H., Bonachea, L.A., Cargill, S.L. 2014. Meloxicam and Buprenorphine
Treatment after Ovarian Transplantation Does Not Affect Estrous Cyclicity
and Follicular Integrity in Aged CBA/J Mice. PLoS ONE 9(8), pp. E106013.

Nalbandov, A. V. 1990. Reproductive Physiology of Mammals and Birds. W. H.


Freeman and Company: San Fransisco.

Soeminto. 2000. Embriologi Vertebrata. Purwokerto: Unsoed.

Zinck, L., Lima, S. Q. 2013. Mate Choice in Mus musculus Is Relative and
Dependent on the Estrous State. PLoS ONE 8(6), pp. E66064.

Anda mungkin juga menyukai