Anda di halaman 1dari 13

NEGERI ARAB DAN BANGSA ARAB

96. Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah
yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia (Qur’an III : 96).

Negeri atau tanah yang terkenal dengan nama Djazirat-ul-‘Arab adalah letaknya sebagian pusat bagian
dunia yang berisi benua-benua Asia, Afrika dan Eropa, seolah-olah sebagai hatinya duania lama. Ja-zirat-
ul-‘Arab itulah negeri yang melahirkan Muhamad, Sallallahu’alahi wasalam, ialah Nabi terbesar yang
terakhir, yang telah mendirikan suatu agama. Pantainya disebelah selatan dibatas oleh samuda India, dan
disebelah barat di batas oleh Laut tengah dan Laut merah. Dibatas sebelah timur adalah teluk Persia dan
sungai-sungai Tigris (Dadjlah) dan Efrat (Alfurat), sedangan sungai yang tersebut kemudian itu juga
menjadi batas di sebelah utara. Begitulah hampir segala sisinya Jazirat-ul-‘Arab itu dibatasi oleh laut dan
sungai. Itulah sebabnya maka orang-orang ahli riwayat dan ilmu bumi menganggap Jazirat-ul’Arab tidak
sebagai suatu jazirah (schiereiland) tetapi sebagai suatu pulau (eiland), yang didalah daerahnya adalah
terletak negeri yang terkenal dengan nama Mesopotimia dan Suria Jajahan Arab. Tetapi gambar Dunia
pada jaman sekarang tidak menunjukkan negeri ini sebagai bagian Jazirat-ul-‘Arab.

Jazirat-ul-‘Arab luasnya kurang lebih 1.200.000 mil pesegi. Kira-kira sepertiga bagiaanya tertutup dengan
padang-padang pasir, yang terbesar diantaranya ialah terkenal dengan nama “Ar-Aab’-ul-Chali” terletak
di bagian yang sebelah selatan-timur.

Sungai-sungan besar seperti di Indonesia tidaklah ada didalam Jazirat-ul-‘Arab. Adalah disana-sini kali-kali
kecil, yang setengahnya hilang masuk didalam padang pasir dan yang setengahnya masuk didalam laut.
Didalaam negeri adalah melintas suatu bantaran gunung-gunung, dari Selatan ke Utara, terkenal dengan
nama Jabal-us-Sarat dan puncaknya yang tertinggi adalah 8000 kaki tingginya. Hasil bumi yang terutama
yaitu korma. Pada zaman dulu negeri Arab terkenal karena hasilnya: emas, perek dan batu permata.
Diantara binatang-binatang keluaran Arab yang terbesar harganya dan gunanya, ialah unta.

Tanah Arab dibagi jadi negeri-negeri atau wilaya-wilayah seperti yang tersebut dibawah ini:

Disebelah Urata terletak Arabia Patra, yang didalamnya adalah negeri-negeri yang ditinggali oleh bangsa-
bangsa Edomi pada zaman dulu.
Hijaz yang sejati, yang didalamnya adalah kota yang mashur bernama Yasrib, yang kemudian didalam
riwayat terkenal dengan nama kota Nabi (Madinat-un-Nabi atau Madinah).

Disebelah selatan dari Hijaz yang sejati adalah wilayah Tihama, didalam mana terletak tanah suci
(Haram), yang di sebut Haram (terlarang atau suci) karena semenjak zaman yang tidak teringat lagi telah
dianggap sucinya, dan disana terlarang tiaptiap peperangan yang manapun juga macamnya. Didalam
tanah Haram itualah ada berdiri Ka’bah (rumah suci) dikota yang bernama Makkah atau Bakkah. Didalam
Taurah, Kitab sucinya orang Yahudi, Hijaz disebutnya dengan nama Paran.

Disebelah selatan dari Tihama adalah wilayah bernama Asir, yang berbatasa dengan negeri Yaman.

Yaman itulah negeri yang menjadi bagian selatan-barat dari pada jazirat-ul-‘Arab, disebelah barat dibatasi
oleh Laut Merah, disebelah Selatan oleh Samuda India, disebelah Utara oleh Hijaz dan disebelah timur
oleh Hadhramaut. Nama Yama seringkali dipergunakan buat menyebut umumnya tanah Arab sebelah
Selatan.

Tanah Arab sebelah selatan ini berisi Yaman yang sejati, Hadhramaut dan Mahra.

Pada penjrur Jazirah yang sebelah selatan-timur adalah terletak ‘Uman.

Disebelah utara dari ‘Uman adalah al-Bahrain atau al-Ahsa, terletak pada teluk Persia. Negeri yang
tersebut kemudian ini dinamai juga Hadjr, terambil dari nama wilayah yang terutama.

Najad (tanah tinggi( adalah tanah datar yang luas, melancar ke arah barat sampai pada sisinya gunung-
gunung Hidjaz sebelah timur, dan menduduki segenap tahah Arab tengah. Didalah negeri Najad adalah
dulu tempat tinggalnya kabilah Ghatafan, yang pada suatu waktu Nabi Saw, terlah mengirimkan suatu
pasukan tentara buat menghukum mereka itu. Dibagian Nadjad sebelah selatan adalah terletak Yamama,
tempat tinggalnya Banu Hanifa, yang terkenal didalam riwayat terutama sekali karena diantaranya ada
orang bernama Musailamah, penipu yang mengaku dirinya Nabi.
Sebagaimana telah disebutkan diatas, negeri Mesopotamia dan Suria jajahan Arab itu sesungguhnya
termasuk hitungan Jazirat-ul-‘Arab, tetapi pada dewasa ini karena pembagian politik telah dikeluarkan
dari Jazirat-ul-‘Arab. Mosopotamia adalah berbatasan dengan negeri Persia (Irian). Kota-kota Basra dan
Kufa, yang sampai lama menjadi tempat pusat mempelajari Ilmu-ilmu Agama Islam, didiriakan ketika
pemerintahan Khalifah ‘Umar.

Suria jajahan Arab terletak dibagian sebelah Utara, melancar sampai di Aleppo. Didalam bagian inilah
disebalah selatan-barat terletak Gunung sinai, dimana Nabi Musa telah menerima wahyu Ilahi. Bangsa
‘Amalaki sekali telah mempunai suatu kerajaan besar disini.

Tanah Arab ditinggali oleh dua macam bangsa, yaitu “bangsa yang tinggal dikota” dan “bangsa yang
tinggal dipadang pasir” (yang disebut: orang Badawi). Keutamaan dan kecelaan orang Badawi, kesetiaan
kepada Kabilahnya, kesukaannya kepada kehormatan, dengan tabi’atnya tidak memikirkan bahaya dan
besar nafsunya akan membalas dendam, telah digambarkan dengan terang dan dengan perhatian yang
penuh oleh beberapa pengarang riwayat bangsa Eropa yang sangat terkenal namanya. Bagaimanapun
juga bedanyaantara orang-orang penduduk kota dengan orang Badawi, maka orang Arab itulah anak
padang pasir yang teristimewa adanya. Besar nafsunya mencintai kemerdekaan dan tinggi gerak
ruhaninya yang timbil dari pada udara kemerdekaan yang diisapnya siang dan malam, dan timbul
daripada kebebasan gerak badan jasmaninya, sadar kepada kehormatan diri dan kemerdekaannya.

Meskipun belm datang Agama Islam sudah ada kebiasaan mengadakan kumpulan tiam tahun di mekah
dan Ukaz, tetapi kabilh-kabilah dan bangsa-bangsa yang mendiami tanah Arab itu, jauhlah daripada
persatuan bangsa adanya. Yang satu kabilah atau bangsa, banyaklah atau sedikit berbeda dengan yang
lainnya didalam kemajuan dan agamanya. Perbedaan ini terutama sekali disebabkan karena perbedaan
asalanya. Rupa-rupa bangsa telah tinggal dijazirah itu pada berbagai-bagai zaman. Diantara mereka itu
banyaklah yang sudah lenyap, tetapi kesalahan-kesalahan perbuatan atau kebesarannya adalah masih
sangat teringat oleh bangsa-bangsa yang hidup pada zaman terakhir, dan cerita yang demikian itulah
yang menjadikan riwayatnya bangsa Arab.

Orang arab sendiri membagi bangsa-bangsa yang telah menduduki Jazirat-ul-‘Arab menjadi tiga bagian
besar, yaitu:

1. Bangsa ‘Arab-ul-Baidah atau ‘Arab-ul-Ariba, ialah bangsa Arab yang sudah tidak ada lagi, yang
diantaranya ada terhitung kaum-kaum Hamija (kusjija), yang didalam pekerjaan menjajah adalah
mendahuluibangsa samija, dan juga terhitung orang-orang penduduk bangsa Arami di Suria, Phunisia
dan lain-lain bahagian.

Bangsa ‘Ad, bangsa Tsamud, bangsa ‘Amaliki, bangsa Tasm dan Jadis adalah bangsa-bangsa Arab yang
tertua, sekedar yang dapat diselidiki ceritanya didalam riwayat; didalam Qur’an disebutkan halnya
bangsa ‘Ad dan bangsa Tsamud itu. Kemudian daripada binasa kaumnya Nabi Nuh, berdirilah bangsa ‘Ad,
yang tempat tinggalnya tersebar jauh-jauh dan luar diluar tanah Arab. Pengakuan riwayat menunjukan
kekuasaan mereka itu dinegeri Arab, Mesir dan tempat-tempat yang lain-lain. Kemudian daripada
jatuhnya bangsa ini, berdirilah bangsa Tsamud, dan setelah jatuhnya bangsa Tsamud berdirilah Banu-
Qahtan atau bangsa Jaktan, yang negeri tumpah-darahnya ialah Yaman. Didalam zamannya mereka itu
telah mencapai juga kekuasaan besar dan derajat tinggi.

2. Bangsa Muta’arriba, yaitu bangsa Arab yang asli, bangsa Samija yang sejati, yang menurut riwayat
ialah turunnya Banu Qahtan atau bangsa Jaktan. Didalam kemudian mereka kearah selatan, mereka itu
telah membinasakan orang-orang penduduk yang mula-mula. Orang Arab Jaktani itu tabi’atnya suka
berpindah-pindah tempat tinggal, dan tempat-tempat kedatangannya mereka itu menakluk-naklukan
orang-orang penduduk bangsa Hamija yang asli, yaiut orang-orang penyembah bintang-bintang. Tempat
kelahiran mereka yang asli yaitu daerah, yang juga tempat asalanya bangsa Ibrahimi, dan tempat asal itu
ditunjukkan oleh nama-nama yang penting daripada dua orang yang menurunkan Jaktan, yaitu Arphaxad
(“tepi sungai Chaldi”) dan Abar (“orang laki-laki dari sebrang sungai”), berhubung dangan negeri Babylon
atau wilayah yang sekarang dinamai Iraq-‘Arabi, pada pinggir sungai Efarat yang sebelah kanan.

3. Bangsa ‘Arab-ul-Musta’riba atau “orang-orang yang dijadikan bangsa Arab” (ganaturaliseerde


Arabieren), yaitu orang-orang bangsa Samija Ibrahimi, yang datangnya bertinggal didalam Jazirah itu
sebagai orang pindah dengan cara damai ataupun sebagai orang militer yang masuk menyerbu, yang
bertinggal dan berkawin dengan orang-orang Arab Jaktani. Bangsa ‘Arab-ul-Musta’riba itulah asal
turunan dari Nabi Isma’il, yang menurut perntah Alloh ditinggalkan oleh bapaknya Nabi Ibrahim,
bersama dengan ibunya, Siti Hajir, ditempat yang sekarang ada berdiri Ka’bah (Qur’an, XIV : 37).
Kemudian dari pada itu bapak (Nabi Ibrahim) dan anaknya (Nabi Isma’il) sama memperbaiki rumah suci
Ka’bah yang rupanya pada ketika itu ada didalam keadaan yang tidak baik (Qur’an, II : 125). Dalam pada
melakukan pekerjaan sebagai yang termaktub dalam Qur’an, II : 128-129

Do’a ini ternyatalah telah dipenuhi dengan dirinya Junjungan kita Nabi Muhamad Saw. Inilah sebabnya
maka Nabi kita disebut juga “do’anya Nabi Ibrahim”. Anak cucu Nabi Isma’il turun-temurun dan
bercabang-cabanglah menjadi banyak-banyak kabilah. Salah satu daripadanya terkenal dengan nama
bangsa Quraisyy, sebagimana akan diuraikan didalam bab yang berikutnya. Bangsa Quraisy bercabang-
cabang menjadi beberapa golongan, yang salah satu diripadanya, ialah Banu Hasyim, dan dikalangan
golongan inilah lahirnya Nabi kita.

Sebelum melanjutkan riwayat tentang rupa-rupa bagian bangsa Arab, lebih dulu akan kita riwayatkan
secara pendek tentang rumah suci Ka’bah, yang semenjak zaman yang tidak tercatat didalam riwayat
sudah menjadi tempat kumpulnya orang-orang Haji dari tiap-tiap tempat dan penjuru tanah Arab.
Didalam kitabnya bernama “Life of Muhammad”, tentang tuanya Ka’bah adalah Sir William Muir menulis
seperti yang berikut :

“Agama di Makkah mesti sudah terlalu sangat tuanya. Kurang lebih setengah abad sebelum hitungan
tahun kita (Tahun Masehi. Penulis), Diodorus Siculus didalam karangannya tentang bagian tanah arab
yang di batasi oleh Laut Merah adalah mengatakan : “didalam negeri ini ada suatu tempat sembahyang
yang amat di hormati oleh sekalian orang bangsa Arab”. Perkataan ini mesti mengenai rumah suci di
Mekkah itu, karena kita tahu tidak ada lain lagi yang pernah mendapat kehormatan umum dinegeri.

Riwayat menyatakan bahwa semenjak zaman yang tidak teringat lagi Ka’bah itu menjadi tempat pusat
Haji dari segala penjuru tanah Arab : - dari Yaman, Hadhramaut dan pantai-pantai teluk Persia, dari
padang pasir Suria dan dari tempat-tempat yang jauh dari sekeliling Hira dan Mesopotamia saban tahun
datanglah orang-orang berkumpul ke Mekkah. Kehormatan yang sangan bersar itu mesti sudah dimulai
pada suatu abad yang terlalu kuno sekali adanya”.

Buat menunjukan sangat tua umurnya Ka’bah Sir William Muir menyatakan perkara-perkara yang
sungguh kejadian didalam riwayat dan juga riwayat-riwayat yang diceritakan dengan mulu. Qur’anpun
menyatakan ketentuan pikiran yang serupa itu diduga. Didalam Qur’an Ka’bah dinyatakan sebagai rumah
yang pertama-tama ”ditentukan (didirikan) bagi manusia”, tegasnya ialah rumah yang pertama-tama
dimuka bumi ditentukan bagi penyembahan kepada Alloh. Pancuran wahyu Ilahi berpancarlah buat
pertama-tama kali dari tempat ini, dan justru di tempat ini jugalah lahirnya Nabi penutup darpada
sekalian Nabi! Hormat orang kepada Mekkah ialah karena rumah suci ini. Pada zaman kira-kira 2500
tahun sebelum Nabi ‘Isa, Makkah sudah menjadi suatu tempat perhatian qafilah-qafilah (caravaan) yang
berjalan antara Yaman dan Suria. Qur’an pun menetapkan juga bahwa Ka’bah itu sudah ada sebelum
Nabi Ibrahim (Qur’an, II : 125)

Dengan adanya Ka’bah itu, Ta’ala menghendaki supaya manusia tidak menyembah, selain daripada Alloh
belaka, sebagai yang dinyatakan didalam Qur’an, XXII : 26
Tentang bangsa-bangsa yang pada zaman dulu mendiami tanah Arab, haruslah kita ceritakan lebih jauh
sedikit lagi halnya Bangsa “Ad” yang beberapa kali disebutkan didalam Qur’an.

“Ad” yaitu cucu Aram (Qur’an, LXXXIX : 7) dan aram ialah cucu Nuh, bangsa ‘Ad yang pertama atau
menurut perkataan Qur’an “bangsa ‘Ad yang dulu” “ ‘Adan-il-ula” (Qur’an LIII : 50), yang disebutnya
begitu buat memperbedakan dengan kabilah Tsamud, yang disebut bangsa ‘Ad yang kedua. Kabillah ‘Ad
yang pertama tinggal dipadang pasir Al-Ahqaf (Qur’an, XLVI : 21), yang pertama melancar dari Uman ke
Hadharamaut.

Lebih jauh menurut cerita, bangsa ‘Ad telah menaklukan Iraq dan juga telah maju sampai pada batas-
batasnya negeri india (Hindustan). Cerita inilah kira-kira yang menyatakan masuk menyerbuanya orang
Arab di Babylon atau Chaldi lebih dari 2000 tahun sebelum Nabi ‘Isa.

Bagian terbesar daripada bangsa ‘Ad (yang pertama) diceritakannya telah binasa karena angin besar,
yang telah menyerang negerinya. Sisanya lari dan dibelakang menjadi bangsa ‘Ad yang kedua, yang
mendapat kesejahteraan besar, tetapi bangsa ‘Ad yang kedua ini akhirnya masuk tercampur dalam
bangsa Jaktan.

Banu-‘Amalaki yaitu bangsa Amalek yang disebutkan didalam kitab-kitab suci bangsa yahudi dan Nasrani
(Genesis, XXXVI : 12), terusir dari Babylon oleh raja-raja bangsa Assyria (Asyur) pada zaman dulu; mereka
itu masuk ditanah Arab dan lambat laun tersiarlah di Yaman, Hidjaz, Palestina dan Suria. Rupanya mereka
itu telah msuk dinegeri mesir dan menimbulkan beberapa raja yang disebut Fir’aun bangsa ‘Amalaki yang
ada di Hidjaz telah dibinasakan atau diusir oleh Bani-Jurhum, sutau cabang daripada Bani-Qahtan, yang
mula-mula tinggal dibagian selatan dan akhirnya bergerak kearah utara mengalahkan bangsa ‘Amalaki.

Tentang bangsa Tsamud (bangsa ‘Ad yang kedua) diceritakan lebih jauh, bahwa mereka itu manjadi
pelantaraan perdagangan antara Suria dan Nadjad atau Hijzad. Dengan cara yang demikian itu mereka
mendapat kekayaan besar. Mereka itu telah dibinasakan oleh Chuzar-al-Ahmar (Chedorlaomer) didalam
perjalanan perang-perang di suria dan negeri Arab. Nasib yang sangat celaka. Yang mengenai orang-
orang yang tinggal didalam guha (bangsa Tsamaud) ini, yang karena tempat tinggalnya terlalu kuat
merasa aman daripada murka Tuhan, adalah berulang-ulang disebutkan didalam Qur’an sebagai
pemberian-ingan bangsa Quraisy. Didalam Qur’an dibeberapa tempat disebutkan, hawa binasa (selaku
siksa yang diderita oleh) bangsa Tsamud itu desebabkan karena gempa bumi.
Kemudian daripada kebinasaan ini sisanya bangsa Tsamud larilah ke Gunung Sair disebelah Utara dari
teluk Alamiya, dan disitulah mereka tinggal bersamaan dengan zamannya Nabi Ishaq dan Nabi Ya’qub.
Tetapi tidak lama kemudian daripada itu lenyaplah mereka tercampur didalam kabilah-kabilah yang
tinggal disekitarnya, dan tempat mereka itu di ganti oleh orang bangsa Adom (Adama). Yang memegang
Gunung Sair buat sementara lamanya (Genesis, XIV : 4,6).

Halnya bangsa-bangsa Tasm dan Djadis dan lain-lain kabilah yang lebih kecil lagi, tidak perlu kita
ceritakan karena kurang kepentingannya, melainkan sekarang kita ceritakan halnya Bani-Jurhum, yang
juga termasuk golongan bangsa Muta’arriba. Diceritakan bahwa mereka itu telah mengalahkan,
membinasakan dan mengganti tempatnya bangsa ‘Amalaki di Hijaz. Rupanya ada dua kabilah yang
disebut nama Bani-Jurhum; yang satu ilah yang lebih dahulu hidupnya sezaman dengan bangsa ‘Ad; yang
lainnya ialah turuanan dari Qahtan, yang keluar dari jurang Yaman dalam suatu musim kurang makanan
mengusir bangsa ‘Amalaki dari Hijaz dan lalu diam disana. Masuk menyerbunya Bani-Jurhum itu kejadian
pada kalanya orang Arab Isma’ili mendapat derajat tinggi diantara bangsa ‘Amalaki. Kaum Isma’il
berhubungan baik-baik dengan Bani-Jurhum, dan buat sementara waktu hiduplah besama-sama dengan
mereka. Sebelum kemajuannya kaum Isma’ili Bani-Jurhum dari sedikit kesedikit hilanglah kekuatannya
dinegeri Hijaz teristimewa sekali di Mekkah, dan sebelum lewat satu abad kekuasaan di Hijaz dan tihama
pindahlah kedalam tangan bangasa ‘Arab Isma’ili (Ibrahimi). Kemajuan bangsa Arab Musta’riba buat
sementara waktu mendapat gangguan daripada serangan raja Babylon, tetapi sebagaimana akan
diceritakan nanti, mereka itu lekaslah mendapat kembali kekuatannya, dan kemudian tersiarlah mereka
di Hijaz, Najad dan dipadang-padang pasir Iraq dan Mesopotamia.

Bangsa ‘Arab-ul-Muta’arriba yaitu kabilah-kabilah turunan dari Qahtan, anak laki-laki dari Abar (juga
disebut Ghabir atau ‘Abir), dan mereka itu terutama berkumpul tempatnya di Yaman. Orang-orang
turunan Qahtan itu masuknya ditanah Arab dari penjuru Utara-Timur dan masuklah jauh-jauh sampai
dibagian Selatan, dimana mereka itu hidup besama-sama dengan kaum ‘Ad yang berbangsa Kusj yang
bertakluk kepada kekuasaan politik mereka, dan akhirnya mereka itu memegang kekuasaan
pemerintahan.

Menurut cerita ahli tarik bangsa Arab, orang-orang yang sama datang masuk ketanah Arab itu dikepalai
oleh dua orang saudara laki-laki namanya Qahtan dan Jaktan, ialah anak dari Abar yang tersebut diatas:
Adapun yang dianggapnya sebagai Amir yang pertama-tama di Yaman yaitu anak Qahtan bernama Yarab,
yang telah memberikan namanya kepada sekalian turunannya dan kepada segenap Jazirah. Diceritakan
bahwa Yarab diganti oleh anaknyabernama Yasyhad, yang telah mendirikan kota Marab, ialah kota
kerajaan Yaman pada zaman dulu, dan Yasyhad itulah bapaknya ‘Abd-Usy-Syams alias Saba yang masyhur
namanya itu. Nama alias ini, yang artinya “orang yang menangkap”, diberikan kepadanya lantaran dari
kemenangan-kemenangan yang telah diperolehnya. Orang-orang turunan Saba menjadi kakek-
moyangnya rupa-rupa kabilah turunan Qahtan yang masyhur namanya didalam riwayat bangsa Arab.

Saba meninggalkan dua orang anak laki-laki bersama Himjar (artinya merah; dinamai begitu dari jubah
merah yang biasa dipakainya meniru raja-raja Fir’aun) dan Kuhlan: Himjar menjadi raja sebagai pengganti
bapaknya, dan karena namanya itulah maka keluarga Saba disebutnya keluarga Himjar. Raja-raja Yaman
daripada keluarga Himjari, yang memakan nama Tobbas, rupanya semenjak zaman dulu kala ssudah
mengadakan perhubungan diplomatik dengan kerajaan Persia dan Byzantina (Rumaniya-Timur). Turunan
Himjar dan juga turunan Kuhlan (saudara dan pengganti Himjar) terus memegang pemerintahan dinegeri
Yaman sampai pada abad sebelum lahir Nabi Muhamad Saw.

Tentang orang-orang turunan Isma’il diceritakan lebih jauh, bahwa mereka itu suburlah penghidupannya
dan beranak pinak di Hijaz sampai pada ketika mereka itu besama-sama teman serikatnya, yaitu Bani-
Jurhum, dikalahkan dan hampir dibinasakan oleh raja Babylon bernama Nebuchadnezzar. Dari segala
raja-raja yang telah berusaha menyerang pusat negeri Arab, hanya Nebuchadnezzar sajalah yang telah
dapat menyampaikan maksudnya.

Kota Mekkah rupanya adalah sama tuanya dengan kedudukan orang Arab Ibrahimi (Isma’ili) didalam
jazirah, karena menurut riwayat bangsa Arab, seorang kepala Bani-Jurhum bernama Maghass-ibn-Amr
yang anaknya perempuan dikawini oleh orang yang menurunkan bangsa Arab Musta’riba, yaitu Isma’il,
maka Maghass-ibn-Amr itulah yang mendirikan kota Mekkah.

Semenjak zaman dulu kota Mekkah bukan saja menjadi tempat pusat perhubungan keagamaan, tetapi
juga perhubungan perdagangan. Karena perhubungan-perhubungan yang demikian itulah maka orang
Arab di Hijaz itulah menjadi perantaan bagi bangsa-bangsa dimuka bumi.

Berhubung dengan agama dan keagamaan, didalam bab ini haruslah kita ceritakan dengan singkat
seperti yang berikut.

Orang yahudi yang terusir dari negerinya oleh orang Assyria (‘Asyur), orang Griek dan orang Rum, telah
mendapat keamanan dan perlinjugan diantara bangsa Arab. Tetapi didalam keadaan terusir itu masih
sangat rajinlah mereka menyiar-nyiarkan agamanya, sehingga Nabi kita Saw. Di Yaman agama Yahudi
adalah dianut oleh sebagian daripada orang-orang turunan Himjar dan Kuhlan; di Chaibar dan di Jatsrib
oleh orang-orang Bani-Quraidha dan Bani-Nadhir. Dari bangsa Nasrani adalah kaum Nestorian dan kaum
Jacobiet tinggal dinegeri Arab. Permusuhan antara ke-Yahudi-an dan ke-Naserani-an dalam berebut
kemenangan dinegeri Arab, telah menyebabkan terjadinya beberapa peperangan.

Agama Naserani mulai masuk di negeri Arab karena dianut oleh beberapa golongan daripada bangsa
Rabi’a anak Nizar di Mesopotamia, Bani ‘Abd-ul-Kais di al-Bahrain, dan mendapat kemajuan di Nadjran
diantara Bani-I-Harits ibn Ka’b; di Iraq diantara bangsa Ibad; di Suria diantara bangsa Ghassani dan
beberapa golongan bangsa Chuzai; di damat-ul-Djandal diantara bangsa Saconi dan Bani-Kalb. Beberapa
kabilah yang hidupnya ngelambrang di padang pasir antara Palestina dan Mesir pun memeluk agama
Naserani juga.

Agama Majusi (magisme) dan Ssabiiyah (sabianisme) juga mempunyai pemeluk diantaranya bangsa Arab,
teristimewa sekali diantaranya kaum Himyari: Bani-Asad menyembah bintang Mercurius; kaum Jodham
menyembah Yupiter; Bani-Tay menyembah Conopus; orang-orang turunan Kais-Aylan menyembah Sirius,
yang semuanya itu sebagai yang disindirkan dalam Qur’an XLI : 37

Sebagian dari bangsa Quraisy menyembah tiga berhala yaitu : al-Lat (bulan terang) al-Manat (gelap)
al-‘Uzza (persatuan antara dua yang tersebut itu) yang semuanya itu dianggap sebagai anak perempuan
dari Tuhan yang tinggi (Banatullah).

Pada ketika itu Makkah menjadi tempat pusat penyembahan berhala dengan seluas-luasnya, yang
cabang-cabangnya melancar disegenap Jazirah. Bangsa Kinana, yang sangat rapat perhubungannya
dengan bangsa Quraisy karena daerah dan keperluan politik, kecuali menyembah bintang Aldobaran juga
menyembah berhala ‘Uzza, yang dirupakan dengan sebatang pohon disutu tempat bernama Nachla.
Kaum Hawazin yang mendiami sebelah Selatan-Timur dari Makkah. Sangat suka kepada Lat yang
ditempatkan di Ta’if. Manat dirupakan dengan sebuah batu dijalan caravaan antara Makkah dan Suria.
Ketiga berhala ini (Lat, Mannat dan ‘Uzza) adalah disebutkan dalam Qur’an, LIII : 19,20.

Penyembahan kepada tiga berhala ini tidaklah umum adanya, karena bagian terbesar bangsa daripada
bangsa Arab melakukan penyembahan Fatisyiyah dalam macam yang sangat rendahnya, yaitu
menyembah pohon-pohonan dan rupa-rupa binatang.

Didalam beberapa kabilah, berlaku ‘adat menyembelih unta ditempat kuburan atau serta dibiarkan mati
karena lapar, dengan kepercayaan bahwa unta yang dikorbankan itu akan menjadi tunggangan orang
yang mati dalam khidupan yang akhir. Ada setengah orang yang percaya, bahwa apabila nyawa berpisah
dengan badan jasmani, berubahlah nyawa itu hingga berupakan seekor burung yang dinamai Hama atau
Sada. Kalau orang yang mati itu telah menjadi korban perkosaan, maka si-burung terbanglah diatas
tempat perkuburan dengan teriak: “Askuni” (“berilah minum kepadaku”), sampai pada waktunya si-
pembunuh mendapat pembalasannya. Umumlah kepercayaan orang kepada Djin, ghil ( pemakan mayit)
dan rupa-rupa kekuatan yang ditimbulkan oleh berhala, yang dimintanya akan menimbulkan kekuatan
itu dengan lantaran panah-panah yang tidak tajam, yang dinamai Azlam atau Kidah. Tiap-tiap kabilah
mempunyai berhala-berhala dan tempat-tempat sembahyang masing-masing yang teristimewa.
Pendeta-pendeta (kahim) dan tukang-tukang menerangkan barang yang rahasia, yang sama bekerja
ditempat-tempat menyembah berhalan ini, mendapat kehormatan tinggi dan mendapat upah yang
banyak dari orang-orang yang minta pertolongannya.

Sungguhpun demikian, Ka’bah itulah yang mendapat kehormatan yang terbesar daripada sekalian
bangsa Arab. Bukan orang Yahudi dan Sabiiyah mengirimkan juga barang-barang sesajennya (korban)
kerumah suci itu. Penjagaan Ka’bah adalah suatu perkara yang senantiasa menimbulkan iri-hati diantara
rupa-rupa kabilah, karena pekerjaan penjagaan Ka’bah itu dipandang sebagai pangkat dan haq yang
tertinggi oleh segala orang Arab. Pada waktu lahir Nabi Muhamad Saw. Pangkat ini ada didalam tangan
keluargaanya, dan kakeknya, ‘Abdul-Muttholib, menjadi kepala perserikatan ummat secara republik, yang
terdiri dari pada tempat-tempat sekitarnya Ka’bah. Kecuali barhala-berhala yang dipertampatkan
ditempat sembahyang di tiap-tiap kabilah, pun tiap-tiap keluarga mempunyai juga berhala-barhala
rumah tangga, yang menuntut penyembahan yang tajin juga.

Selain rupa-rupa ‘adat dan cara kesenangan yang bersifat ma’sijat, maka seperti yang tersebut diatas
itulah peri-keadaan budi-pekerti dan keagamaan diantara bangsa Arab. Setelah melakukan usaha tidak
kurang dari lima abad lamanya, ke-Yahudi-an dan ke-Naserani-an tidaklah bisa menimbulkan perubahan
yang berarti dalam urusan budi-pekerti dan keagamaan di Jazirat-ul-‘Arab.

Tentang urusan politik, senantiasalah kejadian perpecahan dan irihati diantara rupa-rupa kabilah,
beserta dengan perasaan kebencian antara satu sama lain yang timbul daripada perbedaan tempat dan
kabilah.

Selainnya rupa-rupa wilayah Arab diperintahkan langsung oleh raja-raja di Istambul dan Ctesiphon
(Persia) yang bermusuh satu sama lain, pun ada dua kepala bangsa Arab yang terbesar, yaitu raja di
Ghassan dan Hira, yang hatinya bercabang dua, ja’ni membagi kesetiaannya diantara raja-raja Caesar
(Byzantina) dan raja-raja Chosru (Persia). Dalam selama peperangan besar yang kejadian antara Persia
dan Byzantina, yang menghabi-habiskan darah dan kekuatan ra’janya masing-masing, maka orang
Ghassani dan Hiri (negeri Hira) jugalah selalu berperang satu sama lain denga hebatnya.
Perang antara kerajaan Byzantina (Rum atau Rumaniya-Timur) dan Persia ini adalah diceritakan dengan
singkat dalam Qur’an, surah Ar-Rum : 1-2, seperti yang berikut :

Perang bersar, dimana Persia mendapat kemenangan, mulai pada tahun Masehi 602, ketika Chosru II di
Persia mulai memerangi Rum buat membalas kematian Maurice, yang telah dibunuh orah Phocas,
balatentara Persia menjarah-jarah di Suria dan asia Kecil, dan pada tahun 608 majulah ke Chalcedon.
Pada tahun 613 dan 614 Damascus dan Jeruzalem direbut oleh Jendral Shahabaraz, dan Salib Suci
(Heilige kruis) dibawa pergi oleh fihak yang menang. Tidak lama kemudian daripada itu Mesir
ditaklukannya juga.

Ketika hal ini terdengar kabarnya ke Mekkah, orang Quraisy sangat senanglah hatinya, karena
perhatiannya adalah diarahkan lebih istimewa kepada orang Persia menyembah api, daripada diarahkan
kepada oarang Naserani, yang karena mengikuti kitab, mereka itu oleh orang Quraisy digolongkan
dengan orang Muslim. Selah satu sebab senang hatinya itu beloh jadi karena kepercayaannya, bahwa
kekalahan orang Christen (orang Rum) itu menjadi tanda ‘alamat bakal kalahnya kaum Muslimin, yang
dalam Qur’an berulang-ulang diberi nabuwah akan beruntung dan menang diatas orang Quraisy,
walaupun pada ketika itu orang Islam selalu dikejar-kejar dan dianiaya oleh orang Quraisy.

Wahyu Ilahi yang kta kutip diadas ini diturunkan pada tahun 615 atau 616. Kalau kita fahami dengan
sungguh-sungguh dan banding-bandingkan dengan perkara-perkara yang nyata-nyata kejadian dalam
riwayat, maka wahyu ini adalah berisi dua rupa nabuwah: yang satu tentang bakal kalahnya orang Persia.
Yang pada ketika itu ada didalam kemenangan, dan sudah sampai pada pintu-pintu kata Istambul; dan
yang lainnya ialah nabuwah tangan bakal kelahirannya orang-orang Mekkah yang kuat, akan dikalahkan
oleh kaum Muslimin yang sedikit sekali jumlahnya, teritimewa sekali dalam peperangan di Badar.

Tentang dipenuhinya nubuwah-nubuwah ini didalam suatu sa’at yang pendek, hanya 9 tahun lamanya,
ja’ni pembatasa tempo yang dinyatakan dalam nubuwah (“bid’-un” artinya suatu tempo dari tiga sampai
sembilan atau sepuluh tahun), kebenaranya nubuwah ituadalah dinyatakan oleh riwayat pada dan
sesudah tahun 624. Pada tahun 624 itu Heraclius (raja Run) majulah sampai di Madija bagian Utara,
dimana ia membinasakan tempat menyembah api di Goudzak.

Pada tahun 624 itu juga 313 orang Muslimin, yang kebanyakan adalah pemuda-pemuda yang tidak
pernah melakukan perbuatan perang dan tidak bersenjata, mereka itu didalam peperangan di Badr telah
mengalahkan kurang lebih seribu orang pahlawan Quraisy, membunuh segala pemimpinnya dan
memberi pukulan keras kepada kekuatan musuh. Kemenangan balatentara Musilin pada fihak yang satu
dan kemenangan orang Rum pada fihak yang lainnya, terus-meneruslah sehingga orang Quraisy
ditaklukan sama sekali oleh kaum Muslimin, pada ketika jatuhnya Makkah dalam tahun 630, sedang
kerajaan Persia dengan segala kebesaran yang telah diperolehnya pada sepuluh tahun yang terdahulu,
jatuhnya didalam keadaan yang kusut-kutsut adanya.

Peperangan Persia-Rum ini kita uraikan sedikit panjang disini, bukan saja karena sedikit atau banyaknya
mempunyai perhubungan dengan riwayat negeri dan bangsa ‘Arab, tetapi terutama sekali dengan
maksud buat menunjukkan salah satu contoh kebenarannya nubuwah-nubuwahyang termuat didalam
Qur’an, juga nubuwah-nubuwah yang berhubungan dengan urusan politik dan peperangan.

Dari cerita-cerita tentang bangsa ‘Ad, terlebih lagi dengan salah seorang rajanya bernama Syaddad,
bolehlah kita memutuskan pikiran, bahwa mereka itu telah mempunyai satu kerajaan besar, yang juga
menaklukan negeri Mesir, meraka itu adalah suatu bangsa yang sejahtera hidupnya, mendirikan gedung-
gedung besar, mempunyai suatu peradaban yang maju langkahnya dan lain-lain sebagainya; pendeknya :
mereka itu suatu umat yang kemajugan perikebendaannya bersamaan dengan kerusakan kebatinan dan
kecemaran budipekerti. Begitulah juga halnya dengan bangsa Tsamud.

Terlalu jauhlah kalau di Bab ini kita ceritakan lebih panjang lagi rupa-rupa hal kerusakan dan kebusukan
lahir dan batin, yang ada diantara bangsa Arab dan dibagian duania yang lain-lainnya juga, yang
semuanya itu menuntut datangnya juru perubahan yang baru, seorang juru perubahan yang membawa
petunjuk, bukan saja teristimewa diperuntukkan bagi bangsa Arab, tapi diperuntukkan bagi
perikemanusiaan pada umumnya. Juru yang dimikian itu ialah Nabi Muhamad Saw.

Cukuplah pada penghabisannya Bab ini kita gambarkan betapa besar dan luasnya kerusakan lahir, akibat
dari peperangan yang selalu kejadian satu sama lain diantara bangsa Arab, sehingga menjadi bahaya
yang mengancam akan merusakan segenap negeri dan bangsa, sebagai yang dinyatakan dalam Qur’an, III
: 103:

103. dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,
dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan,
Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang
bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Begitulah daripada keadaan berpecah-belah, bangsa Arab telah menjadi suatu ummat (natie) yang
bersatu dengan petunjuk Ilahi dan mengikuti contoh dan tauladan Nabi Muhammad Saw, sebagaimana
akan ternyata daripada riwayat singkat yang ditulis didalam kitab ini adanya.

Oleh H.O.S. Tjokroaminoto...

Anda mungkin juga menyukai