Anda di halaman 1dari 7

MENURUNKAN HIPERBILIRUBIN DENGAN FOTORTERAPI

PADA IKTERUS NEONATORUM

Disusun Oleh:

Tuty Hayati Anwar

(2017.03.19)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN

2019
Muhammad Sowwam, Septy Nur Aini (2018)
MENURUNKAN HIPERBILIRUBIN DENGAN FOTORTERAPI
PADA IKTERUS NEONATORUM

Abstrak

Tujuan: Untuk menganalisis fototerapi dalam menurunkan hiperbilirubin pada ikterus


neonatorum.

Pembahasan
Bayi Ny. Y lahir secara Caesar dengan berat badan 1830 gram. Hal ini sesuai dengan
teori Ningsih (2013), karena salah satu faktor resiko ikterus neonatorum adalah atau
kurangnya kebutuhan nutrisi dalam tubuh. Salah satu penyebab terjadinya ikterus adalah
berat bayi lahir rendah. Hal ini dijelaskan oleh Nurarif dan Kusuma (2015), karena ikterus
bisa terjadi karena ASI yang tidak efektif.
Bayi Ny. Y lahir dengan masa gestasi < 36 minggu yaitu 33 minggu lebih 3 hari. Hal
ini sesuai teori Nurarif dan Kusuma (2015), bahwa bayi yang lahir dengan masa gestasi < 36
minggu dapat mengalami resiko ikterus neonatorum. Hal ini dijelaskan oleh Nurarif dan
Kusuma bahwa bayi yang mengalami prematuritas organ-organ nya belum berfungsi dengan
baik, terutama pada organ hati, fungsi hati yang belum sempurna menyebabkan konjugasi
bilirubin juga belum sempurna, sehingga terjadi hiperbilirubinemia dan mengakibatkan
ikterus neonatorum.
Tanda klinis ikterus pada bayi Ny. Y muncul pada usia 9 hari. Sedangkan menurut
Royyan (2012), bahwa ikterus dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu ikterus fisiologis dan
ikterus patologis. Pada ikterus fisiologis, warna kuning akan timbul pada hari kedua atau
ketiga dan tampak jelas pada hari kelima sampai keenam dan menghilang sampai hari
kesepuluh, sedangkan pada ikterus patologis, ikterus timbul dalam 24 jam pertama
kehidupan. Bayi Ny. Y tidak minum ASI sejak lahir dikarenakan ASI Ny. Y belum keluar,
menurut Hal ini dapat dijelaskan oleh Nurarif & Kusuma (2015), bahwa ikterus bisa muncul
pada hari kelima sampai hari kesepuluh dikarenakan ASI yang tidak efektif. Maka dari itu
dapat disimpulkan kasus pada bayi Ny. Y termasuk ikterus fisiologis karena bayi Ny. Y
mengalami ikterus pada hari kesembilan kehidupan.
Pada bayi Ny. Y setiap minum selalu gumoh, minum 8x35 cc/hari dan tidak pernah
habis. Bayi Ny. Y minum ASI dan atau susu formula selama dirawat di HCU Neonatus.
Menurut England (2012), ikterus fisiologis disebabkan oleh asupan kalori yang lebih rendah,
pengeluaran mekonium yang lebih lambat, dan adaptasi fisiologis yang berlangsung terhadap
tipe susu tertentu, misalnya perubahan dari ASI ke susu formula bersifat mengganggu seluruh
proses fisiologis bayi. Jadi dapat pada kasus bayi Ny. Y ikterus terjadi karena rendahnya
asupan kalori. Hal ini dibuktikan dengan bayi gumoh setiap habis minum, minum 8x35
cc/hari namun tidak pernah habis, dan adaptasi fisiologis yang berlangsung terhadap tipe susu
tertentu (dibuktikan dengan bayi Ny. Y minum ASI dan atau susu formula selama dirawat).
Pada bayi Ny. Y mau minum dengan refleks hisap yang lemah, letargi, dan refleks moro
lemah. Ini sesuai menurut Royyan (2012), bahwa bayi dengan ikterus neonatorum ditemukan
bayi tidak mau minum, letargi, dan reflek moro lemah atau tidak sama sekali. Terjadinya
refleks moro lemah dijelaskan Shapiro (2008) dalam Hutahaean (2011), bahwa dari beberapa
penelitian secara garis besar rata-rata kadar bilirubin total serum >20 mg/dl berpotensi
terjadinya gangguan perkembangan neurologis walaupun kadar <20 mg/dl dapat juga
berpotensi terutama bila disertai adanya faktor-faktor risiko (asfiksia, prematuritas, trauma
lahir, infeksi, proses hemolitik). Sehingga setiap bayi dengan hiperbilirubinemia harus
dievaluasi secara individual sesuai dengan bilirubin dan juga faktor-faktor risiko yang ada.
Tujuan fototerapi neonatus yaitu untuk menurunkan kadar bilirubin serum dalam sirkulasi
darah. hal ini juga sesuai menurut teori Royyan (2012), yang menjelaskan bahwa salah satu
penatalaksanaan dari ikterus neonatorum adalah fototerapi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan fototerapi neonatus selama tiga hari warna
kulit sudah tidak ikterik, mata anikterik, reflek hisap adekuat, bayi minum ASI ± 35 cc pada
jam 22.00 WIB, menggunakan botol sebanyak 30 cc pada pukul 01.15, gerak aktif, bayi
minum 8x35 cc, bayi sudah tidak gumoh. kadar bilirubin belum diketahui karena pada hari
terakhir pengkajian sampai pasien pulang tidak dilakukan pemerikasaan darah rutin ulang,
berat badan 1831 gram.
Metode Penelitian
Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan case study research (Studi
Kasus). Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen pada tanggal 7-10
Maret 2018. Subjek penelitian dalam karya tulis ilmiah ini adalah bayi baru lahir dengan
diagnosis medis Ikterus neonatorum. Pemilihan subjek dilakukan dengan cara melihat bayi
diruang HCU Neonatus RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dengan diagnosis medis
Ikterus neonatorum kemudian penulis mengambil satu sampel untuk dijadikan subjek studi
kasus.

Hasil penelitian
Pengkajian pada Bayi Ny. Y lahir secara SC di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen
pada tanggal 28 Februari 2018 dengan usia kehamilan 33 minggu lebih 3 hari. Dengan Berat
Badan 1830 gr, Panjang Badan 44 cm, Lingkar Kepala 29 cm Lingkar Dada 26,5 cm, hasil
pengukuran Tanda-Tanda Vital : Suhu 36,3ᵒC, Nadi 125x/menit, RR 30x/menit. Reflek hisap
lemah, latergi dan reflek moro lemah, gerak kurang aktif, dan bayi mengalami gumoh setelah
diberi minum. Ny. Mengatakan anaknya belum minum ASI sejak lahir, Ny. Y mengatakan
By. Y tampak kuning pada tannggal 7 Maret 2018 dari kepala, badan, ekstremitas,
pergelangan tangan dan kaki (derajat IV).
Hasil Laboratorium menunjukkan Kadar serum Bilirubin Direk 3,03 mg/dl, Bilirubin
Indirek 10,64 mg/dl, dan Bilirubin total 13,67 mg/dl. Sebelum bayi mengalami ikterik bayi
didiagnosis BBLR dan Asfiksia sedang dengan APGAR SCORE 7, 9, 9.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada bayi Ny. Y adalah ikterus neonatorum
berhubungan dengan pola makan tidak tepat. Tujuan keperawatan pada bayi Ny. Y adalah
untuk menurunkan kadar bilirubin serum didalam darah dengan kriteria hasil kadar bilirubin
tidak menyimpang dari rentang normal, warna kulit tidak menyimpang dari rentang normal,
berat badan tidak menyimpang dari rentang normal, mata bersih tidak menyimpang dari
rentang normal, reflek menghisap adekuat, tonus otot tidak menyimpang dari rentang normal.
Sedangkan intervensi yang diterapkan adalah fototerapi neonatus.
Imlementasi keperawatan pada bayi Ny. Y yaitu melakukan tindakan fototerapi
selama tiga hari dari tangga 7 Maret sampai 9 Maret 2018. Pada tanggal 7 Maret penulis
menimbang berat badan, mengobservasi tanda-tanda (warna) kuning, memeriksa kadar
bilirubin serum, melakukan fototerapi, kemudian memberi susu formula dan menilai reflek
hisap dan reflek gerak bayi, serta mengukur tanda-tanda vital.
Pada tanggal 8 Maret 2018 penulis kuning, melakukan fototerapi, kemudian memberi
susu formula dan menilai reflek hisap dan reflek gerak bayi, serta mengukur tanda-tanda
vital. Pada tanggal 9 Maret 2018 mengobservasi tanda-tanda (warna) kuning, memeriksa
kadar bilirubin serum, melakukan fototerapi, kemudian memberi susu formula dan menilai
reflek hisap dan reflek gerak bayi, serta mengukur tanda-tanda vital.
Evaluasi yang diperoleh selama tiga hari, hasil evaluasi yang didapatkan, didapatkan
hari Rabu, 7 Maret 2018 pukul 14.00 WIB. Ny. Y mengatakan warna kulit anaknya kuning.
Dari hasil pemeriksaan fisik bayi tampak kuning dari kepala, badan, ektremitas, pergelang
tangan dan kaki, hasil laboratorium bilirubin direk : 3,03 mg/dl, bilirubin indirek : 10,64
mg/dl, bilirubin total : 13,67 mg/dl dinilai ikterik derajat 4, latergi, gerak lemah, kompresi
pada botol lemah, reflek hisap lemah, bayi minum susu formula, makan 8x35 cc tidak pernah
habis, bayi gumoh setelah minum, berat badan 1830 gr masih sama saat lahir.
Pada hari kedua data yang didapat adalah BB : 1830 gr, PB : 44 cm, warna kuning sudah
berkurang, reflek hisap adekuat, kompresi ASI kuat, minum ± 30 c, bayi sudah tidak gumoh,
hasil Vital Sign Suhu 37ºC.
Pada hari terakhir data yang didapat adalah Ny. Y mengatakan warna kuning pada
anaknya sudah hilang. Secara objektif bayi dinilai ikterik hilang, warna kulit kemerahan tidak
tampak kekuningan, suhu 36, 3ºC, gerak aktif, kompresi pada botol maupun ASI kuat, reflek
hisap kuat, sehari minum 8x30 cc ASI dan ataupun susu formula dan mampu habis, bayi
sudah tidak gumoh setelah minum, berat badan naik menjadi 1831 gram

Kesimpulan
Pada studi kasus ini didapatkan bahwa Fototerapi Neonatus dapat menurunkan kadar biirubin
serum dalam sirkulasi darah. Rumah sakit hendaknya meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan melalui media penkes tentang fototerapi dirumah sehingga pelayanan dan
pengobatan akan maksimal.
Daftar Pustaka

Bulechek, G. dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi ke 6.


Diterjemahkan oleh: Intansari Nurjannah dan Roxsana Devi Tumanggor. Mocomedia.
Indonesia

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2013. Buku Profil Kesehatan


Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 http://www.depkes.go.id/ resources/ download/
profil/ PROFIL_KES_PROVINSI_2015/(Di akses tanggal 13 November 2017)

England, Carole. 2012. Asuhan Kebidanan pada Bayi yang Baru Lahir.
Perawatan Bayi yang Sakit Kuning. Hilary Lumsden and Debbie Holmes (Ed).
Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Mitayani dan Wiwik S. 2010. Buku Saku Ilmu Gizi. Trans Info Media. Jakarta

Ningsih, W. 2013. Hubungan Perubahan Berat Badan Neonatus dengan Kadar Bilirubin Hari

Nurarif dan Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2. MediAction. Yogyakarta

Ridha, H.N. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Yunitasari, P. 2014. Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir pada By. Ny. S
dengan Ikterus Neonatorum Derajad II di RSUD Dr. Moewardi. KTI. Program
Diploma 3 Kebidanan. Stikes Kusuma Husada

Anda mungkin juga menyukai