Anda di halaman 1dari 14

PERBEDAAN KAIDAH FIQHIYAH DAN KAIDAH USHULIYAH

Makalah

diajukan sebagai tugas mata kuliah Qowaid Fiqhiyah yang diampu Bapak
Lamlam Pahala, M.Ag.

Disusun oleh:

Fitri Fujiani

Khoirul Ikhsan S.

Lucky Zaenal

Sri Handayanti

Yola Fitri Nurfilah

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH (PBS)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)

SILIWANGI GARUT

Jl. Raya Leles No. 117 Leles Garut 44152


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan kemudahan kepada kami untuk dapat menyelesaikan salah satu tugas
dari mata kuliah Qowaid Fiqhiyah . Tak lupa shalawat serta salam tercurah
limpahkan kepada junjunan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai pembawa risalah
islam yang telah mengubah jalan hidup manusia dari kegelapan kepada cahaya
terang benderang.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. untuk itu
kami banyak menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna,
kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dalam segi
susunan kaliamat maupun bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah kami mengenai menejemen


keuangan dasar ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.

Garut, Oktober 2019

Penyusun,

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2


BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat ................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 5
A. Deskripsi Kaidah Fiqhiyah...................................................................................... 5
B. Deskripsi Kaidah Ushuliyah ................................................................................. 10
C. Gambaran Perbedaan Kaidah Fiqiyah dan Kaida Ushuliyah ................................ 11
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 13
A. KESIMPULAN ..................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 14

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Qawaidul fiqhiyah (kaidah-kaidah fiqh) dan Qawaidul Ushuliyah


(kaidah-kaidah Ushul) adalah suatu kebutuhan bagi kita semua. Banyak
dari kita yang kurang mengerti bahkan ada yang belum mengerti sama
sekali apa itu Qawaidul fiqhiyah dan kaidah ushuliyah.
Melihat dari fungsinya kaidah ushuliyah dan kaidah fiqhiyah
digunakan sebagai sarana ushul dalam menggali hukum syar’i. Maka dari
itu kedua ushul ini sangat penting untuk di pelajari.
Maka dari itu, kami selaku penulis mencoba untuk menerangkan
tentang kaidah-kaidah fiqh. Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqh kita
akan mengetahui benang merah yang menguasai fiqh, karena kaidah fiqh
itu menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh, dan lebih arif di dalam
menerapkan fiqh dalam waktu dan tempat yang berbeda untuk kasus, adat
kebiasaan, keadaan yang berlainan. Selain itu juga akan lebih moderat di
dalam menyikapi masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, budaya dan
lebih mudah mencari solusi terhadap problem-problem yang terus muncul
dan berkembang dalam masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa deskripsi dari kaidah fiqhiyah ?
2. Apa deskripsi dari kaidah ushuliyah?
3. Apa perbedaan kaidah fiqhiyah dan kaidah ushuliyah?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Untuk mengetahui dan memahami deskripsi kaidah fiqhiyah.
2. Untuk mengetahui dan memahami deskripsi kaidah ushuliyah.
3. Untuk mengetahui dan memahami perbedaan kaidah fiqiyah dan kaida
ushuliyah.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kaidah Fiqhiyah


 Pengertian Kaidah Fiqhiyah

Qawaid merupakan bentuk jamak dari qaidah, yang kemudian dalam


secara etimologi disebut dengan istilah asas (dasar) yaitu yang menjadi dasar
berdirinya sesuatu. Atau dapat juga diartikan sebagai fondasinya sesuatu.
Sedangkan secara terminologi mayoritas Ulama Ushul mendefinisikan kaidah
dengan hukum yang biasa berlaku yang bersesuaian dengan sebagian besar
bagiannya. Adapun kata al-fiqh secara etimologi bermakna pemahaman
mendalam yang membutuhkan pengarahan potensi akal.1Secara istilah, Fiqh
adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah
(praktis) yang diambilkan dari dalil-dalil yang tafsili (terperinci).

Menurut Prof. Hasbi Ash-Shiddieqy, qa’idah fiqhiyyah itu ialah:

“Qaidah-qaidah yang bersifat kully dan dari maksud-maksud syara’ menetapkan


hukum (maqashidusy syar’i) pada mukalaf serta dari memahami rahasia tasyri’
dan hikmah-hikmahnya.”2

Jadi, Kaidah Fiqhiyah, adalah suatu perkara kulli (kaidah-kaidah umum)


yang berlaku pada semua bagian-bagian atau cabang-cabangnya yang banyak
yang dengannya diketahui hukum-hukum cabang itu. Dari pengertian tersebut
dapat diketahui bahwa setiap kaidah fiqhiyah telah mengatur beberapa masalah
fiqh dari berbagai bab.

Titik tolak pelaksanaan hukum islam diatur oleh kaidah-kaidah yang


bersifat universal yang merupakan stasiun keberangkatan suatu perbuatan.
Sebagaimana ada kaidah yang menyatakan bahwa keyakinan tidak terkalahkan
oleh keraguan, setiap perbuatan harus dilandasi dengan keyakinan, bukan oleh
keraguan.

Objek bahasan kaidah-kaidah fiqh itu adalah perbuatan mukallaf sendiri


dan materi fiqh itu sendiri yang dikeluarkan dari kaidah-kaidah fiqh yang sudah

1
Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, (Jakarta : Logos, 1996), hlm.2.
2
A. Mu’in, dkk, Ushul Fiqh 1, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam,
1986), hlm. 181.

5
mapan yang tidak ditemukan nashnya secara khusus di dalam Al-Qur’an atau
Sunnah atau Ijma.3

 Fungsi dan Manfaat Kaidah Fiqiyah

Kaidah Fiqhiyah memiliki fungsi yaitu untuk memudahkan para mujtahid


atau para fuqoha’ yang ingin mengistinbathkan hukum yang bersesuaian dengan
tujuan syara dan kemaslahatan manusia. Oleh karena itulah, maka sangat tepat
apabila pembahasan tentang Kaidah Fiqhiyah ataupun Kaidah Hukum termasuk
dalam pembahasan Filsafat Hukum Islam, sebab Filsafat Hukum Islam adalah
sebuah metode berpikir untuk menetapkan hukum Islam dan sekaligus mencari
jawaban ada apa yang terkandung dibalik hukum Islam itu sendiri.

Imam Abu Muhammad Izzuddin Ibn Abbas Salam menyatakan bahwa


Kaidah Fiqhiyah mempunyai kegunaan sebagai suatu jalan untuk mendapat suatu
kemaslahatan dan menolak kerusakan. Sedangkan Al-Qarafi dalam al-Furu’a nya
menulis bahwa seorang fiqh tidak akan besar pengaruhnya tanpa berpegang
kepada kaidah fiqhiyah, karena jika tidak berpegang pada kaidah itu maka hasil
ijtihadnya banyak bertentangan dan berbeda antara furu-furu’a itu. Dengan
berpegang pada kaidah fiqhiyah tentunya mudah menguasai furu’a-furu’a nya.

Manfaat kaidah fiqh ini adalah memberi kemudahan di dalam menemukan


hukum-hukum untuk kasus-kasus hukum yang baru dan tidak jelas nashnya dan
memungkinkan menghubungkannya dengan materi-materi fiqh yang lain yang
tersebar di berbagai kitab fiqh serta memudahkan di dalam memberi kepastian
hukum.4

 Contoh-contoh Kaidah Fiqhiyyah


a. Al-Umuru Bi Maqashidiha (‫)االمور بمقاصدها‬

Setiap perkara tergantung pada tujuan

Sumbernya Al-Qura’an surat al-imran : 145

ٰ ْ ‫ۗ و م ْن يُّ ِر ْد ثوا ب ال ُّد ْنيا نُ ْؤتِ ٖه ِم ْنها ۗ وم ْن يُّ ِر ْد ثوا ب‬


ۗ ‫اال ِخر ِة نُ ْؤتِ ٖه ِم ْنها‬
“Barang siapa yang menghendaki pahala dunia, niscaya kami berikan kepadanya
pahala dunia itu, dan barang siapa yang menghendaki pahala akhirat niscaya kami
berikan pula pahal akhirat itu.”

3
Prof. H.A.Dzauji, Kaidah-kaidah Fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan
Masalah-masalah yang Praktis,( Jakarta : PRENADAMRFIA GROUP, 2006), hlm. 5.
4
Prof. H.A.Dzauji, Op.cit. hlm. 5-6.

6
Hadits Bukhori dari Umar bin Khattab

)‫ت واِنَّما ِأل ْم ِر ٍئ ما نو ى (روه اخرجه البخارى‬


ِ ‫أِنَّما األعْما ُل بِنِيَّا‬
“Sesungguhnya segala amal tergantung pada niat, dan sesungguhnya bagi
seseorang itu hanyalah apa yang ia niati.” (HR. Bukhori dari Umar bin Khattab).

Tujuan utama disyari’atkan niat atau tujuannya yaitu memberi pengertian


bahwa setiap perbuatan manusia, baik yang berwujud perkataan maupun berwujud
perbuatan diukur menurut niat si pelakunya. Untuk mengetahui sejauh mana niat
si pelakunya itu, haruslah kita lihat adanya qarinah-qarinah yang dijadikan alat
untuk macam niat dari pelakunya.

b. Al- Yaqinu La Yuzalu Bi as-Syakk, ( ‫) اليقين ال يزال بالشك‬


Keyakinan tidak hilang dengan adanya keraguan

Hadits Bukhori dan Muslim

‫َّللاُ عل ْي ِه وسلَّم ر ُج ٌل يُخيَّل اِل ْي ِه انَّهُ ي ِج ُد الشَّئ‬


َّ ‫ش ِكى الى النَّ ِب َّى صلى‬ َّ ‫ع ْن ع ْبد‬
ُ :‫َِّللا ب ِْن ز ْي ٍد قال‬
)‫حا (روه البخارى ومسلم‬ ً ‫سمعص ْو تًا ا ْو ي ِج ُد ِر ْي‬ ْ ‫ف حتَّى ي‬ ُ ‫ الي ْنص ِر‬:‫صال ِة قال‬ َّ ‫فِى ال‬
“Abdullah ibnu Zaid berkata; kepada Nabi diadukan tentang seseorang yang
selalu merasakan telah mengeluarkan angin dalam sembahyang. Maka Nabi
menjawab: janganlah dia berpaling dari sembahyangnya sehingga dia
mendengarkan suara atau mencium bau”. (HR. Bukhori dan Muslim)

Mengenai keragu-raguan ini, menurut Asy-Syaikh al-Imam Abu Hamid al-


Asfirayniy, ada tiga macam, yaitu:5

Keragu-raguan yang berasal dari haram. Misalnya, ada seekor kambing


yang disembelih di daerah yang berpenduduk Muslim dan Majusi. Maka
sembelihan tersebut haram dimakan, sehingga diketahui kalau yang menyembelih
itu benar-benar orang Islam (Muslim).

Keragu-raguan yang berasal dari mubah. Misalnya ada air yang berubah,
yang mungkin pula disebabkan karena terlalu lama tergenang. Maka air tersebut
dapat dijadikan untuk bersuci, sebab pada dasarnya air itu suci.

Keragu-raguan atas sesuatu yang tidak diketahui asalnya. Misalnya


seseorang bekerja dengan orang yang modalnya sebagian besar haram. Dan tidak

5
Ahmad Sabiq binAbdul Latif Abu Yusuf, Kaedah-kaedah Praktis Memahami Fiqih Islami, (Pustaka
Al-Furqon, 2009), hlm. 27.

7
dapat dibedakan antara modal yang halal dan haram. Maka keadaan seperti ini
diperbolehkan jual beli karena dimungkinkan modalnya halal dan belum jelas
keharaman modal tersebut, namun dikhawatirkan karena hukumnya makruh.

c. Al- Masyaqqatu Tajlibu at-Taysir ( ‫) المشقة تجلب التيسير‬


Kesulitan mendatangkan kemudahan

Sumbernya Al-Baqarah : 286

‫سعه‬ ً ‫ف ن ْف‬
ْ ‫سا اِالَّ ُو‬ ُ ‫ال يُك ِل‬
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

Hadits Baihaqi dari Abu Hurairah ra.

‫الديْن أح ٌد اِالَّغلبه‬
ِ ‫س ٌر ول ْن يُغا ِلب‬
ْ ُ‫الد ْينُ ي‬
ِ
“Agama (islama) itu mudah. Tidak seorang pun yang akan bisa mengalahkan atau
menguasai agama, bahkan agamalah yang mengalahkan ia”.(HR. Baihaqi dari
Abu Hurairah ra.)

Dengan kaidah ini dimaksudkan agar syari’at Islam dapat dilaksanakan


oleh hamba atau mukallaf kapan dan dimana saja, yakni dengan memberitahukan
kelonggaran atau keringanan disaat seorang hamba menjumpai kesukaran dan
kesempitan.

Contoh dari kaidah ini, shalat dzuhur hanya dua rakaat hukum asalnya
haram, tetapi karena berpergian jauh, maka hukumnya berubah menjadi sunnah,
sebab ia diperbolehkan untuk mengqashar shalatnya.

d. Ad- Dhararu Yuzalu ( ‫) الضرر يزال‬


Bahaya harus dihilangkan

Sumbernya Al-Qashosh : 77

ِ ‫ب ا ْل ُم ْف‬
‫س ِديْن‬ َّ َّ‫اِن‬
ُّ ‫َّللا ال يُ ِح‬
“Sesungguhnya allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”

Hadits dari Malik, Ibnu Majah dan Ad-Daruqutni

‫سال ِم (رواه ملك وابن ماجه والدار قظنى‬


ْ ‫الضرر وال ِضر ِار فِى ا ِأل‬

8
“Tidak boleh memberi madharat kepada orang lain dan tak boleh membalas
kemadharatan dengan kemadharaqtan di dalam islam.” (HR. Malik, Ibnu Majah
dan Ad-Daruqutni)

Para sebagian ulama mengatakan kaidah ini adalah suatu kaidah yang
sangat popular dalam fikih Islam, dan merupakan salah satu kaidah yang
terpenting, kepada kaidah ini kembali banyak hukum dalam segala babnya.
Dengan memperhatikan hukum-hukum yang dipencarkan dan kaidah ini nyatalah
bahwa Syari’at Islam sangat berusaha menjauhkan manusia dari kemadharatan,
baik perorangan maupun masyarakat, guna mewujudkan keadilan yang merata

Kaidah ini mencakup sebagian besar dari masalah-masalah fikih.


Diantaranya adalah mengembalikan barang yang telah dibeli, karena ada cacat,
disyari’atkannya ada berbagai macam khiyar, syuf’ah, dan hudud.

Darurat adalah kesulitan yang sangat menentukan eksistensi manusia,


karena jika ia tidak selesaikan, maka akan mengancam agama, jiwa, nasab, harta
serta kehormatan manusia. Masyaqot adalah kesulitan yang menghendaki adanya
kebutuhan (hajat) tentang sesuatu, bila tidak terpenuhi tidak akan membahayakan
eksistensi manusia.

Dengan adanya masyaqot akan mendatangkan kemudahan atau keringanan


sedangkan adanya darurat akan adanya penghapusan hukum. Dengan adanya
keringanan masyaqot dan penghapusan madlarat akan mendatangkan
kemaslahatan bagi kehidupan manusia, dan dalam konteks ini keduanya tidak
mempunyai perbedaan. Contoh dari kaidah ini, dilarang menimbun barang-barang
kebutuhan pokok masyarakat karena akan menimbulkan kemadharatan terhadap
orang lain.

e. Al-‘Adah Muhakkamah ( ‫) العادة محكمة‬


Tradisi dapat menjadi pertimbangan penetapan hukum

Sumbernya Al-Qur’an surat Al-A’raf : 199

‫ض ع ِن ا ْلجا ِه ِليْن‬ ِ ‫وأ ْم ُر ِبا ْلعُ ْر‬


ْ ‫ف وأع ِْر‬
“Dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada
orang-orang yang bodoh”.

Hadits Ahmad dari Abi mas’ud

َّ ‫س ِل ُم ْون حسنًا ف ُهو ِع ْند‬


‫َّللاِ حسن (اخرجه احمد ابى مسعود‬ ْ ‫فما رآ ُه ال ُم‬

9
“Apa yang dipandang oleh orang islam baik, maka baik pula di sisi Allah.” (HR.
Ahmad dari Abi Mas’ud)

Adat kebiasaan suatu masyarakat dibangun atas dasar nilai-nilai yang


dianggap oleh masyarakat tersebut. Niali-nilai tersebut diketahui, dipahami, dan
dilaksanakan atas dasar kesadaran masyarakat tersebut. Ketika Islam datang
membawa ajaran yang mengandung nilai-nilai uluhiyah (ketuhanan) dan nilai-
nilai insaniyah (kemanusiaan) bertemu dengan nilai-nilai adat kebiasaan di
masyarakat. Diantaranya ada aspek yang sesuai dengan nilai-nilai Islam meskipun
aspek filosofinya berbeda. Ada pula yang berbeda bahkan bertentangan dengan
nilai-nilai yang ada dalam Islam. Di sinilah kemudian ulama membagi adat
kebiasaan yang ada di masyarakat menjadi Al-‘Adah al-Shahihah (adat yang
shahih) yaitu apa-apa yang telah menjadi adat kebiasaan manusia dan tidak
menyalahi dalil syara’. Dan ada pula ‘Adah al-fasidah (adat yang mufsadah) yaitu,
apa-apa yang telah menjadi adat kebiasaan manusia, tetapi menyalahi syara’,
menghalalkan yang haram atau membatalkan yang wajib.

Contoh kaidah ini yaitu, di dalam jual beli benda-benda yang berat
menurut kebiasaan yang telah berlaku dalam masyarakat yaitu bahwa transport
benda-benda tersebut sampai ke rumah pembeli adalah ditanggung oleh penjual.
Oleh sebab itu setiap orang yang akan mengadakan akad jual beli terhadap benda-
benda berat harus diatur sebagaimana kebiasaan tersebut.

B. Deskripsi Kaidah Ushuliyah


 Pengertian dan Objek Kajian Kaidah Ushuliyyah

Qawaid merupakan bentuk jamak dari qaidah, yang kemudian dalam


secara etimologi disebut dengan istilah asas (dasar) yaitu yang menjadi dasar
berdirinya sesuatu. Atau dapat juga diartikan sebagai fondasinya sesuatu.
Sedangkan secara terminologi mayoritas Ulama Ushul mendefinisikan kaidah
dengan hukum yang biasa berlaku yang bersesuaian dengan sebagian besar
bagiannya. Sementara itu Ushuliyyah adalah dalil syara’ yang bersifat
menyeluruh, universal, dan global (kulli dan mujmal). Jadi, Ushul Fiqh adalah
suatu disiplin ilmu yang membahas tentang metiode atau cara menggali hukum-
hukum praktis yang bersumber dari dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits yang bersifat
terperinci.6

6
Dr. Moh. Mufid, LC., M.H.I, Ushul Fiqh Ekonomi dan Keuangan Kontemporer Dari Teori Ke
Aplikasi, (Jakarta: PRENAMEDIA GROUP, 2018), cet.2, hlm.2.

10
Jika objek bahasan ushul fiqih antara lain adalah qaidah penggalian hukum
dari sumbernya, dengan demikian yang dimaksud dengan qaidah ushuliyyah
adalah sejumlah peraturan untuk menggali hukum. Kaidah ushuliyah itu
umumnya berkaitan dengan ketentuan dalalah lafaz atau kebahasaan.

Sumber hukum adalah wahyu yang berupa bahasa, sementara qaidah


ushuliyyah itu berkaitan dengan bahasa. Dengan demikian qaidah ushuliyyah
berfungsi sebagai alat untuk menggali ketentuan hukum yang terdapat dalam
bahasa (wahyu) itu.

Menguasai qaidah ushuliyah dapat mempermudah fakif untuk mengetahui


hukum Allah dalam setiap peristiwa hukum yang dihadapinya. Dalam hal ini
kaidah fiqhiyah pun berfungsi sama dengan kaidah ushuliyyah, sehingga
terkadang ada suatu qaidah yang dapat disebut kaidah ushuliyah dan kaidah
fiqiyah.

Objek kajian Kaidah Ushuliyah adalah dalil-dalil syara’ kulli yang


melaluinya digali hukum syara’. Dalam Ushul Fiqh dikaji mengenai kehujahan
dalil-dalil yang disepakatiseperti Al-Qur’an dan Sunnah dan dalil-dalil yang
diperselisihkan ulama seperti istihsan dan maslahah al-mursalah. Menurut para
ahli ushul fiqh, kegunaan utama ilmu ini untuk mngetahui kaidah-kaidah yang
bersifat kulli (umum) dan teori-teori yang terkait dengannya untuk diterapkan
pada dalil-dalil tafsili (terperinci) sehingga dapat diistinbathkan hukum syara yang
ditunjukannya.

C. Gambaran Perbedaan Kaidah Fiqiyah dan Kaida Ushuliyah

Di antara para peneliti di bidang kaidah fiqiyah dan kaidah ushuliyah


menyatakan bahwa yang pertama kali membedakan antara kaidah fiqiyah dan
kaidah usuliyah adalah Al-Qurafi (w.684 H), yang menyatakan bahwa “syariah itu
ada dua hal, yaitu ushul dan furu’ , sedangkan ushul terbagi dua, yaitu ushul fiqh
dan kaidah-kaidah kulliyah fiqiyah”

Lebih jauh lagi Ali Ahmad al-Nadwi memerinci perbedaan antara kaidah ushul
dan kaidah-kaidah fiqh, diantaranya :

Gambaran Perbedaan
No
Kaidah Ushuliyah Kaidah Fiqiyah

1. Petunjuk hukum ideasional yang Petunjuk hukum operasional yang


penerapannya melalui dalil dari umum yang dapat diterapkan kepada
Al-Qur’an dan hadits (Legal semua bagian-bagian atau cabang-cang

11
Theory). hukum (Legal Maxim)

2. Himpunan sejumlah persoalan Himpunan sejumlah masalah yang


yang meliputi tentang dalil-dalil meliputi hukum-hukum fiqh yang
7
yang dapat dipakai untuk berada di bawah cakupannya semata
menetapkan hukum

3. Sebagai metode melahirkan Ketentuan (hukum) yang bersifat kulli


hukum dari dalil-dalil terperinci (umum) atau kebanyakan yang bagian-
sehingga objek kajiannya selalu bagiannya meliputi sebagian masalah
berkisar tentang dalil dan hukum. fiqh, adapun objek kajiannya selalu
Misalnya setiap amal atau menyangkut perbuatan mukallaf.
perintah menunjukkan wajib dan
setiap larangan menunjukkan
untuk hukum haram.
4. ada sebelum adanya furu’, sebab muncul dan ada setelah ada furu’
kaidah ini digunakan ahli fiqh (fiqh), sebab kaidah ini berasal dari
untuk melahirkan hukum (furu’), kumpulan sejumlah masalah fiqh yang
serupa, ada hubungan dan sama
substansinya
5. Muncul lebih dahulu daripada Sedangkan qawaid fiqhiyah ada setelah
Kaidah Fiqhiyyah. Sebab, obyek ada fiqh. Sebab, qawaid
utama kajian Kaidah Ushuliyyah fiqhiyyahberasal dari kumpulan
adalah sumber-sumber hukum sejumlah masalah fiqhyang serupa, ada
dan istidlal yang sudah dimulai hubungan dan sama substansinya.
sejak zaman Nabi

7
Ade Dedi Rohayana, Ilmu Qawaid Fiqhiyyah, Jakarta, Media Pratama, 2008, h. 12-13

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kaidah Fiqhiyah, adalah suatu perkara kulli (kaidah-kaidah umum) yang


berlaku pada semua bagian-bagian atau cabang-cabangnya yang banyak yang
dengannya diketahui hukum-hukum cabang itu. Kaidah Fiqhiyah memiliki fungsi
yaitu untuk memudahkan para mujtahid atau para fuqoha’ yang ingin
mengistinbathkan hukum yang bersesuaian dengan tujuan syara dan kemaslahatan
manusia. Oleh karena itulah, maka sangat tepat apabila pembahasan tentang
Kaidah Fiqhiyah ataupun Kaidah Hukum termasuk dalam pembahasan Filsafat
Hukum Islam, sebab Filsafat Hukum Islam adalah sebuah metode berpikir untuk
menetapkan hukum Islam dan sekaligus mencari jawaban ada apa yang
terkandung dibalik hukum Islam itu sendiri.

Sementara itu Ushuliyyah adalah dalil syara’ yang bersifat menyeluruh,


universal, dan global (kulli dan mujmal). Jadi, Ushul Fiqh adalah suatu disiplin
ilmu yang membahas tentang metiode atau cara menggali hukum-hukum praktis
yang bersumber dari dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits yang bersifat terperinci.

Menguasai qaidah ushuliyah dapat mempermudah fakif untuk mengetahui


hukum Allah dalam setiap peristiwa hukum yang dihadapinya. Dalam hal ini
kaidah fiqhiyah pun berfungsi sama dengan kaidah ushuliyyah, sehingga
terkadang ada suatu qaidah yang dapat disebut kaidah ushuliyah dan kaidah
fiqiyah.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf. (2009). Kaedah-kaedah Praktis
Memahami Fiqih Islami. Pustaka Al-Furqon.

Haroen, Nasrun. (1996). Ushul Fiqh. Jakarta : Logos.

H.A.Dzauji, (2006). Kaidah-kaidah Fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam


Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis. Jakarta :
PRENADAMRFIA GROUP.

Moh. Mufid, LC., M.H.I, (2018). Ushul Fiqh Ekonomi dan Keuangan
Kontemporer Dari Teori Ke Aplikasi,cet.2. Jakarta: PRENAMEDIA
GROUP.

Mubarok, Jaih. (2002). Kaidah Fiqh, Sejarah dan Kaidah Asasi. Cet. 1. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.

Mu’in, dkk. (1986). Ushul Fiqih 1, Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan


Tinggi Agama Islam.

14

Anda mungkin juga menyukai