Makalah B. Hafna Kel 4 Motorik
Makalah B. Hafna Kel 4 Motorik
Nama Anggota
Puji dan Syukur kita haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan penyertaan-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “PEMERIKSAAN FISIK MOTORIK, MENINGEN,
BRUDZINSKI I &II ”
Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, dari semua
pihak demi kesempurnaan penyusunan makalah ini di masa yang akan datang.
Akhirnya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita
semua mengenai perilaku manusia.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
2.2 PEMERIKSAAN FISIK MENINGEN ..................................... 146
iv
BAB I
PENDAHULUAN
brudzkinski?
0
1.3 Tujuan
1. Mengetahui bagaimana urutan pemeriksaan fisik motorik.
dan brudzkinski.
1
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
1.Observasi
2
Setiap gangguan somatomotorik yang ringan dapat diketahui dari observasi
terhadap gerakan menutup/membuka kancing baju, menggantungkan pakaian,
melepaskan sandal, menaiki tempat periksa, merebahkan diri dan sebagainya.
3
6. Pemeriksaan refleks tendon dan refleks kulit.
1. Inspeksi.
2. Pengukuran.
3, Palpasi.
4
Otot yang normal terasa kenyal pada palpasi.Sebaliknya otot yang lumpuh
LMN adalah Iembik dan kendor.Lagi pula konturnya hilang. Bila Otot Oumpuh
UMN, maka konsistensinyacukup kenyal, bahkan dalam perbandingan adakalanya
teras lebih tegang. Otot yang distrofik tampak hipertrofik, reliefnya hilang dan
konsistensinya empuk.Bila fibrosis otot terjadi, maka konsistensinya keras dan
ototnya sukar digesarkan.Nyeri tekan otot harus ditentukan dengan memencet
otot.Karena otot mempunyai jaringan saraf dan jaringan pengikat yang peka nyeri
juga.maka janganlah keliru menafsirkan hasil pemencetan itu. Dalam palpasi
janganlah dilupakan bahwa tindakan pemeriksaan harus dilakukan terhadap otot
masing-masing dan secara banding, dimana kelompok otot yang sepadan harus
dibandingkan.
4. Perkusi.
Pada perkusi otot yang normal akan berkontraksi. Kontraksi ini bersifat
setempat yang berarti bahwa ketukan pada sebuah otot akan meninggalkan
cekungan setempat yang berlangsung hanya 1 atau 2 detik saia.
5
impuls melalui serabut aferennya. Impuls itu disampat kan kepada interneuron
yang akan merangsang motoneuron sehingga otot yang bersangkutan memendek
(kontraksi). Sebagaimana sudah di perbincangkan terlebih dahulu, impuls yang
melintasi gama motoneuron, kerucut otot, serabut aferen kerucut otot untuk
mengakibatkan kontraksi otot ekstrafusal adalah impuls yang melintasi 'gama
loop' dan melaksanakan tugas untuk mengatur pembagian tonus otot. 'Gama
loop'itu menerima impuls supraspinalis dari susunan ekstrapiramidal melalui
pusat eksitasi di batang otak.Dalam bentuk bagan susunan 'gamma/oop' ini dapat
dipelajari lagi pada gambar 86.
b. Ruang periksa harus tenang, tidak terlalu dingin namun juga tidak
boleh panas.
6
meningkat dan karena itu hasil pemeriksaan dikacaukan.Iklim yang dingin
meningkatkan tonus.
Apabila terdapat tahanan yang terasa secara sinambung, maka tonus otot
yang meningkat itu dikenal sebagai spastisitas. Bila tahanan itu hi'anq timbul
secara berselingan sewaktu bagian anggota gerak ditekukkan
7
dan diluruskan. maka hipertonia itu dinarhakan rigiditas. Adakalanya
hal ini spastisitas atau rigiditas dapat diperjelas apabila penilaian tonus otot
dan seterusnya.
dengan tangan kanan pemeriksa. Kemudian kepala dilepaskan dan ditangkap oleh
tangan kiri si pemeriksa yang sudah disiapkan untuk menangkap kepala yang akan
jatuh itu .Pada adanya spastisitas dan rigiditas kepala tidak Iangsung jatuh. Jika
8
(b). Test'Ienggang lengan'
Kedua tangan pemeriksa ditempatkan di kedua bahu pasien atau kedua samping
berselingan berulang kali. Jika terdapat hipotonia kedua lengan pasien akan
berlenggang secara pasif dan mudah. Karena hipertonia lenggang lengan tidak
akan timbul, lengan lengan tampak kaku dan sudut ayunan lengan kecil.
hipotonia.tangan pasien akan jatuh lunglai secara pasif searah dengan arah
9
(d). Test'Iengan jatuh '.
secara tiba-tiba. Pada adanya hipotonia,' lengan pasien akan jatuh lunglai, tetapi
0
(e). Test tungkai bergoyang-goyang menurut Wartenberg.
Kemudian sipemeriksa meluruskan salah Satu tungkai pasien dan secara tiba-tiba
tungkai itu dilepaskan. TUng. kai bawah pasien akan bergoyang-goyang kian
kemari bagaikan bandul lonceng jika ada hipotonia. Apabila terdapat Hipertonia,
maka tungkai bawah hanya bergoyang-goyang dua tiga kali saja untuk kemudian
berhenti bergoyang. Lagi pula jangkauan gera. kan pendularanya tidak jauh.
Dalam melakukan test ini, pasien diperiksa dalam sikap telentang. Salah
satu tungkai pasien dalam sikap lurus diangkat secara pasif oleh pemeriksa
pemeriksa 'siap untuk menangkap jatuhnya tungkai itu secara pasif.Pada adanya
hipotonia tungkai langsung jatuh dengan tungkai bawahnya di sendi lutut yang
langsung disusul oleh jatuhnya tungkai atas. Tangan kiri yang akan menangkap
tungkai yang jatuh itu disiapsiagakan dengan maksud untuk menangkap tungkai
yang jatuh itu di lipatan lutut. Jika terdapat hipertonia, maka jatuhnya tungkai
secara pasif itu berlangsung agak lambat, lagi pula sewaktu jatuh, tungkainya
1
untuk menentukannya ialah membandingkan hiperekstensibilitas bagian anggota
2
C. Ekstensi di sendi siku. Penggerak utamanya ialah otot trisep
D. Fleksi di sendi siku. Penggerak utamanya ialah otot bisep, brakial dan
brakioradial.
3
F.Fleksi di send: pergelangan. Penggerak utamanya ialah otot-otot fleksor
karpi radialis dan ulnaris.
4
J. Ekstensi di sendi panggul. Penggerak utamanya ialah otot gluteus
maksimus.
5
Kekuatan gerak otot masing-masing harus dinilai apabila dijumpai
kelemahan gerakan akibat lesi pada ototnya sendiri atau akibat lesi di saraf tepi,
pleksus, radiks anterior ataupun di medula spinalis yang melibatkan beberapa
segmen. Cara penilaian ini akan dipertunjukan melalui gambar-gambar. Di situ
terlihat bahwa si pemeriksa menilai
Tenaga gerak otot pasien dari tenaga sendiri yang menahan tertaksananya
gerakan voluntar yang dilaksanakan pasien. Panah putih Menunjukkan kepada
arah gerakan yang dilakukan pasien, panah hitam menunjuk kepada arah penahan
yang dikerjakan pemeriksa.
6
9
7
9
8
9
9
1
00
1
01
1
02
1
03
KELUMPUHAN YANG RINGAN DAN PEMERIKSAANNYA
04
1 . Test pronasi tangan
Lengan yang paretik UMN cenderung selalu berpronasi, baik secara tepat
dan sesuai, maupun secara tidak tepat dan tidak sesuai dengan sikap anggota
gerak atau tubuh secara keseluruhan.Kecenderungan in' tampak dengan jelas pada
para penderita khoreaatetosis dan hemiparesis akibat lesi di traktus
piramidalis.Bila hemiparesis itu sangat ringan, maka kecenderungan yang khas itu
kurang kentara dan dengan test-test dibawah ini dapat diperjelas.
a. Tanda pronasi menurut Strumpell: Gerakan fleksi lengan bawah di sendi siku
secara voluntar akan disusul dengan berpronasinya lengan bawah, apabila
terdapat paresis UMN pada lengan itu(gambar145)
b. Test 'Sikap tangan sembahyang ': Dengan kedua tangan dalam sikap
sembahyang cara lsIam sebagai posisi awal test ini, pasien disuruh untuk
mengangkat kedua lengannya dengan sikap tangan yang tidak berubah. Baru
setelah kedua tangan berada'di atas kepala, jari-jan' kedua tangannya harus
menyentuh satu dengan yang lain. Orang-orang yang sehat dapat melaksanakan
1
05
gerak tersebut, sehingga jari-jari kedua tangan dapat bersentuhan dengan jari
sepadan. Tetapi seorang hemiparetik UMN tidak dapat berbuat demikian oleh
karena tangan yang paretik UMN akan berpronasi sehingga jari-jari kedua tangan
tidak dapat bersentuhan secara sepadan.
c. Test 'Iengan jatuh’: Pada adanya paresis UMN ringan, lengan bawah
yang diangkat secara pasif ke atas bahu dan kemudian dijatuhkan, akan jatuh
dalam sikap pronasi. Lengan yang sehat akan jatuh dalam posisi antara pronasi
dan supinasi.
Lengan yang paretik UMN ringan akan berdeviasi jika memelihara suatu
sikap. Apabila paresis itu sudah jelas, test ini tidak perlu dilakukan. Test ini
adalah sebagai berikut. Pasien diminta untuk meluruskan kedua lengannya secara
horisontal ke depan. Dengan kedua matanya tertutup ia harus mempertahankan
sikap tersebut. Lengan yang paretik UMN ringan akan menurun dan menyimpang
dalam mempertahankan sikap tersebut.
06
tenaga lengan yang paretik UMN akan terasa berkurang dibanding dengan tenaga
lengan yang sehatnya.
Pada paresis UMN tungkai, otot-otot ekstensor dari lutut lebih hipertonik
daripada otot-otot fleksornya, tetapi otot-otot fleksor ini lebih lemah dari otot-otot
ekstensornya.Oleh karena itu, maka ujung kaki yang kena tampak lebih menjulai
daripada kaki yang sehat.Pada tahap dini kecen- derungan kaki yang hemiparetik
UMN ringan itu dapat diperjelas dengan tindakan pemeriksaan yang dikenal
sebagai tanda tungkai menurut Barre.Adapun tindakan pemeriksaan itu ialah
sebagai berikut.Pasien disuruh berbaring terlungkup, lalu kedua tungkai
bawahnya harus ditekuk di sendi lutut sehingga kedua tungkai bawah berjungkir
hampir tegak di sendi lu- tut. Dalam posisi ini, tungkai yang paretik akan jatuh
1
07
dengan segera, tetapi jika paresis itu ringan sekali, maka menurunnya tungkai
bawah dari posisi tersebut di atas akan berlangsung secara berangsur- angsur
(gambar 147). Tanda ini dapat diperjelas lagi apabila kedua tungkai bawah
ditekuk sehingga tungkai bawah bersudut 45° terhadap bidang landasan- nya pada
pasien yang berbaring telentang.Posisi kedua tungkai bawah pasien itu
dipertahankan dengan bantuan kedua tangan si pemeriksa.Pada suatu saat bantuan
itu dilepaskan. Pada saat itu tungkai yang paretik ringan akan segera jatuh.
Pada hakekatnya test tersebut di atas adalah sejenis dengan 'tanda tungkai'
menurut barre, yaitu karena adanya kelemahan otot-otot fleksor lutut yang lebih
parah daripada otot-otot ekstensornya, sedangkan otot- otot ekstensor lutut lebih
hipertonik daripada otot-otot fleksornya.De- ngan test menurut Wartenberg ini
tidak diperlukan kooperasi pasien dan ia tidak usah baring telungkup. Pasien
disuruh baring telentang dengan kedua tungkainya diluruskan.Sehelai kertas
ditempatkan di bawah kedua kaki (tumit) pasien sebagai landasan yang
licin.kemudian pasien diminta untuk menekukkan lututnya. Dalam melakukan
gerakan tersebut tungkai yang sehat dapat ditekukkan, tetapi tungkai yang paretik
UMN tidak da- pat mempertahankan tertekuknya lutut itu, sehingga 'lutut jatuh'
dan kaki meluncur di atas kertas landasan itu (gambar 148).
08
2.1.4 REFLEKS DALAM DAN REFLEKS SUPERFISIAL
09
Reseptor di kulit mendapat perangsangan.Suatu impuls dicetuskan dan
dikirim melalui radiks dorsalis ke sebuah neuron di substansia grisea medula
spinalis.Atas kedatangan impuls tersebut neuron merangsang motoneuron di
kornu anterior, yang pada gilirannya menggalakkan serabut otot untuk
berkontraksi.Reseptor, serabut aferen, interneuron disubstansia grisea,
motoneuron serta aksonnya berikut otot yang disarafinya merupakan busur refleks
yang segmental.Sebagian besar reflek spinal ialah refleks segmental.Refleks-
refleks yang melibatkan kegiat pancaindera dan kebanyakan refleks superfisial
terjadi dengan perantaraan busur refleks segmental yang dilengkapi juga dengan
Iintasanm prasegmental.
10
PEMERIKSAAN REFLEKSI DALAM
11
(b) Sikap anggota gerak yang simentrik:
12
(c) Pengetukan tepat pada tendon:
Refleks tendon harus benar-benar berarti bahwa yang diketuk ialah
tendon.Untuk menjamin itu, maka pengetukan hendaknya dilakukan secara tak-
langsung yanng berarti bahwa yang diketuk oleh palu refleks ialah jari si
pemeriksa yang ditempatkan di tendon yang bersangkutan.Metode perkusi indirek
ini diterapkan apabila tendon yang bersangkutan tidak berlandasan pada bangunan
yang cukup keras.Dalam hal itu respon terhadap pengetukan pada tendon yang
tidak berlandasan pada bangunan yang keras adalah lemah atau kurang
nyata.Maka metode tersebut dipakai pada membangkitkan refleks tendon biseps
brakhialis dan biseps femoris.
13
+ + + gerakan reflektorik yang melebihi respons umum, tetapi tidak selalu
bersifat patologik.
1. Refleks maseter. Tehnik dan arti klinisnya sudah dibahas pada haiaman
294.Gambar 57.
Sikap : lengan bawah setengah difleksikan di sendi siku dan tangan sedikit
dipronasikan.
14
Stimulus : ketukan pada periosteum ujung distal os radi.
Sikap : lengan bawah setengah ditekukan di sendi siku dan sikap tangan
antara pronasi dan supinasi.
15
Respons : kontraksi m.pektoralis (gambar 154)
7. rekfleks otot dinding perut (bagian atas T. 8-9, bagian tengah T.9-
10, Bagian bawah T.11-12)
Stimulasi : ketukan pada jari atau kayu penekam lidah yang ditempatkan
pada bagian atas, tengah dan bawah dinding perut.
16
c. Pasien berbaring telentang dengan tungkainya difleksikan di sendi
lutut.
17
10. Refleks tendon achilles. (L.5,S,1-2, N.tibialis )
Sikap :
a. Tungkai ditekukan di sendi lutut dan kaki didorsofleksikan.
b. Pasien berlutut di atas tempat periksa dengan kedua kaki bebas.
18
reflektorik otot tersebut berkontraksi secara berulang-ulang selama
pendorongan terhadap os patela masih tetap diadakan (gambar 159)
19
Medula spinalis atas.. dan saraf
spinal
N.iliohipogastrikus.. N.iliohipogastrikus
Kremaster.... N.ilioinguinal....
N.genitofemoralis
L.4,S.2.....
20
Refleks kornea, refleks bersin dan refleks uvula sudah dibahas, dibawah
ini akan diberikan gambaran cara membangkitkan refleks-refleks superfisial
lainnya serta respon yang didapat.
Kulit dinding perut digores dengan pendil, ujung gagang palu refleks atau
ujung kunci.Bilamana dinding perut terlalu kendor (multipara).
21
Refleksi kremaster dan reflek skrotal
Refleks gluteal
22
Refleks planter
23
kecil.Tetapi pada orang dewasa refleks patologik selalu merupakan tanda lesi
UMN.
24
sebaliknya.Adakalanya sukar sekali untuk menentukan apakah ‘extensor
plantar response’ itu ada atau tidak, oleh karena sekali – sekali ditemukan
elevansi sejenak dari ibu jari kaki. Di negara – negara berbahasa Inggris
digunakan istilah ‘equivocal Babinski sign’ yang kira – kira berarti sama
dengan peristilahan sering disunakan disini, ialah ‘refleks Babinski’.
Gerakan reflektorik yang terlukis diatas tadi dapat dibangkitkan dengan
cara – cara lain. Metode – metode perangsangan yang berbeda – beda itu
dikenal sebagai :
a. Refleks Chaddock.
Cara memberikan perangsangan ialah sebagai berikut :
penggoresan terhadap kulit dersum pedis bagian lateralnya atau
penggoresan terhadap kulit disekitar moleolus eksterna ( gambar 164
).
b. Refleks Oppenheim.
Pengerukan dari proksimal ke distal secara keras dengan jari
telunjuk dan ibu jari tangan terhadap kulit yang menutupi os tibia atau
pengurutan itu dilakukan dengan menggunakan sendi interfalangeal
jari telunjuk dan jari tengah dari tangan yang mengepal ( gambar 165
).
25
c. Refleks Gordon.
Cara membangkitkan ‘extensor plantar response’ itu ialah
dengan memencet betis secara keras ( gambar 166 ).
d. Refleks Scaeffer.
Cara membangkitkan respons tersebut ialah dengan memencet
tendon Achilles secara keras ( gambar 167 ).
e. Refleks Gonda.
Respons patologik tersebut diatas timbul pada penekukan (
plantar fleksi ) maksimal jari kaki keempat ( gambar 168 ).
26
f. Refleks Bing
Dibangkitkan dengan memberikan rangsang tusuk pada kulit
yang menutupi metatarsal kelima ( gambar 169 ).
27
Di samping respons patologik di kaki yang terdiri dari elevansi ibu jari
kaki dengan engembangan serta ekstensi jari-jari kaki lainnya, terdapat ga gerakan
jari-jari kaki yang berfleksi ssejenak di sendi-sendi inter falangealnya setiap kali
telapak kaki bagian terdepan diketuk-ketuk (refleks Rossolimo, gambar 1 70) atau
setiap kulit dorsun pedis yang menutupi oa kuboid diketuk-ketuk (refleks Mendel-
Bechterew, gambar 171)
b. Refleks Hoffmann.
Sikap: tangan pasien dan tangan si pemeriksa sepeti ten pada gambar 173
Stimulus: goresan pada kuku jari tengah pasien dengan ujung kuku
ibu jari si pemeriksa. Respons: Ibu jari, jari telunjuk, serta jari-jari lainnya
berfleks se jenak setiap kali kuku jari tengah pasien digores.
c. Refleks Wartenberg.
Sikap tangan pasien dan tangan si pemeriksa seperti tenu pada gambar 174
.
1
28
d. Refleks Mayer.
Sikap : lengan pasien dipegang oleh sipemeriksa menekukkan jan
tengah pasien secara maksimal ke arah telapak tangan
Respons: pada orang sehat ibu jari akan beroposisi; kalau ada
kerusakan di susunan piramidal ibu jari tidak beroposisi.
e. Refleks Leri.
Sikap : lengan diluruskan dengan bagian ventralnya
menghadap ke atas.
Stimulus : tangan pasien ditekuk secara maksimal di
pergelangan tangan oleh si pemeriksa.
Respons : pada orang sehat lengan bawah akan menekuk di
sendi siku; jika susunan piramidal mengalami kerusakan gerakan fleksi di
siku itu tidak bangkit.
f. Refleks Grewel pronasi-abduksi.
Sikap : lengan pasien setengah difleksikan di siku dengan
lengan hawahnya dalam posisi antáa pronasi dan supinasi.
Stimulus : tangan pasien secara maskimal dan mendadak di
pronasikan oleh si pemeriksa. Respons : pada orang sehat timbul
gerakan reflektorik yang terdiri dari abduksi lengan atas; jika terdapat lesi
di susunan piramidal gerakan reflektorik itu tidak timbul.
3. Refleks patologik petanda regresi.
Gerakan reflektorik yang bangkit secara fisiologik pada bayi tidak lagi
dijumpai pada anak-anak yang sudah besar.Bilamana pada orang dewasa dapat
ditimbulkan kembali gerakan reflektorik tersebut maka fenomen itu menandakan
kemunduran fungsi susunan saraf pusat. Adapun refleks-refleks yang menandakan
proses regresi itu ialah:
a. Refleks menetek
Stimulus: sentuhan pada bibir
29
Respons: gerakan bibir, lidah dan rahang bawah seolah-olah
menetek
b. ‘snout reflek
Stimulus: perkusi pada bibir atas.
netek Respons: bibir atas dan bawah menjungur atau kontraksi otot
di sekitar bibir atau di bawah hidung.
c. Refleks memegang
Stimulus: penekanan atau penempatan jari si pemeriksa pada
telapan tangan pasien.
Respons: tangan pasien mengepal.
d. Refleks palmometal
Stimulus: goresan dengan ujung pensil atau ujung gagang palu refleks
terhadap kulit telapak tangan bagian tenar.
Respons: kontraksi m. mentalis dan orbikularis oris ipsilateral.
30
Refleks patologik yang tersebut diatas dapat dijumpai pada orang-orang
dengan demensia, proses desak ruang intrakranial, paralisis pseudobulbaris dan
sebagian penderita dengan droma ‘post stroke’.
(‘Associated Movemente’)
Gerakan sekutu adalah gerakan onvoluntar dan reflektorik yang
selalu timbul pada setiap gerakan voluntar.Gerakan-gerakan tersebut mengatur
sikap dan mengiringi gerakan voluntar agar ketangkasan dan efektifitas
gerakan voluntar lebih terjamin. Sebagai contoh dibawah ini diberikan
beberapa jenis gerakan sekutu :
a) Lenggang lengan sewaktu berjalan
b) Gerakan otot wajah yang dikenal sebagai ekspresi sewaktu berbicara.
c) Gerakan otot leher dan otot-otot tulang belakang pada waktu melirikan
mata.
d) Gerakan tangan dan badan sewaktu berjalan diatas bambu yang
menjembatani kecil.
e) Gerakan lengan, tungkai dan badan sewaktu menendang bola dengan
tungkai kiri atau kanan.
Dalam keadaan-keadaan patologik, gerakan sekutu tersebut diatas bisa
hilang atau bangkit secara berlebihan.Gerakan sekutu lenyap pada penyakit-
penyakit ektrapiramidal. Karena proses patologik disusunan piramidal justru
timbul gerakan sekutu yang pada orang-orang sehat tidak dijumpai. Oleh
karena itu, maka gerakan sekutu tersebut dinamakan gerakan sekutu abnormal
atau patologik.
Bilamana serebelum mengalami kerusakan, gerakan sekutu fisiologik tidak
hilang, akan tetapi sinkronisasinya dengan gerakan voluntar hilang, sehingga
gerakan voluntar memperlihatkan kejanggalan. Gerakan voluntar yang
terganggu ini dikenal sebagai gerakan diskoordinatif.
31
Dibawah ini akan diuraikan gerakan sekutu patologik dan cara
pemeriksaanya. Setelah itu akan dibahas gerakan diskoordinatif dan cara
pemeriksaanya.
PEMERIKSAANYA
Gerakan sekutu patologik dapat timbul pada anggota gerak yang paretik
pada waktu gerakan voluntar tertentu dilakukan.Dengan demikian gerakan
sekutu patologik dapat dianggap sebagai gerakan reflektorik pada anggota
gerak yang paretik yang timbul akibat stimulasi otot-otot tertentu yang normal
secara voluntar.Fenomena ini merupakan ciri khas bagi paresis karena lesi
disusunan piramidal, terutama jika kelumpuhan UMN ringan sekali. Adapun
gerakan sekutu abnormal itu ialah :
1. Gerakan sekutu pada jari-jari disisi kontralateralnya yang bersifat
identik.
Pasien diminta untuk meremas jari-jari si pemeriksa dengan
tangan yang sehatnya.
32
Tanda Sterling berupa ikut beraduksinya lengan yang paretik pada
waktu pasien melaksanakan perintah tersebut diatas.
3. Tanda tungkai Raimiste. Tanda ini adalah homolog dengan tanda
sterling. Cara membangkitkanya ialah sebagai berikut. Pasien
diperiksa dalam posisi berbaring dengan kedua tungkainya berabduksi.
Kemudian pasien disuruh mengaduksikan tungkai yang sehatnya
melawan tahanan yang dilakukan oleh si pemeriksa. Tanda Reimiste
adalah positif kalau tungkai lainya ikut beraduksi pada waktu pasien
melaksanakan perintah tersebut diatas.
Tanda Reimiste yang positif berarti bahwa pada tungkainya
yang beraduksi itu adalah paretik UMN ringan.
33
(gambar 182). Bilamana ibu jari itu tidak ikut menekuk, melainkan
tinggal pasif lurus saja. Maka tangan yang bersangkutan harus di
anggap sudah memperlihatkan tanda gangguan di susunan
Piramidal kontralateralnya.
5. Tanda pronator menurut Strumpell
Lengan yang sehat dapat melakukan fleksi maksimal di sendi
siku sehingga tangan tiba di bahu dengan telapak tangan menghadap
ke bahu.Tetapi lengan yang paretik UMN ringan sekali tidak dapat
melakukan gerakan tersebut, melainkan memfleksikan lengan di sendi
siku secara maksimal dengan mempronasikan lengan bawahnya,
sehingga tangan menghadap ke bahu tidak dengan telapak tangannya
tetapi dengan dorsum manusnya (gambar 145).
6. Tanda radialis menurut Strumpell
Tangan yang sehat dapat mengepal tanpa melakukan
dorsofleksi di sendi pergelangan.Tetapi dengan adanya lesi disusunan
piramidal, tangan pada sisi kontraletaral dapat mengepal hanya dengan
melakukan dorsofleksi secara refletorik (gambar 183).Tanda ini harus
diungkapkan dengan pemeriksaan kedua tangan secara simultan dan
banding, sehingga perbedaanya menonjol.
34
7. Respons flesksi lengan.
Jika orang sehat melakukan gerakan untuk berjongkok, maka
kedua lengannya bersikap lurus. Pasien dengan hemiparesis UMN
yang ringan sekali akanmemfleksikan lengan yang paretiknya sewaktu
ia melakukan gerakan untuk berjongkok
8. Reflek Ekstensor
35
disendi siku. Tetapi pasien dengan hemiparesis UMN ringan,
melakukan gerakan yang diperintahkan itu dengan meluruskan lengan
yang paretik (gambar 185).
36
11. Tanda ekstensi
paha- badan.
Orang sehat yang
duduk di tepi
tempat tidur dengan
kedua tungkainya
tetap
37
Sehingga tungkai yang paretik dan badan menjadi lebih kurus (gambar
188).
38
Jika ibu jari kaki yang paretik UMN ringan di fleksikan secara maksimal,
maka kaki itu akan berdorsofleksi, tungkai bawah berfleksi di lutut dan tungkai
atas berfleksi di panggul
PEMERIKSAANNYA
39
b) Test Romberg
Tes ini khas bagi gangguan perasa propioseptik kedua tungkai
karena lesi di funikulus dorsalis (tabes dorsalis).Cara melakukan tes
tersebut ialah seperti berikut. Pasien disuruh berdiri dengan kedua
kakinya berdekatan satu dengan yang lain. Seorang dengan lesi
diserebelum tidak dapat berdiri dengan sikap yang terlukis itu, ia akan
bergoyang - goyang dan jatuh disalah satu sisi. Tetapi seorang dengan
degeneratif funikulus dorsalis (tabes dorsalis) dapat berdiri dalam
sikap tersebut di atas, asalkan kedua matanya terbuka. Bilamana kedua
matanya ditutup ia akan jatuh kearah tidak menentu. Tes Romberg
adalah positif apabila masih mampu berdiri dengan kedua terbuka,
tetapi jatuh kesalah satu sisi apabila mata ditutup.
c) Dekomposisi sikap.
Orang yang sehat berdiri dari sikap duduk, membungkukkan
badannya dahulu lalu menekukkan tungkai di lutut dan akhirnya
mengangkat dan menegakkan badannya.Seorang dengan lesi di
serebelum tidak mampu melakukan urutan gerakan tersebut di
atas.Iaakan langsung mengangkat badannya karena itu kehilangan
keseimbangan, sehingga jatuh kembali di atas kursi. Orang sehat yang
berdiri dapat membungkukkan badannya jauh ke depan tanpa jatuh,
tetapi seorang dengan lesi diserebelum tidak mampu membungkukkan
ke depan tanpa jatuh ke salah satu sisi. Orang sehat dapat berdiri satu
kaki dengan mudah, tetapi seorang dengan lesi diserebelum tidak
mampu bebrbuat demikian, oleh karena itu ia akan jatuh ke salah satu
sisi.
2. Pada waktu berjalan.
Gaya berjalan padien dengan gangguan serebelar khas.Di dalam
klinik dilakukan pemeriksaan dimana pasien berjalan dengan mata tertutup
dan mata terbuka.
Pasien disuruh :
1
40
a. Berjalan menuruti garis yang lurus,
b. Berjalan memutari kursi dan meja,
“lari ditempat”
41
Pasien dengan gangguan sereral tidak mampu menggambar
bunderan
Test mengambil gelas air dari meja untuk diminumnya
Orang yang sehat dapat mengambl segelas air dari meja dan
dengan mudah ia mengangkat glas itu utnuk disapaikan kepada mulutnya.
Tetapi orag dengan gangguan serebelar menerjang gelas air dalam usaha
untuk mengambilnya dan akan menyampaikan gelas itu tidak tepat pada
bibirnya. Melainkan pada gigi tau hidungnya.
Test-test yang dilakukan untuk mengungkap dismetria dapat juga
dipakai untuk meneliti disinrgia
42
1
43
Tahanan dihilangkan lengan bawah pasien terlanjur berfleksi,
sehingga tagannya dapat memukul pipinya sendiri. Pada orang sehat
lengan bawah tidak terlanjur memukul pipi atau wajah, melainkan akan
berhenti bergerak sebelum tangannya menerjang pipi atau wajahnya.
Fenomen ini dikenal sebagai fenomen ‘rebound’
Dalam melakukan ktiga dismetria tersebut diatas pasien boleh
duduk atau baring dengan mata terbuka dan ditutup secara bergiliran.
Dengan adanya dismetria, maka jari telunjuk tidak mendarat secara luwesa
di ujung hidung atau ujung jari telunjuk lainnya. Melainkan ‘jatuh
menarak atau menerjang’ tujuannya.
Dismetria pada kaki dapat diteliti dengan :
1. Test tumit-lutut-ibu jari kaki
Pasien disuruh menempatkan salah satu tumitnya diatas lutut
tungkai lainnya, keudia tumit itu harus meluncur dari lutut k
pergelangan kaki melalui tulang tibia dan akhirnya memenjat dorsum
pedis untuk menyentuh ibu jari kaki. Test ini dilakukan oleh
keduatungkai secara bergiliran pada penyakit serebelar tumit tidak
didaratkan secara luwes diatas lutut, melainkan ‘jatuh’ dipaha atau
samping lutut. Kemudian tumit meluncur secara terhuyung-huyung
hendak jatuh ke samping odtibia dan akhirya tumit dijatuhkan diatas
jari-jari kaki, dan bukannya didaratkan secara rapi diatas ibu jari kaki.
2. Test ibu jari kaki-jari telunjuk
Pasien disuruh menyentuh jari telunjuk si pemeriksa dengan
ibu jari kakinya secara berulang-ulang
44
supinasikan tangan,melakukan dorongan sofleksi dan volarfleksi di pergelangan
tangan secara berselingan seperti kalau menepuk-nepuk paha atau membolak-
45
kearah lesi.Dalam posisi satu lengan diturunkan oleh pemeriksa dan pasien
diminta nemepatkan lengan itu ada posisinya yang semula lengan sisi lesi tidak
mampu untuk mengambil kembali posisi yang semula.
2.2.1 TANDAMENINGEAL
46
tahun 1909 mengenalkan tanda laindalam mendeteksi adanya tanda
meningeal. Tanda yang diperkenalkan adalah gerakan fleksi bilateral di
sendi lutut dan panggul yang timbul secara reflektorik akibat
difleksikannya kepala pasien ke depan sampai menyentuh dada. Tanda ini
dikenal sebagai tanda BrudzinskiI.
Sebelumnya Brudzinski juga telah memperkenalkan adanya tanda
tungkai kontralateral sebagai tanda perangsangan meningeal, yaitu
gerakan fleksi di sendi panggul dengan tungkai pada posisi lurus disendi
lutut akan membangkitkan secara reflektorik gerakan fleksi sendi lutut
dan panggul kontralateral. Tanda ini dikenal sebagai Tanda Brudzinski
II.Urutan I dan II hanya menunjukkan urutan pemeriksaannnya saja,
bukan urutanpenemuannya.
Selain tanda-tanda yang sudah dideskripsikan di atas masih ada
beberapa tanda meningeal yang lain namun ada satu tanda lagi yang
cukup penting yaitu kaku kuduk. Pada pasien meningitis akan didapatkan
kekakuan atau tahanan pada kuduk bila difleksikan dan diekstensikan.
2.2.2 PROSEDURPEMERIKSAAN
2. Tanda BrudzinskiI
3. TandaKernig
4. Tanda BrudzinskiII
1. KakuKuduk
47
- Kaku kuduk positif jika sewaktu dilakukan gerakan, dagu
penderita tidak dapat
menyentuhduajariyangdiletakkandiincisurajugularis,terdapatsu
atutahanan.
2. Tanda BrudzinskiI
- Pasien berbaringterlentang.
3. TandaKernig
- Pasien berbaringterlentang.
48
4. Tanda BrudzinskiII
- Pasien berbaringterlentang.
49
1
50
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Segala aktifitas susunan saraf pusat yang dilihat, didengar dan direkam dan yang
diperiksa adalah berwujud gerak otot. Sebagian besar manifestasi kelainan saraf
merupakan buktinyataa dan suatu kelainan atau penyakit. Gangguan pada serebelum
mengakibatkan gangguan gerak berupa gangguan sikap dan tonus. Selain itu juga
terjadi ataksia, dismetria, dan tremorintensi. Tiga fungsi penting dari serebelum ialah
volunteer.
3.2 SARAN
tenaga otot sebagai tindakan permulaan dalam urutan tindakan pemeriksaan motorik.
Memang banyak buku pelajaran tidak memberikan tuntunan mengenai cara tindakan
menekankan pada urutan suatu tindakan pemeriksaan, oleh karena sistematik yang
tercakup dalam urutan itu menjamin kelengkapan dan ketelitian suatu pemeriksaan.
151
DAFTAR PUSTAKA
rakyat .
iv