Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN

KELOMPOK (6)

DOSEN PEMBIMBING

Teuku Mahmud. M.Pd.

DISUSUN OLEH:

Alfian

Sukma Elvanita

Intan Mutia

UNIVERSITAS SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

BINA BANGSA GETSEMPENA

(STKIP BBG)

BANDA ACEH
BAB I

TEORI PENDIDIKAN

Mengapa kita harus mempelajari teori? Karena yang harus kita hadapi dalam teori pendidikan
adalah manusia. Berbicara tentang manusia akan menyangkut harkat, derajat, martabat, dan
hak asasi nya. Perbuatan mendidik buakan suatu perbuatan serampangan, melainkan suatu
perbuatan yang harus betul-betul didasadari, dan disadari dalam rangka membimbing
manusia pada suatu tujuan yang akan dicapai.

Walaupun kita telah memahami berbagi teori pendidikan namun kita tidak boleh beranggapan
bahwa kita telah memiliki resep untuk menjalankan tugas dalam pendidikan. Dalam
pendidikan tidak dikenal suatu resep yang pasti (mutlak), karena yang utama dalam
pendidikan dalah kreativitas dan kepribad-badian pendidik. Dalam kaitan ini prof. Sikun
pribadi (1980) mengemukakan:

“itulah sebabnya mengapa suatu upaya pendidikan tidak dapat dan tidak boleh dikemukakan
dalam bentuk resep atau aturan yang tetap untuk dijalankan. Yang penting resepya,
melainkan kepribadian dan krativitas pendidik sendiri. Pendidikan (walaupun harus didukung
oleh ilmu pendidikan atau pagadogik) dalam pelaksanaannya,lebih merupakan seni dari pada
teori.”

Setiap tindakan dalam pendidikan tidak akan dengan sendiriya dapat menerapkan teori yang
ada, walaupun telah teruji, berhasil dipraktikan ditempat/negeri lain. Dalam pelaksaan
pendidikan, kita harus memperhatikan siterdidik sebagai manusia unik dengan segala aspek
kepribadiannya, memperhatikan kepribadian pendidik, memperhatikan situasi dan kondisi
lingkungan, tujuan yang akan di capai yang bersumber pada falsafah dan pandangan hidup
manusia dimana pendidikan berlangsung.

Pendidikan memerlukan teori pendidikan,karena teori pendidikan akn memberikan manfaat


sebagai berikut :

1. Teori pendidikan dapat dijadikan sebagai pedoman untuk megetahui arah dan tujuan
yang akan di capai.
2. Teori pendidikan berfungsi untuk mengurangi kesalahan-kesalahan dalam praktik
pendidikan. Dengan memahami teori, kita aka mengetahui mana yang boleh dan mana
yang tidak boleh dilakukan.
3. Teori pendidikan dapat dijadikan sebagai tolak ukur sampai di mana kita telah
berhasil melaksanakan tugas dalam pendidikan.
KAJIAN TEORI
Hakikat Pendidikan

Definisi pendidikan telah banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Berikut
definisi-definisi pendidikan yang penulis kumpulkan. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1995:232) diyatakan bahwa pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Jadi, pendidikan merupakan sebuah proses, yakni proses perubahan
perilaku baik individu ataupun sekelompok orang, dengan tujuan untuk membuat individu-
individu tersebut dewasa. Maksud dewasa di sini adalah bahwa individu itu mencapai
kematangan dalam pikiran dan pandangan. Dalam pengertian ini juga terkandung upaya atau
usaha yang dilakukan dalam kegiatan pendidikan, yakni melalui pengajaran dan latihan.
Sejalan dengan definisi di atas, Sukmadinata (2004:1) juga mengemukan pendidikan
sebagai upaya-upaya, yakni upaya mencerdaskan bangsa, menanamkan nilai-nilai moral dan
agama, membina kepribadian, mengajarkan pengetahuan, melatih kecakapan, ketrampilan,
memberikan bimbingan, arahan, tuntunan, teladan, dan lain-lain.
Pendidikan sebagai proses dikemukakan oleh H. Horn, bahwa pendidikan merupakan
proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia
yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti
termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.

Hakekat Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan
menentukan hubungan antar variabel, dan bertujuan untuk menjelaskan fenomena
alamiah. Teori terdiri dari 3 elemen, yaitu concept (konsep), scope (lingkup),
dan relationship (hubungan). Sebuah teori harus memiliki konsep-konsep dengan lingkup
tertentu dan saling berhubungan
Pengertian teori juga dikemukakan oleh Kerlinger, yakni: a set of interrelated
constructs (concepts), definitions, and propositions that present a systematic view of
phenomena by specifying relations among variables, with the purpose of explaining and
predicting the phenomena (teori adalah seperangkat konstruksi {konsep}, definisi, dan
preposisi yang yang saling berhubungan yang menghadirkan suatu fenomena yang sistematis
dengan memerincikan hubungan antara variabel-variabel dengan tujuan untuk menjelaskan
dan meramalkan fenomena tersebut). Dengan demikian, sebuah teori terdiri atas konsep,
definisi, dan proposisi yang saling berhubungan, sehingga dapat menjelaskan dan
meramalkan suatu fenomena dengan memerinci terlebih dahulu hubungan antara konsep,
definisi, dan preposisi tadi
Definisi teori Kerlinger di atas juga dikemukan oleh Soetriono dan Hanafie
(2007:142-143) yang menyatakan bahwa teori bukanlah suatu spekulasi melainkan suatu
konstruksi yang jelas yang dibangun atas jalinan fakta-fakta secara keseluruhan. Fakta
mempunyai peranan dalam teori, yakni: (a) memulai teori; (b) menolak dan mereformasi teori
yang telah ada; serta (c) mendefinisikan kembali atau memperjelas definisi-definisi yang ada.
Dalam pengembangan ilmu, teori memiliki peranan sebagai berikut.
1. Teori sebagai orientasi, yakni memfokuskan cakupan fakta-fakta mana saja yang
diperlukan.
2. Teori sebagai konseptual dan klasifikasi, yakni dapat memberikan petunjuk kejelasan
hubungan antarkonsep atas dasar klasifikasi tertentu.
3. Teori sebagai generalisasi, yakni memberikan rangkuman terhadap generalisasi empirik
dari berbagai proposisi.
4. Teori sebagai peramal fakta, yakni membuat prediksi-prediksi tentang adanya fakta
dengan cara membuat ektrapolasi (ramalan) dari yang sudah diketahui kepada yang belum
diketahui.
5. Teori menunjukkan adanya kesenjangan dalam pengetahuan kita, sehingga memberi
kesempatan kepada kita untuk melengkapi, menjelaskan, dan mempertajamnya.
Mudyahardjo (2001:91) mengartikan sebuah teori dalam sosok teori yang terdiri dari
bentuk dan isi. Dilihat dari bentuknya, teori merupakan sistem konsep-konsep yang terpadu,
menerangkan, dan meramalkan (prediktif). Hal ini sejalan dengan definisi teori yang
dikemukan sebelumnya. Dilihat dari isinya, sebuah teori berisi konsep-konsep yang berfungsi
sebagai asumsi (dasar/titik tolak pemikiran sebuah teori)dan definisi (konotatif atau denotatif,
yang menyatakan makna dari istilah-istilah yang dipergunakan dalam menyusun teori).
Dari definisi-definisi di atas, dapat penulis simpulakan bahwa teori adalah beberapa
atau kumpulan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain dan berfungsi untuk
menerangkan dan meramalkan suatu fenomena (gejala atau kejadian).

Teori Pendidikan
Menurut N.R. Campbell (dalam Sudjana, 1989:7), teori adalah perangkat proposisi
(pernyataan ilmiah) yang terintegrasi secara sintaksis dan berfungsi sebagai alat untuk
menjelaskan, membedakan, meramalkan dan mengontrol fenomena yang dapat diamati.
Kemudian Snelbecker (dalam Miarso, 2011:103) mengemukakan bahwa teori adalah segala
aspek ilmuan tidak semata-mata bersifat empirik, dan yang sangat khusus adalah ringkasan
pernyataan yang melukiskan dan menata sejumlah pengamatan empirik.
Berdasarkan kedua pengertian tersebut, teori adalah pernyataan ilmiah yang berfungsi
sebagai alat untuk menjelaskan, membedakan, meramalkan, melukiskan dan menata sejumlah
fenomena melalui pengamatan yang terintegrasi secara sintaksis.
Dalam pendidikan terdapat klasifikasi teori pendidikan yang akan dijabarkan lebih
luas lagi sehingga menambah referensi mengenai teori-teori pendidikan.
a. Behaviorisme
Menurut Sukardjo (2009:33) Behaviorisme adalah posisi filosofis yang mengatakan
bahwa untuk menjadi ilmu pengetahuan, psikologi harus memfokuskan perhatiannya pada
sesuatu yang bisa diteliti lingkungan dan perilaku-dari pada fokus pada apa yang tersedia
dalam individu-persepsi-persepsi, pikiran-pikiran, berbagai citra, perasaan-perasaan, dan
sebagainya. Kemudian Sukardjo (2009:33) melanjutkan bahwa kerangka kerja (frame work)
dari teori pendidikan Behaviorisme adalah Empirisme. Asumsi filosofis dari Behaviorisme
adalah nature of human being (manusia tumbuh secara alami).
Aliran Behaviorisme didasarkan pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati.
Oleh karena itu, aliran itu, aliran ini berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran
bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini
tingkah laku dalam belajar akan berubah kalau ada stimulus dan respons. Dalam aliran
behavior, faktor lain yang penting adalah reinforcement (penguatan), yaitu penguatan yang
dapat memperkuat respons. Tokoh aliran Behaviorisme antara lain (1) Pavlov; (2) Watson;
(3) Skinner; (4) Hull; (5) Guthrie; (6) Thorndike.
Dalam penelitian ini diketahui bahwa apabila terkurung binatang itu sering melakukan
bermacam-macam kelakuan, seperti menggaruk-garuk, mengigit, mencakar, dan menggosok-
gosokkan badannya ke sisi-sisi kotak. Cepat atau lambat binatang itu akan tersandung palang
dan lepaslah ia ke tempat makanan. Kalau pengurungan itu berkali-kali, maka tingkah laku
yang tidak ada hubunganna dengan lepas dari kurungan berkurang. Tentu saja waktu yang
diperlukan untuk lepas menjadi lebih pendek.
Dalam penelitiannya, Thorndike menyimpulkan bahwa respons lepas dari kurungan
itu lambat laun diasosiasikan dengan situasi dalam belajar melalui coba-coba, by trial and
error. Respons benar lambat laun tertanam atau diperkuat melalui percobaan yang berulang-
ulang. Respons yang tidak benar diperlemah. Gejala ini disebut substitution response atau
dikenal dengan teori mental conditioning karena pemilihan suatu respons itu merupakan alat
atau instrument untuk memperoleh ganjaran.
Thorndike (dalam Uno, 2006:7) proses interaksi antara stimulus antara stimulus (yang
mungkin berupa pikiran, perasaan, gerakan) dan respons (yang juga bisa berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan). Berdasarkan hal tersebut, perubahan tingkah laku boleh berwujud
sesuatu yang konkret (dapat diamati) atau yang nonkonkret (tidak dapat diamati). Sukardjo
(2009:47) menyatakan terkait dengan belajar, Thorndike menyampaikan tiga hukum belajar
yang utama dan itu diturunkan dari hasil penelitiannya. Ketiga hukum tersebut adalah hukum
efek, hukum latihan, dan hukum kesiapan.
Menurut Sukardjo (2009:48) yang terpenting bagi pendidikan ialah penelitian
Thorndike mengenai pengaruh jenis kegiatan belajar tertentu pada belajar berikutnya.
Pertama, serangkaian studi yang dilakukan oleh Thorndike dan Woodwoorth (1901)
menemukan bahwa berlatih dalam tugas tertentu memudahkan belajar di waktu kemudian
hana untuk tugas yang serupa, tidak untuk tugas yang tidak serupa. Hubungan ini dikenal
sebagai alih latihan, transfer of training.
Kedua, Thorndike (1924) menyelidiki konsep disiplin mental yang popular yang
mula-mula diuraikan oleh Plato. Menurut paham penganjur disiplin mental, mempelajari
kurikulum tertentu, terutama matematika dan bahasa-bahasa klasik dapat meningkatkan
fungsi intelek. Thorndike menguji konsep itu dengan cara membandingkan hasil belajar
siswa-siswa sekolah menengah. Setelah mengikuti pelajaran dalam kurikulum klasik dan
kurikulum vokasional ia menemukan bahwa ada perbedaan yang berarti dari keduanya.
Dalam tahun-tahun berikutnya, penelitian Thorndike ini disebut sebagai pembawa pengaruh
yang penting dalam mengalihkan pandangan pada perancang kurikulum konsep disiplin
mental dan mengarahkan pelaksanaan penyusunan kurikulum ke tujuan, keguruan
masyarakat.

b. Kognitivisme
Menurut Sukardjo (2009:50) Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori
pendidikan kognitivisme adalah dasarnya rasional. Teori ini memiliki asumsi filosofis, yaitu
the way in which we learn. Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. Inilah
yang disebut dengan filosofi Rasionalism. Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh
kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa/kejadian yang terjadi dalam lingkungan.
Kemudian Sukardjo (2009:50) Teori kognitivisme berusaha menjelaskan dalam
belajar bagaimana orang-orang berpikir. Menurut Uno (2006:10) teori ini menyatakan bahwa
ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Aliran ini menjelaskan bagaimana belajar terjadi dan
menjelaskan secara alami kegiatan mental internal dalam diri kira. Oleh karena itu dalam
aliran kognitivisme lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri.
Tokoh aliran kognitivisme adalah Piaget, Bruner, dan Ausebel.

c. Konstruktivisime
Menurut Von Glasersfeld (dalam Sukardjo, 2009:54) pengertian konstruktif kognitif
muncul pada abad ke-20 dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan
disebarkan oleh Jean Piaget. Namun apabila ditelusuri lebih jauh, gagasan pokok
konstruktivisme sebenarnya sudah dimulai oleh Giambastissta Vico, seorang epistomolog
dari italia (Suparno dalam Sukardjo, 2009:54).
Pada tahun 1710, Vico mengungkapkan filsafatnya denggan berkata,
Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Terkait dengan
hal itu, dia menjelaskan bahwa mengetahui bermakna berarti mengetahui bagaimana
membuat sesuatu. Ini berarti bahwa seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia dapat
menjelaskan unsur-unsur apa yang dapat membangun sesuatu itu. Menurut Vico,
pengetahuan tidak lepas dari orang (subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur
konsep dari pengamat yang berlaku.
Sukardjo (2009:55) menyatakan bahwa kaitannya dengan pembelajaran, menurut teori
konstruktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh pengetahuan adalah karena
keaktifan siswa itu sendiri. Kemudian Sukardjo melanjutkan bahwa konsep pembelajaran
menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengondisikan siswa
untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetauan
baru berdasarkan data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola
sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamanna sendiri
menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi dalam pandangan konstruktivisme sangat penting
peran siswa untuk dapat membangun constructive habits of mind. Agar siswa memiliki
kebiasaan berpikir, maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar.
d. Teori Belajar Humanistik
Menurut Sukardjo (2009:56) Teori belajar humanistik pada dasarnya memiliki tujuan
belajar untuk memanusiakan manusia. Menurut Uno (2006:14) proses belajar harus berhulu
dan bermuara pada manusia itu sendiri. Teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan
dan proses dalam belajar dalam bentuknya yang paling ideal yaitu memanusiakan manusia
(mencapai aktualisasi diri). Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si
pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, si
pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Kemudian Sukardjo (2009:56) menjelaskan bahwa menuru aliran humanistik, para
pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan
kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat
bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang, untuk menajdi lebih baik,
dan juga belajar. Secara singkat Sukardjo (2009:57) menyimpulkan bahwa pendekatan
humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang
berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka
punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Dalam teori humanistik, belajar dianggap
berhasil jika pembelajar memahami lingkungannya, dan dirinya sendiri. Terdapat beberapa
tokoh teori belajar Humanistik yaitu sebagai berikut.

Teori Pendidikan dan Konsep Pendidikan


1. Teori Pendidikan
Teori pendidikan dapat dilihat dari 3 segi yaitu bentuk, isi, dan asumsi pokok
(Mudyahardjo, 2001:91-92). Dari segi bentuk, teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-
konsep yang terpadu, menerangkan, dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa pendidikan. Isi
sebuah teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep tentang peristiwa pendidikan.
Konsep ini ada yang berperan sebagai asumsi atau titik tolak pendidikan dan ada yang
berperan sebagai definisi atau keterangan yang menyatakan makna. Sedang, asumsi pokok
pendidikan meliputi:
a) pendidikan adalah aktual, artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi aktual dari
individu yang belajar dab lingkungan belajarnya;
b) pendidikan adalah normatif, artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal yan baik
atau norma-norma yang baik, dam
c) pendidikan adalah suatu proses pencapaian tujuan, artinya pendidikan berupa serangkaian
kegiatan bermula dari kondisi-kondisi aktual dan individu yang belajar, tertuju pada
pencapaian individu yang diharapkan.
Klasifikasi Teori Pendidikan
Mudyahardjo (2001:100-110) mengklafikasikan teori pendidikan menjadi teori umum
pendidikan dan teori khusus pendidikan. Berikut penjelasan kedua teori tersebut.
1) Teori Umum Pendidikan
a) Teori Umum Pendidikan Preskriptif
Adalah seperangkat konsep-konsep tentang keseluruhan aspek-aspek pendidikan yang
bertujuan menerangkan bagaimana sebaiknya peristiwa-peristiwa pendidikan
diselenggarakan. Teori yang termasuk kelompok ini adalah Filsafat Pendidikan.
b) Teori Umum Pendidikan Deskriptif
Adalah seperangkat konsep-konsep tentang keseluruhan aspek-aspek pendidikan yang
bertujuan menerangkan bagaimana peristiwa-peristiwa pendidikan telah dan sedang terjadi
dalam masyarakat. Teori pendidikan yang termasuk dalam kelompok ini yaitu:
a. Pendidikan luar negeri atau pendidikan internasional
b. Pendidikan perbandingan atau pendidikan komparatif
c. Pendidikan historis atau sejarah pendidikan
2) Teori Khusus Pendidikan
a) Teori Khusus Pendidikan Preskriptif
adalah seperangkat konsep-konsep tentang sesuatu aspek pendidikan yang bertujuan
menjelaskan bagaimana seharusnya sesuatu kegiatan pendidikan dilakukan. Teori yang
termasuk kelompok ini adalah Teknologi Pendidikan.
b) Teori Khusus Pendidikan Preskriptif
adalah seperangkat konsep-konsep tentang sesuatu aspek pendidikan yang bertujuan
menjelaskan bagaimana peristiwa-peistiwa pendidikan telah, sedang, dan diperkirakan terjadi
di masyarakat. Teori yang termasuk kelompok ini adalah ilmu-ilmu pendidikan, antara lain:
1) Pedagogik: studi ilmiah tentang situasi pendidikan meliputi komponen pendidikan,
yakni: tujuan pendidikan, peserta didik, pendidik, metode pendidikan, isi pendidikan,
lingkungan pendidikan, dan sarana prasarana pendidikan
2) Orthopedagogik: studi ilmiah tentang situasi pendidikan untuk anak dan remaja
yang berkebutuhan khusus, yakni menyandang kelainan fisik, mental, dan atau perilaku.
3) Psikologi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek individu dalam pendidikan.
4) Sosiologi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek sosial dalam pendidikan.
5) Ilmu Pendidikan Demografis/Kependudukan: studi ilmiah tentang aspek
demografis dalam pendidikan atau hubungan penduduk manusia dengan lingkungan.
6) Andragogi: studi ilmiah tentang membantu orang dewasa dalam belajar.
7) Antropologi Pendidikan dan Etnografi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek
budaya dalam pendidikan.
8) Ekonomika Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek ekonomi dalam pendidikan
9) Politika Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek politik atau kebijaksanaan dalam
pendidikan.
10) Ilmu Administrasi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek cara mengatur
penyelenggaraan pendidikan.

Konsep Pendidikan
Mudyahardjo (2001:3-16) membagi definisi pendidikan menjadi 3, yaitu definisi luas,
sempit, dan luas terbatas. Hal tersebut dapat dijelaskan sabagai berikut.
1. Definisi Luas
Pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Karakteristik konsep ini, yaitu:
(a) masa pendidikan seumur hidup selama ada pengaruh lingkungan; (b) lingkungan
pendidikan dapat diciptakan maupun ada dengan sendirinya; (c) kegiatan dapat berbentuk tak
sengaja ataupun yang terprogram; (d) tujuan pendidikan tidak ditentukan dari luar, tapi
terkandung dalam tiap pengalaman belajar, tidak terbatas, dan sama dengan tujuan hidup; (e)
didukung oleh kaum humanis romantik dan kaum pragmatik.
2. Definisi Sempit
Pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah pembelajaran yang diselenggarakan di
sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Karakteristik konsep ini, yaitu: (a) masa
pendidikan terbatas; (b) lingkungan pendidikan diciptakan khusus; (c) isi pendidikan tersusun
secara terprogram dalam bentuk kurikulum, kegiatan pendidikan berorientasi kepada guru,
dan kegiatan terjadwal; (d) tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar, terbatas pada
pengembangan kemampuan-kemampuan tertentu, bertujuan untuk mempersiapkan hidup; (e)
didukung oleh kaum behavioris.
3. Definisi Luas Terbatas
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan
pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan, yang berlangsung di
sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat
memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang.
Karakteristik konsep ini, yaitu: (a) masa pendidikan berlangsung seumur hidup yang
kegiatannya tidak berlangsung sembarang, tapi pada saat tertentu; (b) berlangsung dalam
sebagian lingkungan hidup {lingkungan hidup kultural}; (c) berbentuk pendidikan formal,
informal, dan nonformal; (d) tujuan pendidikan adalah sebagian dari tujuan hidup yang
bersifat menunjang terhadap pencapaian tujuan hidup; (e) didukung oleh kaum humanis
realistik dan realisme kritis.
Menurut Miarso (2004:9-10), ada beberapa konsepsi dasar pendidikan, yakni:
1. Pendidikan pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh anak didik yang
berakibat terjadinya perubahan pada diri pribadinya.
2. Pendidikan adalah proses yang berlangsung seumur hidup.
3. Pendidikan dapat berlangsung kapan dan dimana saja, yaitu pada saat dan tempat yang
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak didik.
4. Pendidikan dapat berlangsung secara mandiri dan dapat berlangsung secara efektif
dengan dilakukannya pengawasan dan penilikan berkala.
5. Pendidikan dapat berlangsung secara efektif baik di dalam kelompok yang homogen,
kelompok yang heterogen, maupun perseorangan.
6. Belajar dapat diperoleh dari siapa dan apa saja, baik yang sengaja dirancang maupun
yang diambil manfaatnya.
PEMBAHASAN
Pendidikan
Pendidikan biasanya berawal pada saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung
seumur hidup. Pendidikan biasa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan
oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan
dengan harapan ia akan bias (mengajar) bayi mereka sebelum di lahirkan. Banyak orang lain,
pengalaman, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti dari pendidikan formal. Seperti
kata Mark Twain, “Saya tidak pernah membiarkan sekolah menggangu pendidikan saya”.
Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam, sering sekali lebih
mendalam dari yang disadari mereka, walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara
tidak resmi.
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia
yaitu ;
 Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan
Nasioanal, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan.
 Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya
Di sekolah tempat penulis bertugas yaitu SMK Bina Bangsa Ciledug merupakan
kelompok Bisnis dan Manajemen yang terdiri dari program studi Akuntansi, Administrasi
Perkantoran dan Pemasaran ditambah dengan program studi Multimedia yang termasuk
kelompok Teknik dan Informasi Komputer mencoba menerapkan Konsep pendidikan
sebagaimana beberapa para ahli telah kemukakan.
Pada tahun ajaran 2013 / 2014 SMK Bina Bangsa menjadi salah satu sekolah yang
ditunjuk untuk melaksanakan Kurikulum 2013.
SMK Bina Bangsa memiliki visi dan misi pendidikan sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas organisasi dan manajemen sekolah dalam menumbuhkan
semangat keunggulan kompetitif.
2. Meningkatkan kualitas KBM dalam mencapai kompetensi siswa berstandar
nasional/international.
3. Meningkatkan kualitas kompetensi guru dan pegawai dalam mewujudkan standar
pelayanan minimal.
4. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan dalam mendukung
penguasaan IPTEK.
5. Meningkatkan kualitas SDM dan kualitas pembinaan siswa dalam mewujudkan IMTAQ
dan sikap kemandirian
6. Meningkatkan kemitraan dengan DU/DI sesuai prinsip DEMAND DRIVEN.
7. Meningkatkan kualitas pengelolaan unit produksi dalam menunjang kualitas SDM.
8. Memberdayakan lingkungan pengelolaan sekolah dalam mewujudkan wawasan
WIYATA MANDALA.
Dari visi dan misi tersebut di atas dapat diketahui bahwa dalam menerpakan konsep
pendidikan di SMK Bina Bangsa ingin menerapkan bahwa sekolah adalah salah satu sumber
dalam meningkatkan kompetensi baik siswa maupun guru. Jadi, tidak hanya siswa yang
belajar, tetapi lingkungan pun dimana guru yang menjadi fasilitator pembelajaran menjadi
seorang individu yang turut belajar dan dapat dikatakan sebagai lingkungan yang pembelajar
“learning environment”.

BAB II
NILAI PENDIDIKAN

PENDIDIKAN SEBAGAI PROSES TRANSFORMASI NILAI

Pendidikan dalam arti luas berarti suatu proses untuk mengembangkan semua aspek
kepribadian manusia, yang mencakup pengetahuannya, nilai dan sikapnya, serta
keterampilannya. Pendididiakan untuk mencapai kepribadian individu yang lebih baik.
Pendidikan sama sekali bukan untuk merusak kepribadian manusia, seperti halnya memberi
bekal pengetahuan maupun keterampilan kepada generasi muda, bagaimana menjadi seorang
penjahat atau seorang pencuri yang ulung.

Pendidikan pada hakikatya mencakup kegiatan mendidik, mengajar, dan melatih yang di
dalam undang-undang no 2 tahun 1998 mecakup kegiatan bimbingan, pengajaran, dan
latihan. Istilah mendidik, menunjukan usaha yang lebih ditujukan pada pengembangan budi
pekerti, hati nurani, semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketaqwaan, dan lain-lain. Istilah
mengajar menurut prof. Sikun pribadi (1981), berarti memberi pelajaran tentang berbagi ilmu
yang bermanfaat bagi perkembangan kemampuan intelektual manusia. Sedangkan istilah
melatih, merupakan suatu usaha untuk memberi sejumlah keterampilan tertentu, yang
dilakukan secara berulang-ulang, sehingga akan terjadi suatu kebiasaan dalam bertindak.

Dari uraian diatas, pendidikan mengandung suatu pengertian yang sangat luas,menyangkut
aspek kepribadian manusia. Pendidikan menyangkut hati nurani, nilai-nilai, perasaan,
pengetahuan, dan keterampilan. Dengan pendidikan manusia inin berusaha meningkatkan dan
mengembangkan serta memperbaiki nilai-nilai, hati nuraninya, perasaannya, pengetahuannya,
dan keterampilannya.

Seperti yang dikemukakan di atas, pendidikan mengandung suatu pengertian yang sangat
luas, menyangkut seluruh aspek kepribadian manusia. Pendidikan menyangkut hati nurani,
nilai-nilai, perasaan, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan pedidikan manusia ingin
berusaha untuk meningkatkan dan mengembangkan serta memperbaiki nillai-nilai, hati
nuraninya, perasaannya, pegetahuannya, dan keterampilannya.

Seperti yang dikemukakan di atas, pendidikan pada hakikatnya akan mencakup kegiatan
mendidik, mengajar, dan melatih. Kegiatan tersebut kita laksanakan sebagai suatu usaha
untuk mentransformasikan nilai-nilai. Maka, dalam pelaksanaannya, ketiga kegiatan tersebut
harus berjalan secara terpadu dan berkelajutan serta serasi dengan perkembangan peserta
didik dan limgkungan hidupnya.

Nilai-nilai yang akan kita transformasikan tersebut mencakup nilai-nilai religi, nilai-nilai
kebudayaan,nilai-nilai sains dan teknologi, nilai-nilai seni, dan keterampilan. Nilai-nilai yang
di transformasikan tersebut dalam rangka mempertahankan, mengembangkan, bahkan kalau
perlu mengubah kebudayaan yang dimiliki masyarakat. Maka, disisni pendidikan akan
berlangsung dalam kehidupan.

Agar proses transformasi tersebut berjalan lancar, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
dalam melaksanakan proses pendidikan :
a. Adanya hubungan edukatif yang baik antara pendidik dan terdidik. Hubungan
edukatif ini dapat di artikan sebagai suatu hubungan yang di liputih kasih sayang,
sehingga terjadi hubungan yang didasarkan atas kewibawaan. Hubungan yang terjadi
antara pendidik dan peserta didik merupakan hubugan antara subjek dan objek.
b. Adanya metode pendidikan yang sesuai. Sesuai dengan kemampuan pendidik, materi,
kondisi peserta didik, tujuan yang akan di capai, dan kondisi lingkugan di mana
pendidikan tersebut berlangsung.
c. Adanya sarana dan perlengkapan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan. Sarana
tersebut harus di dasarkan atas pengabdian pada peserta didik, harus sesuai dengan
setiap nilai yang ditransformasikan.
d. Adanya suasana yang memadai, sehingga proses transformasi nilai-nilai tersebut
berjalan dengan wajar, serta dalam suasana yang menyenangkan.

A. Hubungan antara Nilai dengan Filsafat

1. Nilai

Nilai secara etimologi merupakan pandangan kata value(bahasa inggris) yang berbasi moral (moral
value). Dalam kehidupan sehari-hari, kata Nilai merupakan sesuatu yang berharga, bermutu,
menunjukkan kualitas dan berguna bagi manusia. Dalam pembahasan ini kata nilai merupakan
kualitas yang berbasis moral. Istilah ini dalam filsafat dipakai untuk menunjukkan kata benda abstrak
yang artinya keberhargaan yang setara dengan berarti atau kebaikan.

Dari sudut pandang terminologi nilai dapat diartikan berdasarkan difinisi tokoh-tokoh yang ada di
dalamnya.sebagai berikut

Max Scheler mengatakn bahwa: nilai merupakan kualitas yang tidak tergantung, dan tidak berubah
seiring dengan perubahan barang. Contohnya:kursi tidak akan berubah menjadi meja ketika suatu
objek dibuat menjadi kursi.

Immanuel Kant mengatakan bahwa: nilai tidak tergantung pada materi, ia murni sebagai nilai tampa
bergantung pada pengalaman. Contohnya: manusia membunuh karena keinginan dia sendiri untuk
membunuh tampah pengaruh dari orang lain yang menyuruhnya.

Jadi , Kehidupan dalam dunia ini merupakan sesuatu yang sangat bernilai namun dalam kenyataannya
setiap yang bernilai itu mempunyai lapisan dan aspek yang berbeda – beda. Dalam memahami nilai
itu kita harus sadar akan nilai itu sendiri yang ada pada manusia.

2. Filsafat

Secara etimologi filsafat berasal dari dua kata pokok yaitu: philo dan shopia.Kata Philo berarti cinta
atau sahabat, dan Sophia berarti kebijaksanaan, kearifan dan pengetahuan. Sehingga kat filsafat berarti
cinta kebijaksanaan, cinta kearifan, cinta pengetahuan, atau sahabat pengetahuan, sahabat bijaksana,
dan sahabat kearifat.

Secara terminologi filsafat dapat dia artikan dengan kegiatan berpikir secara
bijak,arif,sistematis,menyeluruh dan logis terhadap sesuatu. Jadi menurut Nina W. Syam dalam
sebuah bukunya Dr.Mustari Mustafa mengatakan bahwa berfilsafat pada dasarnya adalah perenungan
yang mendalam mengenai sesuatu yang dia anggap atau dinilai bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Filsafat adalah usaha untik mengetahui sebaga sesuatu. ‘ada’ (being) merupakan implikasi dasar. Jadi,
segala sesuatu yang mempunyai kualitas tertentu pasti ‘ada’. Filsafat mempunyai tujuan untuk
membicarakan kaber-‘ada’an. Filsafat juga membehas lapisan terahir dari segala sesuatu atau
membahas masalah yang paling mendasar.

Tujuan filsafat adalah mencari hakekat dari sesuatu objek atau gejala secara mendalam, sedangkan
dalam filsafat nilai membicarakan hakekat nilai tertentu, untuk masuk kepada hakekat sesuatu, filsafat
nilai disini menjadi fokusnya filsafat. Filsafat juga bersifat integral yang berarti mempunyai
kecenderungan untuk memperoleh pengetahuan yang utuh sebagai suatu keseluruhan. Sehingga
filsafat memendang objeknya secara utuh.[5]

3. Hubungan Filsafat dengan Nilai

Dalam filsafat nilai juga disebut sebagai Aksiologi. Sebagai cabang filsafat yang memperlajari nilai
estetika dan etika terhadap hasil dari pengetahuan. Aksiologi ini juga merupakan ilmu pengetahuan
yang menyelidiki hakekat nilai terhadap persoalan kefilsafatan, nilai yang dimaksud adalah nilai guna,
nilai fungsi dan nilai manfaat.[6]
Berbicara hubungan filsafat dengan nilai merupakan sesuatu yang tak bisa di pisahkan, karena nilai
merupakan bagian dari filsafat atau cabang dari filsafat yang membahas mengenai nilai-nilai yang ada
dalam filsafat itu sendiri yaitu nilai etika,etiket, norma dan nilai estetika yang keduanya membutuh
pemikiran secara mendalam untuk mendapatkan hakikat dari nilai-nilai itu.

a. Etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral

b. Estetika, juga biasa disebut dengan filsafat keindahan. Dimana membahas mengenai norma atau
nilai indah dan tidak indah. Objelk dari estetika adalah pengalaman akan keindahan. Dalam estetika
yang dicari adalah hakekat dari keindahan, bentuk-bentuk pengalaman keindahan (seperti keindahan
jasmani dan keindahan rohani, keindahan alam dan keindahan seni).

Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik. Baik pada diri seseorang maupun pada saat suatu
masyarakat atau kelompok masyarakat. Yang berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup
yang baik, aturan hidup yang baik,dan segala kebiasaan yang dianut diwariskan dari satu orang ke
orang lain. Dengan kata lain, etika adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan
seseorang atau sekelompok dalam mangatur tingka lakunya.

Sedangkan filsafat merupakan nilai dimana filsafat mencoba memberikan pemahaman secara
mendalam tentang sesuatu yang dia anggap atau dinilai bermanfaat bagi kehidupan manusia. Jadi jelas
hubungan antara nilai dengan filsafat tidak bisa terpisahkan. Filsafat nilai adalah cabang yang
membahas nilai secara filosof atau kefilsafatan, mendasar, menyeluruh, sistematis sampai pada
hakekat nilai itu sendiri untuk mendapatkan kebenaran sesuai dengan kenyataan.

Selain itu ada juga masalah relatif dan Absolut. Nilai relative terganutng pada yang menilai nilai
menjadui penting dalam kehidupan manusia, menjadi pegangan dan prinsip hidup, sehingga dapat
mempengaruhi tindakannya. nilai dapat dimengerti sebagai norma atau pegangan yang mengarahkan
manusia pada perbuatan-perbuatanyang terpuji. Perbuatan manusia tersebut mengarah pada
kebahagiaan bagi dirinya. Sedangkan nilai absolut tidak bisa diubah atau diganggu gugat, ada pada
dirinya sendiri. Tidak ada yang mengungguli, sifatnya tetap. Misalnya tuhan maha adil, maha
pengasih. Dengan nilai absolut tersebut maka sesungguhnya nilai-nilai itu menjadisuatu hakekat
universal yang kita jadikan sebagai standar untuk menilai berbagai hal sesuai dengan porsi hakekat,
kebaikan dan keindahan wujudnya, baik dalam jiwa atau dalam realitas nyata.

Selain kaitannya dengan nilai etika dan estetika, aksiologi berorintasi kepada asas manfaat atau
tujuan, yaitu bagaimana filsafat nilai mampu memberi pemecahan terhadap persoalan-persoalan baik
dalam kaitannya dengan persoalan kehidupan manusia, maupun asan manfaat bagi pengembangan
interdisipliner dalam filsafat nilai. Ada yang beranggapan bahwa tujuan ilmu pengetahuan sebagai
upaya para peneliti menjadikan alat untuk menambah kehidupan kesenangan manusia dalam
kehidupan yang terbatas dimuka bumi. Sebagai lagi diorientasikan sebagai alat untuk meningkatkan
kebudayaan dan kemajuan bagi umat manusia secara keseluruhan baik bersifat objektif maupun
subjektif.

B. Hubungan antara Pendidikan Nilai dengan Ilmu Pengetahuan

1. Ilmu Pengetahuan

Ilmu Pengetahuan berasal dari kata bahasa Inggris yakni science, yang berasal dari bahasa
latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari, mengetahui. Pertumbuhan
selanjutnya pengertian ilmu pengetahuan mengalami perluasan arti sehingga menunjuk pada segenap
pengetahuan sistematik. Dalam bahasa Jerman dikenal wissenschaft.

The Liang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang
mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai
dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai
gejala yang ingin di mengerti manusia.[

Sedangkan pengetahuan (knowledge) yang dapat dikenali (identify), dapat diterangkan (explain),
dapat dilukiskan (describe), dapat diperkirakan (predict), dapat dianalisis (diagnosis), dan dapat
diawasi (control) akan menjadi suatu ilmu (science).

Dari pendapat diatas, maka setiap ilmu sudah pasti pengetahuan, tetapi setiap pengetahuan belum
tentu sebagai ilmu. Kemudian syarat yang paling penting untuk keberadaan suatu pengetahuan disebut
ilmu adalah adanya objek. Pengetahuan yang bukan ilmu dapat saja berupa pengetahuan tentang seni
dan moral.

Ada tiga kategori pengetahuan yang perlu kita kenal, yakni :

a. Pengetahuan inderawi (knowledge) yang meliputi semua fenomena yang dapat dijangkau secara
langsung oleh pancaindera. Batas pengetahuan ini adalah segala sesuatu yang tidak tertangkap oleh
pancaindera. Ia merupakan tangga untuk melangkah ke ilmu.

b. Pengetahuan keilmuan (science) yang meliputi semua fenomena yang dapat di teliti dengan riset
atau eksperimen, sehingga apa yang ada di balik knowledge bisa terjangkau. Batas pengetahuan ini
adalah segala sesuatu yang tidak tertangkap oleh rasio dan pancaindera.

c. Pengetahuan falsafi yang mencakup segala fenomina yang tak dapat diteliti, tapi dapat dipikirkan.
Batas pengetahuan ini adalah alam, bahkan bisa menembus apa yang ada di luar alam yakni Tuhan.

Kalau kita kaji lebih jauh dan mendalam, ternyata ada dua hal yang nampaknya sepele dan sering kita
temui dalam kenyataan sehari-hari, yakni tentang penyebutan antara ilmu dan ilmu pengetahuan.
Apakah sama ataukah terdapat perbedaan mendasar dari dua istilah di atas ?

Dalam Webster’s New Collegiate Dictionary, tertulis dua istilah : knowledge dan science. Dari
penjelasan Webster tersebut, dapat ditarik suatu pelajaran bahwa “knowledge” menjelaskan tentang
adanya suatu hal yang diperoleh secara biasa atau sehari-hari (regularly) melalui pengalaman-
pengalaman, kesadaran, informasi, dan sebagainya. Sedangkan “science”, di dalamnya terkandung
adanya pengetahuan yang pasti, lebih praktis, sistematik, metodik, ilmiah, dan mencakup kebenaran
umum mengenai objek studi yang lebih bersifat fisis (natural)

Oleh sebab itu, sudah seharusnya ada tuntunan untuk pemberian nama, apakah ilmu ataukah Ilmu
Pengetahuan, walaupun kedua hal itu adalah sama pentingnya dalam hidup dan kehidupan manusia.
Ilmu membentuk daya intelegensia yang melahirkan adanya skill yang bisa mengkonsumsi setiap
masalah. Sedangkan pengetahuan membentuk daya moralitas keilmuan yang kemudian melahirkan
tingkah laku dan perbuatan yang berkaitan dengan masalah-masalah yang tercakup di dalam tujuan
akhir kehidupan manusia.

2. Pendidikan Nilai
Pendidikan Nilai adalah standar atau ukuran (norma) yang kita gunakan untuk mengukur segala
sesuatu. Menurut Scheler, nilai merupakan kualitas yang tidak tergantung pada benda. Benda adalah
sesuatu yang bernilai. Ketidaktertgantungan ini mencakup setiap bentuk empiris, nilai adalah
kualitas a priori. Ketergantungan tidak hanya mengacu pada objek yang ada di dunia seperti lukisan,
patung, tindakan, manusia, dan sebagainya, namun juga reaksi kita terhadap benda dan nilai.

3. Hubungan Ilmu Pengetahuan dengan Nilai

Ilmu pengetahuan berupaya mengungkapkan realitas sebagaimana adanya, sedangkan moral pada
dasarnya adalah petunjuk tentang apa yang seharusnya dilakukan manusia. Hasil –hasil kegiatan
keilmuan memberikan alternatif untuk membuat keputusan politik dengan berkiblat pertimbangan
moral.

Persoalannya disini adalah ilmu-ilmu yang berkembang dengan pesat apakah bebas nilai atau tidak ?.
Bebas nilai disini sebagaimana dinyatakan oleh Josep Situmorang (1996) menyatakan bahwa bebas
nilai artinya tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan
itu sendiri. Ilmu pengetahuan menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki
menentukan ilmu pengetahuan itu sendiri. Paling tidak ada 3 faktor sebagai indikator bahwa ilmu
pengetahuan itu bebas nilai, yaitu :

a. Ilmu harus bebas dari berbagai pengandaian, yakni bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor
politis, ideologi, agama, budaya, dan unsur kemasyarakatan lainnya.

b. Perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu pengetahuan terjamin.

c. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding menghambat kemajuan
ilmu, karena nilai etis itu sendiri bersifat universal.

Tetapi pertanyaannya sekarang adalah apakah ilmu pengetahuan mempunyai otonomi yang
sedemikian mutlak lepas dari campur tangan pihak lain ? bagaimana jadinya kalau ilmu pengetahuan
dikembangkan secara sedemikian otonom sehingga pada akhirnya tidak memperdulikan berbagai nilai
di luar ilmu pengetahuan dan pada akhirnya malah merugiakan manusia ? dan apa sesungguhnya
tujuan dari ilmu pengetahuan itu ?

Ilmu Pengetahuan dan Nilai – menjawab pertanyaan ini, terdapat dua macam kecenderungan dasar
dalam melihat tujuan ilmu pengetahuan tersebut. Pertama, kecenderungan puritan-elitis yang
beranggapan bahwa tujuan akhir dari ilmu pengetahuan adalah demi ilmu pengetahuan, yakni mencari
dan menemukan penjelasan-penjelasan yang benar tentang segala sesuatu. Tetapi bagi kaum puritan-
elitis, kebenaran ilmiah dari penjelasan ini hanya dipertahankan demi kebenaran murni begitu saja dan
untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia. Maka ilmu pengetahuan bagi mereka dikembangkan
hanya demi ilmu pengetahuan. Kedua, kecenderunganpragmatis yang beranggapan bahwa ilmu
pengetahuan dikembangkan demi mencari dan memperoleh penjelasan tentang berbagai persoalan
dalam alam semesta ini. Ilmu pengetahuan memang bertujuan untuk menemukan kebenaran. Tetapi
bagi mereka, ilmu pengetahuan tidak berhenti sampai di situ saja. Ilmu pengetahuan itu pada akhirnya
berguna bagi manusia untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi dalam hidupnya.

Dari uraian diatas nampak jelas bahwa berbeda dengan kecenderungan puritan-elitis, bagi
kecenderungan pragmatis, ilmu pengetahuan tidak bisa bebas nilai, ilmu pengetahuan terbebani
dengan nilai. Ilmu pengetahuan mau tidak mau peduli atas nilai, ia peduli akan keselamatan manusia,
akan harkat dan martabat manusia, dan ilmu pengetahuan tidak bisa menutup mata akan semua nilai.

NILAI-NILAI FILSAFAT PENDIDIKAN

a. Nilai Menurut Filsafat Pendidikan Idealisme

Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut. Apa yang dikatakan baik,
benar, salah, cantik, atau tidak cantik, secara fundamental tidak berubah dari
generasi ke generasi. Pada hakikatnya nilai itu tetap. Nilai tidak diciptakan
manusia, melainkan merupakan bagian dari alam semesta.

Plato mengemukakan bahwa kehidupan yang baik hanya mungkin


terjadi dalammasyarakat yang baik dan ideal yang diperintah oleh “the
Philopher Kings , yaitu kaum intelektual, para ilmuwan atau cendekiawan
(Kneller, 1971:33). Dia juga mengemukakan bahwa jika manusia tahu apa yang
dikatakannya sebagai hidup baik, mereka tidak akan berbuat hal-hal yang
bertentangan dengan moral. Kejahatan terjadi karena orang tidak tahu bahwa
perbuatan tersebut jahat. Jika seseorang menemukan sesuatu yang benar, maka
orang tersebut akan berbuat salah. Namun yang menjadi masalah adalah
bagaimana hal itu dapat dilakukan jika manusia memiliki pandangan yang
sangat berbeda dalam pikirannya tentanghidup yang baik (Sadulloh, 2007:99).

b. Nilai Menurut Filsafat Pendidikan Realisme

Penganut aliran realisme sependapat dengan penganut idealis bahwa nilai yang
mendasar adalah pada dasarnya permanen, tapi mereka berbeda diantara mereka
sendiri dan alasan mereka. Realis klasik penedapat dengan Aristoteles bahwa
ada undang-undang moral universal, tersedia untuk berbagai alasan dan
mengikat pada seluruh rasional manusia.

Realistsepakat bahwa guru harus menjadi bagian dalam merumuskan nilai-nilai


tertentu. Moral dasar dan standar keindahan yang diajarkan pada siswa yang
tidak berdampak pada isu terkini. Anak-anak harus memahami secara jelas
mengenai sifat dasar kebenaran dan salah, memberikan perhatian pada tujuan
yang baik dan indah berdasarkan pada perubahan moral dan keindahan mode.

c. Nilai Menurut Filsafat Pendidikan Pragmatisme

Menurut aliran Pragmatis, nilai adalah relatif. Etika dan moral tidaklah
permanen tapi selalu berubah seperti halnya budaya dan perubahan masyarakat.
Hal ini bukanlah untuk mengklaim bahwa nilai moral harus berfluktuasi dari
waktu ke waktu.

d. Nilai Menurut Filsafat Pendidikan Eksistensialisme

Pemahaman eksistensialisme terhadap nilai, menekankan kebebasan dalam


tindakan. Kebebasan bukan tujuan atau suatu cita-cita dalam dirinya sendiri,
melainkan merupakan suatu potensi untuk suatu tindakan. Manusia memiliki
kebebasan untuk memilih, namun menentukan pilihan-pilihan di antara pilihan-
pilihan yang terbaik adalah yang paling sukar. Berbuat akan menghasilkan
akibat, dimana seseorang harus menerima akibat-akibat tersebut sebagai
pilihannya. Kebebasan tidak pernah selelsai, karena setiap akibat akan
melahirkan kebutuhan untuk pilihan berikutnya. Tindakan moral mungkin
dilakukan untuk moral itu sendiri, dan mungkin juga untuk suatu tujuan.
Seseorang harus berkemampuan untuk menciptakan tujuannya sendiri. Apabila
seseorang mengambil tujuan kelompok atau masyarakat, maka ia harus
menjadikan tujuan-tujuan tersebut sebagai miliknya, sebagai tujuannya sendiri,
yang harus ia capai dalam setiap situasi. Jadi, tujuan diperoleh dalam situasi.
Teori Nilai
Teori Nilai membahas dua masalah yaitu masalah Etika dan Estetika. Etika membahas
tentang baik buruknya tingkah laku manusia sedangkan estetika membahas mengenai
keindahan. Ringkasnya dalam pembahasan teori nilai ini bukanlah membahas tentang nilai
kebenaran walaupun kebenaran itu adalah nilai juga. Pengertian nilai itu adalah harga dimana
sesuatu mempunyai nilai karena dia mempunyai harga atau sesuatu itu mempunyai harga
karena ia mempunyai nilai. Dan oleh karena itu nilai sesuatu yang sama belum tentu
mempunyai harga yang sama pula karena penilaian seseorang terhadap sesuatu yang sama itu
biasanya berlainan. Bahkan ada yang tidak memberikan nilai terhadap sesuatu itu karena ia
tidak berharga baginya tetapi mungkin bagi orang lain malah mempunyai nilai yang sangat
tinggi karena itu sangatlah berharga baginya.

Perbedaan antara nilai sesuatu itu disebabkan sifat nilai itu sendiri. Nilai bersifat ide atau
abstrak (tidak nyata). Nilai bukanlah suatu fakta yang dapat ditangkap oleh indra. Tingkah
laku perbuatan manusia atau sesuatu yang mempunyai nilai itulah yang dapat ditangkap oleh
indra karena ia bukan fakta yang nyata. Jika kita kembali kepada ilmu pengetahuan, maka
kita akan membahas masalah benar dan tidak benar. Kebenaran adalah persoalan logika
dimana persoalan nilai adalah persoalan penghayatan, perasaan, dan kepuasan. Ringkasan
persoalan nilai bukanlah membahas kebenaran dan kesalahan (benar dan salah) akan tetapi
masalahnya ialah soal baik dan buruk, senang atau tidak senang. Masalah kebenaran memang
tidak terlepas dari nilai, tetapi nilai adalah menurut nilai logika. Tugas teori nilai adalah
menyelesaikan masalah etika dan estetika dimana pembahasan tentang nilai ini banyak teori
yang dikemukakan oleh beberapa golongan dan mepunyai pandangan yang tidak sama
terhadap nilai itu. Seperti nilai yang dikemukakan oleh agama, positivisme, pragmatisme,
fvtalisme, hindunisme dan sebagainya.

1. Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ethos yang berarti adat kebiasaan tetapi ada
yang memakai istilah lain yaitu moral dari bahasa latin yakni jamak dari kata nos yang berarti
adat kebiasaan juga. Akan tetapi pengertian etika dan moral ini memiliki perbedaan satu sama
lainnya. Etka ini bersifat teori sedangkan moral bersifat praktek. Etika mempersoalkan
bagaimana semestinya manusia bertindak sedangkan moral mempersoalkan bagaimana
semestinya tndakan manusia itu. Etika hanya mempertimbangkan tentang baik dan buruk
suatu hal dan harus berlaku umum.

Secara singkat definisi etika dan moral adalah suatu teori mengenai tingkah laku manusia
yaitu baik dan buruk yang masih dapat dijangkau oleh akal. Moral adalah suatu ide tentang
tingkah laku manusia (baik dan buruk) menurut situasi yang tertentu. Jelaslah bahwa fungsi
etika itu ialah mencari ukuran tentang penilaian tingkah laku perbuatan manusia (baik dan
buruk akan tetapi dalam prakteknya etika banyak sekali mendapatkan kesukaran-kesukaran.
Hal ini disebabkan ukuran nilai baik dan buruk tingkah laku manusia itu tidaklah sama
(relatif) yaitu tidal terlepas dari alam masing-masing. Namun demikian etika selalu mencapai
tujuan akhir untuk menemukan ukuran etika yang dapat diterima secara umum atau dapat
diterima oleh semua bangsa di dunia ini. Perbuatan tingkah laku manusia itu tidaklah sama
dalam arti pengambilan suatu sanksi etika karena tidak semua tingkah laku manusia itu dapat
dinilai oleh etika.

Tingkah laku manusia yang dapat dinilai oleh etika itu haruslah mempunyai syarat-syarat
tertentu, yaitu :

1. Perbuatan manusia itu dikerjakan dengan penuh pengertian. Oleh karena itu orang-
orang yang mengerjakan sesuatu perbuatan jahat tetapi ia tidak mengetahui sebelumnya
bahwa perbuatan itu jahat, maka perbuatan manusia semacam ini tidak mendapat sanksi
dalam etika.
1.Perbuatan yang dilakukan manusia itu dikerjakan dengan sengaja. Perbuatan manusia
(kejahatan) yang dikerjakan dalam keadaan tidak sengaja maka perbuatan manusia
semacam itu tidak akan dinilai atau dikenakan sanksi oleh etika.
1.Perbuatan manusia dikerjakan dengan kebebasan atau dengan kehendak
sendiri.Perbuatan manusia yang dilakukan denan paksaan (dalam keadaan terpaksa) maka
perbuatan itu tidak akan dikenakan sanksi etika.

Demikianlah persyaratan perbuatan manusia yang dapat dikenakan sanksi (hukuman) dalam
etika.

2. Estetika

Estetika dan etika sebenarnya hampir tidak berbeda. Etika membahas masalah tingkah laku
perbuatan manusia (baik dan buruk). Sedangkan estetika membahas tentang indah atau
tidaknya sesuatu. Tujuan estetika adalah untuk menemukan ukuran yang berlaku umum
tentang apa yang indah dan tidak indah itu. Yang jelas dalam hal ini adalah karya seni
manusia atau mengenai alam semesta ini.
Seperti dalam etika dimana kita sangat sukar untuk menemukan ukuran itu bahkan sampai
sekarang belum dapat ditemukan ukuran perbuatan baik dan buruk yang dilakukan oleh
manusia. Estetika juga menghadapi hal yang sama, sebab sampai sekarang belum dapat
ditemukan ukuran yang dapat berlaku umum mengenai ukuran indah itu. Dalam hal ini
ternyata banyak sekali teori yang membahas mengenai masalah ukuran indah itu. Zaman
dahulu kala, orang berkata bahwa keindahan itu bersifat metafisika (abstrak). Sedangkan
dalam teori modern, orang menyatakan bahwa keindahan itu adalah kenyataan yang
sesungguhnya atau sejenis dengan hakikat yang sebenarnya bersifat tetap.

Filsafat pengetahuan dan nilai

Pada bab sebelumnya telah dibahas bahwa teori dan paraktek pendidikan mengisyaratkan ide
tentang sifat dasar manusia dan hakikat dari kenyataan yang pada akhirnya merupakan ciri
khas dari filsafat. Pendidikan tidak hanya mengisyaratkan metafisis tetapi juga
mengisyaratkan ide atau pemikiran tentang hakikat dari pengetahuan dan hakikat nilai.
Pengetahuan merupakan kumpulan prinsip-prinsip yang sangat penting bagi pendidik.
Pendidik terutama diasyikan dengan perkembangan intelektual dari siswanya. Ketika
dikaitkan dengan kesehatan fisik siswa dan kestabilan emosinya, guru harus mendasarkan
setiap keputusannya pada pengetahuan yang dapat dipercaya. Oleh karena itu sangatlah
penting bagi guru untuk memikirkan bahwa pada akhirnya secara filosopi, pengetahuan
merupakan sesuatu yang sangat penting. Cabang filsafat yang menguraikan tentang
pengetahuan disebut dengan epistemologi. Ahli filsafat sebagai epistimologis memberikan
gambaran tentang hakekat pengetahuan. Apa itu pengetahuan? aktivitas apa saja yang
biasanya dilibatkan dalam pengetahuan? apa perbedaan antara pengetahuan, perkataan dan
keyakinan? dapatkan kita memperoleh informasi diluar informasi yang dapat disajikan oleh
pikiran sehat atau indera kita? apa hubungan antara aktivitas pengetahuan dengan sesuatu
yang telah diketahui sebelumnya ? bagaimana kita dapat menunjukkan bahwa
pengetahuan itu adalah benar? Tidak seperti scientis, epistimologi lebih diperhatikan pada
konsep daripada kenyataan. Tugas dari ahli psikologi sebagai contoh untuk menemukan
bagaimana seseorang itu dapat berpikir dan merasakan secara kejiwaannya. Sedangkan Tugas
dari ahli epistimologi adalah untuk memikirkan apakah arti dari konsep-konsep psikologi
seperti merasakan, persepsi, pembelajaran, penguatan dan juga memutuskan apakah ahli
psikologi menerapkan semua itu dengan baik. Jika ahli psikologi tidak menerapkan semua
itu, maka mereka akan kehilangan gambaran dari kenyataan. Dari point yang telah
digambarkan dari seorang pendidik, satu hal yang paling penting adalah dalam epistemologi
adalah adanya perbedaan tipe dari pengetahuan. Berikut ini akan dijelaskan tentang jenis-
jenis pengetahuan yang meliputi ; pengetahuan wahyu, pengetahuan intuisi, pengetahuan
rasional, pengetahuan empiris, pengetahuan otoritas.
JENIS-JENIS PENGETAHUAN

Pengetahuan Wahyu (Reveaload Knowledge)


Secara sederhana, pengetahuan wahyu dapat digambarkan sebagai pengetahuan yang tuhan
telah berikan kepada manusia. Dengan kekuasaan-Nya, tuhan telah mengilhami secara pasti
kebenaran kepada manusia pilihannya, sehingga kebenaran tersebut dapat diketahui oleh
seluruh umat manusia dan dapat dijadikan petunjuk dalam menjalani kehidupannya. Untuk
umat nasrani dan yahudi di dunia, kebenaran dari tuhan telah dituangkan dalam kitab Bibel,
untuk muslim dalam al-Qur’an, untuk hindu dalam bhagavad-gita. Untuk penganut
kepercayaan keagaamaan, kebenaran yang paling penting adalah argumen/anjuran yang
dikemukana oleh ahli agama. pada pokoknya, penafsiran dari kitab akan membawa mereka
penerangan pada kebenaran yang abadi dan firman-firman tersebut akan menjadi kunci bagi
kehidupannya. Wahyu merupkan firman tuhan, sehingga kebenarannya bersifat mutlak dan
abadi. Pengetahuan wahyu ini bersifat eksternal artinya pengetahuan tersebut berasal dari luar
manusia.

Pengetahuan Intuitif (Intuitive Knowledg)


Pengetahuan wahyu merupakan pemberian Tuhan dan merupakan bagian dari luar manusia.
Pengetahuan intuitif merupakan pengetahuan yang diperoleh manusia dalam dirinya sendiri
pada saat menghayati sesuatu. Pengetahuan intuitif muncul secara tiba-tiba dalam kesadaran
manusia. Melalui proses kerjanya manusia sendiri itu tidak menyadarinya. Pengetahuan ini
sebagai hasil penghayatan pribadi, sebagai hasil ekspresi dan individualitas seseorang,
sehingga validitas pengetahuan ini sangat bersifat pribadi. Pengetahuan intuisi berbeda
dengan teori ilmiah. Teori ilmiah yang komplit bukanlah dibentuk dari pengetahuan intuisi.
Teori ilmiah itu harus logis dan dapat diuji dengan observasi atau eksperimen ataupun
melalui keduanya. Ketika suatu teori ilmiah diklaim untuk menjadi suatu pengetahuan
bukanlah disampaikan sebagai wawasan personal melainkan sebagai suatu hipotesis yang
dapat diuji secara umum. Pengetahuan intuitif disusun dan diterima dengan kekuatan visi
imaginatif dalam pengalaman pribadi seseorang. Kebenaran yang timbul dalam karya seni
merupakan bentuk pengetahuan intuitif seperti karya penulis besar Homer, Shakespeare,
Proust, yang berbicara kepada kita tentang kebenaran hati nurani manusia. Itu semua
merupakan hasil kerja intuisi. Kebenaran tersebut tidak akan dapat diuji dengan observasi,
perhitungan atau eksperimen karena kebenaran intuitif tidak berhipotesis. Tulisan-tulisan
mistik, autobiografi dan karya essay merupakan refleksi dari pengetahuan intuitif. Selain itu,
kebenaran intuitif sulit dikembangkan karena validitasnya yang sangat pribadi, memiliki
watak yang tidak komunikatif. Khusus untuk diri sendiri, subjektif, tidak terlukiskan,
sehingga sulit untuk mengetahui apakah seseorang memilikinya atau tidak.

Pengetahuan Rasional (Rational Knowledge)


Pengetahuan rasioanal merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan latihan rasio/akal
semata, tidak disertai dengan observasi terhadap peristiwa-peristiwa faktual. Prinsip logika
formal dan matematika murni merupakan paradigma pengetahuan rasioanal, dimana
kebenarannya dapat ditunjukkan dengan pemikiran abstrak. Prinsip pengetahuan rasional
dapat diterapkan pada pengalaman indera, tetapi tidak disimpulkan dari pengalaman indera.
Ambil prinsip logika bahwa dua kalimat yang kontradiksi tidaklah dapat benar pada objek
dan waktu yang sama. Contohnya “Fido adalah anjing” dan “Fido bukanlah anjing”. Atau
ambil prinsip jika A lebih besar dari B, B lebih besar dari C, maka A lebih besar dari C.
Contoh yang lain, jika Boeing 747 lebih besar dari pada Flying Fortress, Flying Fortress lebih
besar daripada Piper Cub, maka Boeing 747 lebih besar dari Piper Cub. Prinsip pengetahuan
rasional dapat dipergunakan pada pengalaman indera, tetapi tidak dapat menarik kesimpulan
dari hal tersebut. Tidak seperti kebenaran intuisi, pengetahuan rasioanal adalah valid ketika
tidak mempedulikan perasaan kita dan kebenaran tersebut valid secara universal.

Pengetahuan Empiris (Empirical Knowledge)


Pengetahuan empiris merupakan pengetahuan yang diperoleh atas dasar bukti penginderaan,
misalnya dengan penglihatan, pendengaran, penciuman, merasakan dan sentuhan indera-
indera lainnya sehingga kita memiliki konsep dunia di sekitar kita. Paradigma dari
pengetahuan empiris adalah ilmu pengetahuan modern dimana hipotesis ilmiah diuji oleh
pengamatan atau oleh eksperimen untuk menemukan hipotesis mana yang paling memuaskan
untuk fenomena tertentu. Meskipun demikian, suatu hipotesis tidak pernah dibuktikan secara
mutlak. Hal ini hanya untuk menunjukkan kemungkinan yang ada. Paradigma empiris juga
perlu menunjukkan bahwa pikiran sehat kita kadang-kadang dapat menipu kita, seperti ketika
suatu tongkat yang sebenarnya lurus ketika didalam air terlihat dibelokkan. Ketika Socrates
bertanya sebelum ia minum racun. "Benarkah pikiran sehat kita sehat? Apakah mereka
akurat?" lebih dari itu, pikiran sehat kita dikondisikan oleh prasangka. Kita cenderung merasa
apakah hal berada dalam kemampuan kita. Dengan demikian kita merasa berada dalam
sebuah ruangan dengan latar belakang permanent yang mana kejadian yang unik terjadi pada
saat berurutan. Pengertian ruang dan waktu adalah hampir bisa dipastikan suatu peristiwa dari
kultur kita pada suatu langkah tertentu dalam pengembangannya.

Pengetahuan Otoritas (Authoritative Knowledge)


Kita menerima sangat banyak pengetahuan sebagai kebenaran bukan karena kita sudah
mengeceknya tetapi karena itu dijamin oleh pihak yang berwenang. Saya menerima tanpa
bertanya bahwa Canberra adalah ibukota dari Australia, kecepatan cahaya adalah 186,281 mil
per detik, dan perang di Waterloo terjadi pada tahun 1815. Saya merasa tidak perlu untuk
memverifikasi fakta-fakta ini, saya merasa lebih baik berlatih untuk mempelajari tabel
logaritma. Saya melakukannya karena saya menemukannya dalam ensiklopedia dan
pekerjaan lain yang ditulis oleh para ahli. Jika saya ingin mengetahuinya, sebagai informasi,
apa itu Cubism atau apa itu hukum gerak Newton, saya mencari Cubism dan Newton dalam
ensiklopedia. Jika aku ingin mengerti Cubism atau Mekanika Newton, saya harus berlatih
prinsip-prinsip keduanya. Ketika saya tidak menemukan kembali Cubism atau mekanika,
tetapi saya berpikir melalui prinsip-prinsip dasar Cubism atau mekanika sampai saya
mengerti prinsip-prinsip tersebut. Saya memahami Cubism ketika saya melihat sasaran hasil
yang artistik yang Cubists. Saya memahami hukum gerak Newton ketika saya melihat
penalarannya dan kesimpulan yang menjadi tujuan serta bukti-bukti. Apa yang saya
benarkan, bagaimanapun, adalah pengetahuan hukum gerak Newton yang telah ditetapkan
secara ilmiah bersifat pengetahuan empiris. Jadi, Dengan demikian istilah "pengetahuan
autoritatif" lebih psikologis dibanding epistemologis. Itu menandakan bukan sifat alami
mereka yang saya ketahui tetapi cara mereka memberi tahu kepada saya. Pengetahuan
autoritatif menunjuk bukan kepada produk-produk budaya, tetapi kita sebut pengetahuan
seperti yang ditempuh oleh produk-produk yang sesuai. "Pengetahuan autoritatif" dibentuk
oleh pengetahuan bahwa saya menerima dari otoritas seseorang. Sejauh ini kita sudah
mempertimbangkan beberapa kategori-kategori yang berbeda dari pengetahuan yang telah
lalu. Marilah kita sekarang mengambil suatu pandangan yang lebih luas dan menanyakan apa
yang memimpin filsafat pendidikan yang mengatakan pengetahuan dalam hubungannya
kepada pendidikan.

Idealis Epistemologi dan Pendidikan


Plato, setuju dengan Socrates, yang menjelaskan bahwa pengetahuan diperoleh melalui
pikiran sehat harus selalu tetap tidak sempurna dan tidak pasti, karena dunia material
hanyalah suatu salinan dari lapisan yang lebih sempurna. Pengetahuan yang benar adalah
hasil dari proses akal seseorang, karena akal mampu menggambarkan bentuk asli secara
spiritual sebagai perwujudan materi di alam baka. Hegel menekuni konsep dari plato bahwa
pengetahuan adalah valid hanya sepanjang itu membentuk suatu sistem. Karena kenyataan
yang terakhir adalah masuk akal dan sistematis, pengetahuan realitas kita adalah benar bahwa
itu terlalu sistematis. Semakin menyeluruh sistem dari pengetahuan kita dan semakin
konsisten gagasan-gagasan yang memeluk, semakin banyak kebenaran yang mungkin dapat
dimiliki. Prinsip ini biasanya dikenal sebagai "teori koherensi (melekat)" dari kebenaran. Itu
didasarkan pada pandangan bahwa item tertentu dari pengetahuan menjadi penting jika
dilihat pada tingkat konteks yang menyeluruh. Karenanya semua gagasan dan teori-teori yang
harus disahihkan menurut mereka "melekat" di dalam suatu sistem pengetahuan yang
berkembang secara terus-menerus. Menurut Kant, idealis modern berpendapat bahwa
hakekat pengetahuan adalah maksud/arti dan pesan informasi yang diperoleh oleh pikiran
sehat. Tujuan pengajaran yang seharusnya tidak hanya memberikan siswa sejumlah
informasi, akan tetapi membantu siswa memahami maksud dan pesan dari informasi yang
diberikan. Beberapa idealis, yang dikenal sebagai "personalists", juga bermaksud bahwa
siswa perlu menghubungkan informasi ini kepada pengalaman-pengalamannya sendiri yang
sebelumnya sehingga apa yang ia pelajari sesuai dengan dirinya pribadi.

Anda mungkin juga menyukai