Anda di halaman 1dari 8

JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2010, VOL. 10 NO.

2, 65 - 72

Pendugaan Keseimbangan Populasi dan Heterozigositas


Menggunakan Pola Protein Albumin Darah pada Populasi
Domba Ekor Tipis (Javanese Thin Tailed) di Daerah
Indramayu
(Prediction Equilibrium of Population Used Blood Albumin
Pattern of Thin Tailed Sheep Population (Javanese Thin
Tailed) in Indramayu)
Dudung Mulliadi dan Johar Arifin
Laboratorium Pemuliaan Ternak dan Biometrika
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Abstrak
Penelitian mengenai pendugaan keseimbangan populasi menggunakan pola protein albumin
darah pada populasi domba ekor tipis (Javanese Thin Tailed) telah dilaksanakan di Daerah
Indramayu Jawa Barat. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui frekuensi genotip dan
gen, keseimbangan populasi berdasarkan Hukum Hardy Weinberg, dan heterozigositas
keragaman genetik berdasarkan lokus albumin darah yang diamati. Sampel darah diambil
melalui vena jugularis sebanyak 8 (delapan) ekor, kemudian ditetapkan protein serum untuk
di analisis albuminnya dengan metode fenol-ciocalteu. Analisis pola a protein albumin
darah menggunakan teknik elektroforesis dengan gel poliakrilamid sistem vertikal. Hasil
elektroforesis menunjukkan bahwa pola protein albumin darah domba ekor tipis di daerah
Indramayu dikontrol oleh oleh 5 macam genotip yaitu AlbAD , AlbAE , AlbBD , AlbBE dan
AlbCF dengan frekuensi genotip masing-masing 0.25, 0.375, 0.125, 0.125, 0.125.
Sedangkan gen yang mengendalikan populasi tersebut dikontrol oleh enam macam gen
yaitu AlbA AlbB AlbC AlbD AlbE AlbF denagn frekuensi gen masing-masing adalah 0,313,
0,125, 0,063, 0,188, 0,25, 0,063. Perhitungan keseimbangan Hukum Hardy Weinberg pada
populasi domba ekor tipis menggunakan rumus chi-square menunjukan keseimbangan
populasi berdasarkan pola protein albumin darah (X2hitung < X2tabel). Nilai keragaman genetik
dihitung berdasarkan rumus heterozigositas dengan hasil 0,78 yang menandakan nilai
keragaman genetik domba ekor tipis di daerah Indramayu tinggi.
Kata Kunci : protein albumin, domba ekor tipis , frekuensi gen dan genotip,
heterozigositas.

Abstract
The research about Hardy-Weinberg Equilibrium Law and heterozigosity prediction used
Blood Albumin Protein pattern on Thin Tailed Sheep Population (Javanese Thin Tailed) in
Indramayu, West Java. The research purpose is to evaluation frequencies Genotipe and
gene, equilibrium population based on Hardy Weinberg Law and heterozigosity kind of
genetic. Blood sample were taken through vena jugulars on 8 (eight) head DET, Albumin
was taken using fenol cio-calteu method. Electrophoresis technique with poly acrylamide
gel vertical system was used in the analysis protein of blood albumin. The result of
electrophoresis showed that the protein pattern these are blood albumin of thin tailed sheep
in Indramayu were controled by five type of genotipe, are AlbAD , AlbAE , AlbBD , AlbBE and
AlbCF with calculated in each frequencies genotipe are 0.25, 0.375, 0.125, 0.125, 0.125, of
the research is frequencies gen were controled by six type of gen, AlbA , AlbB , AlbC ,
AlbD, AlbE and AlbF with calculated in each frequencies gen are 0,313, 0,125, 0,063, 0,188,
0,25, 0,063. Result showed that there is a Hardy Weinberg equilibrium law on the
population based the blood albumin protein. The Value of the genetic variant based on
heterozigosity showed 0,78 were indicated variant genetic of thin tailed sheep in Indramayu
is high.
Keywords : Protein Albumin, Thin Tailed Sheep, Frequencies gen, Genotipe
heterozogosity.

Pendahuluan Barat sebagai wilayah perlintasan trans


Indonesia sebagai negara agraris dalam internasional dalam perspektif global trading
perspektif sosio-agroklimat, dan Indramayu Jawa sebetulnya merupakan wilayah yang cukup
65
JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2010, VOL. 10 NO. 2

strategis dalam pengembangan sumberdaya keadaan populasi secara genetis. Eksplorasi ini
peternakan khususnya sumberdaya lokal. Hal ini mampu menggambarkan apakah di dalam
dilakukan untuk mengurangi ketergantungan populasi terjadi perkawinan acak atau secara tidak
impor, meningkatkan kesejahteraan, menjaga sengaja melakukan inbreeding, bagaimana pola
kelestarian sumberdaya hayati (plasma nutfah) penjualan ternak yang dapat mengakibatkan
dan membangun budaya masyarakat berkearifan migrasi genetik serta memberi gambaran
lokal. Salah satu sumberdaya lokal yang menjadi mendalam tentang keragaman genetik yang ada
keunggulan di daerah tersebut adalah domba ekor pada populasi tersebut. Identifikasi ini dapat
tipis. dilakukan melalui analisis pola protein albumin
Domba di wilayah pantura ini telah dikaji darah untuk menduga keseimbangan populasi
dalam suatu Program PHKI Unpad selama tahun menurut hukum Hardy-Weinberg dan
2010. Hasil observasi didapat bahwa jenis domba heterosigositas populasi.
lokal antara lain domba ekor tipis (Javanese thin Salah satu identifikasi yang penting adalah
tailed), sedang sisanya domba ekor gemuk mengungkap karakter kualitatif interior suatu
(Javanese fat tailed) dan domba Priangan atau populasi dengan mendeskripsikan jarak migrasi
persilangan diantara mereka. Ketiga jenis domba pita protein. Melalui teknologi biomolekuler,
tersebut memiliki keunggulan antara lain tingkat protein darah dapat dipurifikasi albuminnya dan
prolifikasi yang tinggi, tahan terhadap penyakit melalui teknik elektroforesis dapat dianalisis jarak
dan parasit, tahan terhadap panas dan tahan migrasi tersebut. Jarak migrasi diukur dari titik
terhadap kondisi lingkungan pakan jelek. katode sebagai titik nol ke arah pita protein,
Berdasarkan keunggulan yang dimiliki dengan diketahui jarak migrasi tersebut maka
dan keberadaan kelompok peternak yang dinamis dapat digambarkan identitas suatu populasi
dalam beberapa kawasan peternakan domba lokal (Arifin,2004). Setelah dilakukannya pengukuran
di Kabupaten Indramayu maka layak untuk jarak migrasi maka dapat diketahui karakteristik
mendinamisasikan suatu kelompok ternak polimorfisme protein dalam populasi tersebut.
dijadikan kawasan pembibitan berbasis pedesaan Polimorfisme tersebut dapat digunakan sebagai
(village breeding centre). Di sisi lain, menurut penanda keragaman dalam populasi dan lebih jauh
Darodjah,dkk (2009) bahwa kondisi obyektif dapat digunakan untuk menduga kekerabatan
peternakan domba di masyarakat pantura secara ternak pada suatu populasi. Polimorfisme juga
umum menunjukkan pola pemeliharaan domba dapat menggambarkan frekuensi gen dan genotip
ekor tipis dipelihara oleh para peternak secara suatu populasi berdasarkan lokus protein yang
tradisional (pakan, kesehatan dan perkandangan), diamati (Johari, dkk, 2007).
tidak ada catatan recording, tidak dilakukannya Pendugaan keseimbangan pola protein
seleksi, perkawinan secara acak atau tidak albumin darah pada populasi domba ekor tipis di
dilakukan pola pemuliaan yang terarah. daerah Indramayu dapat diukur menggunakan
Kegiatan pengembangan sumberdaya frekuensi genotip dan gen. Dijelaskan dalam
lokal seperti domba ekor tipis pada hakekatnya Hukum Hardy Weinberg, apabila di dalam suatu
adalah upaya meningkatkan populasi dan nilai populasi terjadi perkawinan secara acak, tidak
tengahnya serta mengoptimalisasi daya dukung terjadi seleksi, mutasi, migrasi, dan random driff,
lahan yang ada. Upaya tersebut dapat dilakukan maka frekuensi genotip dan gennya tidak akan
dengan konservasi sumberdaya genetik. mengalami perubahan dari generasi ke generasi
Riwantoro (2005) menjelaskan bahwa konservasi (Warwick, dkk, 1994).
merupakan semua bentuk kegiatan yang Perubahan frekuensi genotip dan gen pada
melibatkan tatalaksana pemanfaatan sumberdaya pita protein albumin dapat memunculkan nilai
genetik untuk memenuhi kebutuhan pangan, heterozigositas. Nilai heterozigositas digunakan
kesejahteraan dan keberlangsungan hidup saat ini untuk menentukan keragaman genetik yang
dan masa yang akan datang dengan muncul berdasarkan pola pita protein albumin.
mempertahankan keragaman genetik yang Dalam suatu populasi ternak apabila terjadi
dikandungnya. perkawinan secara acak dan terjadi migrasi, kecil
Bagian penting dari konservasi sumberdaya kemungkina terjadinya perkawinan inbreeding,
genetik domba ekor tipis adalah identifikasi karena faktor yang dapat menyebabkan tingginya
populasi. Berdasarkan kondisi obyektif dimana heterozigositas adalah perkawinan outbreeding.
peternak tidak melakukan pola pemuliaan Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui
(rekording, seleksi dan sistem perkawinan) maka berapa besar frekuensi genotip dan gen lokus pola
identifikasi dimaksud adalah mengeksplorasi pita protein albumin darah pada populasi domba
66
Mulliadi dan Arifin, Pola albumin darah domba ekor tipis

ekor tipis (Javanese Thin Tailed) di daerah pakan tidak memperhatikan nutrisi, perkawinan
Indramayu; Mengetahui sejauh mana tidak teratur, dan tidak ada kontrol penyakit;
keseimbangan dari lokus pola pita protein Tidak ada pengaturan perkawinan seperti
albumin darah pada populasi domba ekor tipis recording, seleksi, dan kegiatan pola pemuliaan
(Javanese Thin Tailed) di daerah Indramayu lainnya.
berdasarkan Hukum Hardy Weinberg; dan Setelah melihat lima aspek diatas kondisi
Mengetahui berapa besar heterozigositas populasi wilayah sampel maka diharapkan
keragaman Genetik lokus pola pita protein homogenitas akan tercapai, kemudian calon
albumin darah pada populasi domba ekor tipis sampel ternak yang memenuhi 6 aspek tersebut
(Javanese Thin Tailed) di daerah Indramayu. diberikan nomer identitas yang nantinya akan
Dengan diketahuinya keadaan populasi seperti di diundi untuk menentukan ternak mana yang akan
atas maka arah kebijakan pemuliaan ternak dalam dijadikan sampel. Penggunaan metode simple
populasi ternak di masyarakat dapat lebih jelas. random sampling pada pemilihan sampel ternak
dikarenakan calon sampel secara kualitatif sudah
Metode homogen.
Materi penelitian yang digunakan berupa 8 Adapun peubah yang diamati pada
sampel darah dari 8 ekor domba ekor tipis di penelitian ini adalah Frekuensi genotip dan gen
daerah Indramayu yang diambil secara random. lokus pita protein albumin darah pada populasi
Proporsi jantan dan betina tidak mempengaruhi domba ekor tipis (Javanese Thin Tailed) di daerah
lokus gen pola protein albumin darah, hal ini Indramayu. Keseimbangan dari lokus pita protein
dikarenakan sebelum pengambilan sampel albumin darah pada populasi domba ekor tipis
dilakukan uji homogenitas telah dilakukan (Javanese Thin Tailed) di daerah Indramayu
terlebih dahulu. berdasarkan Hukum Hardy Weinberg.
Penentuan wilayah penelitian dilakukan Heterozigositas keragaman genetik lokus pita
secara purposive sampling , yaitu kecamatan protein albumin darah pada populasi domba ekor
Tukdana Indramayu. Hal ini dikarenakan populasi tipis (Javanese Thin Tailed) di daerah Indramayu.
domba ekor tipis di daerah tersebut cukup tinggi Darah diambil lewat vena jugularis dengan
dibandingkan daerah lain. Agar diperoleh sampel menggunakan spuit yang sebelumnya sudah
yang mendekati kelayakan, maka sebelum diseterilkan menggunakan alkohol dan diambil
dilakukan penentuan sampel ternak terpilih, sebanyak 10 ml untuk diambil serumnya
dilakukan penyeragaman atau pembatasan kriteria (Sutrisno, 1989). Pemurnian serum albumin darah
populasi ternak. Penentuan sampel ternak menggunakan metode fenol-ciocalteu dalam
diupayakan memiliki tingkat keseragaman yang Girindra., (1989) yaitu sebagai berikut: Disiapkan
tinggi atau homogenitas. penangas air bertermostat atau piala 600 ml, suhu
Homogenitas berfungsi menggambarkan 37 C, Dipanaskan dalam almari pengeram alat-
bahwa kondisi sampel mendekati kelayakan alat antara lain: 2 tabung konis 15 ml, 4 buah
populasi sampel. Untuk mendapatkan tabung reaksi dan 15 ml natrium sulfat 30 persen.
homogenitas yang tinggi maka penentuan sampel Pereaksi natrium sulfat selalu disimpan dalam
ternak didasarkan pada Populasi ternak yang inkubator sebab pada suhu kamar akan mengalami
menjadi obyek penelitian adalah domba ekor tipis, denaturasi, Fibrinogen diendapkan dari plasma
secara ekstra kualitatif dapat digambarkan yaitu dengan penambahan larutan natrium sulfat 11,25
memiliki ekor tipis, telinga panjang, kepala kecil, persen dimasukkan 1 ml plasma darah yang jernih
pejantan bertanduk pendek, konformasi tubuh ke dalam tabung pemutar 15 ml, Ditambahkan 1,5
lebih ramping bila dibanding dengan domba ekor aquades dan 1,5 larutan natrium sulfat 30 persen
gemuk atau domba Priangan; Umur dewasa yaitu dicampur dengan cara membolak-balik tabung.
pejantan diatas 1,5 tahun, betina melahirkan lebih Panaskan pada suhu 37 C selama 10 menit,
dari satu kali atau dengan penentuan umur diputar dengan kecepatan 1500 rpm selama 10
menggunakan rumus gigi; Ternak dalam keadaan menit, kemudian dituangkan cairan ke dalam
sehat dan tidak cacat, hal ini ditentukan karena tabung reaksi yang kering dan bersih. Dilakukan
berkaitan dengan pengambilan darah; Pola secara hati-hati agar presipitatnya terbuang.
pemeliharaan di peternakan rakyat masih Cairan atas diberi kode “a” dan disimpan untuk
menggunakan pola tradisional hal ini dapat dilihat pemisahan Albumin, Albumin dipisahkan atas “a”
dari hasil observasi bahwa perkandangan tidak dengan larutan natrium sulfat 22,5 persen
teratur (tidak memperhatikan kapasitas kandang, kemudian dihitung selisihnya. Caranya ialah:
kebersihan, dan kesehatan). Dari sisi penyediaan Diambil 2 ml cairan atas “a” dimasukkan ke
67
JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2010, VOL. 10 NO. 2

dalam tabung reaksi dan bersih, kemudian keseimbangan berdasarkan Hukum Hardy
ditambahkan larutan natrium sulfat 30% sebanyak Weinberg.
3 ml lalu dicampur dengan membolak-balik Penentuan nilai heterozigositas untuk
tabung, Dimasukkan dalam penangas air 37 C menentukan keragaman genetik menggunakan
selama 10 menit, Disaring ke dalam tabung reaksi rumus (Nei, 1987), :
kering dan bersih, Apabila hasil penyaringan
masih keruh ulangi hingga hasil penyaringan
jernih, kemudian disimpan filtrat yang
mengandung albumin ini “b” (Arifin, 2004).
Analisis elektroforesis menggunakan Dimana h = heterozigositas, M = jumlah
metode SDS (sodium dodecyl sulafate) alel, Xi = Frekuensi gen ke-1, Nilai
poliacrilamide gel elektroforesis menurut metode heterozigositas berkisar antara 0 (nol) sampai
Deutcher (1990) yaitu pembuatan gel pemisah dengan 1 (satu). Apabila heterozigositas
(separation gel), gel penggertak (stocking gel) dan mendekati 0 (nol) maka nilai heterozigositas
larutan penyangga (buffer) untuk elektroforesis. rendah, dan apabila nilai heterozigositas
Penentuan lokus protein albumin mendekati 1 (satu) maka nilai heterozigositas
didasarkan pada kecepatan mobilitas relatif tinggi.
terhadap sampel yang dipakai standar. Lokus
protein ditunjukan dengan pita (band). Bila hanya Hasil dan Pembahasan
satu pita maka diasumsikan bahwa protein Kondisi Peternakan Domba Ekor Tipis di
tersebut homozigot dengan gen kembar atau Daerah Indramayu
bergenotip sama. Bila terbentuk lebih dari satu Kabupaten Indramayu adalah sebuah
pita diasumsikan bahwa protein tersebut adalah kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Titik keramaian
heterozigot dengan genotip dan gen yang berbeda. sirkulasi ternak yang ada di Indramayu terletak di
Adanya perbedaan mobilitas akan terbentuk pola- Jatibarang. Daerah Indramayu terletak di wilayah
pola protein hasil elektroforesis pada gel yang pantura jalur yang menghubungkan kota-kota
berbeda sehingga dapat diperoleh informasi secara yang ada di pesisir utara Jawa. Kabupaten ini
tidak langsung mengenai susunan gen-gen yang berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten
mengkode protein tersebut (Haris, 1989). Protein Cirebon di tenggara, Kabupaten Indramayu dan
yang mempunyai gen yang sama dijumlahkan Kabupaten Sumedang, serta Kabupaten Subang di
kemudian dihitung frekuensi genotip dan gennya. barat.
Frekuensi gen lokus pita protein albumin Peternakan domba di daerah Indramayu
dihitung berdasarkan formulasi (Warwick dkk., masih cenderung tradisional. Peternak di daerah
1990) sebagai berikut, : Indramayu sebagian besar mempunya pekerjaan
qA = utama sebagai petani, sedangkan berternak hanya
menjadi pekerjaan sampingan dengan
memanfaatkan limbah pertanian sebagai sumber
Keterangan : qA = frekuensi gen pakan ternak. Perkandangan ternak domba di
A, qa = frekuensi gen a daerah Indramayu juga masih sederhana, yaitu
Perhitungan keseimbangan populasi kandang koloni, sedangkan kandang individual
berdasarkan Hukum Hardy Weinberg dihitung hanya untuk betina melahirkan. Pola
secara statistik menggunakan uji chy-square pemeliharaan yang sederhana termasuk juga aspek
(Sudjana, 1994) sebagai berikut, : pemuliaan. Peternakan yang ada di daerah
Indramayu juga tidak memperhatikan masalah
perkawinan, juga penjualan/ pembelian bibit yang
Keterangan : X2 = Chy square hitung, O tidak dikontrol. Kondisi ini tidak jauh berbeda
= Hasil yang diperoleh dari pengamatan dengan peternakan yang berada di Indramayu,
(Observed Valur), E = Hasil yang diharapkan sehingga besar peluang masuknya gen baru
menurut keseimbangan Hukum Hardy Weinberg karena migrasi sebagai konsekuensi jual beli
(Expected Vakue). Apabila X2hitung > 1 maka ternak.
terdapat penyimpangan atau tidak menunjukan Frekuensi Genotip dan Gen Lokus Pola Pita
keseimbangan berdasarkan Hukum Hardy Protein Albumin Darah Pada Populasi Domba
Weinberg. Apabila X2hitung < 1 maka tidak Ekor Tipis (Javanese Thin Tailed) di Daerah
menunjukan penyimpangan atau menunjukan Indramayu

68
Mulliadi dan Arifin, Pola albumin darah domba ekor tipis

Frekuensi gen dan genotip dihitung ekor, AlbBD terdapat 1 ekor, dan AlbCE terdapat 3
berdasarkan perbedaan jarak migrasi pada pola ekor. Perhitungan frekuensi genotip pada AlbBD,
protein albumin yang terekam di gel AlbCE,AlbBE, dan AlbAD di dapat genotip array
poliacrilamide. Perbedaan-perbedaan jarak (0,097 AA+ 0,078 AB + 0,039 AC + 0,118 AD +
migrasi tersebut disebabkan oleh ukuran/berat 0,156 AE + 0,039 AF + 0,016 BB + 0,016 BC +
molekul protein tersebut. Seperti yang dijelaskan 0,047 BD+ 0,063 BE+ 0,016 BF+ 0,034 CC +
oleh Wongsosupantio (1990) bahwasannya pada 0,024 CD + 0,04 CE+ 0,007 CF+ 0,036 DD +
saat elektroforesis berlangsung, protein (molekul) 0,093 DE + 0,023 DF + 0,062 EE+ 0,031 EF+
akan bergerak menuju elektroda positif sampai 0,0039 FF) = 1.
pada jarak tertentu pada gel poliakrilamid
tergantung pada berat molekulnya. Semakin Tabel 1. Frekuensi Genotip Lokus Pola Pita
rendah berat molekulnya maka semakin jauh pula Protein Albumin Di Daerah
protein bergerak atau mobilitasnya tinggi. Protein Indramayu.
dengan berat molekul tinggi atau lebih besar,
sebaliknya akan bergerak pada jarak yang lebih Genotip n (ekor) Lokus
pendek atau mobilitasnya rendah.
Adanya perbedaan tersebut menurut Haris AD 2 = 0, 25
(1989) sebagai akibat adanya perbedaan struktur AE 3 = 0, 375
primer protein karena disandikan oleh gen yang
berbeda. Selain itu protein merupakan produk BD 1 = 0,125
langsung dari deret nukleotida suatu gen, sehingga BE 1 = 0, 125
adanya perbedaan tersebut dapat diputuskan
sebagai akibat perbedaan genotipik antar kultivar CF 1 = 0, 125
yang diuji.
Jumlah 8 1

Perhitungan frekuensi genotip tersebut


didapatkan petunjuk lokus gen-gen yang
mengkodon dan frekuensi gen pada pola pita
protein. Dengan demikian gen yang
mengendalaikan populasi tersebut dapat diketahui.
Populasi domba ekor tipis daerah Indramayu
terdiri dari gen A, B, C, D, E dan F, dengan
susunan
(A2+2AB+2AC+2AD+2AE+2AF+B2+2BC+
2BD+2BE+2BF+C2+2CD+CE+
Gambar 1. Pola protein albumin darah DET 2CF+D2+2DE+2DF+E2+2EF+F2) = 1 dengan gen
daerah Indramayu array : (0,313 A+ 0,125 B + 0,063 C + 0,188 D +
0,25 E + 0,063 F)2 = 1.
Berdasarkan hasil penelitian
menggunakan teknik elektroforesis gel vertikal Uji Keseimbangan Hukum Hardy Weinberg
diketahui distribusi genotip lokus pola pita protein Pada Populasi DET Daerah Indramayu Jawa
albumin. Distribusi genotip yang terlihat pada Barat
lokus pola pita protein albumin terdapat 4 macam Hukum Hardy Weinberg menyebutkan
genotip seperti yang disajikan pada Tabel 1. apabila tidak ada faktor-faktor yang dapat
Dari Tabel distribusi genotip di atas menunjukan mengubah frekuensi gen pada suatu populasi, dan
frekuensi genotip lokus pola pita protein albumin populasi tersebut mengadakan perkawinan secara
darah di daerah Indramayu dikontrol oleh 5 acak dari generasi ke generasi berikutnya maka
macam genotip yaitu AlbAD , AlbAE , AlbBD , AlbBE frekuensi gen tersebut tidak akan mengalami
dan AlbCF dengan frekuensi genotip masing- perubahan. Faktor-faktor yang dapat mengubah
masing 0.25, 0.375, 0.125, 0.125, 0.125 Hasil frekuensi gen dalam suatu populasi adalah adanya
distribusi genotip tersebut diperoleh petunjuk seleksi, mutasi, migrasi, dan random driff
bahwa frekuensi genotip dihitung berdasarkan (Warwick,dkk 1994).
pola pita protein yang muncul dari 8 ekor domba Pengujian keseimbangan Hukum Hardy
ekor tipis. AlbAD terdapat 2 ekor, AlbAE terdapat 3 Weinberg pada populasi domba ekor tipis di
69
JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2010, VOL. 10 NO. 2

daerah Indramayu dilakukan menggunakan uji Heterozigositas Populasi Domba Ekor Tipis
chi-square untuk mengetahui apakah data Daerah Indramayu Jawa Barat
pengamatan (observasi) diperoleh menyimpang Keragaman genetik adalah penyimpangan
atau tidak menyimpang dari nisbah yang sifat atau karakter dari individu yang terjadi
diharapkan (expected) menurut Hukum karena perkawinan alami yang tidak terkontrol.
Keseimbangan Hardy Weinberg. Kemunculan Keragaman genetik dapat dilihat dari karakter alel
data yang diharapkan dihitung menggunakan dari lokus tertentu yang merupakan ekspresi dari
rumus genotip Array. (A + B + C + D + E )2 = A2 gen tertentu (Johari., dkk, 2007). Keragaman
+ 2AB + 2AC + 2 AD + 2AE + B2 + 2BC + 2BD genetik dapat dilihat berdasarkan nilai
+ 2BE + C2 + 2CD +2CE + D2 + 2DE + E2 = 1, Heterosigositas. Nilai heterozigositas merupakan
menjadi (p + q + r +s + t)2 = p2 + 2pq + 2pr + 2 ps salah satu parameter yang dapat digunakan untuk
+ 2pt + q2 + 2qr +2qs + 2 qt + r2 + 2rs +2rt + r2 + mengukur tingkat keragaman genetik dalam suatu
2st + t2 = 1, sebagai jumlah data yang diteliti. populasi.
Dengan demikian nilai derajat bebas merupakan Herozigositas diperoleh dari hasil
jumlah genotip array dikurangi satu. perhitungan frekuensi gen pada masing-masing
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan lokus. Analisis heterosigositas berdasarkan
adanya keseimbangan Hukum Hardy Weinberg frekuensi gen pada lokus pita protein albumin
(X2hitung < X2tabel). Atau dapat dikatakan tidak populasi domba ekor tipis di daerah Indramayu
menunjukkan adanya penyimpangan dari nisbah darah menunjukan tingginya nilai keragaman
keseimbangan. Kondisi tersebut menggambarkan genetik. Data nilai heterosigositas dapat dilihat
adanya keseimbangan populasi menurut hukum pada tabel 4.
H-W dimana frekuensi gen dan genotip yang
tetap dari generasi ke generasi. Tabel 4. Analisis Uji Heterozigositas Pada Lokus
Berdasarkan observasi wilayah dalam Pita Protein
pemetaan sosial dan populasi ternak, Lokus Uji Heterozigositas
keseimbangan populasi dimungkinkan karena hal- Alb
hal sebagai berikut. Pertama, pola pemeliharaan
di wilayah ini digembalakan secara massal di A 0.3132
tempat penggembalaan seperti lahan pangonan, B 0,1252
lahan irigasi dan lahan yang belum diolah untuk C 0,0632
pertanian. Kondisi demikian menyebabkan
perkawinan yang terjadi pada populasi tersebut D 0,1882
secara acak, karena tiap pejantan yang dimiliki E 0,252
tiap peternak memberi peluang yang bebas dan F 0,0632
sama untuk mengawini domba betina milik petani
lain sehingga peluang terjadinya inbreeding cukup ∑ 0,219501
rendah. Kedua, pola jual beli ternak yang ada di h= 0,7805
wilayah Tukdana tidak menyebabkan migrasi
KET: 0,313 A+ 0,125 B + 0,063 C + 0,188 D +
yang berarti, hal ini karena populasi domba di
0,25 E + 0,063 F)2 = 1.
Indramayu mayoritas Domba Ekor Tipis. Ketiga,
peternak di wilayah ini tidak melakukan seleksi
Perhitungan nilai heterosigositas
walaupun secara alami. Peternak membiarkan
berdasarkan kaidah Nei 1987 bawa nilai
domba besar dan kecil hidup bersama. Kondisi ini
heterozigositas berkisar antara 0 (nol) sampai 1
berbeda dengan peternak di daerah Garut dimana
(satu), apabila nilai heterozigositas sama dengan 0
seleksi dilakukan ke arah atau tujuan tertentu
(nol) maka diantara populasi yang diukur
(daging atau tangkas).
memiliki hubungan genetik yang sangat dekat dan
Hasil pengamatan di lapangan juga
apabila nilai heterozigositas sama dengan 1 (satu)
menunjukkan bahwa populasi domba ekor tipis di
maka diantara populasi yang diukur tidak terdapat
daerah Indramayu dipelihara secara tradisional,
hubungan genetik atau pertalian genetik sama
tidak dilakukan recording, dan tidak ada kontrol
sekali.
sistem perkawinan. Kondisi ini menggambarkan
Tingginya nilai Heterozigositas pada
di lokasi penelitian tidak dilakukan seleksi dan
populasi domba ekor tipis di Daerah Indramayu,
perkawinan yang baik.
menunjukan keragaman genetik yang tinggi.
Faktor yang mempengaruhi tingginya

70
Mulliadi dan Arifin, Pola albumin darah domba ekor tipis

heterozigositas pada populasi domba ekor tipis di Ruminansia dan Bioenergi. Optimalisasi
daerah Indramayu disebabkan oleh perkawinan Village Breeding Center (VBC) Domba
acak atau peluang inbreeding yang rendah. Hal ini Lokal di Kabupaten Subang, Indramayu
dapat digambarkan dari sistem perkawinan acak dan Cirebon Jawa Barat. Laporan
di lahan penggembalaan dan kondisi sirkulasi Program PHKI Unpad tahun 2010.
ternak yang cukup tinggi dalam populasi domba Universitas Padjadjaran. Sumedang
ekor tipis di wilayah ini. Penyebab terjadinnya Astuti, M. 1997. Estimasi jarak genetik antar
migrasi adalah sumber bibit domba lokal yang populasi kambing Kacang, kambing
didapat oleh para peternak dari pasar-pasar besar Peranakan Etawah dan kambing Lokal
seperti pasar Kadipaten di Indramayu dan berdasarkan polimorfisme protein darah.
pertukaran ternak sesama petani. Buletin Peternakan. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta. 21 (1) : hal. 21-29.
Kesimpulan Darodjah,S., Kuswaryan,S.,
1. Frekuensi genotip lokus pola pita protein Bandiati,S.,Arifin,J.,Budinuryanto,D.,200
albumin darah DET di daerah Indramayu 9. Pemanfaatan Model Introduksi Domba
dikontrol oleh 5 macam genotip yaitu AlbAD , Pejantan (Sire model) Pada Kawasan
AlbAE , AlbBD , AlbBE dan AlbCF dengan Pengembangan Domba Untuk
frekuensi genotip masing-masing 0.25, 0.375, Menciptakan Kemajuan Genetik (Genetik
0.125, 0.125, 0.125. Sedangkan gen yang Progres) Yang Optimal, Dalam Upaya
mengendalikan populasi tersebut dikontrol Mengubah Struktur Sosial Ekonomi
oleh enam macam gen yaitu AlbA AlbB AlbC Masyarakat Miskin di Daerah pesisir
AlbD AlbE AlbF denagn frekuensi gen Utara dan Selatan Jawa Barat. Laporan
masing-masing adalah 0,313, 0,125, 0,063, Penelitian Strategi Nasional. Direktorat
0,188, 0,25, 0,063. Hal ini menunjukkan Pendidikan Tinggi. Departemen
adanya variasi gen dan genotipe dalam Pendidikan Nasional. Jakarta
populasi tersebut Deutcher .1990,M.D., 1990.Guide to Protein
2. Populasi domba ekor tipis di daerah Purification.Methods in Enzymology.
Indramayu tidak mengalami nisbah Academic Press INC.Sandiego.New
penyimpangan atau menunjukan adanya York.
keseimbangan Hukum Hardy Weinberg. Hal Harris, Harry, 1994. Dasar-dasar genetika
ini menggambarkan hasil observasi dimana biokemis manusia, Gajah Mada
ternak digembalakan secara massal di lapang, University Press. Yogyakarta. Hal 435-
pola penjualan dan pemeliharaan yang 465
tradisional menyebabkan tidak ada seleksi, Nei, M. 1987. Molecular evolutionary Genetics .
migrasi, mutasi dan perkawinan yang terjadi Columbia University Press. New York:
secara acak. 175-208.
3. Tingginya keragaman genetik pada populasi Riwantoro, 2005. Konservasi Domba Garut dan
domba ekor tipis di daerah Indramayu Strategi Pengembangn Berkelanjutan.
ditunjukan dengan nilai heterosigositas yang Disertasi. Program Doktor. Institut
tinggi yaitu 0,78 menggambarkan tingginya Pertanian Bogor. Bogor
keragaman genetik dalam populasi tersebut. S. Johari, E. Kurnianto, Sutopo, dan S. Aminah.
2007. Keragaman Protein Darah Sebagai
Daftar Pustaka Parameter Biogenetik pada Sapi Jawa.
Arifin, J. 2004. Analisis Pola Protein Globulin Journal Indonesian Tropical Agriculture,
Darah Untuk Mengestimasi 32 [2] Juni 2007. Universitas Diponegoro.
Keseimbangan Hukum Hardy-Weinberg Semarang. hal: 112-118.
Populasi Domba Ekor Tipis(Javanese S. Johari, E. Kurnianto, Sutopo, dan S. Aminah.
Thin Tailed) Di Daerah Garut dan 2007. Keragaman Protein Darah Sebagai
Banjarnegara. Tesis. Universitas Jenderal Parameter Biogenetik pada Sapi Jawa.
Soedirman. Purwokerto. Journal Indonesian Tropical Agriculture,
Arifin,J., Yunasaf,U., Ramdhani., 2010. 32 [2] Juni 2007. Universitas Diponegoro.
Pemberdayaan dan Pembelajaran Semarang. hal: 112-118.
Masyarakat di Bidang Pangan, Energi Soedjana. 1994. Dasar-Dasar Statistik. Tarsito.
dan Kesehatan. Inovasi Teknologi dalam Bandung. Hal : 78-81
Sistem Integrasi Lahan Kering-Ternak
71
JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2010, VOL. 10 NO. 2

Sutrisno. 1989. Fisiologi Ternak Sistem Sirkulasi. Edisi V. Gadjah Mada University Press,
Diktat. Laboratorium Fisiologi Yogyakarta.hal: 45-97
Reproduksi. Universitas Jenderal Wongsosupantio, S. 1992. Elektroforesis Gel
Soedirman. Purwokerto. Protein. Bioteknologi, Pusat Antar
Warwick, E.J., J.M. Astuti dan W. Universitas, Universitas Gadjah Mada.
Hardjosubroto. 1994. Pemuliaan Ternak. Yogyakarta.

72

Anda mungkin juga menyukai