Anda di halaman 1dari 10

ARTIKEL KEBIDANAN

Tugas Ini Untuk Memenuhi Tugas Individu Pada Mata Kuliah Berpikir Kritis
dalam Kebidanan

Dosen Pengampu: Wahyu Setyaningsih,SST., M.Kes

Disusun Oleh:
Siti Nuradhawiyah
NIM. P17312195055

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN
TAHUN 2019
KENDALIKAN DISMENOREA DENGAN SPIRITUAL
EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT)
Siti Nuradhawiyah
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang
Jalan Besar Ijen No. 77C, Oro-oro Dowo, Kec. Klojen,
Kota Malang, Jawa Timur 655119
E-mail : dhawiyah1997@gmail.com

Abstrak
Disminore merupakan nyeri yang dialami oleh remaja utri saat menstruasi yang
dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dalam darah,
prostaglandin dan psikologi. Dismenore dapat dibati dengan cara farmakologi
(menggunakan obat anti nyeri : paracetamol, ibuprofen) dan nonfarmakologis
(senam haid, relaksasi, EFT, SEFT). SEFT (Spiritual Emotional Freedom
Technique) merupakan salah satu teknik non farmakologi untuk mengurangi
dismenore pada remaja putri. Tujuan terapi ini untuk memgetahui pengaruh SEFT
terhadap pengurangan nyeri dismenore pada remaja putri. Pada beberapa
penelitian yang telah dilakukan, salah satunya penelitian (Puspita, 2018)
menyatakan bahwa terdapat perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi
SEFT dengan rata-rata penurunan intensitas nyeri sebesar 1,60. Dengan demikian
teknik SEFT dapat dijadikan salah satu terapi non farmakologis dalam
penyurangan nyeri.

A. PENDAHULUAN
Masa remaja adalah masa peralihan atau transisi dari masa kanak-kanak
(childhood) ke masa dewasa (adulthood) (Wong, 2009). Selama masa transisi
ini banyak ditandai dengan perubahan fisik, mental ataupun psikososial. Masa
remaja ini terdiri dari beberapa fase yaitu masa remaja awal (11-14 tahun),
masa remaja tengah (15-17tahun) dan masa remaja akhir (18-20 tahun).
Ketika masa remaja terjadi peristiwa yang sangat penting yaitu pubertas.
Pubertas merupakan masa di mana sistem reproduksi mengalami kematangan,
ditandai dengan karakteristik seks sekunder mulai muncul. Pada masa ini
kelenjar endokrin terutama gonad dan pituitari mulai memproduksi hormon
dalam jumlah besar. Tanda kematangan seksual yang terjadi pada remaja
perempuan dalam masa pubertas ini adalah terjadinya menstruasi pertama
(menarche) (Hamilton, 1995).
Menstruasi adalah proses alami yang terjadi pada perempuan. Menstruasi
merupakan perdarahan teratur yang terjadi di uterus sebagai tanda bahwa
organ kandungan telah berfungsi matang. Pada umunya remaja yang
mengalami menstruasi (menarche) pada usia 12 hingga 16 tahun. Siklus
menstruasi normal terjadi setiap 22-35 hari, dengan frekuensi menstruasi 2-7
hari (Kusmiran, 2014). Menstruasi juga merupakan pendarahan periodic dan
siklik dari uterus diserti dengan pengelupasan endometrium (Sukarni & P,
2015). Menstruasi menjadi tanda penting bagi seorang wanita yang
menunjukkan adanya produksi hormone yang normal yang dibuat oleh
hipotalamus dan kemudian diteruskan ke ovarium dan uterus. Menstruasi ini
hal yang rutin terjadi setiap bulan. Tahun-tahun awal menstruasi menjadi
periode yang rentan terjadinya gangguan. Salah satunya yaitu dismenorea.
Dismenorea adalah nyeri saat haid, biasanya dengan rasa kram dan
terpusat di abdomen bawah. Keluhan nyeri haid dapat terjadi bervariasi mulai
dari yang ringan sampai berat. Keparahan dismenorea berhubungan langsung
dengan lama dan jumlah darah haid. Seperti diketahui haid hampir selalu
diikuti dengan rasa mulas/nyeri. Namun, yang dimaksud dengan dismenorea
pada topik ini adalah nyeri haid berat sampai menyebabkan perempuan
tersebut datang berobat ke dokter atau mengobati dirinya sendiri dengan obat
anti nyeri (Prawirohardjo, 2014). Nyeri yang terjadi sewaktu menstruasi ini
dapat mengganggu aktivitas dan memerlukan pengobatan apabila ditandai
dengan nyeri atau rasa sakit berlebihan di daerah perut ataupun panggul
(Judha, Sudarti, & Fauziah, 2012). Selain menggangu aktivitas, dismenorea
yang terjadi pada remaja putri akan berdampak terhadap kegiatan
pembelajaran, tidak bersemangat, konsetrasi menurun bahkan sulitt untuk
berkonsentrasi sehingga materi yang disampaikan selama proses
pembelajaran tidak dapat diterima dengan baik. Pernyataan tersebut didukung
oleh penelitian yang dilakukan oleh (Saguni, Madianung, & Masi, 2013) yang
menyatakan bahwa siswi yang mengalami gangguan aktivitas belajar
disebabkan oleh dismenorea yang dirasakan ketika proses pembelajaran
dengan hasil uji stastistik fisher didapatkan nilai p = 0,000 < alpha = 0,05.
Ketidaknyamanan yang dirasakan ketika dismenorea sering dijadikan
alasan untuk istirahat di UKS bahkan absen sekolah. Seperti halnya penelitian
yang dilakukan oleh (Handayani, 2011) menyatakan bahwa dismenorea
merupakan salah satu penyebab utama absen sekolah pada remaja putri untuk
beberapa jam atau beberapa hari. Hal yang seperti itu dibuhungkan pada
pengaruh negatif terhadap aktivitas sosial pada kebanyakan remaja putri.
Studi kasus yang dilakukan pada 41.140 remaja dan wanita muda yang
diterbitkan sejak 2010 dan seterusnya. Prevalensi dismenore bervariasi dari
34% (Mesir) hingga 94% (Oman) dan jumlah peserta, melaporkan nyeri yang
sangat parah bervariasi dari 0,9% (Korea) hingga 59,8% (Bangladesh).
Remaja yang bolos sekolah karena dismenorea berkisar antara 7,7% hingga
57,8% dan 21,5% melewatkan kegiatan sosial. Sekitar 50% siswa (53,7% -
47,4%) melaporkan riwayat keluarga yang mengalami dismenore. Insiden
dismenore adalah 0,97 kali lebih rendah dengan bertambahnya usia (p
<0,006) (Sanctis et al., 2017).
Data WHO yang tedapat dalam penelitian (Nurwana, Sabilu, & Fachlevy,
2017) didapatkan kejadian sebesar 1.769.425 jiwa (90%) wanita yang
mengalami dismenorea, 10-15% diantaranya mengalami dismenorea berat.
Sedangkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah
penduduk Indonesia yaitu sebesar 237.641.326 jiwa, dan 63,4 juta atau 27%
diantaranya adalah remaja umur 10-24 tahun. Berdasarkan data dari National
Health and Nutrition Examination Survey (NHANES), dismenorea terjadi
pada remaja dengan prevalensi berkisar antara 43% hingga 93%, dimana
sekitar 74- 80% remaja mengalami dismenorea ringan, sementara angka
kejadian endometriosis pada remaja dengan nyeri panggul diperkirakan 25-
38%, sedangkan pada remaja yang tidak memberikan respon positif terhadap
penanganan untuk nyeri haid, endometriosis ditemukan pada 67% kasus.
Kelainan terjadi pada 60-70% wanita di Indonesia dengan 15% diantaranya
mengeluh bahwa aktivitas mereka menjadi terbatas akibat dismenore.
Dismenore atau nyeri haid ini sering kali terlihat sepele bagi sebagian
remaja, namun sesungguhnya menyimpan suatu potensi yang mengancam
penderitanya. Apabila mengalami nyeri haid berlebih dapat dicurigai adanya
endometriosis, adenomiosis, kista ovarium dan kongesti panggul. Hal ini
tentunya perlu diperhatikan. Dengan adanya pengulangan nyeri hadi setiap
bulannya, penderita dismenore akan merasakan nyeri dan berdenyut seperti
ditusuk-tusuk dan terkadang menjalar hingga punggung.
Meskipun dismenore terlihat sepele akan tetapi cukup menyiksa jika
terjadi ketika menstruasi yang dikarenakan menyerang area perut bawah dan
punggung dan mengakibatkan kesakitan baik secara fisik maupun emosi.
Emosi dan sakit memiliki hubungan yang cukup unik dimana emosi yang
tidak menyenangkan dapat menyebabkan banyak penyakit fisik yang
kelihatannya benar-benar disebabkan oleh penyakit organ, seperti gangguan
pada lambung, hati, ginjal dan otot. Emosi juga dapat menyebabkan nyeri
pada tulang, persendian dan seluruh badan. Menurut Emoto dalam (Budianto,
2015) menjelaskan bahwa emosi negatif secara terus menerus dapat
menyebabkan organ tubuh tidak berfungsi secara maksial. Emosi negative
yang dimaksudkan bisa saja stress, khawatis yang berlebihan, ansietas, mudah
tersinggung atau sensistif, sering merasa kesepian dan bersedih.
Dismenore merupakan kondisi nyeri yang bersifat episodic tanpa adanya
ancaman kehidupan, tetapi keadaan dismenore dapat mempengaruhi fungsi
dan kesehatan sebagai efek langsung dan efek jngka panjang dapat
mempengaruhi aktivitas, produktifitas, kesehatan mental. Oleh sebab itu,
penanganan dismenore sebaiknya dilakukan secara holistik dengan
mengenali, mencegah dan melakukan pengobatan yang tepat. Pengobatan
untuk mengatasi dismenore dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain
pengobatan dengan obat anti nyeri (analgetik) yang berfungsi untuk
mengurangi rasa sakit dan dikonsumsi ketika rsa nyeri haid muncul.
Selain dengan perawatan obat bisa juga dilakukan dengan perawatan
non-obat yang dapat mengurangi keluhan nyeri hadi yaitu dengan rutin olah
raga, pola hidup sehat, istirahat dan relaksasi. Sesuai dengan penelitian yang
telah dilakukan oleh (Agussafutri & Wijayanti, 2016) menunjukkan bahwa
melakukan senam haid atau olah raga rigam mampu mengurangi intensitas
nyeri haid pada wanita. Dengan melakukan relaksasi dapat memberikan efek
perasaan tenanag, untuk mengurangi ketegangan, terutama ketegangan psikis
yang berkaitan dengan permasalahan nyeri haid.
Istirahat, relaksasi, dan tidur sebetulnya adalah proses merelaksasikan
fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, berusaha rileks, tenangkan pikiran
sambil tidur dan lakukan massase lebih di bagian perut bagian bawah adalah
langkah pertama ketika nyeri haid menyerang yang direkomendasikan oleh
dokter. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Suciana, 2014)
menunjukkan bahwa teknik relaksasi guided imagery terbukti dapat
menurunkan intensitas nyeri haid pada siswi kelas XI SMK Negeri Pedan
dengan hasil p-value = 0,000 < alpha = 0,05.
Dengan mencoba untuk bersikap relaks maka akan didapatkan suatu
peningkatan kualitas hidup. Berlandaskan penelitian yang dilakukan oleh
(Putri, 2017) tentang relaksasi otot progresif terhadap kualitas tidur lanjut
usia di Panti Jompo Aisiyah Surakarta menunjukkan hasil yang signifikan.
Dari 20 reponden lanjut usia dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 10 responden
kelompok perlakuan (relaksasi) dan 10 responden control (tanpa terapi). Hasil
penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan nilai p = 0,000 <
alpha 0,05 yang berarti relaksasi otot progresif mampu meningkatkan kualitas
tidur pada lansia.
Kaplan, dkk (1997) dalam (Budianto, 2015) mengatakan jika relaksasi
dapat menghasilkan efek fisiologis yang berlawanan dengan kecemasan,
seperti kecepatan denyut jantung, peningkatan aliran darah perifer, dan
stabilitas neuromuscular. Ketika seseorang mengalami dimenorea akan
merasakan nyeri dan berdenyut hingga disertai gangguan saluran pencernaan
seperti mual dan muntah. Hal ini dikarenakan adanya hiperaktifitas impuls
pada otak yang meningkatkan aliran darah di otak sehingga terjadi pelebaran
pembuluh darah otak serta proses inflamasi di otak maka terjadi ketegangan
di otak dan otot. Untuk menurunkan ketegangan tersebut maka diaktifkan
kerja syaraf parasimpatis dengan bersikap relaks dan latihan pernapasan
untuk menghentikan siklus nyeri-ansietas-ketegangan otot.
Proses menciptakan suasana relaks bisa dengan memberikan pemijatan
kepala pada titik-titik tertentu yang merangsang titik-titik tertentu yang
berhubungan dengan sumber penyakit (dengan menusukkan jarum lembut
atau pijatan khusus). Namun tidak semua orang tahan akan rasa sakit akibat
tusukan jarum atau pijatan hingga akhirnya ditemukan cara pengobatan
berupa ketukan ringan dengan ujung jari (tapping) pada daerah tubuh tertentu.
Salah satu intervensi yang memakai prinsip ini adalah Sprititual Emotional
Freedom Technique (SEFT). SEFT menetralisir kembali gangguan energi
dalam tubuh akibat aliran energi yang tersumbat di beberapa titik kunci di
tubuh kita yang harus dibebaskan hingga mengalir lagi karena di setiap ujung
jari kita merupakan saluran masuk dan keluarnya energi atau dalam istilah
ilmu akupunktur disebut miridian (energy channel) yang berhubungan dengan
organ-organ di dalam tubuh kita serta dan emosi yang berkaitan. Perasaan
yang tidak seimbang misal sedih, takut, marah yang berlebihan bisa
menyumbat atau menghambat aliran energi, yang mengakibatkan rasa nyeri
atau perasaan sesak serta tidak nyaman di tubuh kita (Zainuddin, 2010).
SEFT hampir sama dengan EFT (Emotional Freedom Technique) yang
terletak pada titik-titik yang terletak pada titik-titik tapping, yang
membedakan adalah proses yang dilakukan sambil mentapping. Dalam
proses SEFT, dilakukan dengan melibatkan Tuhan sehingga energy
psychology ini menjadikan SEFT mengalami amplifying effect sehingga
masalah yang dapat diatasi juga jauh lebih luas meliputi fisik, emosi,
kesuksesan diri dan kebahagiaan hati (Zainuddin, 2010). Penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh (Zakiyyah, 2013) yang menyatakan bahwa sebelum
diberikan terapi sebanyak 47 resonden mengalami nyeri ringan dan setelah
diberikan terapi SEFT sebanyak 68 responden tidak mengalami nyeri. Hasil
analisa dalam penelitian ini terapi SEFT mampu mengurangi intensitas nyeri
dismenorea dengan nilai p = 0,000 < alpha 0,05.
SEFT ini merupakan metode baru dalam melaksanakan EFT, yakni
dengan melibatkan Tuhan dalam proses EFT yang mulai dari awal dilandasi
dengan kepercayaan terhadap Allah SWT. Proses pelaksanaan SEFT sangat
erat kaitannya dengan sistem energy tubuh manusia. Jika aliran energy tubuh
terganggu karena dipicu oleh kenangan yang ada dalam asa lalu ataupun
trauma yang tersimpan dalam alam bawah sadar, maka hal ini menimbulkan
kekacauan emosi. Yang biasanya dimulai dengan badmood,malas dan tidak
termotivasi untuk melakukan sesuatu bahkan terberatnya bisa mengalami
depresi akut, kecemasan berlebih dan stress berkepanjangan. Karena itu,
SEFT dijakian sebagai solusi untuk menetralisir gangguan energy dalam
tubuh.
SEFT dilakukan dengan 2 versi yaitu versi lengkap dan versi inti. Untuk
versi lengkap meliputi tahap :
a. The Set Up : tujuannya untuk memastikan aliran energy dalam tubuh
terarah dengan tepat. Langkah ini digunakan untuk menetralisir
perlawanan psikologis. The Set-up memiliki 2 aktivitas, yang pertama
yaitu mengucapkan kalimat “saya ikhlas, saya pasrah” dengan penuh
rasa khusyu sebanyak 3 kalidan yang kedua menekan dada dibagian
“Sore Spot” (titik nyeri = daerah sekitar dada atas jika ditekan terasa
agak sakit).
b. Te Tune-In : kita melakukan tune in dengan merasakan sakit yang
kita alami, lalu mengarahkan pikiran ketempat rasa sakit diiikuti
dengan mult dan hati berdoa.
c. The Tapping : mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada titik-titik
tertentu di tubuh sambil terus Tunie-In (Zainuddin, 2010).
Cara melakukan SEFT ini adalah dengan mengetuk ringan dengan dua
jari (tapping) di bagian tubuh tertentu. Berikut ini adalah titik-titik meridian
tubuh pada SEFT: 1) Cr = Crown, pada titik di bagian atas kepala, 2) EB =
Eye Brow, pada titik permulaan alis, 3) SE = Side of the eye, diatas tulang
samping mata, 4) UE = Under the eye, 2 cm di bawah kelopak mata, 5) UN =
Under the nose, tepat dibawah hidung, 6) Ch = Chin, Di antara dagu dan
bagian bawah bibir, 7) CB = Collar bone, di ujung tempat bertemunya tulang
dada, collar bone dan tulang rusuk pertama, 8) UA = Under the arm, dibawah
ketiak sejajar dengan puting susu, 9) BN = Bellow Nipple, 2,5 cm di bawah
puting susu atau di perbatasan antara tulang dada dan bagian bawah payudara,
10) IH = Inside of Hand, di bagian dalam tangan yang berbatasan dengan
telapak tangan, 11) OH = Outside of Hand, di bagian luar tangan yang
berbatasan dengan telapak tangan, 12) Th = Thumb, ibu jari disamping luar
bagian bawah kuku (titik harga diri), 13) IF = Index Finger, jari telunjuk di
samping luar bian bawah kuku, 14) MF = Middle finger, jari tengah samping
luar bagian bawah kuku, 15) RF = Ring Finger, jari manis di samping luar
bagian bawah kuku (di bagian yang menghadap ibu jari), 16) BF = Baby
finger, di jari kelingking di samping luar bagian bawah kuku, 17) KC =
Karate Chop, disamping telapak tangan, 18) GS = Gamut Spot, di bagian
antara perpanjangan tulang jari manis dan tulang jari kelingking.

(Budianto, 2015)
Khusus untuk titik terakhir, Gamut Point, sambil mentapping titik
tersebut dilakukan The 9 Gamut Procedure yang merupakan bagian dari
EMDR (Eye Movement Desensitization Repartening) dan merupakan bagian
dari terapi Behavioral. The 9 Gamut Procedure adalah gerakan untuk
merangsang otak. Tiap gerakan dimaksudkan untuk merangsang bagian otak
tertentu. Sembilan gerakan itu dilakukan sambil tapping pada salah satu titik
energi tubuh yang dinamakan Gamut Spot. Titik gamut terletak di antara ruas
tulang jari kelingking dan jari manis. Sembilan gerakan ini adalah: 1)
Menutup mata, 2) Membuka mata, 3) Mata digerakkan dengan kuat ke kanan
bawah, 4) Mata digerakkan dengan kuat ke kiri bawah, 5) Memutar bola mata
searah jarum jam, 5) Bergumam dengan berirama selama 3 detik, 6)
Menghitung 1, 2, 3, 4, 5, 7) Bergumam lagi selama 3 detik. Setelah
menyelesaikan The 9 Gamut Procedure, langkah terakhir adalah mengulang
lagi tapping dari titik pertama hingga ke-17 (berakhir di karate chop) dan
diakhiri dengan mengambil nafas panjang dan menghembuskannya, sambil
mengucap rasa syukur (Alhamdulillah) (Budianto, 2015).
Terapi SEFT ini telah digunakan dalam berbagai penelitian yang pertama
penelitian yang dilakukan oleh (Hamidiyah & Jannah, 2018) menyatakan
bahwa terapi SEFT dapat mengurangi terjadinya nyeri dismenore yang
dirasakan oleh mahasiswa Akbid Ibrahimy Situbondo. Sebelum diberikan
terapi, sebanyak 16 (76%) mahasiswa mengalami nyeri sedang, (19%)
mengalami nyeri sedang, dan 1 (5%) mengalami nyeri berat. Setelah
pemberian terapi sebanyak 18 (86%) mengalami nyeri ringan, 3(14%) nyeri
sedang dan tidak ada yang mengalami nyeri berat. Setelah dilakukan uji
statistic, dianalisis dan didapatkan hasil p-value 0,000 < alpha 0,05 yang
berarti SEFT berpengaruh secara signifikan dalam mengurangi intensitas
nyeri dismenore.
Terkait permasalahan dismenore (Artabuanawati, 2019) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa dari 31 responden sebelum diberikan terapi
SEFT 6 (19,35%) mengalami nyeri berat, 17 (54,85%) nyeri sedang, dan 9
(25,80%) nyeri ringan. Setelah pemberian terapi SEFT frekuensi intensitas
nyeri pada repsonden dengan mayoritas intensitas nyeri menjadi skala ringan
yaitu sebnayak 23 responden (74,19%). Hal ini berarti terapi SEFT data
dijadikan pilihan penanganan untuk mengurangi nyeri menstruasi secara
nonfarmakologis.
Selain penelitian mengenai penurunan intensitas nyeri dismenore, SEFT
juga digunakan untuk mengurangi nyeri pada pasien kanker serviks pada
penelitian (Hakam, Yetti, & Hariyati, 2009), penurunan nyeri post seksio
sesarea (Ma’rifah, Handayani, & Dewi, 2015), penurunan tekanan darah pada
pasien hipertensi (Huda & Alvita, 2018) dan penurunan sindrom
ketergantungan obat pada lansia (Wahyuliarmy, 2009). Dari keseluruhan
penelitian tentang SEFT menyebutkan bahwa terapi SEFT ini memang efektif
digunakan dan dapat mengurangi keluhan-keluhan yang dilakukan secara non
farmakologis.
Meskipun sudah banyak pemaparan fakta-fakta terkait benyaknya
kesembuhan yang menakjubkan dengan menggunakan SEFT akan tetapi
masih sering muncul pertanyaan apakah SEFT benar-benar menyembuhkan
penyakit atau hanya sekedar menghilangkan rasa sakitnya saja. Karena perlu
ditekankan bahwa SEFT sam halnya dengan EFT masih dalam proses
eksperimen dan terlalu berlebihan apabila SEFT diklaim bisa mengatasi
segala macam penyakit. Tetapi apabila dicoba dengan mencoba sendiri yang
didasarkan laporan dari praktisi EFT dan SEFT ememberikan hasil yang
efektif dalam menyembuhkan meskipun perlu digaris bawahi bahwa SEFT
tidak digunakan untuk menggantikan dokter atau psikoterapis professional
tetapi untuk mempercepat proses penyembuhan walaupun ada beberapa
laporan yang menyatakan bahwa penyakt yang gagal diobati oleh dokter atau
psikoterapi dapat teratasi dengan SEFT ataupun EFT.

DAFTAR PUSTAKA
Agussafutri, W. D., & Wijayanti, I. B. (2016). EFEKTIVITAS SENAM HAID
DALAM, 108–112.
Artabuanawati, M. (2019). SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM
TECHNIQUE (SEFT) DALAM PENURUNAN INTENSITAS NYERI
MENSTRUASI PRIMER PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 6
KEDIRI. Skripsi.
Budianto, Z. (2015). EFEKTIVITAS SPRITUAL EMOTIONAL FREEDOM
TECHNIQUE ( SEFT ) UNTUK MENGURANGI FREKUENSI
KEKAMBUHAN, 03(02), 215–248. Retrieved from
http://eprints.umm.ac.id/30505/2/jiptummpp-gdl-zhulfikrib-33741-1-
pendahul-n.pdf
Hakam, M., Yetti, K., & Hariyati, R. T. S. (2009). INTERVENSI SPIRITUAL
EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE UNTUK MENGURANGI RASA
NYERI PASIEN KANKER, 13(2), 91–95.
Hamidiyah, A., & Jannah, F. M. N. (2018). INTENSITAS NYERI
DISMENORHEA PRIMER SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN
TERAPI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE PRIMARY
DYSMENORRHEA PAIN INTENSITY BEFORE AND, V(1), 58–66.
Hamilton, P. M. (1995). Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas (6th ed.). Jakarta:
EGC. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=dpdF9nPItewC&printsec=frontcover&d
q=buku+dasar-
dasar+keperawatan+maternitas&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwj0mvjIv-
bjAhUPY48KHYnWBp0Q6AEIKTAA#v=onepage&q=buku dasar-dasar
keperawatan maternitas&f=false
Handayani, T. Y. (2011). HUBUNGAN DISMENOREA TERHADAP
AKTIVITAS BELAJAR SISWI SMA MUHAMMADIYAH 5
YOGYAKARTA TAHUN 2011 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK
JENJANG DIV SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘ AISYIYAH
YOGYAKARTA TAHUN 2011. Retrieved from
http://digilib.unisayogya.ac.id/1580/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf
Huda, S., & Alvita, G. W. (2018). PENGARUH TERAPI SEFT (SPIRITUAL
EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TERHADAP PENURUNAN
TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI WILAHAH
PUSKESMAS TAHUNAN. Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat, 7.
Retrieved from
http://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id/index.php/stikes/article/view/25
6
Judha, M., Sudarti, & Fauziah, A. (2012). Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri
Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Kusmiran, E. (2014). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta:
Salemba Medika.
Ma’rifah, A. R., Handayani, R. N., & Dewi, P. (2015). PENGARUH
PEMBERIAN THERAPI SEFT ( Spiritual Emosional Freedom Tehnik )
TERHADAP PENURUNAN NYERI POST OPERASI SEKSIO SESARIA
di RSUD MARGONO SOEKARDJO PURWOKERTO, 06, 33–41.
Retrieved from
http://ojs.stikesbhamadaslawi.ac.id/index.php/jik/article/view/45
Nurwana, Sabilu, Y., & Fachlevy, A. F. (2017). ANALISIS FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DISMINOREA PADA
REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 8 KENDARI TAHUN 2016. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 2(6), 1–14. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publications/185630-ID-analisis-faktor-yang-
berhubungan-dengan.pdf
Prawirohardjo, S. (2014). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Puspita, E. (2018). Pengaruh Spiritual Emotional Freedom Technique ( Seft )
Terhadap Penurunan Dismenore Primer Pada Remaja Putri, 1(1), 14–19.
Putri, R. S. (2017). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kualitas Tidur
Lansia di Panti Jompo Aisiyah Surakarta. Retrieved from eprints.ums.ac.id
Saguni, F. C. A., Madianung, A., & Masi, G. (2013). Hubungan Dismenore
Dengan Aktivitas Belajar Remaja Putri di SMA Kristen 1 Tomohon, 1.
Retrieved from
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/2182/1740
Sanctis, D., AT, S., H, E., NA, S., R, S., & M, E. K. (2017). Dysmenorrhea in
adolescents and young adults: a review in different country. Retrieved from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28112688
Suciana, F. (2014). PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY
TERHADAP PENURUNAN NYERI HAID PADASISWIKELAS XI SMK
NEGERI PEDAN Fitri Suciana*, 9. Retrieved from
http://ejournal.stikesmukla.ac.id/index.php/triage/article/viewFile/188/186
Sukarni, I., & P, W. (2015). Buku ajar keperawatan maternitas. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Wahyuliarmy, A. I. (2009). EFEKTIFITAS SEFT ( SPIRITUAL EMOTIONAL
FREEDOM TECHNIQUE ) TERHADAP SINDROM
KETERGANTUNGAN OBAT PADA, 13. Retrieved from
http://103.17.76.13/index.php/psiko/article/view/6409
Wong, D. L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik (6th ed.). Jakarta: EGC.
Zainuddin, A. F. (2010). Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) for
Healing + Success Happiness + Greatness. Jakarta: Afzan Publishing.
Zakiyyah, M. (2013). Pengaruh Terapi Spiritual Emosional Freedom Technique (
SEFT ) Terhadap Penanganan Nyeri Dismenorea, 66–71.

Anda mungkin juga menyukai