Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

“ABSES”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Surgical


Ruang 20 RSUD dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :
Yurike Olivia Sella
190070300111028
Kelompok 1A

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
ABSES

A. DEFINISI
Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan
pus (bakteri, jaringan nekrotik dan sel darah putih). Abses (Latin: abscessus)
merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang terakumulasi disebuah
kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit)
atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik).
Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian lain dari tubuh. Organisme atau benda asing
membunuh sel-sel lokal yang pada akhirnya menyebabkan pelepasan sitokin. Sitokin
tersebut memicu sebuah respon inflamasi (peradangan), yang menarik kedatangan
sejumlah besar sel-sel darah putih (leukosit) ke area tersebut dan meningkatkan
aliran darah setempat (Smelltzer at.al, 2005).
Struktur akhir dari suatu abses adalah dibentuknya dinding abses atau
kapsul, oleh sel sel sehat di sekeliling abses sebagai upaya untuk mencegah nanah
menginfeksi struktur lain di sekitarnya. Meskipun demikian, seringkali proses e
nkapsulasi tersebut justru cenderung menghalangi sel-sel imun untuk menjangkau
penyebab peradangan (agen infeksi atau benda asing) dan melawan bakteri-bakteri
yang terdapat dalam nanah.

B. KLASIFIKASI ABSES
Terdapat 2 jenis abses (Price & Wilson, 2006) yaitu:
1) Abses septic
Kebanyakan abses adalah septik, yang berarti bahwa mereka adalah hasil dari
infeksi. Septic abses dapat terjadi di mana saja di tubuh. Hanya bakteri dan
respon kekebalan tubuh yang diperlukan. Sebagai tanggapan terhadap bakteri,
sel-sel darah putih yang terinfeksi berkumpul di situs tersebut dan mulai
memproduksi bahan kimia yang disebut enzim yang menyerang bakteri dengan
terlebih dahulu tanda dan kemudian mencernanya. Enzim ini membunuh bakteri
dan menghancurkan mereka ke potongan-potongan kecil yang dapat berjalan di
sistem peredaran darah sebelum menjadi dihilangkan dari tubuh. Sayangnya,
bahan kimia ini juga mencerna jaringan tubuh. Dalam kebanyakan kasus, bakteri
menghasilkan bahan kimia yang serupa. Hasilnya adalah tebal, cairan-nanah
kuning yang mengandung bakteri mati, dicerna jaringan, sel-sel darah putih, dan
enzim. Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali
dengan proses yang disebut peradangan. Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan
sistem kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:
- Darah mengalir ke daerah meningkat
- Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah.
- Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.
- Ternyata merah.
- Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.
Keempat tanda panas, bengkak, kemerahan, dan sakit adalah ciri peradangan.
Ketika proses berlangsung, jaringan mulai berubah menjadi cair, dan bentuk-
bentuk abses. Ini adalah sifat abses menyebar sebagai pencernaan kimia cair
lebih banyak dan lebih jaringan. Selanjutnya, penyebaran mengikuti jalur yang
paling resistensi, umum, jaringan yang paling mudah dicerna. Sebuah contoh
yang baik adalah abses tepat di bawah kulit. Paling mudah segera berlanjut di
sepanjang bawah permukaan daripada bepergian melalui lapisan terluar atau
bawah melalui struktur yang lebih dalam di mana ia bisa menguras isi yang
beracun. Isi abses juga dapat bocor ke sirkulasi umum dan menghasilkan gejala
seperti infeksi lainnya. Ini termasuk menggigil, demam, sakit, dan
ketidaknyamanan umum.
2) Abses steril
Abses steril merupakan abses yang bukan disebabkan oleh bakteri, tetapi oleh
iritan non-hidup seperti obat-obatan. Jika menyuntikkan obat seperti penisilin
tidak diserap, hal tersebut dapat menyebabkan iritasi yang cukup untuk
menghasilkan abses steril. Abses steril cenderung berubah menjadi keras, padat
dan berbentuk benjolan karena mereka bekas luka, bukan kantong-kantong sisa
nanah.

C. ETIOLOGI
Penyebab dari abses (Price & Wilson, 2006) antara lain :
1) Infeksi Mikrobial
Merupakan penyebab paling sering terjadinya abses. Virus menyebabkan
kematian sel dengan cara multiplikasi. Bakteri melepaskan eksotoksin yang
spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi yang merupakan awal radang atau
melepaskan endotoksin yang ada hubunganya dengan dinding sel. Penyebaran
infeksi/peradangan oleh kondisi tertentu (apendisitis, divertikulitis, dll).
2) Perforasi oleh kanker atau trauma
3) Trauma langsung / pembedahan
4) Reaksi hipersensitivitas
Terjadi bila ada perubahan respon Imunologi yang menyebabkan jaringan rusak.
5) Agen Fisik
Melalui trauma fisik, ultra violet, atau radiasi, terbakar, atau dinding berlebih
(frostbite).
6) Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan oksidan, asam, basa, akan merusak jaringan dengan cara memprovokasi
terjadinya proses radang, selain itu agen infeksi dapat melepaskan bahan
kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung menyebabkan radang.
7) Nekrosis jaringan
Aliran darah yang kurang akan menyebabkan hipoksia dan berkurangnya
makanan pada dearah yang bersangkutan. Menyebabkan kematian jaringan
yang merupakan stimulus kuat penyebab infeksi pada daerah tepi.

D. FAKTOR RESIKO
Faktor predisposisi dari abses (Price & Wilson, 2006) yaitu :
1) Penurunan daya tahan tubuh.
2) Kurang gizi.
3) Anemia.
4) Diabetes
5) Keganasan(kanker) 6. Penyakit lainya
6) Higienis jelek
7) Kegemukan
8) Gangguan kemotatik
9) Sindroma hiper IgE
10) Carier kronik Staphilococcus Aureus.
11) Sebagai komplikasi dari dermatitis atopi,. ekscoriasis, scabies, pedikulosis.

E. MANIFESTASI KLINIS
Karena abses merupakan salah satu manifestasi peradangan, maka
manifestasi lain yang mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala dari
proses inflamasi, yakni kemerahan (rubor), panas (color), pembengkakan (tumor),
rasa nyeri (dolor) dan hilangnya fungsi (Mansjoer, 2007). Timbul atau teraba
benjolan pada tahap awal berupa benjolan kecil, pada stadium lanjut benjolan
bertambah besar, demam, benjolan meningkat, malaise, nyeri, bengkak, berisi nanah
(pus).
1) Nyeri tekan
2) Nyeri local
3) Bengkak
4) Kenaikan suhu
5) Leukositosis
6) Tanda-tanda infeksi
- Rubor (kemerahan).
- Kolor (panas) menggigil atau demam (lebih dari 37,7°C).
- Dolor (nyeri).
- Tumor (bengkak) terdapat pus (rabas) bau membusuk.
- Fungtio laesa.

F. PATOFISIOLOGI
Kuman yang masuk kedalam tubuh akan menyebabkan kerusakanakan
jaringan dengan cara mengeluarkan toksin. Bakteri melepaskan eksotoksin yang
spesifik (sintesis), kimiawi yang secara spesifik mengawali proses peradangan atau
melepaskan endotoksin yang ada hubunganya dengan dinding sel. Reaksi
hipersensitivitas terjadi bila ada perubahan kondisi respon imunologi mengakibatkan
perubahan reaksi imun yang merusak jaringan. Agent fisik dan bahan kimia oksidan
dan korosif menyebabkan kerusakan jaringan,kematian jaringan menstimulus untuk
terjadi infeksi. Infeksi merupakan salah penyebab dari peradangan, kemerahan
merupakan tanda awal yang terlihat akibat dilatasi arteriol akan meningkatkan aliran
darah ke mikro sirkulasi kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan bersifat lokal.
Peningkatan suhu dapat terjadi secara sistemik akibat endogen pirogen yang
dihasilkan makrofag mempengaruhi termoregulasi pada suhu lebih tinggi sehingga
produksi panas meningkat dan terjadi hipertermi. Peradangan terjadi perubahan
diameter pembuluh darah mengalir keseluruh kapiler, kemudian aliran darah kembali
pelan. Sel-sel darah mendekati dinding pembuluh darah didaerah zona plasmatik.
Leukosit menempel pada epitel sehingga langkah awal terjadi emigrasi kedalam
ruang ekstravaskuler lambatnya aliran darah yang mengikuti fase hyperemia
meningkatkan permiabilitas vaskuler mengakibatkan keluarnya plasma kedalam
jaringan, sedang sel darah tertinggal dalam pembuluh darah akibat tekanan
hidrostatik meningkat dan tekanan osmotik menurun sehingga terjadi akumulasi
cairan didalam rongga ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat
yaitu edema. Regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan tekanan pus dalam
rongga abses menyebabkan rasa nyeri. Mediator kimiawi, termasuk bradikinin,
prostaglandin, dan serotonin merusak ujung saraf sehingga menurunkan ambang
stimulus terhadap reseptor mekanosensitif dan termosensitif yang menimbulkan
nyeri. Adanya edema akan mengganggu gerak jaringan sehingga mengalami
penurunan fungsi tubuh yang menyebabkan terganggunya mobilitas.
Inflamasi terus terjadi selama, masih ada pengrusakan jaringan bila
penyabab kerusakan bisa diatasi, maka debris akan difagosit dan dibuang oleh tubuh
sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Reaksi sel fagosit yang berlebihan
menyebabkan debris terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses di sel
jaringan lain membentuk flegmon. Trauma yang hebat menimbulkan reaksi tubuh
yang berlebihan berupa fagositosis debris yang diikuti dengan pembentukan jaringan
granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak (fase organisasi), bila fase
destruksi jaringan berhenti akan terjadi fase penyembuhan melalui jaringan granulasi
fibrosa. Tapi bila destruksi jaringan berlangsung terus akan terjadi fase inflamasi
kronik yang akan sembuh bila rangsang yang merusak hilang.
Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus kekuningan
sehingga terjadi kerusakan Integritas kulit. Sedangkan abses yang diinsisi dapat
mengakibatkan resiko penyebaran infeksi.
Faktor predisposisi

Bakteri multiplikasi merusak jaringan yaitu benda asing yg menyebabkan luka & agen fisik

Tubuh bereaksi untuk perlindungan terhadap penyebaran infeksi

Terjadi proses peradangan

MK: gangguan
mobilitas fisik
Jaringan terinfeksi
Gangguan Rasa
Nyaman
Inflamasi
Sel darah putih mati Keterbatasan gerak
Perubahan set point akibat luka operasi

termoregulator
Jaringan menjadi abses Pembedahan

MK: Hipertermia & berisi PUS

(Pre Operasi)
Pecah MK: Kerusakan
integritas kulit/
Reaksi Peradangan jaringan
(Rubor, Kalor, Tumor, Dolor, Fungsiolaesea)

Luka Insisi

MK: Nyeri
MK: Nyeri
(Pre Operasi)
(Post Operasi)

SIRS (sistemic inflamatory respon system)

Disregulasi hemodinamik

MK: Resiko Infeksi


Resiko syok
(Pre dan Post Operasi)
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang dari abses (Mansjoer, 2007) antara lain:
1) Kultur
Mengidentifikasi organisme penyebab abses dan menentukan obat yang paling
efektif.
2) Sel darah putih, Hematokrit mungkin meningkat, Leukopenia, Leukositosis
(15.000- 30.000) mengindikasikan produksi sel darah putih tak matur dalam
jumlah besar.
3) Elektrolit serum, berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan
acidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
4) Pemeriksaan pembekuan
Trombositopenia dapat terjadi karena agregasi trombosit, PT/PTT mungkin
memanjang menunjukan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia
hati/sirkulasi toksin/status syok.
5) Laktat serum
Meningkat dalam acidosis metabolic, disfungsi hati, syok.
6) Glukosa serum, hiperglikemi menunjukkan glukogenesis dan glikogenesis di
dalam hati sebagai respon dari puasa/perubahan seluler dalam metabolism.
7) BUN/Kr
Peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi, ketidakseimbangan /
kegagalan ginjal dan disfungsi/kegagalan hati.
8) GDA
Alkalosis respiratori hipoksemia,tahap lanjut hipoksemia asidosis respiratorik dan
metabolic terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi.
9) Urinalisis
Adanya sel darah putih/bakteri penyebab infeksi sering muncul prote in dan sel
darah merah.
10) Sinar X
Film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindikasikan udara bebas di
dalam abdomen/organ pelvis.
11) EKG
Dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T, dan disritmia yang
menyerupai infak miokard.

H. PENATALAKSANAAN
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan
antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi
bedah, debridemen, dan kuretase untuk meringankan nyeri dan mempercepat
penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk dan dikeluarkan isinya. Salah satu
pembedahannya yaitu dengan laparatomi eksplorasi. Suatu abses harus diamati
dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, utamanya apabila disebabkan
oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak
disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya,
bersamaan dengan pemberian obat analgesik dan mungkin juga antibiotik. Drainase
abses dengan menggunakan pembedahan biasanya di indikasikan apabila abses
telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang
lebih lunak. Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis,
tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang
perlu dilakukan. Drainase abses paru dapat dilakukan dengan memposisikan
penderita sedemikian hingga memungkinkan isi abses keluar melalui saluran
pernapasan. Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi anggota gerak
dapat dilakukan untuk membantu penanganan abses kulit.
Abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik
antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan. Dengan
adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang
didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk
menangani MRSA yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain:
clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline.
Hal yang sangat penting untuk diperhatikan bahwa penanganan hanya
dengan menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan
tindakan yang efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik sering tidak mampu
masuk ke dalam abses, selain bahwa antibiotik tersebut seringkali tidak dapat
bekerja dalam pH yang rendah. Namun demikian, walaupun sebagian besar buku
ajar kedokteran menyarankan untuk dilakukan insisi pembedahan, sebagian dokter
hanya menangani abses secara konservatif dengan menggunakan antibiotik
(Mansjoer, 2007).
I. KOMPLIKASI
Komplikasi dari abses (Soeparman & Waspadji, 2010) antara lain :
1) Infeksi sekunder
2) Ruptur atau penjalaran langsung
Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi paling
sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum, selanjutnya
pericardium dan organ-organ lain.
3) Komplikasi vaskuler
Ruptur kedalam v. porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinal jarang
terjadi
4) Parasitemia, amoebiasis serebral
E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain
misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1) Riwayat Kesehatan
Hal-hal yang perlu di kaji antara lain adalah:
- Abses kulit atau di bawah kulit sangat mudah di kenali, sedangkan abses
dalam sering kali sulit ditemukan.
- Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum atau terkena peluru.
- Riwayat infeksi sebelumnya yang terasa cepat menunjukan rasa sakit diikuti
adanya rasa eksudat tetapi tidak bisa dikeluarkan.
2) Pemeriksaan Fisik
- Luka terbuka atau tertutup.
- Organ atau terinfeksi.
- Masa eksudat atau dengan bermata.
- Peradangan berwarna pink atau kemerahan .
- Abses dengan ukuran bervariasi.
- Rasa sakit bila dipalpasi akan terasa fluktuatif.
3) Pemeriksaan laboratorium
- Hasil pemeriksaan leukosit menunjukan peningkatan jumlah sel darah putih.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
2) Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit
3) Resiko perdaraha berhubungan dengan pembedahan
4) Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan trauma jaringan
5) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan sumber informasi
C. INTERVENSI
1) Pre operasi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut Setelah dilakukan keperawatan Pain Manajemen
b.d agen selama...x24 jam diharapkan nyeri - Lakukan TTV
injuri biologis dapat teratasi dengan indikator: - Kaji nyeri secara
Pain level komperhensif
Indikator IR ER - Anjurkan teknik relaksasi
Ekspresi nyeri pada 2 5 dan distraksi
wajah - Kolaborasi pemberian
Melaporkan adanya 2 5 analgetik
nyeri
Frekuensi nyeri 2 5
Merintih dan 2 5
meringis

Ket:
1. Kuat
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
2. Cemas b.d Setelah dilakukan keperawatan Anxiety Reduction
kurang selama...x24 jam diharap cemas - Gunakan pendekatan
pengetahuan dapat teratasi: yang menenangkan
mengenai Asodety control - Berikan informasi faktual
mproses Indikator IR ER - Identifikasi tingkat
penyakit Menyingkirkan tanda 2 5 kecemasan
kecemasan
Merencanakan 2 5
strategi koping untuk
situasi penuh
Menggunakan strategi 2 5
koping efektif
Ket:
1. Slalu menunjukan
2. Sering menunjukan
3. Kadang-kadang menunjukan
4. Jarang menunjukan
5. Tidak pernah menunjukan

2) Post Operasi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri b.d Setelah dilakukan keperawatan Pain Manajemen
proses selama...x24 jam diharapkan nyeri - Lakukan TTV
inflamasi dapat teratasi dengan indikator: - Kaji nyeri secara
Pain level komperhensif
Indikator IR ER - Anjurkan teknik
Ekspresi nyeri pada 2 5 relaksasi dan distraksi
wajah - Kolaborasi pemberian
Melaporkan adanya 2 5 analgetik
nyeri
Frekuensi nyeri 2 5
Merintih dan 2 5
meringis
Ket:
1. Kuat
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
2. Hipertermia Setelah dilakukan keperawatan - Monitor TTV
b.d proses selama...x24 jam diharapka suhu klien - Monitor warna dan suhu
penyakit dalam batas normal: tubuh
Thermogulation - Tingkatkan sirkulasi
Indikator IR ER darah
Suhu sesuai yang 2 5 - Berikan pengobatan
diharapkan untuk mencegah
Denyut nadi sesuai 2 5 terjadinya menggigil
Pernafasan normal 2 5
Hidrasi adekuat 2 5
Ket:
1. Kuat
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
3. Resiko Setelah dilakukan tindakan - Monitor TTV
pendarahan keperawatan selama...x24 jam - Kolaborasi dengan tim
b.d diharapkan pendarahan teratasi medis
pembedahan dengan indikator: - Lakukan balut luka
Indikator IR ER
Frekuensi 2 5
perdarahan
Melaporkan adanya 2 5
nyeri
Ket:
1. Kuat
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
4. Kerusakan Setelah dilakukan keperawatan Pressure Managemen
integritas kulit selama..x24 jam diharapkan granulasi - Anjurkan pasien untuk
b.d trauma jaringan mengalami peningkatan memakai baju longgar
jaringan dengan indikator: - Mobilisasi pasien
Tissue integtiti - Monitor aktivitas pasin
Indikator IR ER - Berikan pelembab
Temperatur jaringan 2 5
Hidrasi sesuai yang 2 5
di harapkan
Perfusi jaringan 2 5
Bebas lesi 2 5
Ket:
1. Kuat
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
5. Defisiensi Setelah dilakukan tindakan - Monitor TTV
pengetahuan keperawatan selama...x24 jam - Berikan penilaian
b.d sumber diharapkan pengetahuan meningkat: tentang penyakit
informasi Knowledge - Berikan tanda dan
Indikator IR ER gejala yang bisa muncul
Mendiskripsikan 2 5 - Informasikan kepada
fator penyebab pasien tentang kondisi
Mengetahui tanda dengan cara yang tepat
dan gejala 2 5
Mengetahui faktor
resiko 2 5
Ket:
1. Penuh
2. Berat
3. Sedang
4. Sedikit
5. Tidak ada

Anda mungkin juga menyukai