Anda di halaman 1dari 33

POTENSI KALSIUM KLORIDA (CaCl2) SEBAGAI BAHAN

PENINGKAT MUTU KERIPIK KELAPA


(COCONUT CHIPS)

ARTIKEL SEMINAR

Oleh
DHEA JULIA SAVITRI
J1A016020

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2019
Potensi Kalsium Klorida (CaCl2) Sebagai Bahan Peningkat
Mutu Keripik Kelapa (Coconut Chips)

Oleh
Dhea Julia Savitri
J1A 016 020

Naskah Seminar sebagai Salah Satu


Syarat untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Seminar

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2019

ii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul :Potensi Kalsium Klorida (CaCl2) Sebagai Bahan Peningkat
Mutu Keripik Kelapa (Coconut Chips)
Nama Mahasiswa : Dhea Julia Savitri
Nomor Induk Mahasiswa : J1A016020
Minat Kajian : Teknologi Pangan
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Telah diujikan pada Juli 2019

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Ir. Zainuri, PGDip., M.App.Sc., Ph.D.


NIP. 19641231 199001 2 015

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan

Dr. Ir. Satrijo Saloko, MP.


NIP. 19680313 199203 1 001

Tanggal Pengesahan :______________________

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas perkenan-Nya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan naskah seminar tentang “Potensi Kalsium Klorida (Cacl2)
Sebagai Bahan Peningkat Mutu Keripik Kelapa (Coconut Chips)“ ini dapat diselesaikan
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis menyampaikan terimakasih khusunya kepada :
1. Prof. Ir. Sri Widiyastuti, M. App. Sc, Ph. D selaku Dekan Fakultas Teknologi Pangan dan
Agroindustri Universitas Mataram.
2. Dr. Ir. Satrijo Saloko, MP. Selaku Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram
3. Ir. Zainuri, PGDip., M.App.Sc., Ph.D.Selaku Dosen Pembimbing
4. Orang tua serta rekan-rekan yang terkait dalam penyusunan naskah seminar ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa naskah seminar ini masih banyak
kekurangannya baik dari segi isi, penampilan maupun teknik penulisannya. Oleh karena itu
diharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan dan penyempurnaan
tulisan selanjutnya.
Semoga naskah seminar ini dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan bagi
pembaca serta dapat menambah pengetahuan penulis secara pribadi.

Mataram, Juli 2019


Penulis,

Dhea Julia Savitri

iv
DAFTAR ISIsxc
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
RINGKASAN .................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Tujuan............................................................................................ 4
1.3. Manfaat.......................................................................................... 4
BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1. Kelapa............................................................................................ 5
2.1.1 Klasifikasi Kelapa ................................................................ 6
2.1.2 Kandungan Nutrisi ............................................................... 9
2.1.3 Manfaat Buah Kelapa ........................................................... 11
2.2. Keripik ........................................................................................... 12
2.2.1. Standar Mutu Keripik .......................................................... 12
2.3. Keripik Kelapa .............................................................................. 13
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Mutu Keripik .................................... 14
2.5 Perubahan Selama Pengolahan ....................................................... 15
2.6 Larutan Kalsium Klorida (CaCl2) .................................................. 15
2.7 Blanching........................................................................................ 16
BAB III ANALISIS DAN SINTESIS .............................................................. 18
3.1 Analisis Gagasan ............................................................................ 18
3.2 Metode yang Ditawarkan .............................................................. 19

v
3.2.1 Pembuatan Larutan Blanching ................................................ 19
3.2.2 Pembuatan Keripik Kelapa ..................................................... 19
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi Buah Kelapa ....................................................................... 6
Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Buah Kelapa pada Berbagai Tingkat
Kematangan .......................................................................................... 10
Tabel 3. Komposisi Asam Amino dalam Protein Daging Buah Kelapa ............ 11
Tabel 4. Syarat Mutu Keripik Singkong SNI 01-4305-1996.............................. 13

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Varietas Kelapa Dalam Bali ............................................................. 7
Gambar 2. Varietas Kelapa Genjah Kuning Nias ............................................... 8
Gambar 3. Varietas Hibrida ................................................................................ 9
Gambar 4. Coconut Chips .................................................................................. 14

viii
RINGKASAN

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelapa (Cocos nucifera) termasuk jenis tanaman palma yang mempunyai buah
berukuran cukup besar. Batang pohon kelapa umumnya berdiri tegak dan tidak
bercabang, dan dapat mencapai 10 - 14 meter lebih. Daunnya berpelepah, panjangnya
dapat mencapai 3 - 4 meter lebih dengan sirip-sirip lidi yang menopang tiap helaian.
Buahnya terbungkus dengan serabut dan batok yang cukup kuat sehingga untuk
memperoleh buah kelapa harus dikuliti terlebih dahulu. Kelapa yang sudah besar dan
subur dapat menghasilkan 2 - 10 buah kelapa setiap tangkainya (Palungkung, 2004).
Buah kelapa berbentuk bulat yang terdiri dari 25-32% sabut (eksokarp dan mesokarp),
12-13,1% tempurung (endokarp), 28-34,9% daging buah (endosperm), dan 19,2-25%
air. Menurut Ketaren (1989), tebal sabut kelapa kurang lebih 5 cm dan daging buah 1
cm atau lebih (Palungkung, 2004). Daging buah merupakan lapisan tebal (8-15 mm)
berwarna putih. Bagian ini mengandung berbagai zat gizi. Kandungan zat gizi tersebut
beragam sesuai dengan tingkat kematangan buah. Daging buah memiliki lapisan tipis
berwarna coklat di bagian luarnya yang sering disebut kulit daging buah. (Andrianto,
2014).
Tanaman kelapa banyak terdapat di daerah beriklim tropis. Kelapa diperkirakan
dapat ditemukan di lebih dari 80 negara. Indonesia merupakan negara agraris yang
menempati posisi ketiga setelah Filipina dan India, sebagai penghasil kelapa terbesar di
dunia (APCC, 2002). Pada 2016, produksi kelapa Indonesia mencapai 18,3 juta ton dan
ini merupakan yang tertinggi di dunia. Filipina dan India menjadi produsen terbesar
kedua dan ketiga dengan masing-masing produksi mencapai 15,4 dan 11,9 juta ton
kelapa. 10 produsen terbesar didominasi negara-negara dari wilayah Asia dengan iklim
tropis, hanya Brazil dan Meksiko yang berasal dari luar Asia yang memproduksi kelapa
dengan jumlah yang besar (Katadata, 2016).

1
Untuk produksi kelapa di Indonesia cukup tinggi termasuk di daerah provinsi Nusa
Tenggara Barat. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat
(2016) jumlah produksi kelapa diperoleh sebesar 59.387,1 ton/tahun. Akan tetapi
potensi dalam industri pengolahan kelapa pada provinsi masih bersifat tradisional atau
sederhana serta terbatas dalam menghasilkan produk baik dalam segi kualitas maupun
kuantitas, misalnya kelapa yang masih muda lebih banyak diminum airnya secaara
langsung tanpa melalui suatu proses pengolahan seperti mengemas dalam botol,
kemudian daging kelapa pun diolah hanya sebatas menjadi kelapa parut atau juga
ditambahkan kedalam olahan kue-kue yang dibuat oleh masyaraka, oleh karena itu perlu
untuk dilakukan usaha dalam meningkatkan produksi pengolahan kelapa dapat melalui
pengembangan produk.
Salah satu produk yang dapat dijadikan sebqgai pengembangan usaha pengolahan
adalah keripik. Menurut (Nofrianti, 2013) Keripik merupakan makanan kegemaran
masyarakat Indonesia pada umumnya. Keripik harus diolah dengan baik sehingga
tekstur, warna, citarasa dan kerenyahan dapat menghasilkan kualitas terbaik. Bahan baku
dari keripik sendiri sangatlah beragam, dari berbagai jenis buah, sayuran, tempe, ikan,
daging, dan bahan lainnya. Keripik kelapa ialah produk yang dibuat dari daging buah
kelapa yang diolah dengan dipanggang atau digoreng. Pada umumnya produk ini dibuat
dari buah kelapa muda yang berumur 7–8 bulan, dikonsumsi sebagai makanan ringan
(Mandei, 2011).
Menurut Sanchez (1996), komposisi dried buko chips meliputi kadar air 4,7%,
protein 3,6%, lemak 17,7%, dan karbohidrat 61,6% untuk jenis sweetened. Sedangkan
untuk jenis unsweetened meliputi kadar air 2,3%, protein 7,7%, lemak 51,4%, dan
karbohidrat 13,6%. Keripik kelapa (dried buko chips) yang bermutu baik adalah yang
berwarna putih, renyah dan manis dengan bau khas kelapa (Mandei, 2011).
Untuk dapat menjaga tekstur serta warna diperlukan adanya pelakuan pendahuluan
berupa Blanching serta perendaman dengan menggunakan kalsium klorida. Perendaman
kalsium klorida pada keripik kelapa ini bertujuan untuk menghasilkan keripik kelapa
dengan tekstur yang renyah. Sedangkan Blanching adalah suatu proses pemanasan pada

2
suatu bahan yang bertujuan untuk mengaktivasi enzim, melunakkan jaringan serta untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme yang
merugikan, sehingga akan didapatkan produk dengan mutu dan kualitas yang baik.
Menurut (Anggraini, 2005) lama proses Blanching tergantung pada karakterisitik dari
bahan, namun pada umumnya Blanching dilakukan selama 1 - 10 menit dengan suhu
berkisar 75 - 95℃. Metode Blanching yang paling umum digunakan adalah Blanching
dengan uap air panas (steam Blanching) dan dengan air panas (hot water Blanching).
Upaya untuk meningkatkan tekstur keripik kelapa diberi perlakuan penambahan
kalsium klorida (CaCl2) dimana perlakuan penambahan kalsium klorida (CaCl2)
merupakan salah satu metode perendaman yang bertujuan untuk mendapatkan kualitas
keripik yang baik. Perendaman dalam larutan CaCl2 berfungsi untuk menguatkan tekstur
dari buah dan sayuran yang diolah menjadi keripik sehingga memiliki tekstur yang lebih
renyah atau biasa dikenal sebagai firming agent. Menurut Hasnelly et al., (2014), bahan
pengeras (firming agent) menyebabkan semakin banyak ikatan menyilang yang
terbentuk antara kalsium dan pektin sehingga memberi kontribusi dalam meningkatkan
kekokohan jaringan sel, semakin tinggi konsentrasi bahan pengeras maka tekstur yang
dihasilkan semakin keras. Selain itu, penambahan CaCl2 juga bermanfaat untuk
menetralkan warna coklat atau browning yang sering muncul pada saat setelah
pengupasan ataupun perendaman dengan bahan kimia.
Aplikasi dari penggunaan kalsium klorida dan perlakuan pada keripik dapat dilihat
pada Mutia, dkk., (2013) didapatkan sampel dengan skoring kesukaan tekstur tertinggi
pada keripik pisang kepok dengan perlakuan blanching didalam larutan CaCl2 0,75%
selama 3 menit. Sedangkan pada penelitian Haryanti, dkk., (2013) perlakuan
perendaman CaCl2 konsentrasi 0,5% 1 jam menghasilkan skor kerenyahan yang tinggi
pada French fries. Hal tersebut disebabkan oleh adanya CaCl2 yang terpenetrasi ke
dalam jaringan dan terjadi interaksi antara ion kalsium dengan pati sehingga
menstabilkan dinding granula pati dan membuatnya lebih keras dan kuat. Berdasarkan
uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang “Kajian Potensi Kalsium
Klorida (Cacl2) Sebagai Bahan Peningkat Mutu Keripik Kelapa (Coconut Chips)”.

3
1.2 Tujuan
Penulisan artikel seminar ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana potensi
kalsium klorida dalam meningkatkan mutu keripik kelapa (Coconut chips).
1.3 Manfaat
Hasil penulisan artikel seminar ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai
berikut:
1. Dapat menentukan konsentrasi Kalsium klorida (CaCl2) yang tepat untuk untuk
mendapatkan mutu keripik kelapa (Coconut Chips) yang baik.
2. Dapat dijadikan sebagai informasi bagi peneliti dan masyarakat tentang potensi
Kalsium klorida (CaCl2) sebagai firming agent.
3. Dapat menambah wawasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya pengolahan kelapa.

4
BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1 Kelapa
Kelapa (Cocos nucifera L.) termasuk pada famili palmae, salah satu anggota
terpenting Monocotyledone, Genus Cocos adalah monotypic yang hanya mempunyai
satu-satunya spesies yaitu Cocos nucifera L. Semua dapat dibagi atas dua grup utama
yaitu kelapa dalam dan kelapa genjah. Varietas tanaman kelapa pada umumnya
dikelompokkan menjadi dua varietas utama, yaitu kelapa dalam (tall variety) dan kelapa
genjah (dwarf variety). Kelapa dalam mempunyai ciri-ciri antara lain batangnya besar
dan dapat mencapai ketinggian 30 meter, mulai berbuah pada umur 6 – 8 tahun sampai
100 tahun atau lebih (Child, 1974). Sedangkan kelapa genjah dewasa biasanya memiliki
panjang batang kurang dari 5 meter, berbunga pertama cepat berkisar 3 – 4 tahun setelah
tanam, buah masak berkisar 11-12 bulan sesudah penyerbukan, umur tanaman dapat
mencapai 35 – 40 tahun
Tanaman kelapa banyak terdapat di daerah beriklim tropis. Kelapa diperkirakan
dapat ditemukan di lebih dari 80 negara. Indonesia merupakan negara agraris yang
menempati posisi ketiga setelah Filipina dan India, sebagai penghasil kelapa terbesar di
dunia (APCC, 2002). Pada 2016, produksi kelapa Indonesia mencapai 18,3 juta ton dan
ini merupakan yang tertinggi di dunia. Filipina dan India menjadi produsen terbesar
kedua dan ketiga dengan masing-masing produksi mencapai 15,4 dan 11,9 juta ton
kelapa. 10 produsen terbesar didominasi negara-negara dari wilayah Asia dengan iklim
tropis, hanya Brazil dan Meksiko yang berasal dari luar Asia yang memproduksi kelapa
dengan jumlah yang besar (Katadata, 2016).
Buah kelapa berbentuk bulat yang terdiri dari 25-32% sabut (eksokarp dan
mesokarp), 12-13,1% tempurung (endokarp), 28-34,9% daging buah ( endosperm), dan
19,2-25% air (Palungkung, 2004). Menurut Ketaren (1989), tebal sabut kelapa kurang
lebih 5 cm dan daging buah 1 cm atau lebih.

5
Tabel 1. Komposisi Buah Kelapa
Komponen Jumlah Berat (%)
Sabut 25 – 32
Tempurung 12 – 13,1
Daging Buah 28 – 34,9
Air Buah 19,2 – 25
(Sumber : Palungkung, 2004)
Buah kelapa merupakan hasil utama dari budidaya tanaman kelapa. Buah kelapa
mempunyai manfaat yang banyak sekali, mulai dari sabut kelapa, tempurung, kulit
daging buah, daging buah, hingga air kelapa. Daging buah merupakan lapisan tebal (8-
15 mm) berwarna putih. Bagian ini mengandung berbagai zat gizi. Kandungan zat gizi
tersebut beragam sesuai dengan tingkat kematangan buah. Daging buah memiliki lapisan
tipis berwarna coklat di bagian luarnya yang sering disebut kulit daging buah.
(Andrianto, 2014)
2.1.1 Klasifikasi Kelapa
Menurut Warisno (2003), tata nama atau sistematika (taksonomi) tanaman
kelapa dimasukkan kedalam klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub-divisio : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Monocotyledonae (biji berkeping satu)
Ordo : Palmales
Familia : Palmae
Genus : Cocos
Spesies : Cocos nucifera L.
Menurut Setyamidjaja (2003), tanaman kelapa mulanya hanya terdapat dua
varietas kelapa yang dikenal, yaitu varietas dalam dan varietas genjah. Kelapa varietas
dalam diantaranya adalah kelapa dalam Afrika Barat, kelapa dalam Bali, kelapa dalam
Palu dan kelapa dalam Jawa Tengah. Sedangkan varietas genjah diantaranya adalah
kelapa genjah Nias kuning, kelapa genjah Malaya kuning dan kelapa genjah Malaya

6
merah. Akan tetapi dengan adanya perkembangan ilmu pemuliaan tanaman, maka
muncul sebuah varietas baru yaitu kelapa hibrida yang merupakan hasil persilangan
antara kelapa varietas genjah (ibu) dan kelapa varietas dalam (bapak).
a. Varietas Kelapa Dalam
Variertas kelapa dalam umumnya memiliki batang yang tinggi sekitar 15
meter dan bagian pangkal membengkak (disebut bol), mahkota daun terbuka penuh
berkisar 30 – 40 daun, panjang daun berkisar 5 – 7 meter, berbunga pertama lambat
berkisar 7 – 10 tahun setelah tanam, buah masak sekitar 12 bulan setelah
penyerbukan, umur tanaman dapat mencapai 80 – 90 tahun, lebih toleran terhadap
macam-macam jenis tanah dan kondisi iklim, kualitas kopra dan minyak serta sabut
umumnya baik, pada umumnya menyerbuk silang (Rompas, 1989). Jenis kelapa
dalam mencakup lebih dari 90% kelapa di dunia. Terdapat 16 jenis kelapa dalam yang
secara resmi dilepaskan sebagai variestas unggul oleh Kementerian Pertanian
diantaranya adalah Kelapa Dalam Mapanget (DMT), Kelapa Dalam Tenga (DTA),
Bali (DBI), Jepara (DJA), Sawawrna (DSA), Palu (DPU), Rennel (DRL) Takome
(DTE), Banyuwangi (DBG). Bojong Bulat (DBB), Lubuk Pakam (DLP), Kima Atas
(DKA), Kramat (DKR), Adonara (DAD), Molowahu (DML) dan Sikka (DSK)
(Simpala, 2017).

Gambar 1. Varietas Kelapa Dalam Bali (Sumber : Litbang Pertanian, 2016).

7
b. Varietas Kelapa Genjah
Varietas kelapa genjah umumnya memiliki batang pendek berkisar 12 meter
dan agak kecil, tidak memiliki bol, panjang daun berkisar 3 – 4 meter, berbunga
pertama cepat berkisar 3 – 4 tahun setelah tanam, buah masak berkisar 11-12 bulan
sesudah penyerbukan, umur tanaman dapat mencapai 35 – 40 tahun,kualitas kopra
dan minyak sertasabut kurang baik (Rompas, 1989), umumnya menyerbuk sendiri
(Foale, 1992). Terdapat empat jenis kelapa genjah unggul yang telah dilepas secara
resmi yaitu diantaranya, Kelapa Genjah Salak, Kelapa Genjah Kuning Nias, Kelapa
Genjah Raja dan Kelapa Genjah Kuning Bali.

Gambar 2. Varietas Kelapa Genjah Kuning Nias


(Sumber : Litbang Pertanian, 2016).
c. Varietas Hibrida
Kelapa hibrida diperoleh dari hasil persilangan antara kelapa varietas genjah
dan varietas dalam yang dimana hasil dari varietas ini merupakan gabungan dari sifat-
sifat yang baik dari kedua varietas. Terdapat lima varietas kelapa hibrida unggul yang
telah dilepas yang diberi nama KHINA (Kelapa Hibrida Indonesia) 1 hingga 5

8
Gambar 3. Varietas Kelapa Hibrida (Sumber : Dinas Perkebunan Jawa Barat)
Biasanya persilangan dilakukan untuk memperoleh sifat unggul dari kedua
induk. Menurut Suhardiman (1990) Sifat-sifat unggul yang diinginkan dan ada pada
kelapa hibrida adalah:
 Lebih cepat berbuah yaitu 3-4 tahun
 Daging buah yang lebih tebal di atas 1 hingga 1,5 cm
 Jumlah produksi buah 100 hingga 130 butir/pohon/tahun
 Produksi kopra yang tinggi yaitu diatas 2 ton/hektare/tahun
 Produktivitas tandan sekitar 12 tandan berisi 10 hingga 20 butir.
2.1.2 Kandungan Nutrisi
Buah kelapa berbentuk oval dan terdiri dari empat bagian yaitu sabut (35%),
tempurung (12%), daging buah (28%) dan air kelapa (25%). Buah kelapa ini akan
matang pada umur 12 bulan setelah pembuahan. Bagian yang dianggap paling penting
dari kelapa adalah daging buah, terutama sebagai sumber lemak dan protein (Djatmiko,
1983).
Komposisi kimia daging buah ditentukan oleh umur buah. Pada Tabel 2 dapat
dilihat komposisi kimia buah kelapa pada berbagai tingkat kematangan, semakin tua
umur buah kelapa maka kandungan lemaknya semakin tinggi. Komposisi kimia daging
buah kelapa ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain varietas, keadaan tempat
tumbuh, umur tanaman, dan umur buah. Umur buah merupakan faktor penting yang

9
nyata mempengaruhi komposisi kimia daging buah kelapa (Thieme, 1968). Sedangkan
Pada Tabel 3 dapat dilihat komposisi asam amino dalam daging buah kelapa, dimana
enam dari delapan asam amino esensial terdapat didalamnya. Kandungan minyak yang
ada di dalam daging buah kelapa akan naik dengan bertambahnya umur buah kelapa.
Kadar air akan menurun dengan bertambahnya umur buah kelapa.
Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Buah Kelapa pada Berbagai Tingkat Kematangan.
Analisis Buah Muda Buah Setengah Tua Buah Tua
(dalam 100 gr)
Kalori 68,0 kal 180,0 kal 359,0 kal
Protein 1,0 g 4,0 g 3,4 g
Lemak 0,9 g 13,0 g 34,7 g
Karbohidrat 14,0 g 10,0 g 14,0 g
Kalsium 17,0 mg 8,0 mg 21,0 mg
Fosfor 30,0 mg 35,0 mg 21,0 mg
Besi 1,0 mg 1,0 mg 2,0 mg
Aktivitas Vitamin A 0,0 Iu 10,0 Iu 0,0 Iu
Thiamin 0,0 mg 0,5 mg 0,1 mg
Asam Askorbat 4,0 mg 4,0 mg 2,0 mg
Air 83,3 g 70,0 g 46,9 g
Bagian yang dapat 53,0 g 53,0 g 53,0 g
dimakan
(Sumber : Thieme, 1968).
Tabel 3. Komposisi Asam Amino dalam Protein Daging Buah Kelapa
Asam Amino Jumlah (%)
Lisin 5,80
Methionin 1,43
Fenilalanin 2,50
Triptofan 1,25
Valin 3,57
Leusin 5,96
Histidin 2,42
Tirosin 3,18
Cistin 1,44
Arginin 15,92
Prolin 5,54
Serin 1,76
Asam Aspartat 5,12
Asam Glutamat 19,07
(Sumber : Thieme, 1968)

10
2.1.3 Manfaat Buah Kelapa
Pohon kelapa sering disebut pohon kehidupan karena sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia di seluruh dunia dan hampir semua bagian tanaman kelapa dapat
memberikan manfaat bagi manusia (Rindengan, 2005). Tanaman kelapa mempunyai
nilai ekonomi yang tinggi dan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan
sosial, ekonomi maupun budaya rakyat Indonesia. Pohon kelapa disebut juga pohon
kehidupan (tree of life) karena hampir semua bagian dari pohon tersebut bermanfaat
bagi kehidupan masyarakat. Pada buah kelapa terdiri dimana dari sabut, tempurung,
daging dan air kelapa. Sabut dapat digunakan sebagai bahan baku keset, sapu, matras,
dan bahan pembuat spring bed. Tempurung kelapa dapat dibuat menjadi carbon aktif
dan kerajinan tangan. Air kelapa dapat diolah menjadi cuka, Nata de Coco. Bagian
terakhir dari buah kelapa adalah daging buah kelapa dapat diolah menjadi kopra,
minyak kelapa, coconut cream, santan, kelapa parutan kering dan keripik kelapa.
(Badiaroh, 2013).
2.2 Keripik
Keripik adalah sejenis makanan ringan berupa irisan tipis dari umbi-umbian,
buah-buahan, atau sayuran yang digoreng di dalam minyak nabati. Untuk
menghasilkan rasa yang gurih dan renyah biasanya dicampur dengan adonan tepung
yang diberi bumbu rempah tertentu akan tetapi terdapat juga keripik yang tidak dibaluri
dengan adonan tepung dan hanya diberikan bumbu pada saat sebelum digoreng atau
dipanggang. Keripik dapat berasa dominan asin, pedas, manis, asam, gurih atau paduan
dari ke semuanya (Oktaningrum dkk, 2013). Menurut Muchtadi (1980) berbagai jenis
keripik bisa dikonsumsi dengan cara yang berbeda yaitu diantaranya keripik buah,
sayur dan umbi. Keripik buah merupakan camilan sehat yang terbuat dari bahan alami
berupa buah-buahan segar. Kehadiran keripik buah menjadi salah satu langkah untuk
menciptakan kreasi baru serta salah satu cara untuk mengurangi jumlah limbah.
Sedangkan untuk keripik sayuran merupakan salah satu produk pangan alternatif
kering.
2.2.2 Standar Mutu Keripik

11
Standar mutu untuk keripik kelapa sendiri belum ada sehingga saat ini akan
digunakan standar mutu dari keripik singkong. Tabel 4 Syarat Mutu Keripik Singkong
SNI 01-4305-1996

(Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2016)


2.3 Keripik Kelapa
Keripik kelapa ialah produk yang dibuat dari daging buah kelapa yang
dikeringkan berwarna putih, renyah, dan manis serta mempunyai bau khas kelapa.
Pada umumnya produk ini dibuat dari buah kelapa muda yang berumur 7–8 bulan,
dikonsumsi sebagai makanan ringan. Keripik kelapa (dried buko chips) yang bermutu
baik adalah yang berwarna putih, renyah dan manis dengan bau khas kelapa (Mandei,
2011).

12
Gambar 4. Coconut Chips (Sumber : Telpner, 2018)
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Mutu Keripik
Tekstur atau kerenyahan keripik merupakan unsur utama penilaian konsumen.
Keripik yang baik jika digigit akan renyah, tidak keras, tidak lembek dan tidak mudah
hancur. Selain itu unsur penampilan warna makanan juga menjadi parameter kualitas
penilaian oleh konsumen. Sistem pengukuran yang akurat dan rinci merupakan cara
dalam meningkatkan kontrol kualitas. Keripik yang baik yaitu rasa gurih, aroma harum,
tekstur kering dan tidak tengik, warna menarik dan bentuk tipis, bulat dan utuh dalam
arti tidak pecah (Putri, 2012)
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas atau mutu dari suatu
keripik menurut Marinih (2005), adalah:
1. Bahan dasar yang digunakan kualitasnya harus betul-betul baik sehingga keripik
yang dihasilkan akan baik pula. Adapun bahan dasar tersebut harus berkualitas
baik, bukan dari buah atau sayuran yang telah busuk dan masih dalam keadaan
wajar untuk diolah
2. Bahan pembantu, berupa minyak goreng dalam pembuatan keripik minyak goreng
harus baik, warnanya cerah dan tidak tengik. Fungsi dari minyak goreng tersebut
sebagai media untuk menggoreng yang sangat berpengaruh pada keripik yang
dihasilkan.
3. Pengaruh suhu penggorengan, berpengaruh terhadap hasil keripik. Pengaruh suhu
dilakukan dengan mengatur besar kecilnya api kompor, jika minyak terlalu panas
keripik akan cepat gosong. Selain suhu, ketebalan dari irisan bahan untuk keripik
pun harus tepat agar tekstur keripik yang diinginkan dapat tercapai.

13
2.4 Perubahan Selama Proses Pengolahan
Tekstur atau kerenyahan keripik merupakan unsur utama penilaian
konsumen. Keripik yang baik jika digigit akan renyah, tidak keras, tidak lembek
dan tidak mudah hancur (Putri, 2012). Menurut Sari (2010) salah satu metode
untuk mengatasi masalah tekstur yang kurang renyah pada produk hasil
pengolahan dilakukan dengan perendaman dalam larutan kalsium. Umumnya
digunakan garam Ca, seperti kalsium klorida, kalsium sitrat, kalsium laktat,
kalsium sulfat dan kalsium monofosfat. Kalsium klorida (CaCl2) banyak
digunakan sebagai bahan pengeras tekstur. Hal ini disebabkan terbentuknya ikatan
antara kalsium dengan pektat membentuk kalsium pektat yang tidak larut dalam
air (Winarno, 1997).
Selain itu unsur penampilan warna makanan juga menjadi parameter
kualitas penilaian oleh konsumen (Putri. 2012). Akan tetapi sering kali dalam suatu
proses pengolahan dimana bahan tersebut mengalami pencoklatan (browning)
yang dapat menyebabkan warna serta rasa dari bahan tersebut berubah. Salah sati
metode yang digunakan untuk mempertahankan warna dari suatu produk ialah
dilakukan perlakuan pendahuluan berupa Blanching. Tujuan utama dari Blanching
sendiri adalah adalah untuk menginaktifkan enzim-enzim di dalam bahan pangan.
Alasan dilakukannya Blanching sebelum penggorengan, yaitu memperbaiki warna
produk akhir, mengurangi absorpsi minyak karena gelatinisasi pati pada
permukaan irisan kentang, mengurangi waktu penggorengan dan memperbaiki
tekstur produk akhi (Lisinka, 1989).
2.5 Larutan Kalsium Klorida (CaCl2)
Kalsium klorida, CaCl2, merupakan salah satu jenis garam yang terdiri dari
unsur kalsium (Ca) dan klorin (Cl). Garam ini berwarna putih dan mudah larut
dalam air. Kalsium klorida tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mudah terbakar.
Menurut Winarno dan Aman (1981), CaCl2 merupakan firming agent atau bahan
pengeras untuk buah-buahan. Ion kalsium akan membentuk kalsium pektat dengan
pektin yang mekanismenya sebagai berikut: bila ion Ca2+ membentuk garam

14
dengan karbonil dari asam galakturonat maka akan terjadi ikatan silang di antara
gugus karbonil tersebut. Apabila jumlah ikatan silang yang terbentuk banyak,
maka gugus pektin yang terbentuk menjadi sukar larut dan tekstur menjadi lebih
keras.
Menurut Hasnelly et al. (2014), bahan pengeras (firming agent)
menyebabkan semakin banyak ikatan menyilang yang terbentuk antara kalsium dan
pektin sehingga memberi kontribusi dalam meningkatkan kekokohan jaringan sel,
semakin tinggi konsentrasi bahan pengeras maka tekstur yang dihasilkan semakin
keras. Selain itu, diduga perendaman dengan CaCl2 menyebabkan adanya CaCl2
yang terpenetrasi ke dalam jaringan dan terjadi interaksi antara ion kalsium dengan
pati sehingga menstabilkan dinding granula pati dan membuatnya lebih keras dan
kuat. Perendaman dalam larutan CaCl2 juga berfungsi untuk menguatkan tekstur
buah dan sayuran yang diolah menjadi makanan sehingga terasa lebih renyah.
Perubahan ini disebabkan adanya senyawa kalsium dalam kapur yang berpenetrasi
ke dalam Akibatnya struktur jaringan buah menjadi kompleks berkat adanya ikatan
baru antara kalsium dan jaringan dalam buah. Selain itu, penambahan CaCl2 juga
bermanfaat untuk menetralkan warna coklat yang sering muncul pada buah, baik
setelah pengupasan maupun setelah perendaman dengan bahan kimia.
2.6 Blanching
Blanching adalah proses pemanasan pendahuluan dalam pengolahan pangan.
Blanching merupakan salah satu tahap pra proses pengolahan bahan pangan yang
biasa dilakukan dalam proses pengeringan buah-buahan. Proses Blanching termasuk
ke dalam proses termal dan umumnya membutuhkan suhu berkisar 75-95℃.
Blanching bertujuan untuk menginaktifkan enzim yang memungkinkan perubahan
warna dan cita rasa bahan pangan (Muchlisun, 2015).
Metode Blanching yang digunakan yaitu steam Blanching, yang dilakukan
dengan cara bahan pangan diberi uap panas yang dihasilkan dari air yang telah
mendidih. Uap air akan masuk dan melewati seluruh jaringan dari bahan pangan
tersebut. Keunggulan dari metode ini adalah hilangnya komponen yang larut dalam

15
air (seperti vitamin, mineral dan gula) dapat diminimalkan (Purwoko, 2009).
Terdapat juga metode hot water blanching, metode ini pun dapat digunakan akan
tetapi risiko hilangnya komponen terlarut dalam air (seperti vitamin, mineral dan
gula) lebih besar.
Berdasarkan salah satu penelitian yang telah mengaplikasikan blanching pada
proses pembuatan keripik yaitu Munawaroh, dkk., (2018) menyatakan bahwa
blanching memberikan pengaruh nyata terhadap warna dari sampel. Hal tersebut
diduga bahwa semakin lama waktu blanching maka akan dapat mencegah terjadinya
reaksi pencoklatan atau browning. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Siddiq et
al. (1992) menyatakan bahwa perlakuan blanching diatas 70 °C dapat
menginaktifkan enzim polifenoloksidase pada umbi-umbian sehingga perubahan
warna dapat dicegah. Pengaplikasian blanching juga dilakukan oleh Rachmawati
(2016), dimana perlakuan blanching pada potongan stik sukun dapat meningkatkan
nilai L* dan menurunkan nilai a* pada stik sukun akibat larutnya gula pereduksi dan
asparagin pada potongan stik sukun dan menghambat reaksi browning non enzimatik
sehingga warna stik sukun lebih cerah.

16
BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS
3.1 Analisis Gagasan
Kelapa (Cocos nucifera) termasuk jenis tanaman palma yang mempunyai
buah berukuran cukup besar. Buahnya terbungkus dengan serabut dan batok yang
cukup kuat sehingga untuk memperoleh buah kelapa harus dikuliti terlebih dahulu.
Kelapa yang sudah besar dan subur dapat menghasilkan 2 - 10 buah kelapa setiap
tangkainya (Palungkun, 2004). Indonesia merupakan negara agraris yang menempati
posisi ketiga setelah Filipina dan India, sebagai penghasil kelapa terbesar di dunia
(APCC, 2002). Pada 2016, produksi kelapa Indonesia mencapai 18,3 juta ton dan ini
merupakan yang tertinggi di dunia. Dengan semakin meningkatnya produksi tanaman
kelapa setiap tahunnya mendorong masyarakat untuk mengembangkan produk dari
kelapa.
Buah kelapa merupakan salah satu bagian yang paling banyak digunakan
mulai dari bagian sabut, tempurung, kulit daging buah, air kelapa hingga daging
kelapa. Daging buah kelapa mengandung berbagai komponen gizi diantaranya Air
(g) 46 Kalori (kkal) 359 Protein (gr) 3,4 Lemak (mg) 34,7 Karbohidat (gr) 14 Kalsium
(mg) 21 Fosfor (mg) 21 Aktivitas Vitamin A (mg) 0,1 Thlamin (mg) 0,1 Asam
askorbat (g) 46,9 (Sutarmi, 2006). Daging buah merupakan lapisan tebal (8-15 mm)
berwarna putih (Andrianto, 2014).
Daging buah kelapa merupakan bagian utama dari buah kelapa yang dapat
menghasilkan berbagai produk olahan dengan nilai ekonomi yang tinggi, yaitu
diantaranya tepung kelapa, kelapa parut kering (desiccated coconut), Virgin Coconut
Oil (VCO) serta keripik kelapa (coconut chips). Keripik kelapa ialah produk yang
dibuat dari daging buah kelapa yang diolah dengan dipanggang atau digoreng. Pada
umumnya produk ini dibuat dari buah kelapa muda yang berumur 7–8 bulan,
dikonsumsi sebagai makanan ringan (Mandei, 2011). Keripik kelapa (dried buko
chips) yang bermutu baik adalah yang berwarna putih, renyah dan manis dengan bau
khas kelapa. Oleh karena itu perubahan warna serta dapat menjaga tekstur agar tetap

17
renyah diperlukan adanya perlakuan pendahuluan untuk meminimalkan terjadinya
perubahan tersebut.
Penggunaan bahan tambahan merupakan salah satu cara untuk meminimalkan
terjadinya perubahan selama proses pengolahan produk. Bahan tambahan yang
digunakan ialah kalsium klorida (CaCl2) yang berfungsi untuk memperkuat jaringan
irisan bahan. Semakin meningkatnya konsentrasi CaCl2 maka akan terjadi
penyerapan ion Ca2+ yang akan memperkokoh jaringan dinding sel bahan. Kalsium
pada CaCl2 akan terbentuk pada pektat yang akan menambah protopektin sehingga
memperkuat fungsi senyawa pektin sebagai bahan perekat ikatan-ikatan antar sel
yang menyebabkan dinding sel menjadi lebih kuat (Nurpitriani, 2015). Selain tekstur,
warna juga merupakan salah satu faktor sensori yang mempengaruhi penerimaan
produk pangan Perubahan warna selama pengolahan dapat dicegah dengan
dilakukannya perlakuan pendahuluan berupa blanching. Blanching memiliki efek
menguntungkan terhadap warna produk pangan. Oleh karena itu dilakukan
penelaahan ini dengan berbagai konsentrasi kalsium klorida sebagai larutan
blanching yaitu 0%; 0,25%; 0,5%; 0,75% dan 1 % dengan lama perendaman 30 detik
hingga 3 menit. Perendaman dengan larutan blanching kalsium klorida diharapkan
dapat memperkuat jaringan tekstur serta warna pada keripik kelapa.
3.2 Metode yang Ditawarkan
3.2.1 Pembuatan Larutan Blanching
Tahapan proses pembuatan larutan blanching kalsium klorida modifikasi
menurut Noviana (2013) yaitu kristal CaCl2 ditimbang sebanyak 0,25 gram, 0,5
gram, 0,75 gram dan 1 gram. Kemudian, CaCl2 yang telah ditimbang dilarutkan
kedalam 100 mL aquades sambal dipanaskan pada suhu 85℃ selama 10 menit.
3.2.2 Pembuatan Keripik Kelapa (Coconut chips)
Proses pembuatan keripik kelapa melalui beberapa tahapan diantaranya
pesiapan bahan baku, sortasi, pengupasan, pencucian, pengirisan, perendaman,
pencucian, penirisan dan pemanggangan. Tahap pertama yaitu persiapan bahan baku
meliputi daging buah kelapa sebagai bahan baku utama dan bahan tambahan yaitu

18
larutan blanching kalsium klorida 0%, 0.25%, 0,5%, 0,5%, 0,75% dan 1 %. Tahap
selanjutnya ialah sortasi, pada tahap sortasi dilakukan untuk memisahkan kotoran-
kotoran yang menempel pada kelapa. Pengupasan daging buah kelapa untuk
menghilangkan kulit daging kelapa. Kemudian tahap pencucian untuk
menghilangkan kotoran yang menempel pada daging buah kelapa. Tahap pengirisan
digunakan slicer dengan ketebalan irisan 0,1 cm. Selanjutanya ialah tahap
perendaman didalam larutan blanching kalsium klorida dengan konsentrasi 0%,
0.25%, 0,5%, 0,5%, 0,75% dan 1 %. Setelah perendaman, irisan kelapa ditiriskan
selama 10 menit dan tahap terakhir yaitu pemanggangan dengan oven salama 25
menit dengan suhu 150℃.

19
BAB IV
PENUTUP

20
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto, T. T., 2014. Pengantar Ilmu Pertanian. Yogyakarta : Global Pustaka Utama.
Anggraini, K. 2005. Pengaruh Metode Blanching dan Pencelupan dalam Lemak Jenuh
terhadap Kualitas French Fries Kentang Varietas Hertha dan Granola. Skripsi.
Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Sedirman, Purwokerto.
Anonim. 2017. Indonesia, Negara Produsen Kelapa Terbesar Di Dunia.
https://databoks.katadata.co.id. Diakses pada tanggal 3 Juli 2019.
Anonim. 2017. Kelapa Hibrida. http://disbun.jabarprov.go.id. Diakses pada tanggal 24 Juni
2019.
Asian and Pacific Coconut Community (APCC). 2002. Cocotech meeting, Thaliand.
Badiaroh, A. 2013. Budidaya Tanaman Kelapa. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi
Tanaman Perkebunan (BBPPTP). Medan.
BPS. 2016. Provinsi Nusa Tenggara Barat Dalam Angka. BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat
: Nusa Tenggara Barat
Child R. 1974. Coconuts, 2nd edition. London : Longmans, Green & Co.
Djatmiko, B. dan A.P. Widjaja. 1985. Teknologi Lemak dan Minyak I. Bogor : AgroIndustri
Press. Fateta-IPB
Foale. 1992. Coconut Genetic Diversity. Present knowledge and future research needs.
Cipanas: IBPGR Rome.
Haryanti, P., B. Sustriawan dan Sujiman. 2013. Perendaman Dalam Kalsium Klorida Dan
Penggunaan Edible Coating Untuk Meningkatkan Kualitas French Fries Dari
Kentang Varietas Tenggo Dan Krespo. Agritech Journal. 33(1) : 38-45.
Hasnelly, A. A dan V. Yoesepa. 2014. Pengaruh Konsentrasi Larutan Air Kapur dan Lama
Perendaman terhadap Karakteristik French Fries Ubi Jalar (Ipomoea batatas.
L).Pasundan Food Technology Journal. 1(2): 141-151.
Ketaren, S. 1989. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Universitas
Indonesia Press.

21
Lestari, dkk. 2015. Keripik Kangkung Rasa Paru Sebagai Produk Olaha Guna Meningkatkan
Nilai Tambah. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1(7)
: 1702-1706.
Lisinska, G., dan Leszczynski, W., 1989. Potato Sciences And Technology. New York :
Elsevier Science Publisher LTD.
Mandei, J.H., 2011. Peningkatan Mutu Keripik Kelapa Dengan Variasi Penambahan Vitamin
E dan Lama Perendaman. Jurnal Ilmiah Teknologi Industri. 3(1) : 30-35.
Marinih, 2005. Pembuatan Keripik Kimpul Bumbu Balado Dengan Tingkat Pedas Yang
Berbeda. Skripsi. Jurusan Teknologi Boga dan Produksi. Universitas Semarang.
Semarang.
Muchlisun, A., 2015. Karakteristik Apel Manalagi Celup Yang Dibuat Dengan Variasi Lama
Blanching Dan Suhu Pengeringan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas
Jember, Jember
Muchlisun, A., 2015. Karakteristik Apel Manalagi Celup Yang Dibuat Dengan Variasi Lama
Blanching Dan Suhu Pengeringan. Tugas Akhir Jurusan Teknologi Hasil Pertanian.
Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Jember, Jember.
Muchtadi. 1980. Pengolahan Hasil Pertanian II Nabati. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Mutia, H., B.S. Amanto dan E. Nurhartadi., 2013. Aplikasi Blanching Larutan Kalsium
Klorida (CaCl2) Dan Edible Coating Metilselulosa Dengan Plasticizer Sorbitol
Sebagai Penghambat Absorpsi Minyak Pada Keripik Pisang Kepok (Musa
Parasidiaca Formatypica). Jurnal Teknosains Pangan. 2(3) : 76-85.
Nofrianti R. 2013. Metode Freeze Drying Bikin Keripik Makin Crunchy. Jurnal Aplikasi.
2(1): 6-10.
Nurpitriani., B, Susilo dan W. A, Nugroho., 2015. Studi Aplikasi Edible Coating Dan
Konsentrasi CaCl2 Pada French Fries Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L.). Jurnal
Bioproses Komoditas Tropis. 3(2) ; 64-73.
Oktaningrum, G. N., I, Ambarsari.dan R, Endrasari. 2013. Analisis Kelayakan Ekonomis
Substitusi Tepung Lokal Pada Pembuatan Keripik Daun Singkong. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jawa Tengah: Jawa Tengah

22
Palungkung, R., 2004. Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta: Penebar Swadaya.
Purwoko, D.O., 2009. Pengaruh Ketebalan Dan Konsentrasi Larutan Gula Selama Proses
Dehidrasi Osmosis Terhadap Karakteristik Fisikokimia Dan Sensoris Manisan
Kering Jambu Biji (Psidium guajava L.). Skripsi Jurusan Teknologi Pangan.
Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang
Putri, A.R. 2012. Pengaruh Kadar Air Terhadap Tekstur Dan Warna Keripik Pisang Kepok
(Musa Parasidiaca Formatypica). Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanudin, Makasar
Rachmawati, S.R., 2016. Analisis Sensori Produk Stik Sukun (Artocarpus Altilis) Dengan
Perlakuan Pendahuluan Blanching Dan Perendaman Dalam Larutan Kalsium Klorida.
Jurnal Kesehatan. 7(3): 388-393.
Rindengan, B., A. Lay., H. Novarianto., H. Kembuan dan Z. Mahmud. 1995. Karakterisasi
daging buah Kelapa Hirbida untuk bahan baku industri makanan. Laporan Hasil
Penelitian. Kerjasama Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian Pertanian
Nasional, Badan Litbang.
Rompas T, Novarianto H, Tampake H. 1989. Pengujian nomor-nomor terpilih Kelapa Dalam
Mapanget di Kebun Percobaan Kima Atas. Jurnal Penelitian Kelapa. 4 (2):32- 34
Saefudin, 2014. Varietas Unggul Kelapa. http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id.
Diakses pada tanggal 24 Juni 2019.
Sanchez, P., A. S. Herman, B. Enie dan P. K. Thampan.1996. Coconut Processing
Technology Information Document. Coconut Food Processes. APCC.
Setyamidjaja D. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Yogyakarta : Kanisius
Siddiq, M, Sinha, N, K, Cash, J, N. 1992. Characterization Of Polyphenoloxidase From
Stanley Plums. Journal of Food Science. 57(5):1177-1179
Simpala, M.M dan A, Kusuma., 2017. Kelapa, Mengembangkan Kejayaan Kelapa. Lily
Publisher:Yogyakarta.
Suhardiman, P. 1990. Bertanam Kelapa Hibrida. Jakarta : Penebar Swadaya.
Sutarmi., dan Rozaline, H., 2005. Taklukan Penyakit Dengan VCO. Jakarta.: Penebar
Swadaya,

23
Telpner,M., 2018. Keto Snack: Coconut Chips. https://www.meghantelpner.com. Diakses
pada tanggal 24 Juni 2019.
Warisno. 2003. Budidaya Pepaya. Yogyakarta: Kanisius.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G dan Aman M. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta : Sastra Hudaya.

24

Anda mungkin juga menyukai