Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
Rizky Nasikha 11161020000031
Adinda Citra A 11161020000076
Ari Dewiyanti 111610200000834
Khairin Nisa 11161020000089
Siti Istiqlalia 11161020000092
Vicka Hendryan 11161020000093
Kelompok 4D
1
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 1
BAB I .................................................................................................................................. 3
1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 3
Tujuan ................................................................................................................................ 4
BAB II ................................................................................................................................ 5
2.1. Definisi Disolusi ...................................................................................................... 5
2.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Disolusi .............................................. 7
A. Metode Uji Disolusi ............................................................................................... 9
B. Alat uji disolusi .................................................................................................... 10
C. Tablet ................................................................................................................ 11
D. Tablet lepas lambat (Sustained release) dan tablet lepas cepat (Immediate
realease) ....................................................................................................................... 11
BAB III............................................................................................................................. 14
3.1. Alat dan Bahan..................................................................................................... 14
3.2. Prosedur Kerja ..................................................................................................... 14
BAB IV ............................................................................................................................. 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 16
4.1 Hasil........................................................................................................................ 16
4.1.1 Parasetamol Immediate Release (Kelompok 1) ............................................... 16
4.1.2 Parasetamol Immediate Release II (Kelompok 2 ) .......................................... 19
4.1.3 Parasetamol Sustained Release (Kelompok 3 & 4 )......................................... 23
4.2 Pembahasan ........................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 30
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk
melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya
pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat. Kebanyakan bentuk lepas
lambat (sustained release) dirancang supaya pemakaian satu unit dosis tunggal
menyajikan pelepasan sejumlah obat segera setelah pemakaiannya, secara tepat
menghasillkan efek terapeutik yang diinginkan secara berangsur-angsur dan terus
menerus melepaskan sejumlah obat lainnya untuk mempelihara tingkat
pengaruhnya selama periode waktu yang diperpanjang, biasanya 8 sampai 12 jam.
(Ansel dkk, 2005)
Tablet lepas lambat dibuat dengan dasar pemikiran berbeda dengan obat
lepas cepat. Pada obat lepas cepat, obat diharapkan secepatnya terlarut dalam
saluran cerna sehingga diharapkan segera diabsorbsi masuk dalam sirkulasi
sistemik. Namun demikian setelah mencapai kadar puncak dalam darah obat akan
turun. Biasanya kadar turun setelah 2 jam obat oral diminum. Dengan demikian
obat berikutnya harus segera diberikan sebelum kadarnya dalam dalam
menyentuh dibawah kadar minimum efeltif. Bila waktu paruh makin kecil maka
pemberian obat perharinya makin sering. (Mansur dkk,2019)
Profil pelepasan merupakan salah satu bagian penting untuk menilai
keberhasilan suatu formulasi sediaan, terutama untuk formulasi sediaan lepas
lambat, dimana pengontrolan laju pelepasan obat merupakan fokus utamanya.
Profil pelepasan juga dapat menjadi gambaran awal dalam memprediksi profil
farmakokinetika obat serta berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh suatu obat
lepas dari sediaannya.
Untuk mengetahui gambaran profil pelepasan obat di dalam tubuh, dapat
dilakukan uji disolusi. Uji disolusi sangat penting dan bermanfaat untuk
mengkarakterisasi kinerja produk obat, misalnya untuk mendeteksi adanya variasi
dari batch ke batch di dalam formulasi suatu sediaan dan juga variasi antara
sediaan dari pabrik yang satu dengan pabrik lainnya (Lachman, 1994).
3
Oleh karena itu pada praktikum kali ini dilakukan uji disolusi tablet lepas
lambat (sustained release) dan tablet lepas cepat (immediate release) untuk
mengetahui profil pelepasan obat tersebut serta mengetahui perbedaan disolusi
tablet lepas lambat (sustained release) dan tablet lepas cepat (immediate release).
Uji disolusi merupakan uji in vitro yang dapat menggambarkan profil pelepasan
obat serta dapat menggambarkan profil farmakokinetika obat di dalam tubuh.
(Banakar, 1992)
Tujuan
Tujuan praktikum ini diharapkan agar mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan perbedaan disolusi antara tablet lepas lambat dan lepas cepat.
2. Menjelaskan pengaruh pemberian tablet lepas lambat dan lepas cepat pada
kinetika obat dalam tubuh
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Disolusi mengacu pada proses ketika fase padat (misalnya tablet atauserbuk)
masuk ke dalam fase larutan, seperti air. Intinya ketika obat melarut partike-
partikel padat memisah dan molekul demi molekul bercampur dengan cairan dan
tampak menjadi bagian dari cairan tersebut. Oleh karena itu disolusi obat adalah
proses ketika molekul obat dibebaskan dari fase padat dan masuk ke dalam fase
larutan (Sinko, 1993).
Uji disolusi dan penetapan kadar zat khasiat merupakan faktor penting
dalam pengendalian mutu obat. Pengujian ini dipersyaratkan pada produk farmasi
yang berbentuk tablet. Uji disolusi ini pada industri farmasi merupakan informasi
berharga untuk keseragaman kadar zat khasiat dalam satu produksi obat (batch),
perkiraan bioavailabilitas dari zat khasiat obat dalam suatu formulasi, variabel
kontrol proses dan untuk melihat pengaruh perubahan formulasi (Raini, 2010).
5
sehingga semakin banyak jumlah obat yang diabsorbsi secara utuh oleh tubuh dan
masuk ke dalam sirkulasi sistemik.Laju disolusi dapat berhubungan langsung
dengan kemanjuran suatu obat danmerupakan suatu karakteristik mutu yang
penting dalam menilai mutu obatyang digunakan peroral untuk mendapatkan efek
sistemik. Selain itu ujidisolusi merupakan salah satu parameter penting dalam
pengembangan produk dan pengendalian mutu obat (Gunawi, 2011).
Ketika suatu tablet atau sediaan padat masuk ke dalam saluran cerna, obat
tersebut mulai bergerak dari padatan utuh ke dalam larutan. Kecuali tablet tersebut
merupakan bahan polimerik yang bergandengan, matriks padat juga
berdisintegrasi menjadi granul-granul. Granul-granul yang dihasilkan selanjutnya
berdeagregasi menjadi partikel-partikel halus. Disentegrasi, deagregasi dan
disolusi dapat dapat terjadi bersama dengan pelepasan obat dari bentuk
penghantarannya.
𝑑𝑀 𝐷𝑆
= (𝐶𝑠 − 𝐶)
𝑑𝑡 ℎ𝑠
atau
𝑑𝐶 𝐷𝐶
= (𝐶𝑠 − 𝐶)
𝑑𝑡 𝑉ℎ
6
M adalah massa zat terlarut yang terlarut selama waktu t; dM/dt
adalahkecepatan disolusi massa (massa/waktu); D adalah koefisien difusi zat
terlarutdalam larutan; S adalah luas permukaan padatan; h adalah tebal lapisan
difusi; Cs adalah kelarutan padatan (yakni konsentrasi ssenyawa dalam larutan
jenuh pada permukaan padatan dan pada temperatur percobaab ); dan C adalah
konsentrasi zat terlarut dalam larutan bulk pada waktu t. Kuantitas dC/dtadalah
kecepatan disolusi dan V adalah volume larutan.
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau jika
obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh sepertiitu, laju
obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung padakesanggupannya menembus
pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusiuntuk suatu partikel obat lambat,
misalnya karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang diberikan, proses
disolusinya sendiri akan merupakantahap yang menentukan laju dalam proses
absorbsi. Perlahan-lahan obat yanglarut tidak hanya bisa diabsorbsi pada suatu
laju rendah, obat-obat tersebutmungkin tidak seluruhnya diabsorbsi atau dalam
beberapa hal banyak yangtidak diabsorbsi setelah pemberian oral, karena batasan
waktu alamiah bahwaobat bisa tinggal dalam lambung atau saluran usus halus
(Sinko, 1993).
7
a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia zat aktif.
Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama
dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi
yang cepat.
1) Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila
dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan
penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada
bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah,
sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju
disolusi.
2) Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat
laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan bahan pengisi
yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah hidrofilisitas
bahan aktif dan menambah laju disolusi (Shargel dan Andrew, 1988)
b. Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan.
8
Faktor yang berkaitan dengan alat disolusi dapat menyebabkan hasil disolusi
berubah – ubah dari uji ke uji pada semua teknik pengujian yang digunakan.
Faktor ini meliputi :
1. Metode basket
Metode ini disebut juga metode alat 1, pada metode ini menunjukan suatu
upaya membatasi posisi bentuk sediaan untuk memberikan kemungkinan
maksimum suatu antar permukaan solid-cairan yang tetap. Namun, terdapat
kekurangan yaitu kecenderungan zat bergerak menyumbat kasa basket, sangat
9
peka terhadap gas terlarut dalam media disolusi, kecepatan aliran yang kurang
memadai ketika partikel meninggalkan basket dan mengapung dalam media dan
kesulitan konstruksi jika diupayakan metode yang diotomatisasi (Siregar, 2010).
2. Metode dayung
Metode ini disebut juga metode alat 2, yang pada dasarnya terdiri atas
batang dan daun pengaduk yang merupakan dayung berputar dengan dimensi
tertentu sesuai dengan radius bagian dalam labu dengan dasar bundar. Metode ini
dapat mengatasi berbagai kekurangan dari alat tipe 1 dan dapat pula untuk
diterapkan sistem automatisasi (Siregar, 2010).
10
Prinsip kerja alat disolusi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu (Dirjen POM,
1995) :
1. Alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau
bahan transparan yang inert, suatu batang logam yang digerakkan oleh
motor dan keranjang yang berbentuk silinder dan dipanaskan dengan
tangas air pada suhu 370 C
2. Alat yang digunakan adalah dayung yang terdiri dari daun dan batang
sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga
sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikel
wadah dan berputar dengan halus.
C. Tablet
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, tablet adalah sediaan padat yang
mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode
pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak
dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke
dalam cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada
serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (tahan karat) (Agoes, 2008; Ditjen
POM, 1995). Tablet adalah sediaan padat kompak yang dibuat secara kompa
cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, mengandung satu jenis obat atau
lebih dengan atau tanpa zat tambahan yang berfungsi sebagai zat pengisi, zat
pengembang, zat pengikat, zat pelicin, dan zat pembasah (Ditjen POM, 1979).
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat
dengan penambahan bahan farmasetika yang sesuai (Ansel, 1989). Kriteria
sediaan tablet adalah stabil secara fisika dan kimia, secara ekonomi dapat
menghasilkan sediaan yang dapat menjamin agar setiap sediaan mengandung obat
dalam jumlah yang benar dalam penerimaan kepada pasien (ukuran, bentuk, rasa,
warna), dan untuk mendorong pasien menggunakan obat sesuai dengan aturan
pemakaian obat (Agoes, 2008).
Tablet lepas cepat adalah tablet yang dirancang untuk melepaskan obatnya
segera setelah digunakan. Immediate release atau lepas cepat atau disebut juga
fasting release merupakan merupakan mekanisme pelepasan obat dengan cepat,
misalnya segera lepas setelah masuk ke mulut sebelum ke lambung melalui
kerongkongan. Jadi langsung diabsorpsi di membrane mukosa mulut. Sediaan
obat dengan sistem ini keunggulannya praktis digunakan jika bepergian, tidak
memerlukan air, dan bermanfaat untuk kesulitan menelan seperti anak-anak atau
lansia. Sistem ini tidak hanya untuk sediaan obat, tetapi juga digunakan untuk zat
pengaroma mulut misalnya. Biasanya berupa tablet atau mikrosfer. Obat dengan
sistem ini akan terhindar dari adanya efek dari first metabolism sehingga
bioavailabilitas obat lebih besar dan lebih banyak yang dapat dihantar langsung ke
reseptor.
Dalam beberapa keadaan penyakit, bentuk sediaan obat yang ideal adalah
mampu memberikan jumlah obat untuk sampai ke reseptor (tempat aksi obat) dan
kemudian secara konstan dipertahankan selama waktu pengobatan yang
diinginkan. Pemberian obat dalam dosis yang cukup dan frekuensi yang benar
maka konsentrasi obat terapeutik steady state di plasma dapat dicapai secara cepat
dan dipertahankan dengan pemberian berulang dengan bentuk sediaan
konvensional peroral. Namun terdapat sejumlah keterbatasan dari bentuk sediaan
konvensional peroral (Collett and Moreton, 2002).
12
Adapun keterbatasan bentuk sediaan konvensional peroral adalah: melepaskan
secara cepat seluruh kandungan dosis setelah diberikan, konsentrasi obat dalam
plasma dan di tempat aksi mengalami fluktuasi sehingga tidak mungkin untuk
mempertahankan konsentrasi terapetik secara konstan di tempat aksi selama
waktu pengobatan, fluktuasi konsentrasi obat dapat menimbulkan overdosis atau
underdosis jika nilai Cmax dan Cmin melewati jendela terapetik obat. Obat
dengan t1/2 pendek membutuhkan frekuensi pemberian lebih sering untuk
mempertahankan konsentrasi obat dalam jendela terapeutik, dan frekuensi
pemberian obat yang lebih sering dapat menyebabkan pasien lupa sehingga dapat
menyebabkan kegagalan terapi (Collett and Moreton, 2002).
13
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
- Labu ukur 10 ml
- Batang pengaduk
- Neraca analitik
- Mikro pipet
- Spektrofotometer uv-vis
- Vial
- Spuit
- Kertas saring
- NaOH
- Panadol Extend
15
BAB IV
4.1 Hasil
100 x 94.8 %
5.276 527.6 2.638 mg
5
100 x 98.874 %
5.493 549.3 2.7465 mg
10
100 x 101.268%
5.626 562.6 2.813 mg
20
100 x 98.586 %
5.477 547.7 2.7385 mg
30
100 x 97.632 %
5.424 542.4 2.712 mg
45
100 x 104.04 %
5.78 578 2.89 mg
60
16
Menghitung konsentrasi asli
Konsentrasi data
Waktu (t) Pengenceran Konsentrasi asli (ppm)
spektro (ppm)
ppm = µg/mL
17
547.7 ppm x 5 mL = 2738.5
30 547.7 2.7385 mg
µg
Menghitung % disolusi
Diketahui :
Waktu % Disolusi
A= 474.84 mg
%D = 94.8 %
A= 494.370 mg
%D= 98.874 %
A= 506.34 mg
%D= 101.268%
18
30 A= 547.7 µg/ml x 900 ml= 492930 µg
A= 492.93 mg
%D= 98.586 %
A= 488.16 mg
%D= 97.632 %
A= 520.2 mg
%D= 104.04 %
19
5 5.294 100 529.4 2.647 95.292%
Konsentrasi data
Waktu (t) Pengenceran Konsentrasi asli (ppm)
spektro (ppm)
20
ppm = µg/mL
Menghitung % disolusi
Diketahui :
Waktu % Disolusi
A= 476.46 mg
21
%D = 95 %
A= 479.79 mg
%D= 95.958 %
A= 471.06 mg
%D= 94.212 %
A= 445.41 mg
%D= 89.082 %
A= 463.41 mg
%D= 92.682 %
A= 279.9 mg
%D= 55.98 %
22
4.1.3 Parasetamol Sustained Release (Kelompok 3 & 4 )
2. Hasil Uji Tablet Parasetamol Sustained Release
23
Konsentrasi data
Waktu (t) Pengenceran Konsentrasi asli (ppm)
spektro (ppm)
ppm = µg/mL
24
Menghitung % disolusi
Diketahui :
Waktu % Disolusi
A= 204.66 mg
%D = 30.77593985 %
A= 297.09 mg
%D= 44.67518797 %
A= 310.86 mg
%D= 46.74586466 %
A= 374.94 mg
%D= 56.38195489 %
25
A= 437.67 mg
%D= 65.81503759 %
A= 475.83 mg
%D= 71.55338346 %
4.2 Pembahasan
Dari hasil perhitungan, didapatkan nilai % disolusi yang kemudian dari nilai
tersebut dibuat kurva disolusi dengan memasukkan nilai % disolusi pada garis y
dan waktu pengambiln sampel (menit) sebagai garis x.
27
Dari kurva tersebut dapat dilihat bahwa sediaan immediate release
parasetamol yang sama tidak memperlihatkan hasil persentasi disolusi yang sama
khususnya pada menit ke 30 dan 40 pada tablet pertama. Selain itu kurva tablet
pertama juga tidak mencirikan sediaan immediate release karena persentasi zat
terdisolusi di awal waktu pengujian (menit ke-5) lebih kecil dibanding persentasi
disolusi diakhir waktu pengujian (menit ke -60). Kurva seperti ini seharusnya
dimiliki oleh sediaan sustained release bukan immediate release.
Kurva yang baik yang menunjukan sediaan tersebut immediate release adalah
kurva pada tablet ke dua. Pada awal waktu pengujian (menit ke-5) sediaan
parasetamol immediate release tablet ke dua menunjukan persen terdisolusi zat
adalah sebesar 95% dan pada waktu berikutnya terus menurun hingga pada akhir
waktu pengujian (menit ke-60) persentasi zat terdisolusi hanya diperoleh 55,98%.
Jika ditinjau dari buku Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, sediaan
immediate release didefinisikan sebagai sediaan yang diinginkan zat aktifnya
segera melepas setelah dikonsumsi secara oral. Hal ini berarti zat yang masuk
kedalam tubuh akan cepat terdisolusi dan konsentrasinya di dalam tubuh semakin
lama semakin berkurang. Hal ini serupa dengan kurva yang diperoleh pada tablet
kedua Panadol immediate release namun tidak sesuai dengan tablet pertama. Hal
ini mungkin disebabkan oleh kesalahan praktikan yang salah dalam proses
28
pengambilan sampel dan juga mungkin karena kesalahan dalam proses
pengukuran dengan spektrometer UV. Dalam hal ini tidak dimungkinkan
kesalahan terjadi karena sifat fisik dari tablet tersebut karena tablet tersebut
berasal dari strip yang sama.
Dari kurva disolusi tersebut dapat dilihat bahwa sediaan panadol sustained
release melepaskan obat secara bertahap dimulai dari 30% jumlah zat terlarut
pada menit pertama pengukuran (menit ke-5) sampai berjumlah 95% zat yang
terlarut pada menit terakhir pengukuran (menit ke 60). Hal ini sesuai dengan teori
dalam buku buku Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics yang
menyebutkan bahwa bahwa sediaan sustained release dirancang untuk melepas
obat secara lambat tetapi konstan dengan tujuan untuk menjaga kadar obat dalam
plasma lebih lama sehingga dapat menurunkan frekuensi minum obat pasien.
29
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G., 2008, Pengembangan Sediaan Farmasi, 182, Penerbit ITB, Bandung.
Ansel, H.C., Allen, L.V., and Popovich, N.G., 2005, Pharmaceutical Dosage
Forms and Drug Delivery Systems, Tablets, Edisi VII, Lippincott Williams
& Wilkins a wotters Kluver Company, Philadelphia-Baltimare- New York-
London- Buenos Aires-Hongkong-Sydney-Tokyo, 229-243
Lachman, L., Lieberman, H.A., and Kanig, J.L., 1994, Teori dan Praktik Industri
Farmasi, 643-705, diterjemahkan oleh Suyatmi, S.,Jakarta, UI Press.
30
Sinko, P.J., 2006, Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika, Edisi 5, diterjemahkan
oleh Djajadisastra, J. & Hadinata, A.H., Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet
DasarDasar Praktis, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 54 – 55, 98 –
115.
31