Anda di halaman 1dari 32

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen
2.1.1 Pengertian Manajemen
Menurut Robbins dan Coulter (2009 : 22) manajemen adalah “Proses
pengkoordinasian dan pengintegrasian kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan
secara efektif dan efisien melalui orang lain”. Ada 2 kata penting yang saling terkait
di sini adalah pengkoordinasian orang lain dan efektif efisien. Pengkoordinasian
orang lain artinya melibatkan orang lain, sedangkan efektif dan efisien untuk
menunjukkan berdaya guna dan berhasil guna. Pengkoordinasian orang lain tidak
berarti kegiatan tidak dapat dilakukan sendiri, hanya saja dalam pertimbangan
efektifitas dan efisiensi, perlu pelibatan orang lain. Lalu untuk dapat tercapai secara
optimal pelibatan tersebut, perlu dikelola atau ada proses atau upaya
pengkoordinasian yang disebut manajemen.
Menurut Dyck dan Neubert (2009:7), manajemen adalah “Proses
perencanaan, pengorganisasian, memimpin, dan mengendalikan sumber daya
manusia dan sumber daya organisasi lainnya agar dapat secara efektif mencapai
tujuan organisasi.”
Menurut Griffin (2004 : 7), manajemen adalah “Suatu rangkaian aktivitas
(termasuk perencanaan dan pengambilan keutusan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya
organisasi (manusia, finansial, fisik, dan informasi) dengan maksud untuk mencapai
tujuan organisasi secara efektif dan efisien.”
Jadi, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan Suatu proses dalam
rangka mencapai tujuan dengan bekerja bersama melalui orang-orang dan sumber
daya organisasi lainnya.

2.1.2 Fungsi Manajemen


Robbins dan Coulter (2009 : 24) menyebutkan bahwa fungsi-fungsi
manajemen adalah:
1. Perencanaan: mencakup pendefinisian tujuan, penetapan strategi, dan
mengembangkan rencana untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan
12

2. Pengorganisasian; adalah menentukan tugas apa saja yang dikerjakan,


siapa yang mengerjakan, bagaimana tugas-tugas dikelompokkan, siapa
melapor kepada siapa, dan pada tingkat mana keputusan harus dibuat.
3. Kepemimpinan; meliputi kegiatan-kegiatan memotivasi bawahan,
mengarahkan, menyeleksi saluran komunikasi yang paling efektif, dan
memecahkan konflik.
4. Pengendalian; meliputi pemantauan kegiatan-kegiatan untuk memastikan
bahwa semua orang mencapai apa yang telah direncanakan dan
mengkoreksi penyimpangan-penyimpangan yang ada.
Keempat fungsi manajemen ini berujung pada tercapainya tujuan-tujuan
dan sasaran-sasaran yang telah dicanangkan bagi organisasi. Manajer harus
sepenuhnya memahami setiap fungsi dasar tersebut, manajer yang efektif
terlatih dalam melaksanakan setiap fungsi dan harus mampu bergerak maju
mundur di antara berbagai fungsi sesuai dengan keadaan, dan harus sering
melaksanakan beberapa fungsi dan aktivitas secara bersamaan. Manajer tidak
boleh hanya efektif dalam salah satu fungsi atau hanya melaksanakan
sebagian fungsi karena semuanya penting. (Griffin, 2004 : 11-12)

2.1.3 Tingkatan manajemen


Menurut Madura, (2007 : 243) menjelaskan ada tiga tingkatan manajemen
dalam organisasi :
1. Manajer lini garis-pertama (first line)/supervisor adalah tingkatan
manajemen paling rendah dalam suatu organisasi yang memimpin dan
mengawasi tenaga-tenaga operasional. Dan mereka tidak membawahi
manajer yang lain. Manajer supervisor biasanya sangat terlibat dengan
para karyawan yang melakukan proses produksi sehari-hari.
2. Manajer menengah (Middle Manager) adalah manajemen menengah
dapat meliputi beberapa tingkatan dalam suatu organisasi. Para manajer
menengah membawahi dan mengarahkan kegiatan-kegiatan para manajer
lainnya kadang-kadang juga karyawan operasional serta memecahkan
masalah dan mencari metode-metode baru dalam meningkatkan kinerja,
serta mengambil keputusan jangka pendek.
13

3. Manajer Puncak (Top Manager) terdiri dari kelompok yang relatif kecil,
manager puncak bertanggung jawab atas manajemen keseluruhan dari
organisasi. Manajer adalah seseorang yang bekerja melalui orang lain
dengan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka guna mencapai
sasaran organisasi serta mengambil keputusan yang berkaitan dalam
jangka panjang.

2.2 Visi dan Misi


Banyak ahli yang memberikan pengertian visi dan misi. Salah satunya adalah
sebagai berikut, Menurut M.Fuad, Christin (2010 : 7), Setiap perusahaan senantiasa
mempunyai cita-cita ideal yang hendak dicapai. Cita-cita tersebut akan diperjuangkan
agar “jati diri” nya jelas, yakni citra nilai dan kepercayaan perusahaan. Citra nilai dan
kepercayaan ideal ini disebut visi perusahaan.
Dengan kata lain, visi merupakan wawasan luas ke masa depan dari
manajemen dan merupakan kondisi ideal yang hendak dicapai oleh perusahaan di
masa yang akan datang. Visi memberikan arah dan ide aktual kepada manajemen
dalam proses pembuatan keputusan, agar setiap tindakan yang akan dilakukan
senantiasa berlandaskan pada visi perusahaan dan memungkinkan untuk
mewujudkannya. Selanjutnya, untuk menghayati visi, diperlukan tatanan atas nilai dan
kepercayaan perusahaan yang bisa menjadi “pernyataan usaha” dari perusahaan,
pernyataan usaha ini disebut Misi perusahaan. Misi bermanfaat untuk memberikan
pedoman kepada manajemen dan memusatkan kegiatannya. Visi, misi, sasaran (goals),
dan tujuan (objectives) mempunyai arti yang berbeda.
 Visi
o Diciptakan melalui pemufakatan / konsensus
o Memberikan pandangan atas sesuatu yang terperbaiki di masa depan
o Mempengaruhi orang- orang untuk menuju ke misi
o Tanpa keterbatasan dimensi waktu
 Misi
o Mengejawantahkan alasan dan keberadaan perusahaan
o Tidak selalu mencerminkan suatu kinerja, kendati ada dasar
pengalokasian sumber daya dan penetapan tujuan
o Tanpa dimensi waktu atau tolak ukur tertentu
14

o Mengejawantahkan kegiatan usaha yang telah dilakukan dan yang


akan diupayakan, baik menyangkut produk, konsumen maupun pasar
sasaran.
Dari karakteristik di atas bisa disimpulkan bahwa misi merupakan
implementasi lebih lanjut dari visi. Eksistensi visi berasal dari pemilik perusahaan,
sedangkan misi diperuntukan manajemen. Visi bersifat abstrak, sedangkan misi
dikaitkan dengan aktivitas serta lebih konkret dan dinamis. Dalam perusahaan, untuk
menuju yang “terbaik”, misi hendaknya tidak dinyatakan terlalu luas agar tetap
dapat menjadi pedoman bagi manajemen dalam memfokuskan aktivitasnya.
Sebaliknya, jika dinyatakan terlalu sempit, perusahaan bersangkutan mungkin bisa
kehilangan peluang untuk berkarya dikemudian hari. Pada umumnya perusahaan
besar memiliki visi dan misi yang dikemukakan secara formal dalam pernyataan-
pernyataan yang singkat tetapi bermakna luas, sloganistik dan terkadang filosofis.

2.3 Strategi
Menurut Chandler yang dikutip dari buku Rangkuti (2009 : 3), strategi
merupakan “Alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan
jangka panjang, program tindak lanjut, serta alokasi sumber daya.”
Menurut pendapat Porter yang dikutip dari buku Rangkuti ( 2009 : 4),
strategi adalah “Alat yang sangat penting untuk mencapai tujuan bersama.” Menurut
Hamel dan Prahalad yang dikutip dari buku Rangkuti (2009 : 4), strategi merupakan
“Tindakan yang bersifat incremental ( senantiasa meningkat) dan terus menerus dan
dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh pelanggan
masa depan.”
Dari semua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan
suatu proses perencanaan yang dilakukan seseorang atau suatu organisasi atau suatu
perusahaan untuk mencapai tujuan dan sasaran jangka panjang yang diinginkan
dengan mempertimbangkan faktor internal dan eksternal sehingga dapat menjadi
lebih baik dari pesaingnya.

2.4 Korelasi Visi, Misi, Strategi dengan Balanced Scorecard


Visi dan misi menyatukan semua nilai yang dimiliki setiap orang dan
kelompok kepentingan sepanjang waktu. Selain itu visi dan misi menegaskan nilai
dan tujuan yang dapat dipahami dan diterima oleh semua pihak di luar perusahaan.
15

Akhirnya visi dan misi menguatkan komitmen perusahaan terhadap kegiatan yang
bertanggungjawab, yang sejalan dengan kebutuhannya untuk mempertahankan dan
melindungi klaim-klaim penting dari orang- orang dalam perusahaan akan suatu
kelangsungan hidup yang tahan lama, tumbuh, dan menguntungkan untuk
perusahaan.

Visi dan strategi diterjemahkan kedalam empat perspektif yang kemudian


oleh masing-masing perspektif visi dan strategi tersebut dinyatakan dalam bentuk
sasaran yang ingin dicapai organisasi, ukuran (measures) dari sasaran, target yang
diharapakan dimasa yang akan datang serta inisiatif-inisiatif atau program yang akan
dilaksanakan untuk memenuhi sasaran-sasaran starategis.
Balanced Scorecard sebagai suatu sistem manajemen yang
mengintegrasikan visi, misi dan strategi kedalam empat perspektif secara seimbang
ditunjukan dalam International Journal of Information Management (2011) pp460–
468 , menurut Chytas et al. dalam gambar dibawah ini.

Gambar 2.1 : Basic design of a Balanced Scorecard Performance System


Sumber : International Journal of Information Management 31 (2011: 460– 468)

2.5 Pengertian Manajemen Strategik


Menurut Heene dan Desmidt (2010:9) manajemen strategik adalah
“Kesatuan proses manajemen pada suatu organisasi yang berulang-ulang dalam
menciptakan nilai serta kemampuan untuk menghantar dan memperluas distribusinya
kepada pemangku kepentingan ataupun pihak lain yang berkepentingan”.
16

Sedangkan menurut David (2009:18) strategi adalah “Sarana bersama


dengan tujuan jangka panjang yang hendak dicapai.”
Namun, menurut Solihin (2009 : 69) strategi tidak didefinisikan hanya
semata-mata sebagai cara untuk mencapai tujuan karena strategi dalam konsep
manajemen strategik mencakup juga penetapan berbagai tujuan itu sendiri (melalui
berbagai keputusan strategik yang dibuat oleh manajemen perusahaan) yang
diharapkan akan menjamin terpeliharanya keunggulan bersaing perusahaan.
Berdasarkan pendapat para ahli, penulis menyimpulkan bahwa manajemen
strategik adalah Kumpulan dari keputusan dalam proses manajemen yang bertujuan
untuk mencapai tujuan dalam suatu organisasi.

2.5.1 Tahap-Tahap Manajemen Strategik


Tahap-tahap manajemen strategik menurut Wheelen dan Hunger (2006:10)
mencakup:
- Environmental Scanning
Suatu kegiatan monitoring, pengevaluasian, serta penyebaran informasi yang
berasal dari lingkungan internal maupun eksternal perusahaan kepada
personel kunci di dalam perusahaan.
- Perumusan Strategi (Strategy Formulation)
Pada tahap ini perusahaan secara berkala mengkaji kembali misi dan tujuan
perusahaan serta merumuskan strategi yang sesuai dengan misi dan tujuan
perusahaan.
- Implementasi Strategi (Strategy Implementation)
Tujuan dan strategi perusahaan yang telah dibuat akan dapat
diimplementasikan dengan baik apabila tujuan dan strategi tersebut
dituangkan kedalam rangkaian kegiatan dalam bentuk program yang
terjadwal dengan jelas serta memperoleh alokasi sumber daya yang memadai
yang telah dituangkan dalam bentuk anggaran (budget) yang akan
mendukung setiap program.
- Evaluasi dan Pengendalian (Evaluation and Control)
Pada tahap evaluasi, perusahaan akan membandingkan kinerja aktual (actual
performance) yang dicapai perusahaan dengan standart kinerja. Hasil
evaluasi dan pengendalian selanjutnya akan menjadi umpan balik (feedback)
bagi perusahaan sehingga memungkinkan perusahaan melakukan perbaikan
17

dalam setiap langkah proses startegic management sejak environmental


scanning sampai tahap evaluation and control.
2.5.2. Manfaat Manajemen Strategis
Adapun manfaat manajemen strategis menurut David (2011:23) adalah
sebagai berikut: “Manfaat utama dari manajemen strategis untuk membantu
organisasi merumuskan strategi-strategi yang lebih baik melalui penggunaan
pendekatan terhadap pilihan strategi yang lebih sistematis, logis dan rasional, dan
komunikasi adalah kunci bagi manajemen strategis yang berhasil.”
Manajemen strategis mampu memberikan berbagai keuntungan untuk
perusahaan, baik keuntungan keuangan maupun yang bukan keuntungan keuangan.
Pada sisi keuangan,manajemen strategis mengarahkan perusahaan dalam melakukan
perbaikan dalam bagian penjualan, dan laba. Pada sisi non keuangan, manajemen
strategis membantu perusahaan dalam meningkatkan produktivitas karyawan,
menyadari ancaman dan peluang bagi perusahaan dan kekuatan serta kelemahan
dalam perusahaan.

2.5.3 Hubungan Manajemen Strategis dengan Balanced Scorecard


Balanced Scorecard merupakan suatu sistem inti dalam manajemen strategis
dalam menerjemahkan dan mengimplementasikan strategi dan tujuan perusahaan.
Dalam manajemen strategis, Balanced Scorecard memiliki peranan dalam
menciptakan dan memilih strategi, menerapkan serta mengevaluasi kinerja. Balanced
Scorecard bukan hanya alat pengukuran kinerja tetapi juga sebagai suatu yang
memberikan petujuk dalam pelaksanaan strategi dan sebagai penilai kinerja
manajemen strategis.

2.6 Pengukuran Kinerja


2.6.1 Kinerja
Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya
tujuan organisasi yang telah ditetapkan perusahaan. Para atasan atau manajer sering
tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah.
Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot
sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan-kesan buruk
organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda peringatan
adanya kinerja yang merosot. Banyak para ahli Indonesia yang mengemukakan arti
18

kinerja itu sendiri, beberapa di antaranya adalah pengertian kinerja menurut


Sulistiyani (2003 : 223), Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan,
usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Sedangkan menurut
Bernardin dan Russel dalam Sulistiyani (2003 : 223-224) menyatakan bahwa kinerja
merupakan hasil kerja seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan
dengan kemungkinan, misalnya standar, target atau sasaran atau kinerja yang telah
ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaan
merupakan hasil keputusan-keputusan manajemen agar dapat mencapai suatu tujuan
secara efektif dan efisien.

2.6.2 Pengertian pengukuran kinerja


Untuk memastikan bahwa sumber (input) yang digunakan sudah efektif dan
efisien dalam rangka mencapai tujuan perusahaan, maka diperlukan pengukuran
kinerja pada perusahaan. Untuk mengukur kinerja, dapat digunakan beberapa ukuran
kinerja. Beberapa ukuran kinerja yang meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja,
pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan mengemukakan pendapat, pengambilan
keputusan, perencanaan kerja dan daerah organisasi kerja. Ukuran prestasi yang lebih
sederhana terdapat tiga kriteria untuk mengukur kinerja, yaitu jumlah yang harus
dikerjakan, kedua kualitas kerja, yaitu mutu yang dihasilkan dan ketiga, ketepatan
waktu, yaitu kesesuaiannya dengan waktu yang telah ditetapkan.
Menurut Anderson dan Clancy (Yuswono, 2005 : 21), pengukuran kinerja
adalah :
“ feedback from accountant to management that provides information about
how well the actions represent the plans; it also identifies where managers may need
to make corrections or adjustments in future planning and controlling activities.”
Dalam situasi yang normal semestinya performance driver yang jitu akan
menghasilkan outcomes measures terbaik. Sementara itu, Anthony, Banker, Kaplan
dan Young (Yuswono, 2005 : 23) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai : “ the
activity of measuring the performance of an activity or the entire of value chain.”
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja
adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai
nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digabungkan
sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan
19

suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian


atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.

2.6.3 Manfaat Pengukuran Kinerja


Menurut Lynch dan Cross (Yuswono, 2005 : 29), manfaat sistem
pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai berikut :
a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa
perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam
organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan ;
b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata
rantai pelanggan dan pemasok internal;
c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste)
d. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih
konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi;
e. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi
“reward” atas perilaku yang diharapkan tersebut

2.7 Balanced Scorecard


2.7.1 Pengertian Balanced Scorecard
Pada awalnya, Balanced Scorecard diciptakan untuk mengatasi problem
tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang hanya berfokus pada
perspektif keuangan saja dan cenderung mengabaikan perspektif non-keuangan.
Menurut Kaplan dan Norton (2000 : 8), menyimpulkan bahwa hasil studinya tersebut
untuk mengukur kinerja eksekutif di masa depan diperlukan ukuran komprehensif
yang mencakup empat perspektif yaitu perspektif keuangan, pelanggan/ konsumen,
proses internal bisnis, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Balanced Scorecard terdiri atas dua kata yaitu balanced dan scorecard.
Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah kartu skor yang akan digunakan
untuk merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang akan datang, sedangkan
balanced berarti berimbang, maksudnya adalah untuk mengukur kinerja seseorang
diukur secara berimbang dari dua perspektif yaitu keuangan dan non-keuangan,
jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2005 : 311). Di
samping itu, Mulyadi juga mengemukakan bahwa Balanced Scorecard merupakan
20

sistem manajemen strategik atau lebih tepat dinamakan “Strategic based


responsibility accounting system” yang menjabarkan misi dan strategi suatu
organisasi ke dalam tujuan operasional dan tolak ukur kinerja perusahaan tersebut.
Jadi, berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh Mulyadi, kita dapat
menyimpulkan bahwa balanced scorecard merupakan alat untuk mengukur kinerja
yang ditujukan untuk menentukan strategi yang memperhatikan aspek finansial dan
non-finansial yang melibatkan pihak internal maupun non-internal demi mencapai
tujuan perusahaan.

2.7.2 Sejarah Balanced Scorecard


Pada awalnya, Balanced Scorecard diciptakan untuk mengatasi masalah
tentang sistem pengukuran kinerja eksekutif yang berfokus pada aspek keuangan.
Selanjutnya, balanced scorecard mengalami perkembangan dalam implementasinya;
tidak hanya sebagai alat pengukur kinerja eksekutif, namun mulai berkembang
sebagai pendekatan dalam penyusunan rencana strategik manajemen. (Mulyadi, 2005
: 313)
Menurut Mulyadi (2005 : 314), telah terjadi perubahan yang signifikan pada
konsep dan implementasi dari Balanced Scorecard semenjak pertama kali
diperkenalkan oleh Robert S.Kaplan dan David P.Norton pada tahun 1992 di
Amerika Serikat. Sebelum tahun 1990-an, kinerja eksekutif hanya diukur dari
perspektif keuangan. Akibatnya, fokus perhatian dan usaha dari para eksekutif lebih
dicurahkan untuk mewujudkan kinerja dalam bidang keuangan; sehingga terdapat
kecenderungan bahwa para eksekutif mengabaikan kinerja dari bagian non-
keuangan. Kinerja non-keuangan tersebut misalnya seperti kepuasan konsumen,
produktivitas kerja, dan proses cost-effectiveness yang digunakan untuk
menghasilkan produk maupun jasa yang ada, serta pemberdayaan komitmen
karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi konsumen.
Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, yang merupakan bagian riset
kantor akuntan publik KPMG di Amerika Serikat yang dipimpin oleh David
P.Norton, mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa
Depan.” Studi ini didukung oleh kesadaran bahwa pada saat itu ukuran dari kinerja
keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif
tidak lagi dirasai memadai. Pada tahun 1992, Robert S.Kaplan dan David P.Norton
mulai mempublikasikan kartu skor berimbang melalui rangkaian artikel-artikel jurnal
21

dan buku TheBalanced Scorecard pada tahun 1996. Sejak diperkenalkan konsep
aslinya, Balanced Scorecard telah menjadi lahan subur untuk pengembangan teori
dan penelitian, dan banyak praktisi yang telah menyimpang dari artikel asli Kaplan
dan Norton. Kaplan dan Norton sendiri melakukan tinjauan ulang terhadap konsep
ini satu dasawarsa kemudian berdasarkan pengalaman penerapan yang mereka
lakukan.
Dengan memperluas ukuran kinerja eksekutif ke kinerja non-keuangan,
ukuran kinerja eksekutif menjadi komprehensif. Balanced Scorecard telah
memperluas ukuran kinerja eksekutif menjadi penjabaran empat perspektif :
keuangan, customers, proses bisnis interns, serta pembelajaran dan pertumbuhan.

2.7.3 Alasan Dasar Memilih Balanced Scorecard


Menurut Gaspersz (2011 : 6) beberapa alasan dasar mengapa organisasi
memilih Balanced Scorecard adalah:
 Karena mampu mengidentifikasi kekuatan dan kesempatan untuk perbaikan
dari berbagai area dalam organisasi.
 Memberi kerangka kerja untuk peningkatan menuju keunggulan kinerja
melalui memberikan kebebasan kepada manajemen untuk melaksanakan
strategi bisnis mandiri dan program peningkatan keunggulan kinerja.

 Merupakan kerangka kerja manajemen terintegrasi, mencakup semua faktor


yang mendefinisikan organisasi, proses operasional dan hasil kinerja yang
jelas dan terukur.

 Karena berfokus pada persyaratan untuk mencapai keunggulan kinerja, bukan


sekedar aplikasi prosedur, alat atau teknik-teknik.

 Dapat mudah beradaptasi dengan lingkungan bisnis, dapat diterapkan dalam


organisasi besar maupun kecil.

 Telah terbukti merupakan praktek manajemen global yang valid untuk


meningkatkan keunggulan kinerja organisasi.
Menurut Luis dan Biromo (2010:48) dibandingkan metode lain, Balanced
Scorecard memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut:
22

1. Balanced Scorecard (BSC) dapat berfungsi sebagai alat ukur untuk


mengkomunikasikan strategi di antara para stakeholders dari sebuah
organisasi. Dengan menggunakan BSC, para stakeholders dapat
melakukan review terhadap strategi dan pencapaiannya dengan
menggunakan bahasa yang sama. (Dengan itu mereka dapat mengatasi
hambatan pada visi.)
2. Balanced Scorecard memungkinkan organisasi untuk memetakan semua
faktor utama yang ada dalam organisasi tersebut, baik yang berbentuk
benda fisik (tangible) maupun benda non fisik (intangible). Sementara
konsep perencanaan strategi lain pada umumnya hanya terbatas pada hal-
hal yang bersifat tangible. (Dengan demikian mereka dapat mengatasi
hambatan pada manajemen).

3. Balanced Scorecard dapat mengaitkan strategi dengan kinerja organisasi


(performance). Dan proses pelaksanaan itu dapat dipantau tingkat
pencapaiannya dengan menggunakan Key Performance Indicators yang
biasa disingkat menjadi KPI. Hal ini menunjukkan bahwa BSC tidak
hanya membantu organisasi dalam menyusun strategi, tetapi juga
memonitor pencapaian strategi tersebut. (dengan demikian mereka dapat
mengatasi hambatan pada pelaku dan manajemen).

4. Balanced Scorecard memiliki konsep sebab-akibat. Dengan demikian


para pelaku strategi mendapat gambaran dan menjadi jelas bahwa bila
strategi yang berada dalam tanggung jawab mereka dapat tercapai
dengan sukses, hal itu akan membuahkan hasil tertentu dan akan terkait
dengan strategi lainnya. Sebaliknya bila tak tercapai, hal itu pada
gilirannya akan mempengaruhi pencapaian strategi lainnya. Hubungan
sebab akibat ini secara tidak langsung dapat menguatkan kerja sama
dalam organisasi dan mendorong mereka untuk berada dalam satu payung
yang sama dalam rangka mencapai tujuan organisasi. (dengan demikian
mereka dapat mengatasi hambatan pada pelaku dan manajemen).

5. Balanced Scorecard dapat membantu proses penyusunan anggaran. Dari


BSC kita dapat mengetahui kegiatan apa saja yang harus dilakukan
organisasi guna mencapai target-targetnya yang meliputi aktivitas sehari-
23

hari samapi dengan proyek-proyek khusus. Kemudian bagi kegiatan-


kegiatan itu dapat dihitung keperluan dananya dan dimasukkan dalam
anggaran. (dengan demikian mereka dapat mengatasi hambatan pada
sumber daya manusia dan manajemen).
2.7.4 Konsep Balanced Scorecard
Konsep Balanced Scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan
implementasi konsep dari yang telah ada. Secara harafiah, Balanced Scorecard terdiri
dari dua kata : (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Kartu skor
adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor dari hasil kinerja seseorang. Kartu
skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh
personel di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel
di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja yang sesungguhnya. Hasil
perbandingan ini kemudian digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja
personel yang bersangkutan. (Mulyadi, 2005 : 312)
Sedangkan kata berimbang dimaksud untuk menunjukkan bahwa kinerja
personel diukur secara berimbang dari dua aspek; keuangan dan non keuangan,
jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh karena itu, jika kartu
skor personel tersebut digunakan untuk merencakan skor yang hendak diwujudkan di
masa depan, personel tersebut kemudian harus memperhitungkan keseimbangan
antara pencapaian kinerja keuangan dan non keuangan, antara kinerja jangka pendek
dan kinerja jangka panjang, serta antara kinerja yang bersifat intern dan kinerja yang
bersifat ekstern.
Balanced Scorecard melengkap seperangkat ukuran finansial kerja masa
lalu dengan ukuran pendorong (drivers) kinerja masa depan. Tujuan dan ukuran
scorecard diturunkan dari visi dan strategi. Tujuan dan ukuran memandang kinerja
perusahaan dari empat perspektif, yaitu : finansial, pelanggan, proses bisnis internal,
serta pembelajaran dan penumbuhan.
Mengacu pada tulisan Gasperz (2011 : 9-11), perusahaan menggunakan
fokus pengukuran balanced scorecard untuk menghasilkan proses manajemen seperti
:
1. Memperjelas dan menejermahkan visi dan strategi
Menentukan ukuran kinerja, visi dan organisasi dijabarkan dalam tujuan dan
sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh
perusahaan dimasa datang. Tujuan juga menjadi salah satu landasan bagi
24

perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan


strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan dalam sasaran strategik dengan
ukuran pencapaiannya.

2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis


Balanced Scorecard memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang
dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para
pemegang saham dan konsumen, karena tujuan tersebut dibutuhkanlah kinerja
yang baik.
3. Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif
strategis
Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana
bisnis dan rencana keuangan mereka. Balanced Scorecard sebagai dasar
untuk mengalokasikan sumber daya mengatur mana yang lebih penting untuk
diprioritaskan, akan menggerakkan ke arah tujuan jangka perusahaan secara
menyeluruh.
4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis
Proses keempat ini akan memberikan strategic learning kepada perusahaan.
Dengan Balanced Scorecard sebagai sistem pusat perusahaan, maka
perusahaan melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan
perusahaan dalam jangka pendek.
25

Gambar 2.2 Kerangka Kerja Tindakan Strategis pada Balanced Scorecard


Sumber : Kaplan dan Norton. 2000. Balanced Scorecard : Menerapkan strategi
menjadi aksi.

Balanced Scorecard menekankan bahwa semua ukuran finansial dan non-


finansial harus menjadi bagian sistem informasi untuk para pekerja di semua tingkat
perusahaan. Balanced Scorecard menyatakan adanya keseimbangan antara berbagai
ukuran eksternal pemegang saham dan pelanggan, dengan berbagai ukuran internal
proses bisnis penting, inovasi serta pembelajaran dan pertumbuhan. Keseimbangan
juga dinyatakan antara semua ukuran hasil apa yang dicapai perusahaan di masa lalu
dengan semua ukuran faktor pendorong kinerja masa depan perusahaan. Dan
scorecard juga menyatakan keseimbangan antara semua ukuran hasil yang objektif
dan mudah dikuantifikasi dengan faktor penggerak kinerja berbagai ukuran hasil
yang subjektif dan berdasarkan pertimbangan sendiri (Kaplan & Norton, 2000 :14).
Menurut Kaplan (Kaplan, 2000:15) “if you can measure it you can manage
it”, pendapat ini menjadi dasar pemikiran untuk melakukan pengukuran terhadap
semua aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan baik aktivitas yang dapat diukur
secara kualitatif maupun kuantitatif. Pengukuran terhadap empat perspektif tersebut
adalah :
1. Perspektif Finansial
Menurut Kaplan (2000 : 16), pada saat perusahaan melakukan pengukuran
secara finansial, maka hal yang pertama yang harus dilakukan adalah
mendeteksi keberadaan industri yang dimilikinya. Kaplan menggolongkan
tiga tahap perkembangan industri yaitu : growth, sustain and harvest.
Dari tahap-tahap perkembangan industri tersebut akan diperlukan strategi-
strategi yang berbeda-beda. Dalam perspektif finansial, terdapat tiga aspek
dari strategi yang dilakukan suatu perusahaan; (1) pertumbuhan pendapatan
dan kombinasi pendapatan yang dimiliki oleh suatu organisasi bisnis, (2)
penurunan biaya dan peningkatan produktivitas, (3) penggunaan aset yang
optimal dan strategi investasi.
Gaspersz (2011: 42) mengatakan pemahaman terhadap perspektif finansial
dalam Balanced Scorecard sangat penting karena keberlangsungan suatu unit
bisnis strategik bergantung pada posisi dan kekuatan finansial. Berbagai
26

rasio finansial dapat diterapkan dengan melakukan pengukuran strategik


untuk perspektif ini.
Untuk melakukan suatu pengukuran strategik terutama di perspektif finansial,
maka perlu melakukan pengukuran dengan rasio - rasio finansial. Rasio
finansial yang baik memampukan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan dan menunjukan bahwa perusahaan mampu membayar utang.
Tolak ukur keuangan memang sangat penting untuk perusahaan tetapi harus
didukung oleh perspektif non keuangan lainnya. Berikut ini adalah beberapa
rasio financial menurut David (2011) yaitu rasio likuiditas, rasio leverage,
rasio aktivitas dan rasio profitabilitas beserta rumusnya

Tabel 2.1 Rasio- rasio dalam pengukuran perspektif keuangan

Rasio Cara Menghitung Apa Yang Diukur

Sejauh mana sebuah


perusahaan mampu

Rasio Likuiditas memenuhi kewajiban-

Rasio Lancar kewajiban jangka


pendeknya.

Sejauh mana sebuah


perusahaan mampu
memenuhi kewajiban-

Rasio Cepat kewajiban jangka


pendeknya tanpa
bergantung pada
penjualan persediaan.
Rasio Leverage
Presentase total dana
Rasio Utang
yang disediakan oleh
terhadap Aset
kreditor.

Rasio Utang
Presentase total dana
terhadap Ekuitas
yang disediakan oleh
27

kreditor dan pemegang


saham.

Keseimbangan antara
utang dan ekuitas di
Rasio Utang
dalam struktur kapital
Jangka Panjang
jangka panjang
terhadap Ekuitas
perusahaan.

Sejauh mana laba


berkurang tanpa membuat
Rasio Kelipatan
perusahaan tidak mampu
Bunga yang
melunasi biaya bunga
dapat dibayarkan
tahunannya.
Rasio Aktivitas

Perputaran Apakah perusahaan


Persediaan memiliki stok persediaan
yang terlalu banyak dan
apakah perusahaan lambat
menjual persediaannya
dibandingkan rata-rata
industry.

Produktivitas penjualan
Perputaran Aset serta penggunaan pabrik
Tetap dan perlengkapan.

Apakah perusahaan
menghasilkan volume
Perputaran Total
bisnis yang memadai
Aset
untuk besar investasi
asetnya.
28

Rata-rata lamanya waktu


yang dibutuhkan
perusahaan untuk
Perputaran menagih penjualan
Piutang Usaha kreditnya.

Rata-rata lamanya waktu


yang dibutuhkan
perusahaan untuk
Waktu Penagihan menagih penjualan
Rata-Rata kreditnya (dalam hari).

Rasio
Profitabilitas
Total margin yang
Margin Laba tersedia untuk menutupi
Kotor beban operasi dan
menghasilkan laba.

Margin laba
Operasi Profitabilitas tanpa
memperhitungkan pajak
dan bunga.

Margin laba Laba setelah pajak per

bersih penjualan.

Pengembalian Laba setelah pajak per

atas Total dolar aset; rasio ini

Aset(ROA) disebut juga rasio


29

pengembalian atas
investasi (ROI).

Pengembalian Laba setelah pajak per


Atas Ekuitas dolar investasi pemegang
Pemegang saham di perusahaan.
Saham (ROE)

Laba yang tersedia bagi


Lembar per
pemilik saham biasa.
saham (EPS)

Daya tarik perusahaan di

Rasio Harga pasar ekuitas.

Laba
Sumber : David, (2011)

Dalam International Journal of Electronic Business Management vol 9,


no.3 (2011), menjelaskan dalam perspektif keuangan menurut Hoque dan James
mensugestikan bahwa pengukuran dari perspektif keuangan adalah dari operating
income, sales growth, and ROI ( Return On Investment), dan menurut Martz ,et all
pengukuran dalam perspektif keuangan adalah Profit Margin, Revenue Growth, Cash
flow, Net Operating Income, ROI, Revenue per employee, profit per employee, stock
price/market capitalisation,Econonomic Value Added (EVA), Earning Per Share
(EPS), dan Sales Growth in common equity.

Tabel 2.2 Kriteria Baik Perspektif keuangan


Perspektif Keuangan Kriteria Baik
Rasio Profitabilitas
Rasio meningkat untuk mendapatkan
labadari setiap penjualan yang
dilakukan.

Rasio Likuiditas Rasio meningkat ketika memenuhi


kewajiban jangka pendeknya,
30

makaperusahaan itu dapat disebut


likuid.

Rasio Leverage Rasio menurun dalam mengukur tingkat


penggunaan hutang sebagai sumber
pembiayaan aktiva perusahaan dan
untuk penanaman modal yang diperoleh
dari para kreditur perusahaan.

Rasio Aktivitas Semakin tinggi rasio ini


menunjukkan bahwa semakin efisien
dana yang tertanam di perusahaan.

Sumber : Kasmir (2006)


2. Perspektif Customer
Perspektif customer dalam Balanced Scorecard mengidentifikasikan
bagaimana kondisi customer mereka dan segmen pasar yang dipilih oleh
perusahaan untuk bersaingan dengan kompetitor mereka. Segmen yang telah
mereka pilih ini mencerminkan keberadaan customer tersebut sebagai sumber
pendapatan mereka.
Dalam perspektif ini, pengukuran dilakukan dengan lima aspek utama
(Kaplan, 2000:67 ); yaitu :
a. Pengukuran kinerja pangsa pasar : Pengukuran terhadap besarnya pangsa
pasar perusahaan mencerminkan proporsi bisnis dalam satu area bisnis
tertentu yang diungkapkan dalam bentuk uang, jumlah customer, atau unit
volume yang terjual atas setiap unit produk yang terjual.
b. Customer retention : pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui
besarnya persentase pertumbuhan bisnis dengan jumlah customer yang
saat ini dimiliki oleh perusahaan.
c. Customer acquisition : Pengukuran dapat dilakukan melalui persentase
jumlah penambahan customer baru dan perbandingan total penjualan
dengan jumlah customer baru yang ada.
d. Customer satisfaction : Pengukuran terhadap tingkat kepuasan pelanggan
ini dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik diantaranya adalah :
31

survei melalui surat (pos), interview melalui telepon, atau personal


interview.
e. Customer profitability : pengukuran terhadap customer profitability dapat
dilakukan dengan teknik Activity Based-Costing (ABC).
Oleh karena aspek tersebut masih bersifat terbatas, maka perlu dilakukan
pengukuran –pengukuran yang lain yaitu pengukuran terhadap semua aktivitas
yang mencerminkan nilai tambah bagi customer yang berada pada pangsa pasar
perusahaan. Pengukuran tersebut dapat berupa : atribut produk atau jasa yang
diberikan kepada customer (seperti : pengalaman membeli dan hubungan
personal), image dan reputasi produk atau jasa di mata customer.

Gambar 2.3 Perspektif Pelanggan Tolak Ukur Utama


Sumber : Kaplan dan Norton, 2000. “BSC : Menerapkan strategi menjadi aksi.”

3. Proses Bisnis Internal


Menurut Gasperz (2011 : 62) dalam perspektif ini, perusahaan melakukan
pengukuran terhadap semua aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan baik
manajer maupun karyawan untuk menciptakan suatu produk yang dapat
memberikan kepuasan tertentu bagi customer dan juga para pemegang saham.
Dalam hal ini perusahaan berfokus pada tiga proses bisnis utama : proses inovasi,
proses operasi dan proses pasca penjualan.
a. Proses inovasi : Dalam proses pengciptaan nilai tambah bagi customer, proses
inovasi merupakan salah satu kritikal proses, dimana efisiensi dan efektivitas
serta ketepatan waktu dari proses inovasi ini akan mendorong terjadinya
efisiensi biaya pada proses pengciptaan nilai tambah bagi customer. Secara
32

garis besar proses inovasi dapat dibagi menjadi dua yaitu : (1) pengukuran
terhadap proses inovasi yang bersifat penelitian dasar dan terapan, (2)
Pengukuran terhadap proses pengembangan produk.
b. Proses operasi : Pada proses operasi yang dilakukan oleh masing-masing
organisasi bisnis, lebih menitik beratkan pada efisiensi proses, konsistensi
dan ketepatan waktu dari barang dan jasa yang diberikan kepada customer.

Gambar 2.4 Perspektif Proses Bisnis Internal


Sumber : Kaplan, Norton, 2000. “Balanced Scorecard : Menerapkan strategi menjadi

aksi.”

4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran


Perspektif yang terakhir dalam Balanced Scorecard adalah perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran. Kaplan (Kaplan, 2000) mengungkapkan betapa
pentingnya suatu organisasi bisnis untuk terus memperhatikan karyawannya,
memantau kesejahteraan karyawan dan meningkatkan pengetahuan karyawan
karena dengan meningkatnya tingkat pengetahuan karyawan akan meningkatkan
pula kemampuan karyawan untuk berpartisipasi dalam pencapaian hasil ketiga
perspektif di atas dan tujuan perusahaan.
Menurut Moeheriono (2012:92) “Perspektif Learning and Growth
(prosespembelajaran dan pertumbuhan) menggambarkan kemampuan organisasi
untuk melakukan perbaikan dan perubahan dengan memanfaatkan sumber daya
internal organisasi. Perspektif ini menyediakan apa yang diperlukan untuk
mencapai ketiga perspektif lainnya.”
Mengacu pada tulisan Luis dan Biromo (2007 : 37), yang dapat diukur
dalam perspektif ini adalah:
- Kompetensi karyawan, suatu kemampuan yang wajib dimiliki oleh seorang
karyawan agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik, atau dengan kata
lain kompetensi merupakan karakteristik individu yang mendasari kinerja
33

atau perilaku di tempat kerja yang dapat dipengaruhi oleh pengetahuan,


ketrampilan, dan sikap.
- Daya dukung teknologi, dukungan dari perusahaan dalam menyediakan
teknologi serta peralatan yang berguna untuk menunjang dan meningkatkan
kinerja karyawan.

- Komitmen karyawan, yaitu kesediaan para karyawan untuk berusaha


bekerja sebaik mungkin demi kepentingan perusahaan.
Ketiga hal tersebut merupakan faktor pendorong kepuasan karyawan dalam
bekerja. Ini jelas penting, karena karyawan yang terpuaskan akan dapat
meningkatkan produktivitas mereka. Learning and growth; berbagai prioritas untuk
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perubahan,inovasi,dan pertumbuhan
secara organisasional. Proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari
faktor sumber daya manusia, sistem, dan prosedur organisasi.Termasuk dalam
perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan
dengan perbaikan individu dan organisasi.

Hasil

Retensi Kepuasan Produktivitas


Pekerja Pekerja Pekerja

Retensi Retensi Retensi


Pekerja Pekerja Pekerja

Gambar 2.5 Perspektif Pembelajaran & Pertumbuhan


Sumber : Yuwono (2007:40)

2.7.5 Hubungan antar perspektif


Berdasarkan empat perspektif yang telah disebutkan di atas, setiap
perspektif mempunyai satu hubungan dengan yang lainnya yang penjabarannya
merupakan suatu strategic objectivesyang menyeluruh dan saling berhubungan. Dari
hubungan antara ke empat perspektif tersebut terdapat konsep hubungan sebab akibat
yang memegang peranan penting dalam Balanced Scorecard, terutama dalam
34

penjabaran tujuan dan pengukuran masing-masing perspektif. Adapun hubungan


antar keempat perspektif dijabarkan sebagai berikut :

Gambar 2.6 Hubungan antar Perspektif


Sumber : Mulyadi.2007. Sistem perencanaan dan pengendalian manajemen

Pada awalnya hubungan antar perspektif tersebut dimulai dari perspektif


pembelajaran dan pertumbuhan, dimana perusahaan mempunyai suatu strategi untuk
meningkatkan produktivitas dan komitmen. Dengan adanya peningkatan
produktivitas dan komitmen dari personel, maka kualitas proses pelayanan pelanggan
akan meningkat, personel dapat menjalan teknologi mutakhir (state of art
technology), serta dapat menjalankan proses layanan pelanggan yang terintegrasi,
yang terdapat di perspektif proses bisnis internal. Adanya tiga sasaran strategik yang
terdapat di proses bisnis internal, yaitu meningkatkan kualitas proses layanan
pelanggan, state of art technology, dan terintegrasikannya proses layanan pelanggan,
maka hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap jasa yang
dihasilkan perusahaan, akan meningkatkan kecepatan layanan dan akan
meningkatkan pula kualitas hubungan antar perusahaan, yang terlihat di perspektif
pelanggan. Dengan meningkatnya kepercayaan dari pelanggan, maka tidak menutup
kemungkinan pelanggan menjadi repeat buyersdan akan memberi tahu rekannya atas
kepuasan yang diperolehnya dari jasa perusahaan tersebut, sehingga diharapkan akan
35

menambah pelanggan baru. Kemudian adanya kecepatan layanan dan peningkatan


kualitas hubungan perusahaan dengan pelanggan, akan mengurangi biaya untuk
melayani pelanggan. Hal ini akan berpengaruh terhadap perspektif keuangan yang
ditunjukkan dengan adanya peningkatan pendapatan penjualan dan berkurangnya
biaya, akhirnya mengakibatkan pertumbuhan Return on Investment (ROI).

2.7.6 Tahap-Tahap Manajemen Strategik Berbasis Balanced Scorecard

Menurut Mulyadi (2005 : 411), dalam perencanaan strategi jangka panjang,


manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard terdiri dari enam tahap :
perumusan strategi, perencanaan strategik, penyusunan program, penyusunan
anggaran, pengimplementasian, dan pemantauan. Adapun fungsi setiap tahap sebagai
berikut :

1. Tahap perumusan strategi berfungsi sebagai alat untuk trendwatching, SWOT


Analysis, envisioning dan pemilihan strategi. Perumusan strategi akan
menghasilkan misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar dan strategi
berdasarkan hasil trendwatching dan analisis SWOT.
2. Tahap perencanaan strategik berfungsi sebagai alat penerjemah misi, visi,
tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar dan strategi untuk menghasilkan sasaran
dan inisiatif strategik dengan empat atribut : komprehensif, koheren, terukur,
dan berimbang.
3. Tahap penyusunan program berfungsi sebagai alat untuk menjabarkan
inisiatif strategik ke dalam program, mengevaluasi ketercapaian sasaran
strategik, mengevaluasi efektivitas inisiatif strategik dalam mewujudkan
sasaran strategik dan mengalokasi sumber daya jangka panjang.
4. Tahap penyusunan anggaran merupakan proses penyusunan rencana laba
jangka pendek. Dalam penyusunan anggaran dijabarkan program tertentu ke
dalam rencana kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahun anggaran.
5. Tahap pengimplementasian ini, manajemen dan karyawan melaksanakan
rencana yang tercantum dalam anggaran ke dalam kegiatan nyata.
6. Tahap pemantauan berfungsi sebagai pemantauan pelaksanaan anggaran,
program dan inisiatif strategik apakah pelaksanaan tersebut memberikan
umpan balik seperti seberapa jauh target tercapai, sasaran strategik telah
terwujudkan, tujuan dan visi organisasi dapat dicapai.
36

Gambar 2.7 Tahap- tahap Manajemen Strategik berbasis Balanced Scorecard


Sumber : Mulyadi. 2007. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Edisi
ke-3

2.7.7 Keunggulan Balanced Scorecard


Menurut Mulyadi (2005 : 582), keunggulan pendekatan Balanced Scorecard
dalam sistem perencanaan strategis adalah mampu menghasilkan rencana strategis
yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Komprehensif
Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan
strategik, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan,
meluas ketiga perspektif yang lain, yaitu customers, proses bisnis internal,
serta pembelajaran dan pertumbuhan.
2. Koheren
Balanced Scorecard mewajibkan personal untuk membangun hubungan
sebab akibat diantara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam
perencanaan strategik.
3. Seimbang
Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan
strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan jangka panjang.
37

4. Terukur
Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan
strategik menghasilkan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang
dihasilkan oleh sistem tersebut.
Dengan demikian, Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen
pengukuran dan pengendalian secara cepat dan komprehensif dapat memberikan
pemahaman kepada manajemen tentang kinerja bisnis. Penilaian kinerja tersebut
memandang unit bisnis dari empat perspektif,yaitu perspektif keuangan, pelanggan,
proses bisnis dalam perusahaan, serta proses pembelajaran da pertumbuhan.

2.7.8 Perbedaan antara Perusahaan berbasis Penilaian kinerja Tradisional


dengan Perusahaan berbasis Balanced Scorecard
Menurut Mulyadi (2005 : 416), ada empat perbedaan mendasar antara manajemen
strategik tradisional dengan manajemen strategik berbasis balanced scorecard : orientasi,
tahapan , lingkungan dan koheren.
1. Orientasi
Manajemen strategik tradisional tidak berfokus pada customer. Hal ini akan
menyebabkan strategi perusahaan tidak mampu memantau perubahan kebutuhan
customer, karena semua stakeholders dipandang sama pentingnya bagi perusahaan.
Dalam manajemen strategik tradisional, perusahaan terpacu oleh pesaing, bukan
customer, sehingga langkah-langkah yang ditempuh lebih untuk mengalahkan pesaing,
bukan untuk memuaskan kebutuhan customer.
Manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard lebih berorientasi ke customer.
Strategi perusahaan berbasis balanced scorecard ini dipacu oleh usaha untuk
menghasilkan value terbaik untuk customer, sehingga menuntut manajemen untuk
mencari inisiatif strategik yang mampu menghasilkan value terbaik untuk memuaskan
kebutuhan konsumen, kemudian menjabarkan inisiatif tersebut ke dalam langkah-
langkah taktikal dan operasional.

2. Tahapan
Manajemen strategik tradisional terdiri dari empat tahap, yaitu : perencanaan
strategik, penyusunan program, penyusunan anggaran dan pengimplementasian,
sedangkan manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard terdiri dari enam tahap
38

yaitu : perumusan strategik, perencanaan strategik, penyusunan program, penyusunan


anggaran, pengimplementasian dan pemantauan. Tahapan-tahapan tersebut bertujuan
untuk menghasilkan kinerja perusahaan yang sesuai dengan visi, misi dan strategi
perusahaan.
3. Lingkup
Manajemen strategik tradisional mencakup lingkup yang sempit yaitu : hanya
berfokus pada perspektif keuangan. Di lain pihak, manajemen strategik berbasis
Balanced Scorecard mencakup lingkup yang lebih luas dengan menggunakan empat
perspektif yaitu keuangan, pelanggan, bisnis internal serta pembelajaran dan
pertumbuhan.
4. Koherensi
Dalam manajemen strategik tradisional, koherensi keluaran yang dihasilkan oleh
tahap perencaan strategik, penyusunan program dan penyusunan anggaran tidak
dianggap penting. Sebagai akibatnya, perencanaan strategik hanya menghasilkan daftar
sasaran-sasaran strategik dan diantara sasaran strategik yang satu dengan strategik lain
tidak dibangun hubungan sebab-akibat. Bahkan diantara misi, visi, tujuan, keyakinan
dasar, nilai dasar dan strategi perusahaan tidak dibangun keterkaitan erat dengan sasaran
strategi dan inisiatif strategik. Berbeda dengan manajemen strategik berbasis Balanced
Scorecard yang memandang penting seluruh hal tersebut.

Tabel 2.3 Perbedaaan penilaian kinerja Tradisional dan Balanced Scorecard


Manajemen Strategik Manajemen Strategik Berbasis
Tradisional Balanced Scorecard
Hanya berfokus pada Mencakup perspektif yang komprehensif:
perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal,
keuangan pembelajaran dan pertumbuhan
Tidak Koheren Koheren
Terukur
Berimbang
Sumber : Mulyadi, 2005. Sistem terpadu pengelolaan kinerja personel berbasis Balanced
Scorecard

Pengukuran kinerja dengan metode tradisional yang hanya menitik beratkan


pengukuran kinerja hanya pada perspektif keuangan akan menyulitkan perusahaan
untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi pada kinerja perusahaan dan perusahaan
39

akan sulit untuk mengetahui seberapa efektif penerapan strategi yang telah dilakukan
perusahaan selama ini. Yuswono (2005 : 29), secara spesifik telah menyatakan bahwa
pengukuran kinerja perusahaan haruslah tidak jauh dari atribut tolak ukur kinerja
yang baik.

Gambar 2.8 Atribut Tolak Ukur Kinerja yang Baik


Sumber : Sony Yuswono. 2005. Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard.

2.8 KPI (Key Performance Indicators)


Menurut David Parmenter (2007), “KPI merupakan seperangkat ukuran yang
fokus terhadap aspek kinerja organisasi yang paling kritis bagi kesuksesan organisasi saat
ini maupun dimasa mendatang.” KPI diukur dalam waktu harian ataupun mingguan. Jika
sebuah ukuran dapat diukur secara bulanan atau lebih lama maka ukuran tersebut bukan
merupakan kunci keberhasilan bisnis. KPI berorientasi kepada ukuran saat ini dan masa
depan, bukan ukuran masa lalu. David menekankan bahwa sangat penting untuk
melakukan pengukuran KPI secara tepat waktu karena ukuran harian memerlukan respon
40

tindakan secepat mungkin, terlambat beberapa hari saja keputusan yang tepat tidak dapat
dilakukan. David (2007) menyatakan bahwa KPI yang khususnya dilakukan dalam
penelitian dapat dibantu dengan mengetahui tujuh karakteristik KPI, yaitu :
1. Ukuran non-finansial tidak dapat dinyatakan dalam mata uang seperti Rupiah,
Euro, Yen, Pound, dll.
2. Frekuensi pengukuran yang sering misalnya 24 jam sehari, 7 hari sepekan,
harian atau mingguan.
3. Dilaksanakan oleh CEO (Chief Executive Officer) dan tim manajemen Senior
(misalnya CEO menghubungi staff yang relevan untuk menanyakan apa yang
sedang terjadi).
4. Mengindikasikan secara jelas tindakan yang perlu dilakukan staff .
5. Ukuran yang mengikat tanggung jawab tim. (Misalnya CEO dapat memanggil
pemimpin tim yang dapat mengambil tindakan yang diperlukan).
6. Memiliki dampak yang signifikan. (Misalnya mempengaruhi satu atau lebih
critical success factor (CSF) dan lebih dari satu perspektif Balanced
Scorecards).
7. Mendorong tindakan yang tepat (Misalnya telah diuji untuk memastikan bahwa
KPIberdampak positif terhadap kinerja, sedangkan ukuran yang belum teruji
dapat menyebabkan perilaku disfungsional).
Pengembangan dan pemanfaatan KPI pada organisasi memerlukan fondasi agar
dapat berhasil. David Parmenter (2007) menyebutkan bahwa ada tiga fondasi
pengembangan dan pemanfaatan KPI :
1. Kemitraan dengan staff, serikat pekerja, pemasok utama dan pelanggan utama
2. Pemberian wewenang pada garis depan
3. Pengukuran dan pelaporan hal-hal yang penting.

2.9 Kerangka Pemikiran


Kerangka pemikiran pada penelitian ini disusun berdasarkan landasan teori yang
telah diuraikan di atas. Pengukuran kinerja pada PT. TUNTEX GARMENT INDONESIA
selama ini dievaluasi menggunakan pengukuran kinerja tradisional dimana pengukuran
tradisional tersebut diukur berdasarkan perspektif keuangan saja. Indikator pengukuran
kinerja dari perspektif keuangan yang digunakan oleh PT. TUNTEX GARMENT
INDONESIA antara lain sales order, profit dan laporan keuangan Seperti yang disebutkan
pada sub-bab landasan teori diatas mengenai perbedaan pengukuran kinerja tradisional
41

dengan pengukuran kinerja berbasis Balanced Scorecard, dapat diketahui bahwa mengukur
kinerja dari satu perspektif yakni perspektif keuangan saja dinilai kurang mampu
memberikan informasi yang dibutuhkan dalam mengelola semua kompetensi yang memicu
keunggulan kompetitif perusahaan, karena pengukuran kinerja berbasis tradisional
memiliki kelemahan yaitu : tidak komprehensif dan koheren. Maka dari itu, penilaian
kinerja yang diusulkan pada PT.TUNTEX GARMENT INDONESIA adalah pengukuran
kinerja berbasis Balanced Scorecard, dalam hal ini dikarenakan Balanced Scorecard
memiliki lebih banyak keunggulan yaitu : lebih komprehensif, koheren, berimbang dan
terukur. Kerangka teoritis dapat disajikan pada gambar 2.7 berikut ini :
42

PT. TUNTEX Pengukuran Ukuran keuangan : Hasil analisis


GARMENT kinerja berbasis - Sales order pengukuran
INDONESIA Tradisional - Profit tradisional
- Laporan Keuangan

Pengukuran Perspektif Keuangan : Hasil analisis


kinerja berbasis - Current ratio pengukuran
Balanced - ROI dengan metode
Scorecard - Total debt to Total asset Balanced
- Perputaran total asset Scorecard
- Efisiensi bahan baku
Perspektif Pelanggan :
- Kepuasan buyers
- Kepuasan end-users
Perspektif Proses Bisnis
Internal :
- Tingkat kecacatan produk
- Ketepatan waktu produksi
Perspektif Pertumbuhan &
Pembelajaran :
- Turnover keseluruhan
karyawan
- Tingkat kehadiran karyawan
- Tingkat kompetensi
karyawan
- Tingkat kepuasan karyawan

Gambar 2.7Kerangka Pemikiran


Sumber : Peneliti (2014)

Anda mungkin juga menyukai