PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia
dan gangguan metabolism karbohidrat, lemak dan protein yang dihubungkan dengan
kekurangan secara absolut atau relative dari kerja dan atau sekresi insulin. Diabetes Melitus
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia
kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau
kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.
Gejala yang dikeluhkan pada penderita DM yaitu polidipsi, poliuria, polifagia, penurunan
tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO
memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita
diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita
diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di
Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan
pemeriksaan secara teratur.Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3%-
1,4%-1,6%, kecuali dibeberapa tempat yaitu di Pekajangan 2,3% dan di Manado 6%.
1
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang
biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya yang umumnya
disebabkan oleh agen infeksius seperti bakteri,virus, jamur dan benda asing.
Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di negara-negara
berkembang. Kematian akibat pneumonia umumnya menurun dengan usia sampai dewasa
akhir. Lansia juga berada pada risiko tertentu untuk pneumonia dan kematian terkait penyakit
lainnya.
High Blood Preassure dari Amerika Serikat dan badan duniaWHO dengan International
Society of Hypertension membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang
tekanan sistoliknya 140mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau
Case report ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dibagian ilmu penyakit dalam
RSUD Solok dan di harapkan agar dapat menambah pengetahuan penulis serta sebagai bahan
2
1.2.2 Tujuan Khusus
hipertensi.
penatalaksanaan bronkopneumoni.
1.3.Manfaat Penulisan
1. Sebagai sumber media informasi mengenai diabetes melitus, hipertensi, bronkopneumoni dan
neuropati diabetik.
2.Sebagai laporan kasus yang menyajikan analisis kasus tentang diabetes melitus, hipertensi,
3. Untuk memenuhi tugas case report session kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Penyakit
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah.
2.1.2 Epidemiologi
Secara epidemieologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai
terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan
mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain menyetakan bahwa
dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi
perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor risiko yang berubah secara
tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO
memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes
setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai
8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah
21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka
4
menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.
Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3%-6% dari jumlah penduduk
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun. Pada
DM tipeini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan
level proteinc-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa
glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya
kemampuan insulinuntuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor
insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan
sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta
pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa.Onset DM tipe ini terjadi
5
lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipeini sering
3. Diabetes Melitus Tipe Lain. DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek
genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit
metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus,penyakit autoimun dan kelainan genetik
lain.
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama
kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM gestasional
memiliki risiko lebih besar untukmenderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10
Sumber :Ndraha Suzanna, Leading Article Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini,
6
2.1.4 Diagnosis
dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria,
polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak
khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, dan mata kabur, disfungsi
ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan
glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila
tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah
abnormal.
mmol/L)
2 Atau
jam
mmol/L)
7
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa
air.
Sumber :Sudoyo, W.Aru dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edsi V, hal.1881 tahun
2010
1. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
7. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3, yaitu:
c. ≥ 200 mg/dLdiabetes
8
Gambar 4.Langkah-langkah Diagnostik Diabetes Melitus &Toleransi Glukosa Terganggu
Indonesia 2011
2.1.5 Penatalaksanaan
pemberian edukasi, perencanaan makan/terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan penurunan
berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dengan langkah-langkah
pendekatan non farmakologi tersebut belum mampu mencapai sasaran pengendalian DM, maka
farmakologi disamping tetap melakukan pengaturan makan dan aktivitas fisik yang sesuai.Terapi
farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan atihan jasmani (gaya hidup
9
1) Pemicu Sekresi Insulin
a. Sulfonilurea
Obat golongan ini memounyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan
kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular,
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial.
a. Tiazolidindion
Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.Golongan
karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga gangguan faal hati. Pada
10
pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati
secara berkala.
3) Penghambat glukoneogenesis
Metformin
penyandang dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta
sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual.
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
tidak meimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
5) DPP-IV inhibitor
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus
bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan
glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl
11
Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk
tip 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang
a) OHO dimuli dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar
g) DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.
12
Tabel 7. Perbandingan Golongan OHO
13
Sumber : PERKENI, Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di
Indonesia 2011
14
2.Obat Suntikan
A. Insulin
3) Ketoasidosis diabetik
perencanaan makan
Jenis dan lama kerja insulin berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
15
Agonis GLP-1/incretin mimetic
pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang
tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada
pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan
berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang
diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti
memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini
16
Sumber :
2011
17
Algoritma Pengelolaan Diabetes Melitus Tanpa Dekompensasi
Indonesia 2011
18
Target Pengendalian Penderita Diabetes Melitus
Indonesia 2011
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi Akut
darah yang tinggi (300-600 mg/dL),disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan
19
B. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangattinggi (600-1200 mg/dL),
tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritasplasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL),
C. Hipoglikemia
seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obattelah habis. Terkadang diperlukan
waktu yang cukup lamauntuk pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama
OHO kerja panjang). Hipoglikemia pada usialanjut merupakan suatu hal yang
20
mengandung karbohidrat atau minumanyang mengandung gula berkalori atau
Komplikasi Menahun
Komplikasi menahunmencakup :
A. Makroangiopati
- Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadipada penyandang diabetes.
Biasanya terjadi dengan gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa
B. Mikroangiopati
- Retinopati diabetik
- Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangirisiko dan
- Nefropati diabetik
- Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati
- Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) jugaakan mengurangi risiko
terjadinya nefropati.
21
C. Neuropati
hilangnya sensasi distal. Berisikotinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
- Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar danbergetar sendiri, dan lebih terasa
gabapentin.
2.2 Hipertensi
2.2.1 Definisi
22
The sixth Report of The joint national Committee on Prevention,detection, Evaluation
and Treatment of High Blood Presure (JNC VI) mengklasifikasikan tekanan darah untuk orang
dewasa menjadi enam kelompok yang terlihat seperti pada tabel 1 dibawah.
2.2.2 Epidemiologi
2.2.3 Etiologi
1) Hipertensi esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga
hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti
23
genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek
dalamekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan
resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul
pada usia 30 – 50 tahun.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik
diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal,
hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi
yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain.
2.2.4 Patofisiologi
Tekanan darah terutama dikontrol oleh sistem saraf simpatik (control jangka pendek) dan
ginjal (kontrol jangka panjang).Mekanisme yang berhubungan dengan penyebab hipertensi
melibatkan perubahan – perubahan pada curah jantung dan resistensi vaskular perifer.Pada tahap
awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan tahanan perifer normal.Keadaan ini
disebabkan peningkatan aktivitas simpatik.Saraf simpatik mengeluarkan norepinefrin, sebuah
vasokonstriktor yang mempengaruhi pembuluh arteri dan arteriol sehingga resistensi perifer
meningkat.
Pada tahap selanjutnya curah jantung kembali ke normal sedangkan tahanan perifer
meningkat yang disebabkan oleh refleks autoregulasi. Yang dimaksud dengan reflex autoregulasi
adalah mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh
karena curah jantung yang meningkat terjadi konstriksi sfingter pre-kapiler yang mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peninggian tahanan perifer.Pada stadium awal sebagian besar
pasien hipertensi menunjukkan curah jantung yang meningkat dan kemudian diikuti dengan
kenaikan tahanan perifer yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap.
24
terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung.Perjalanan
penyakit hipertensi sangat berlahan.
Penderita hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun – tahun. Masa
laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna.
Terdapat gejala biasanya hanya bersifat spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing.Gejala lain
yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di
tungkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang.Apabila hipertensi tidak diketahui dan dirawat
dapat mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokardium, stroke atau gagal
ginjal.Namun deteksi dini dan parawatan hipertensi dapat menurunkan jumlah morbiditas dan
mortalitas.
1. Jantung
- Stroke
- Transient ischemic attack (TIA)
1. Penyakit Ginjal Kronik
2. Penyakit arteri perifer
3. Retinopati
b.Faktor resiko penyakit kardiovaskular pada pasien hipertensi antara lain adalah
Merokok
Obesitas
Kurangnya aktivitas fisik
Dislipidemia
Diabetes militus
Keluarga penyakit Kardiovaskular dini
25
Wanita>65 Tahun
Laki-laki>55 Tahun
• Menilai pola hidup dan faktor risiko Kardiovaskular dan adanya penyakit penyerta
• Mencari penyebab kenaikan tekanan darah
• Mencari kerusakan target organ
2.2.6 Diagnosa
A. Anamnesis
26
Ginjal : Haus poliuri, Nocturia, Hematuria
Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermitten
5. Pengobatan antihiopertensi sebelumnya
6. Faktor faktor pribadi, keluarga dan lingkungan
A. Pemeriksaan Fisik
• Pengukuran TD rutin setelah 5 Menit istirahat
• Konfirmasi tekanan darah di lengan kiri
• Pengukuran TD berdiri pd geriatri
• Pengukuran 24 jam
• Pengukuran oleh pasien
B. Pemeriksaan Penunjang
• Darah rutin
• Gula Darah ( sebaiknya Puasa
• Profil lipid
• Asam urat
• Faal ginjal
• Kalium serum
• Urinalisis
• EKG
• Funduskopi
C. Tujuan Pengobatan
Tujuan pengobatan pasien Hipertensi adalah
Target tekanan darah <140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi (diabetes, gagal
ginjal proteinuria) <130/80 mmHg
Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria
Pengobatan faktor resiko
27
2.2.7 PENATALAKSANAAN
A. Non farmakologi
Menghentikan Rokok
Menurunkan berat badan berlebih
Menurunkan konsumsi alkohol berlebih
Menurunkan asupan garam
Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak
A. Farmakoterapi
Diuretik, terutama jenis Thiazide (Thiaz ) atau Aldosterone Antagonist
Beta Blocker (BB)
Calcium Channel Blocker(CCB)
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
Angiotensin II Receptor Blocke
28
2.3 Bronkopneumonia
2.3.1 Definisi
(patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus yang mengalami peradangan
multifocal dan biasanya bilateral. Konsolidasi pneumonia yang tersebar (patchy) ini biasanya
2.3.2 Etiologi
Bronkopneumonia dapat juga dikatakan suatu peradangan pada parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur. Bakteri seperti Diplococcus pneumonia, pneumococcus sp,
pneumonia), dan mycobacterium tuberculosis. Virus seperti virus influenza dan virus
dermatides, cocedirides immitis, aspergillus sp, candida albicans, dan mycoplasma pneumonia.
Meskipun hampir semua organism dapat menyebabkan bronkopneumonia, penyebab yang sering
Keadaan ini dapat disebabkan oleh sejumlah besar organisme yang berbeda dengan patogenitas
yang bervariasi. Virus, tuberculosis dan organism dengan patogenisitas yang rendah dapat juga
29
2.3.3 Patofisiologi
mucus jalan nafas. Kuman tersebut berkembang biak di saluran nafas atau sampai di paru-paru.
Bila mekanisme pertahanan seperti system transport mukosilia tidak adekuat, maka kuman
berkembang biak secara cepat sehingga terjadi peradangan di saluran nafas atas, sebagai respon
peradangan akan terjadi hipersekresi mucus dan merangsang batuk. Mikroorganisme berpindah
karena adanya gaya tarik bumi dan alveoli menebal. Pengisian cairan alveoli akan melindungi
mikroorganisme dari fagosit dan membantu penyebaran organism ke alveoli lain. Keadaan ini
menyebabkan infeksi meluas, aliran darah di paru sebagian meningkat yang diikuti peradangan
Edema karena inflamasi akan mengeraskan paru dan akan mengurangi kapasitas paru,
penurunan produksi cairan surfaktan lebih lanjut, menurunkan compliance dan menimbulkan
gangguan ventilasi okulasi partial pada bronkhi dan alveoli, menurunkan tekanan oksigen arteri,
akibatnya darah vena yang menuju atrium kiri banyak yang tidak mengandung oksigen sehingga
Efek sistemik akibat infeksi, fagosit melepaskan bahan kimia yang disebut endogenus
pirogen. Bila zat ini terbawa aliran darah hingga sampai hipotalamus, maka suhu tubuh akan
adalah penyebab takhipnea dan takhikardia, tekanan darah menurun sebagai akibat dari
vasodilatasi perifer dan penurunan sirkulasi volume darah karena dehidrasi, panas dan takhipnea
meningkatkan kehilangan cairan melalui kulit (keringat) dan saluran pernafasan sehingga
menyebabkan dehidrasi
30
Patofisiologi Bronkopneumonia
2.3.4 Diagnosis
Gambaran Klinik
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa
hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40oC dan mungkin disertai kejang karena
demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnue, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak
31
dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, pada awalnya
Pemeriksaan Fisik
a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan
cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding
dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan
pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi
melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah
terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae
terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada
bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak
supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya
sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat
diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area
suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”,
32
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan
dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri
dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi
jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus
selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang
dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah
(tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari
amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar
Pemeriksaan Penunjang
membantu membedakan pneumoni viral dan bacterial. Infeksi virus leukosit normal atau
meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit
33
meningkat 15.000 – 40.000/ mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit
Analisa gas darah menunjukan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat
bronkovaskular dan infiltrate kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan
Kriteria Diagnosis
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. panas badan
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan
2.3.5 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum
Pemberian oksigen 2-4 L/menit : sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas
34
b. Penatalaksanaan khusus
Mukolitik, ekspektoran dan obat penurunan panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
Obat penurunan panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau
b. TMP-SMZ
c. Makrolid
a. Betalaktan oral dosis tinggi (untuk rawat jalan), sefotaksim, seftriakson dosis tinggi.
2.3.6 Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax
(seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakterimia dan hematologi.
Meningitis, arthritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran
infeksi hematologi.
35
2.4. Neuropati Diabetik
2.4.1. Definisi
Neuropati diabetik adalah istilah deskriptif yang menunjukkan adanya gangguan, baik
klinik maupun subklinis, yang terjadi pada diabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer
yang lain. Gangguan neuropati ini termasuk manifestasi somatik dan atau otonom dari sistem
saraf perifer.
2.4.2. Prevalensi
Prevalensi neuropati diabetik berkisar antara 12-50%. Angka kejadian dan derajat
keparahan neuropati diabetik juga bervariasi sesuai dengan usia, lama menderita DM, kendali
glikemik dan juga fluktuasi kadar glukosa darah sejak diketahui DM.
2.4.3. Patogenesis
terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol. Sintesis advance glycosilation end product (AGEs),
pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C. aktivasi berbagai jalur tersebut
berujung pada kurangnya vasodilatasi sehingga aliran darah kesaraf menurun dan bersama
rendahnya mioniositol dalam sel dan terjadilah ND. Berbagai penelitian membuktikan bahwa
2.2.4. Klasifikasi
ragam klasifikasi. Secara umum neuropati DM di temukan bergantung pada 2 hal, seperti :
a) Neuropati fungsional, gejala yang muncul sebagai akibat dari perubahan biokimiawi.
36
b) Neuropati struktural, gejala timbul akibat kerusakan struktural serabut saraf. Pada fase ini
c) Kematian neuron, terjadi penurunan kepadatan serabut saraf akibat kematian neuron.
d) Kerusakan serabut saraf umumnya dimulai dari distal dan mengarah ke proksimal,
A. Neuropati difus :
- Neuropati otonom
B. Neuropati vokal :
- Neuropati kranial
- Radikulopati
- Entrapment neuropahty
2.2.5. Diagnosis
ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya dengan jawaban tidak
ada keluhan neuropati saja tidak cukup untuk mengeluarkan kemungkinan adanya
neuropati.
1. Refleks motorik
2. Fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantitatif sensasi kulit seperti tes rasa getar dan
rasa tekan.
37
3. Fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi suhu
4. Untuk mengetahui lebih awal dengan adanya gangguan hantar saraf dapat dikerjakan
elektromiografi.
2.2.6. Pengelolaan
bagian. Strategi pertama adalah diagnosis neuropati diabetik sedini mungkin, diikuti
kendali glikemik dan perawatan kaki sebaik mungkin serta pengendalian keluhan
jagalah kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit dan cegah
trauma berulang.
Pengendalian glukosa darah dan monito HbA1c secara berkala merupakan langkah
pertama yang harus dilakukan. Selain itu pengendalian faktor lain seperti hemoglobin,
Terapi medikamentosa :
• Penghambat ACE
• Neurotropin
• Gangliodeses
38
• Human intravenous immunoglobulin
• NSAID
• Antidepresan trisiklik
• Antikonvulsan
• Antiaritmia
• Topikal
2.2.7. Edukasi
Disadari bahwa perbaikan total sangat jarang terjadi. Target pengobatan dibuat serealistik
mungkin sejak awal dan hindari memberi pengharapan yang berlebihan. Perlu penjelasan
tentang kurang atau hilangnya sesansi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki setiap
39
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama
Badan terasa letih sejak 1 minggu yang lalu.
40
6. Badan sering terasa kesemutan sejak 5 tahun yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
awalnya rasa kesemutan dirasakan ditelapak kaki namun makin lama rasa
kesemutan menyebar kebagian tubuh lainnya hingga ke jari dan tangan. Keluhan
muncul saat pasien sedang beristirahat, dan dapat juga muncul saat pasien
beraktifitas.
7. Pasien juga mengeluhkan matanya kabur sejak 5 tahun yang lalu.
8. Pasien sering merasakan keram pada kaki dan tungkai bawah serta rasa tertusuk-
tusuk di jari kaki sejak 5 tahun yang lalu.
9. Sakit kepala sejak 1 minggu yang lalu dan meningkat 2 hari yang lalu sebelum
masuk rumah sakit, rasa sakitnya berdenyut-denyut, disertai kuduk terasa kaku.
10. Pusing sejak 1 minggu yang lalu dan meningkat 2 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit, pusing dirasakan seperti hendak jatuh/sempoyongan.
11. Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, demam disertai dengan
menggigil, terus-menerus. Mengganggu aktivitas pasien. Untuk menghilangkan
demam pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan dan hanya beristirahat.
12. Batuk meningkat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, berdahak. Dahak
berwarna kekuningan kental sulit dikeluarkan, batuk tidak berdarah. Awalnya batuk
berdahak sudah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan untuk menghilangkan batuknya. Pasien
meminum air putih untuk mengurangi rasa batuknya dan beristirahat.
13. Sesak nafas bertambah berat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak sudah
dirasakan sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, tidak menciut, tidak
dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca, emosi dan makanan. Pasien beristirahat untuk
mengurangi rasa sesak, pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan penghilang sesak
nafas.
14. Nyeri dada disangkal
15. Penurunan berat badan disangkal
16. Keringat malam disangkal
41
Pasien pernah didiagnosa TB pada 1 tahun yang lalu. Pasien pernah mengkonsumsi
OAT (obat anti tuberkulosis) selama 9 bulan berturut-turut hingga dinyatakan bebas
TB.
Pasien menderita DM sejak 5 tahun yang lalu. Pasien pernah berobat di RSUD
Solok tapi tidak rutin kontrol gula darah di poli penyakit dalam. Pasien
mendapatkan terapi obat metformin dan glibenklamid.
Pasien juga menderita hipertensi sejak 1 tahun yang lalu. Pasien pernah berobat di
RSUD Solok tapi tidak rutin kontrol di poli penyakit dalam. Pasien mendapatkan
terapi obat amlodipin.
Penyakit asma di sangkal pernah di derita oleh pasien.
Penyakit jantung disangkal pernah diderita pasien.
PEDIGREE
42
Faktor resiko Diabetes Melitus
Aktifitas fisik kurang
Riwayat keluarga mengidap Diabetes Melitus pada turunan pertama (first degree
relative)
Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat >4000 gram atau riwayat Diabetes
Melitus Gestasional (DMG)
Hipertensi (tekanan darah >140/90 mmHg atau sedang dalam terapi obat anti
hipertensi).
Wanita dengan sindrom polikistik ovarium
Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu
(GDPT)
Keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (obesitas, akantosis nigrikans)
Riwayat penyakit kardiovaskuler
Apabila orang tua menderita Diabetes Melitus tipe 2 sebelum usia 50 tahun maka resiko
anak menderita diabetes sebesar 0,14%, dan bila terdiagnosis pada usia lebih dari 50
tahun maka resiko anak menjadi 0,08%
5. Riwayat Psikososial
Pasien seorang laki-laki umur 80 tahun. Bekerja sebagai seorang pedagang.
Pasien sebelumnya mempunyai kebiasaan merokok sejak umur 25 tahun dan berhenti
43
merokok sejak tahun 2008. Pasien merokok ± 2 bungkus rokok perhari. Indeks
Brinkman : 47 tahun x 24 batang/hari = 1.128 (perokok berat). Pasien tidak memiliki
kebiasaan minum kopi. Pasien juga jarang berolahraga.
1. Vital Signs :
a. Kesadaran : Composmentis cooperatif
b. Tekanan Darah : 140/80 mmHg
c. Frekuensi Nadi : 92x /menit, Reguler
d. Frekuensi Napas : 22x /menit
e. Suhu : 37,7ºC
f. Berat Badan : 73 kg
g. Tinggi Badan : 166 cm
h. IMT : 26,54( Overweight)
2. Status Generalisata
a. Kulit : Ikterik (-), sianosis (-)
b. Kepala
Bentuk : Normochepal, rambut tidak mudah dicabut
Wajah : Dalam batas normal
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
d. Jantung
44
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari di RIC V linea midclavicularis
sinistra
Perkusi :
Batas kiri : 2 jari di RIC V linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : RIC IV linea sternalis dextra
Batas atas : RIC II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Irama murni, P1<A2, M1<M2, bising jantung (-)
e. Paru-paru
Inspeksi : Dinding dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Redup
Auskultasi : Suara nafas bronkovesikular, rhonki basah halus nyaring
(+/+), wheezing (-/-)
f. Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit, venektasi (-), sikatrik (-)
Palpasi :
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Bimanual (-), ballottement (-), nyeri ketok CVA (-)
Dinding perut supel (lemas), nyeri tekan (+) di hipogastrium, nyeri lepas (-
)
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
g. Ekstremitas
Superior
Inspeksi : Edema (-/-), sianosis (-/-), palmer eritem (-/-)
Palpasi : Perabaan hangat, pulsasi arteri radialis kuat angkat
45
Tes sensibilitas : Sensibilitas halus (+), sensibilitas kasar (+)
Refleks Biceps + +
Refleks Triceps + +
Refleks Brachioradialis + +
Refleks Hoffman-
- -
Tromer
Inferior
Inspeksi : Edema (-/-) minimal, sianosis (-/-)
Palpasi : Perabaan hangat, pulsasi A.Femoralis, A.Dorsalis pedis, A.Tibialis
posterior, dan A. Poplitea kuat angkat
Tes sensibilitas : Sensibilitas halus (+), sensibilitas kasar (+)
Refleks Patella + +
46
Refleks Achilles + +
Refleks Babinski - -
Refleks Gordon - -
Refleks Oppenheim - -
Refleks Chaddoks - -
47
DM Tipe 2 Tidak Terkontrol Overweight
Hipertensi stage I ec Esensial
Bronkopneumoni
Neuropati DM
3.7 Penatalaksanaan
Nonfarmakologi
Istirahat
Diet DM 1700 kalori, Diet RG II, Diet RP 40 g
48
Kebutuhan kalori basal = BBI X 25 kkal
= 56,7 X 25 kkal
= 1.417 kkal
Farmakologi
IVFD Nacl 0,9 % 12 jam/kolf
Inj. Ranitidine 2x50 mg (IV)
Inj. Ondansentron 2x4 mg (IV)
Paracetamol 4x500 mg (po)
Amlodipin tab 1x10 mg (po)
Candesartan tab 1x16 mg (po)
Meloxicam 2x7,5 mg (po)
Ambroxol syr 15mg/5ml 3x1 C (po)
Levemir 1x12 IU (subkutan)
Novarapid 3x12 IU (subkutan)
Cara pemberian levemir :
karja panjang (long-acting), mulai bekerja 1 jam setelah pemberian dan
bertahan hingga 24 jam, diberikan 1 kali sehari, baik pagi atau malam hari.
Cara pemberian novorapid :
kerja cepat (rapid acting), mulai bekerja 15 menit setelah pemberian dan
49
dapat bertahan hingga 4-5 jam, diberikan sebelum makan.
3.8 Pemeriksaan Anjuran
a. Pemeriksaan HbA1c
b. Kultur dan uji sensitifitas sputum
c. Rontgen Foto thorax PA
d. EKG
e. Funduskopi
f. Analisa gas darah
g. Spirometri
h. Bronkoskopi
3.9 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
FOLLOW UP
Hari/tanggal : Jumat /20 April 2018
Subject : Batuk berdahak, pusing, sakit perut, sakit pinggang, kaki lemas,
tubuh terasa lemah, perut kembung, susah BAB.
Object : TD : 140/90 mmHg
Nadi : 80x/menit, reguler
Nafas : 20x/menit
Suhu : 37,7oC
Assessment
DM Tipe 2 tidak terkontrol overweight
Hipertensi stage 1
Bronkopneumonia
Neuropati DM
Plan dan Anjuran
50
Nacl 0,9% 12 jam per kolf
Inj Ranitidine 2x5 mg (IV)
Inj. Ondansentron 2x4 mg (IV)
Paracetamol 4x500mg (po)
Amlodipin tab 1x10 mg (po)
Candesartan tab 1x16 mg (po)
Meloxicam 2x7,5 mg (po)
Ambroxol syr 15mg/5ml 3x1 C (po)
Levemir 1x12 IU (subkutan)
Novarapid 3x12 IU (subkutan)
Rontgen thorax PA
EKG
Gula Darah Puasa, Gula Darah 2 jam Post Prandial
51
Hasil EKG :
Kalibrasi 1 mV, irama sinus rythme, HR 89x/menit, axis normal Lead I (+) lead aVF (+),
gelombang P lebar 0,08 detik, tinggi 0,2 mV, interval PR 0,16 detik, kompleks QRS 0,04 detik,
interval QT 0,36 detik. Kesimpulan EKG: normal sinus rythme.
52
Neuropati DM
Pasien pulang hari Selasa, 24 April 2018 dan mendapatkan obat pulang lantus 1x12 IU dan
avidra 3x12 IU
53
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Telah dirawat seorang pasien perempuan berusia 45 tahun dibangsal RSUD Solok pada
tanggal 19 April 2018, dengan diagnosa akhir DM Tipe 2 tidak terkontrol overweight +
Hipertensi stage I ec Esensial + Bronkopneumonia + Neuropati DM .
Pada anamnesis didapatkan pasien mengalami badan terasa letih sejak 1 minggu yang
lalu, dan meningkat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Mengganggu aktifitas pasien.
Pasien mengatakan sering BAK sejak 5 tahun yang lalu. Keluhan sering BAK dirasakan pasien
terutama saat tidur dimalam hari. Setiap malam pasien bisa terbangun lebih dari 2-3 kali untuk
BAK. BAK tidak disertai nyeri dan perubahan warna urin. BAB normal, tidak berdarah dan
berlendir.
Pasien juga sering merasa haus dan banyak minum sejak 5 tahun yang lalu. Dalam sehari
pasien bisa minum hingga 2 liter air. Nafsu makan pasien meningkat sejak 5 tahun yang lalu.
Pasien sering merasa lapar hingga harus memakan nasi lebih dari 3x/hari dengan porsi yang
cukup banyak. Badan sering terasa kesemutan sejak 5 tahun yang lalu sebelum masuk rumah
sakit. awalnya rasa kesemutan dirasakan ditelapak kaki namun makin lama rasa kesemutan
menyebar kebagian tubuh lainnya hingga ke jari dan tangan. Keluhan muncul saat pasien sedang
beristirahat, dan dapat juga muncul saat pasien beraktifitas. Pasien juga mengeluhkan matanya
kabur sejak 5 tahun yang lalu. Pasien sering merasakan keram pada kaki dan tungkai bawah serta
rasa tertusuk-tusuk di jari kaki sejak 5 tahun yang lalu.
Sakit kepala sejak 1 minggu yang lalu dan meningkat 2 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit, rasa sakitnya berdenyut-denyut, disertai kuduk terasa kaku.
54
Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, demam disertai dengan menggigil,
terus-menerus. Mengganggu aktivitas pasien. Untuk menghilangkan demam pasien tidak
mengkonsumsi obat-obatan dan hanya beristirahat.
Batuk meningkat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, berdahak. Dahak berwarna
kekuningan kental sulit dikeluarkan, batuk tidak berdarah. Awalnya batuk berdahak sudah
dirasakan sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien tidak mengkonsumsi
obat-obatan untuk menghilangkan batuknya. Pasien meminum air putih untuk mengurangi rasa
batuknya dan beristirahat.
Sesak nafas bertambah berat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak sudah
dirasakan sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, tidak menciut, tidak dipengaruhi
oleh aktivitas, cuaca, emosi dan makanan. Pasien beristirahat untuk mengurangi rasa sesak,
pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan penghilang sesak nafas.
Sebelumnya pasien pernah didiagnosa TB pada 1 tahun yang lalu. Pasien pernah
mengkonsumsi OAT selama 9 bulan berturut-turut hingga dinyatakan bebas TB. Pasien
menderita DM sejak 5 tahun yang lalu. Pasien pernah berobat di RSUD Solok tapi tidak rutin
kontrol gula darah di poli penyakit dalam. Pasien mendapatkan terapi obat metformin dan
glibenklamid. Pasien juga menderita hipertensi sejak 1 tahun yang lalu. Pasien pernah berobat di
RSUD Solok tapi tidak rutin kontrol di poli penyakit dalam. Pasien mendapatkan terapi obat
amlodipin. Riwayat keluarga menderita hipertensi positif, pada ayah pasien. Riwayat keluarga
menderita penyakit jantung (+) pada saudara laki-laki.
Pada pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 92 x/menit
reguler, napas 22 x/menit, suhu 37,7C. Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan pada perkusi
redup dan auskultasi napas bronkovesikuler, ronki basah halus nyaring ( +/+ ).
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil
Hb : 13,4 g/dl.
Ht : 39,8%
Leukosit : 8.350/mm3
Trombosit : 221.000/mm3
Ureum : 23 mg/dL
Creatinin : 0,52 mg/dL
GDR : 230 mg/dl
55
Pada pemeriksaan penunjang rontgen thorak PA didapatkan hasil
Infiltrat apex lapangan atas paru kiri sebagian superposisi costae. hemidiaphragma licin. Sinus
costofrenikus kiri dan kanan sulit dinilai.
Hasil EKG : Kalibrasi 1 mV, irama sinus rythme, HR 89x/menit, axis normal Lead I (+)
lead aVF (+), gelombang P lebar 0,08 detik, tinggi 0,2 mV, interval PR 0,16 detik, kompleks
QRS 0,04 detik, interval QT 0,36 detik. Kesimpulan EKG: normal sinus rythme. Gula Darah
Puasa : 208 mg/dl. Gula Darah 2 jam Post Prandial : 245 mg/dl
Pasien mendapatkan terapi non farmakologi berupa istirahat dan diet DM IV (1700 kal),
RG II : 600-800mg, boleh ditambah 1/2 sdt garam dapur an RP 40g. Terapi farmakologi berupa
IVFD Nacl 0,9% 12 jam per kolf. Inj Ranitidine 2x5 mg (IV). Inj. Ondansentron 2x4 mg (IV).
Paracetamol 4x500mg (po). Amlodipin tab 1x10 mg (po). Candesartan tab 1x16 mg (po).
Meloxicam 2x7,5 mg (po). Ambroxol syr 15mg/5ml 3x1 C (po). Levemir 1x12 IU(subkutan).
Novarapid 3x12 IU(subkutan).
Pemeriksaan anjuran yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan HbA1c dengan sensitivitas
86% dan spesifisitas 92%, rontgen thorax PA dengan sensitifitas 22% spesifisitas 68%, EKG
dengan sensitifitas 98%, spesitifitas 88%, analisa gas darah dengan sensitifitas 98,7 %
spesifisitas 99 %, spirometri dengan sensitifitas 68 % spesifisitas 98 %,
Pasien pulang pada tanggal 24 April dan mendapatkan obat pulang lantus 1x12 IU dan
avidra 3x12 IU
56
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, W.Aru dkk.2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam III edisi V. Jakarta : Interna
Publishing.
2. Sukandar, E. Infeksi Saluran Kemih. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi V.Jakarta: Internal Publishing. 2009:1008-1014.
3. Sudoyo, W.Aru dkk.2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam I edisi V. Jakarta : Interna
Publishing.
4. Sudoyo, W.Aru dkk.2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam II edisi V. Jakarta : Interna
Publishing.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. 2013
6. Masyikura, Ira. 2011. Brinkopneumonia. Padang : Bagian Ilmu Kesehatan RSUP dr. M.
Djamil Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. 2013
8. Sylvia Price. 2005. Edisi 6 Volume 1 Patofisiologi :Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta :EGC
9. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Ed ke-4. Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta. 2007. h. 25-68,
1596-601, 1725-7 , 1842-4.
10. Houghton RA, Gray D, editor. Chamberlain’s gejala dan tanda dalam kedokteran klinis. Ed
ke-13. Jakarta:PT Indeks; 2010.h.3-45.
11. Davey P. At a glance medicine. Ed ke-1. Erlangga: Jakarta. 2006. h. 4-6,10-8, 138-68.
12. Aaronson PI, Ward JPT. The cardiovascular system at a glance. 3rd ed. Massachusetts:
Blackwell Science; 2007. P. 68-9, 100-2.
57