Tinjauan Teori
A. Definisi
Syok hemoragik adalah suatu sindrom yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh yang biasanya
terjadi akibat perdarahan yang masif (Sudoyo,2009).
B. Etiologi
Beberapa penyebab tersering pada syok hemoragik (Guiterrez, 2004):
Terapi antitrombosis
Koagulopati
Perdarahan saluran pencernaan
o Varises esofagus
o Ulkus peptikum dan duodenum
o Ca gaster dan esofagus
Obstetrik/ginekologi
Penyebab umum terjadinya syok hemoragik pada kasus obstetric
adalah:
Jumlah besar volume darah yang terkumpul dalam rongga perut
atau pleura.
Perdarahan pada kasus obsterik (KET dan Perdarahan post
partum).
Perdarahan yang disebabkan patah tulang paha (femur shaft) dan
patah tulang panggul (pelvis) dengan volume darahyang hilang
melebihi 2 liter.
Terjadinya perdarahan postpartum disebabkan oleh 4T yaitu:
atonia uterus (tonus), retensio plasenta(tissue), robekan jalan lahir
(trauma), dan gangguan pembekuan darah (thrombin)
a. Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan keadaan dimana otot uterus (miometrium)
gagal berkontraksi pada tahap ke-3 persalinan, yaitu setelah bayi
dilahirkan, sehingga perdarahan dari tempat perlekatan arteri dan
vena spiral plasenta terus terbuka. Kondisi bahwa 1/5 dari curah
jantung ibu hamil yaitu sekitar 1000ml/menit memasuki sirkulasi
uteroplasenta saat persalinan membuat perdarahan postpartum
karena atonia uteri ini dapat menghilangkan banyak darah ibu
dalam waktu singkat. Penyebab pasti disfungsi kontraksi pada
uterus ini masih belum diketahui secara pasti.
b. Retensio Plasenta
Pada kala tiga persalinan, miometrium berkontraksi mengikuti
penyusutan rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan
ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan
plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakinkecil,
sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan
terlipat, menebal, dan kemudian terlepas dari dinding uterus.
Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau
ke dalam vagina.
c. Robekan Jalan Lahir
Proses persalinan selalu terkait dengan trauma jalan lahir
termasuk uterus, serviks, vagina, dan perineum. Cedera yang
didapat saat persalinan dapat berkisar dari robekan mukosa minor
hingga laserasi yang menyebabkan perdarahan yang mengancam
jiwa. Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka
episiotomi, robekan perineum spontan derajat ringan sampai
ruptur perinei totalis (sfingter ani terputus), robekan pada dinding
vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra
serta bahkan yang paling berat yaitu ruptur uteri.
d. Gangguan Pembekuan Darah
Kelainan pembekuan darah kongenital dan didapat berperan
signifikan pada kejadian perdarahan postpartum primer tetapi
jarang terjadi hanya sekitar 3%. Penyakit von Willebrand
merupakan contoh penyakit koagulopati yang penting yang dapat
meningkatkan risiko perdarahan postpartum. Gangguan
pembekuan darah baru dicurigai sebagai kausal apabila penyebab
yang lain telah disingkirkan dan disertai adanya riwayat pernah
mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya.
Paru
o Emboli pulmonal
o Ca paru
o Penyakit paru yang berkavitas: TB, aspergillosis
Ruptur aneurisma
Perdarahan retroperitoneal
Trauma
o Laserasi
o Luka tembus pada abdomen dan toraks
o Ruptur pembuluh darah besar
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian sirkulasi dan sebagai akibatnya
akan menurunkan aliran balik vena. Sebagai hasilnya, curah jantung menurun di
bawah normal dan timbul syok.
C. Klasifikasi
Sistem klasifikasi syok hemoragik berdasarkan dari American College of
Surgeon Committee on Trauma dibagi menjadi 4 kelas. Sistem ini berguna untuk
memastikan tanda-tanda dini syok hemoragik.
Sedangkan gejala klinis untuk kasus pendarahan post partum sendiri adalah sebagai
berikut :
Perdarahan tidak hanya terjadi pada mereka yang memiliki faktor risiko
tapi pada setiap persalinan kemungkinan terjadi perdarahan selalu ada. Jika
perdarahan terus berlanjut akan menimbulkan tanda-tanda syok dengan
gambaran klinisnya berupa perdarahan terus-menerus dan keadaan pasien
secara berangsur-angsur menjadi jelek. Denyut nadi menjadi cepat dan
lemah, tekanan darah menurun, pasien berubah pucat dan ekstrimita dingin,
serta nafas menjadi sesak dan terengah-engah.
F. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diganostik yang dapat dilakukan untuk melihat sejauh mana syok
hemoragik terjadi adalah sebagai berikut :
1. Pemerikaan hemoglobin atau hematokrit
Untuk menilai berapa jumlah kehilangan darah yang sudah terjadi.
Berapa jam perkiraan darah sudah hilang
Sebagai data dasar untuk melakukan transfuse darah.
2. Pemeriksaan darah arteri (BGA)
Untuk menilai jumlah asidosis serum darah, PH <7,25
Sebagai penanda terjadinya proses kehilangan darah yang parah.
3. Pemeriksaan laktat
Untuk mengukur kadar tidak langsung dari jumlah oksigen
Nilai normal = 1,0 mEq / L
Nilai> 1,0 berkorelasi dengan terajadinya shock
Level Laktat> 5 = ↑ mortalitas
Kemampuan membersihkan laktat dalam 24 jam: sebagai kemampuan
untuk bertahan hidup
Ketidakmampuan untuk menghapus laktat dalam waktu 12 jam: sebagai
tanda terjadinya kegagalan organ multisystem
4. Penurunan nilai basis
Ukuran sensitif dari perfusi yang tidak adekuat
Kisaran normal -3 hingga +3
Sejalan dengan BGA
Penerimaan nilai basis berkorelasi dengan kehilangan darah
Memburuknya nilai basis : perdarahan yang masih berlangsung,
penggantian nilai volume yang tidak
5. Thromboelastogram (TEG)
Memprediksi akan jumlah kebutuhan transfuse
Menggunakan target komponen darah
Identifikasi pasien hiperfibrinolitik
Kaji dampak penghambat trombosit (aspirin dan Plavix) dengan Pemetaan
Trombosit
Mungkin satu-satunya metode untuk mendeteksi tingkat antikoagulasi oleh
Dabigatran (Pradaxa)
6. Memperkirakan jumlah kehilangan darah
Berdasarkan definisi dari perdarahan postpartum yaitu perdarahan yang
terjadi segera setelah partus (persalinan)1, sebanyak 500 ml pada
persalinan per vaginam atau lebih dari 1000 ml pada seksio sesarea.2,3
Cara yang paling tepat untuk menentukan apakah seseorang mengalami
perdarahan postpartum adalah dengan menghitung kehilangan darah yang
terjadi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara mengukur atau
memperkirakan jumlah darah yang hilang saat persalinan.
G. Penatalaksanaan
4. Transfusi darah
Indikasi transfusi darah antara lain:
- Perdarahan akut sampai Hb <8 gr/dL atau Ht <30% pada orang tua,
kelainan paru, kelainan jantung, Hb <10 gr/dL.
- Bedah mayor kehilangan darah >11% volume darah (Latief, 2009).
Pemberian darah tergantung respon penderita terhadap cairan. Tujuan
utama transfuse darah adalah memperbaiki oxygen-carrying capacity.
Perbaikan volume dapat dicapai dengan pemberian larutan kristaloid,
yang sekaligus akan memperbaiki volume interstitial dan intraseluler.
Darah yang baik digunakan adalah yang sepenuhnya crossmatched.
Namun proses crossmatching lengkap memerlukan sekitar 1 jam.
Pengobatan mencakup transfusi darah lengkap, apabila darah lengkap
tidak tersedia, plasma biasanya dapat menggantikan darah lengkap.
Plasma tidak dapat memulihkan hematokrit normal, tetapi manusia
biasanya dapat bertahan pada penurunan hematokrit sampai kira-kira
sepertiga normal sebelum menimbulkan akibat serius jika curah jantung
mencukupi. Karena itu pada keadaan akut cukup beralasan untuk
menggunakan plasma dalam menggantikan darah lengkap guna
mengobati syok hemoragik.
Kadang-kadang plasma juga tidak tersedia. Dalam hal ini, berbagai
pengganti plasma sudah dikembangkan, yang sama melaksanakan fungsi
hemodinamika hampir tepat dengan sasaran. Salah satunya adalah
larutan dekstran. Syarat utama suatu pengganti plasma yang benar-benar
efektif adalah yang tetap tinggal di sistem sirkulasi yaitu tidak tersaring
melalui pori-pori kapiler ke dalam ruang jaringan. Selain itu larutan tidak
boleh toksik dan mengandung bahan yang mempunyai ukuran molekul
cukup besar untuk mendesak tekanan osmotik koloid.
Sejauh ini bahan yang paling memuaskan untuk tujuan tersebut
adalah dekstran, suatu polimer posakarida glukosa yang besar. Dekstran
dengan besar molekul yang sesuai tidak dapat melewati pori kapiler dank
arena itu dapat menggantikan protein plasma sebagai bahan osmotik
koloid.3
A. Case Study
Seorang pasien wanita umur 31 tahun dengan diagnosa Syok Hemoragik
teratasi ec Late HPP ec susp sisa plasenta + Anemia sedang. Diagnosa
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaa fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Keluhan utama pasien berupa keluar darah yang banyak dari vagina sejak
3 jam sebelum masuk rumah sakit. Kondisi pasien saat di IGD, dalam keadaan
syok hemoragik akibat perdarahan yang dialami oleh pasien, dimana terjadi
penurunan tekanan darah hingga 80/40 mmHg, takikardi, takipneu, dan akral
pasien yang teraba dingin.
Diketahui pasien berada dalam masa nifas dimana sebelumnya pasien
melahirkan seorang bayi laki-laki 10 hari yang lalu di rumah ditolong oleh bidan.
Hal ini mengindikasikan bahwa perdarahan yang dialami ibu erat kaitannya
dengan proses persalinan yang ia jalani.
B. Penatalaksanaan
Pada tahap awal dilakukan resusitasi cairan menggunakan cairan
kristaloid RL 500 cc, diguyur.Dilakukan pemantauan dalam 30 menit kemudian,
terjadi perbaikan dari keadaan pasien, tekanan darah pasien naik menjadi 100/70
mmHg.
Berdasarkan keluhan, pasien mengeluh nyeri perut dan badan terasa
lemah. Daripemeriksaan fisik tekanan darah pasien 100/70 mmHg dan suhu
39,3oC. Pada pemeriksaan mata didapatkan konjungtiva anemis +/+. Dari palpasi
abdomen didapatkan tinggi fundus uteri masih 1 jari dibawah pusat dan nyeri
tekan (+), mengindikasikan masih adanya jaringan dalam uterus yang
menyebabkan uterus tidak mengecil menjadi ukuran normal. Dari inspeksi
genitalia tampak darah mengalir dari vagina, kemudian dilakukan inspekulo dan
tampak darah mengalir dari portio dan tumpukan darah di forniks posterior.
Keadaan ini menunjukkan bahwa perdarahan aktif berasal dari dalam rongga
uterus melalui kanalis servikalis. Dari hasil USG tampak sisa plasenta masih ada
dalam uterus yang menunjukkan bahwa sumber perdarahan yang terjadi berasal
dari sisa plasenta tersebut.
Pada kasus ini, telah dilakukan perbaikan keadaan umum dengan
melakukan transfusi darah 4 unit dan tidak ditemukan keadaan syok pada pasien,
kemudian dilakukan pemeriksaan USG untuk melihat sisa plasenta dan
selanjutnya pasien direncanakan untuk kuretase. Setelah dilakukan kuretase
pada pasien, maka berhasil dikeluarkan jaringan ± 150 ccdengan perdarahan
selama tindakan ±100cc.Jumlah perdarahan pervaginam minimal dan telah
dilakukan pemeriksaan Hb post transfuse, dengan hasil Hb 11,4g/dl, maka pasien
diperbolehkan pulang dengan pengobatan yang diberikan untuk pasien berupa
Cefixime, Asam mefenamat, Metyl ergometrin, Vitamin C, dan SF.
C. Pembahasan
Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa syok hemoragik
dalam konsisi syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak. Dimana syok
disebabkan gangguan sirkulasi darah ke jaringan sehingga tidak dapat memenuhi
kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan serta tidak mampu mengeluarkan hasil
metabolism. Gejala yang muncul pada pasien syok berupa hipotensi, nadi cepat
dan halus, pucat, keringat dingin, sianosis jari-jari, sesak nafas, gelisah, dan
oliguria.
Perdarahan pasca persalinan atau perdarahan postpartum berdasarkan
onset terjadinya terbagi menjadi 2, yaitu early hemorrhagic postpartum dan late
hemorrhagic postpartum. Kasus ini sesuai dengan definisi late hemorrhagic
postpartum atau perdarahan postpartum sekunder, dimana perdarahan terjadi
lebih dari 24 jam hingga 12 minggu postpartum.
B. Saran
Makalah ini hanyalah sedikit dari sekian banyak materi tentang syok
hemoragik, terlebih dengan kondisi kasus pendarahan pasca persalinan. Oleh karena
itu makalah ini masih sangat jauh dari kata sempur, sehingga untuk kedepannya
memerlukan saran yang membangun untuk menambah isi di dalam makala ini.
Daftar Pustaka