Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sinusitis merupakan penyakit yang sangat lazim diderita di seluruh dunia,


hampir menimpa kebanyakan penduduk Asia. Penderita sinusitis bisa dilihat dari
ibu jari bagian atas yang kempot. Sinusitis dapat menyebabkan seseorang menjadi
sangat sensitif terhadap beberapa bahan, termasuk perubahan cuaca (sejuk),
pencemaran alam sekitar, dan jangkitan bakteri. Gejala yang mungkin terjadi pada
sinusitis adalah bersin-bersin terutama di waktu pagi, rambut rontok, mata sering
gatal, kaki pegal-pegal, cepat lelah dan asma. Jika kondisi ini berkepanjangan
akan menimbulkan masalah keputihan bagi perempuan, atau ambeien (gangguan
prostat) bagi laki-laki.

Sinusitis kronik mempunyai prevalensi yang cukup tinggi. Diperkirakan


sebanyak 13,4 - 25 juta kunjungan ke dokter per tahun dihubungkan dengan
sinusitis kronik atau akibatnya. Di Eropa, sinusitis diperkirakan mengenai 10%-
30% populasi. Sebanyak 14% penduduk Amerika, paling sedikitnya pernah
mengalami episode sinusitis semasa hidupnya dan sekitar 15% diperkirakan
menderita sinusitis kronik. Dari Respiratory Surveillance program, diperoleh data
demografik mengenai sinusitis paling banyak ditemukan secara berturut-turut
pada etnis kulit putih, Amerika, Spanyol dan Asia (Bubun et al., 2009).

Di Indonesia, dimana penyakit infeksi saluran napas akut masih


merupakan penyakit utama di masyarakat, angka kejadiannya belum jelas dan
belum banyak dilaporkan. Insiden kasus baru sinusitis pada penderita dewasa yang
berkunjung di Divisi Rinologi Departemen THT RS Cipto Mangunkusumo,
selama Januari–Agustus 2005 adalah 435 pasien (Soetjipto et al., 2006).

Di Jawa Tengah sendiri sinusistis merupakan kasus kronik yang banyak


ditemukan di masyarakat, hal ini tergambar dari angka kejadiannya untuk di Jawa

1
Tengah sendiri jumlah pasien yang dating di klinik THT RSUP Kariadi Semarang
pada tahun 2015 dicatat sebanyak 1152 kasus dimana 816 kasus (71%) merupakan
kasus lama yang mengalami pertumbuhan
Sedangkan pada kunjungan rawat jalan ke poli Rinologi RS Panti Wilasa
Citarum sendiripada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember tahun 2018
didapatkan kejadian sinusitis kronis sebesar 23,7% kasus dan terbanyak terjadi
pada usia antara 25-44 tahun (26,2%) diikuti usia antara 45-64 tahun (23,8%) serta
lebih sering ditemukan pada wanita (60,7%) dibandingkan lakilaki (39,3%)
(Budiman & Rosalinda, 2011). Tingginya prevalensi sinusitis kronik di
masyarakat memerlukan deteksi dini karena berdampak terhadap kualitas hidup
dan ekonomi. Gejala yang timbul akibat sinusitis kronik merupakan salah satu hal
penting dalam menegakkan diagnosis (Bubun et al., 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Husein (2011) di RSUD Dr.Moewardi


Surakarta didapatkan 11 dari 15 pasien sinusitis memiliki pendidikan sederajat
SMP. Sedangkat penelitian yang dilakukan oleh Amallia 2010 didapatkan pasien
sinusitis akibat infeksi gigi pada usia 15-24 tahun. Sebesar 33,3% pada laki-laki
dan 57% pada perempuan.
Menurut Lucas seperti yang di kutip Moh. Zaman, etiologi sinusitis sangat
kompleks, hanya 25% disebabkan oleh infeksi, sisanya yang 75% disebabkan oleh
alergi dan ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom yang menimbulkan
perubahan-perubahan pada mukosa sinus. Suwasono dalam penelitiannya pada 44
penderita sinusitis maksilaris kronis mendapatkan 8 di antaranya (18,18%)
memberikan tes kulit positif dan kadar IgE total yang meninggi. Terbanyak pada
kelompok umur 21-30 tahun dengan frekuensi antara laki-laki dan perempuan
seimbang. Hasil positif pada tes kulit yang terbanyak adalah debu rumah
(87,75%), tungau (62,50%) dan serpihan kulit manusia (50%).

Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan sinusitis
akut yang tidak respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri sebagai dalang
patogenesis sinusitis kronis saat ini sebenarnya masih dipertanyakan. Sebaiknya
tidak menyepelekan pilek yang terus menerus karena bisa jadi pilek yang tak

2
kunjung sembuh itu bukan sekadar flu biasa. Oleh karena faktor alergi merupakan
salah satu penyebab timbulnya sinusitis, salah satu cara untuk mengujinya adalah
dengan tes kulit epidermal berupa tes kulit cukit (Prick test, tes tusuk) di mana tes
ini cepat, simpel, tidak menyakitkan, relatif aman dan jarang menimbulkan reaksi
anafilaktik. Uji cukit (tes kulit tusuk) merupakan pemeriksaan yang paling peka
untuk reaksi-reaksi yang diperantarai oleh IgE dan dengan pemeriksaan ini
alergen penyebab dapat ditentukan.

Berdasarkan penjelasan diatas kelompok kami tertarik untuk membahas


masalah tentang kasus Etmoidectomy dikarenakan kasus tersebut banyak di
jumpai di Rs Panti Wilasa Citarum Semarang

1.2 Tujuan Umum

Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan peri operatif pasien dengan


penyakit Sinusitis dengan tindakan Etmoidectomy

1.3 Tujuan Khusus

a. Mempersiapkan Bahan Habis Pakai operasi Etmoidectomy


b. Mempersiapkan instrumen operasi Etmoidectomy
c. Mengetahui langkah-langkah operasi Etmoidectomy
d. Mampu menjadi instrumen mandiri pada operasi Etmoidectomy

1.4 Manfaat
a. Bagi Penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman
dalam pemberian asuhan keperawatan perioperatif kepada pasien dengan
masalah Etmoidectomy.

3
b. Manfaat bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan tenaga
kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan Perioperatif khususnya
pada pasien dengan masalah utama Etmoidectomy.

c. Manfaat Bagi Pasien


Setelah dilakukannya operasi diharapkan bersihan jalan nafas pasien
teratasi sebagian dengan cara bernafas lewat mulut.

4
BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Defenisi
Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau
selaput lender sinus paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan
pembentukan cairan atau kerusakan tulang dibawahnya. (Efiaty,2007 dalam
Nurarif,2015).
Sinusitis adalah merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan
oleh kuman atau virus. Sinusitis adalah suatu keradangan yang terjadi pada
sinus. Sinus sendiri adalah rongga udara yang terdapat di area wajah yang
terhubung dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga
kelembapan hidung & menjaga pertukaran udara di daerah hidung.
Sinus paranasal adalah rongga-rongga yang terdapat pada tulang-
tulang diwajah. Rongga sinus sendiri terdiri dari 4 jenis, yaitu
1. Sinus Frontal, terletak di dahi
2. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung
3. Sinus Ethmoid, terletak dipangkal hidung
4. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid & dibelakang mata

B. Klasifikasi
Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu

5
1. Sinusitis akut : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlangsung
selama 3 minggu.Macam-macam sinusitis akut : sinusitis maksila akut,
sinusitis emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.
2. Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung
selama 3-8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun.

C. Etiologi
Sinus paranasal salah satu fungsinya adalah menghasilkan lender yang
dialirkan kedalam hidung, untuk selanjutnya dialirkan kebelakang, kearah
tenggorookan untuk ditelan kesaluran pencernaan. Semua keadaan yang
mengakibatkan tersumbatnya aliran lendir dari sinus kerongga hidung akan
menyebabkan terjadinya sinusitis. Secara garis besar penyebab sinusitis ada 2
macam yaitu :
1. Faktor local
Semua kelainan pada hidung yang dapat mengakibatkan terjadinya
sumbatan ; antara lain infeksi, alergi, kelainan anatomi, tumor, benda
asing, iritasi polutasn dan gangguan pada mukosili (rambut halus pada
selaput lendir).
2. Faktor sistemik
Keadaan diluar hidung yang dapat menyebabkan sinusitis; antara lain
gangguan daya tahan tubuh (diabetes, AIDS) penggunaan obat-obatan
yang dapat mengakibatkan sumbatan hidung.
Beberapa kuman yang sering ditemukan pada pasien sinusitis,
1. Sinusitis akut dan sinusitis berulang :
a. Streptococcus pneumonia
b. Moraxella catarrhalis
c. Haemophilus influenza
d. Staphylococcus aureus
2. Sinusitis kronis :
a. Staphylococcus aureus
b. Streptococcus pneumonia
c. Haemophilus influenza
d. Pseudomonas aeruginosa
e. Peptostreptococcus Sp
f. Aspergilus Sp

D. Patofisiologi

6
Proses terjadinya sinusitis diawali oleh adanya oklusi atau
penyumbatan ostium sinus yang akan menghambat ventilasi dan drainase
sinus sehingga terjadi penumpukan sekret dan mengakibatkan penurunan
oksigenisasi serta tekanan udara di rongga sinus. Penurunan oksigenisasi
sinus akan menyuburkan pertumbuhan bakteri anaerob.Tekanan dalam
rongga sinus yang menurun pada akan menimbulkan rasa nyeri di daerah
sinus yang terkena sinusitis. Karena ventilasi terganggu, PH dalam sinus akan
menurun dan hal ini akan menyebabkan silia menjadi hipoaktif dan mukus
yang diproduksi menjadi lebih kental. Bila sumbatan berlanjut akan terjadi
hipoksia dan retensi mukus yang merupakan kondisi ideal untuk tumbuhnya
kuman patogen. Infeksi dan toksin bakteri selanjutnya akan mengganggu
fungsi mukosa karena menimbulkan inflamasi pada lamina propia dan
mukosa menjadi bertambah tebal yang kemudian memperberat terjadinya
oklusi, sehingga terjadi semacam lingkaran setan.
Sinus grup anterior lebih sering terkena sinusitis karena di meatus
media terdapat celah-celah sempit yang mudah mengalami penyumbatan,
daerah tersebut disebut komplek osteomeatal yung terdiri dari resesus frontal,
infundibulum dan bulaetmoid. Permukaan mukosa di daerah osteomeatal
komplek berdekatan satu sama lain, bila terjadi edema maka mukosa yang
berhadapan pada daerah sempit ini akan menempel erat atau kontak
sesamanya sehingga silia tidak dapat bergerak dan mukus tidak dapat
dialirkan dan pada saat yang bersamaan dapat terjadi edeme serta oklusi
ostium sinus grup anterior yang merupakan awal dari proses terjadinya
sinusitis. Khusus untuk sinus maksilaris dasarnya berbatasan dengan akar
gigi premolar I sampai molar III atas dan bila terjadi infeksi pada gigi
tersebut dapat menyebar ke sinus maksila dan biasanya unilateral.

7
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis secara umum :
1. Hidung tersumbat
2. Nyeri didaerah sinus
3. Sakit kepala
4. Hiposmia/anosmia
5. Halitosis

Beerdasarkan klasifikasinya
1. Sinusitis akut
Gejala subjektif
Terdapat gejala sistemik yaitu demam dan rasa lesu; gejala lokal
pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-kadang berbau dan
dirasakan mengalir ke nasofaring. Hidung tersumbat, gangguan
penciuman, rasa nyeri di daerah sinus yang terkena, kadang-kadang
dirasakan di tempat lain karena nyeri alih.
Pada sinusitis maksila nyeri di bawah kelopak mata dan kadang-
kadang menybar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih
dirasakan di dahi dan di depan telinga.
Pada sinusitis etmoid rasa nyeri dirasakan di pangkal hidung ,
kantus medius, bola mata atau di belakangnya, dan nyeri bertambah bila
mata digerakan. Nyeri alih dirasakan di pelipis.
Pada sinusitis frontal rasanyeri terlokalisir di dahi atau dirasakan di
seluruh kepala. Pada sinusitis sfenoid rasa nyeri di verteks, oksipital, di
belakang bola mata dan di daerah mastoid. Gejala pada sinusitis akut
biasanya didahului pilek yang tidak sembuh dalam waktu lebih dari 5 – 7
hari. Bisa juga disertai batuk terutama pada malam hari.
Gejala obyektif

8
Pada sinusitis akut tampak pembengkakan di daerah muka. Pada
sinusitis maksila pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah, pada
sinusitis frontal di dahi di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis
etmoid jarang ada pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior mukosa konka tampak hiperemis dan
edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid
anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada
sinusitia etmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari
meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring
(post nasal drip).
Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan menjadi
suram atau gelap. Pemeriksaan radiologik posisi waters, PA dan lateral.
Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-
udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.
Pemeriksaan mikrobiologik
Pada pemeriksaan mikrobiologik dari sekret di rongga
hidungterutama dari meatus media atau superior ditemukan bakteri flora
normal di hidung atau kuman patogen, seperti pneumococcus,
Streptococcus, Stafilococcus dan hemophilus influenza.
2. Sinusitis kronik
Sinusitis kronis berbeda dari sinusitis akut dalam beberapa aspek,
umumnya sukar sembuh dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus
dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya.
Gejala subjektif
Gejala subjektif bervariasi, dari ringan sampai berat :
a. Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan nasofaring
b. Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman di tenggorokan
c. Gejala telinga, berupa pendengaran terganggu, oleh karena
tersumbatnya tuba Eustachius
d. Nyeri kepala
e. Gejala mata, oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus naso-
lakrimalis
f. Gejala saluran napas berupa batuk, dan kadang-kadang terdapat
komplikasi di paru, berupa bronkitis atau bronkiektasis atau asma
bronkial, sehingga terjadi penyakit sinobronkitis

9
g. Gejala di saluran cerna, oleh karena mucopus yang tertelan. Dapt
terjadi gastroenteritis.
h. Kadang-kadang gejala sangat ringan, hanya terdapat sekret di
nasofaring yang menggangu pasien. Sekret di nasofaring (post nasal
drip) yang terus menerus akan mengakibatkan batuk kronik.
i. Nyeri kepala pada sinusitis kronis biasanya pada pagi hari, dan akan
berkurang atau menghilang setelah siang hari.
Gejala objektif
Pada sinusitis kronis, temuan pemeriksaan klinis tidak seberat
sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan muka. Pada rinoskopi
anterior dapat ditemukan sekret kental purulen dari meatus medius atau
meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di
nasofaring atau turun ke tenggorok.
Pemeriksaan mikrobiologik
Biasanya merupakan infeksi campuran oleh bermacam-macam
mikroba, yaitu kumam aerob dan kuman anaerob.
Pemeriksaan penunjang berupa trasluminasi untuk sinus maksila
dan sinus frontal, pemeriksaan radiologik, pungsi sinus maksila,
sinoskopi sinus maksila, pemeriksaan histologik dari jaringan yang
diambil pada waktu dilakukan sinoskopi, pemeriksaan meatus medius dan
meatus superior dengan menggunakan naso-endoskopi dan pemeriksaan
CT Scan.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Rinoskopi anterior :
 Mukosa merah
 Mukosa bengkak
 Mukopus di meatus medius
2. Rinoskopi postorior
 Mukopus nasofaring
3. CT Scan : Konka bulosa bilateral, hipertropi konka nasalis
4. Transiluminasi : kesuraman pada sisi yang sakit
5. X Foto sinus paranasalis

10
 Kesuraman
 Gambaran “airfluidlevel”
 Penebalan mukosa
G. Penatalaksanaan
1. Sinusitis akut
a. Terapi
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik selama 10-
14 hari. Beberapa antibiotik yang direkomendasikan untuk sinusitis
akut adalah Amoxicillin, Amoxicillin-clavulanate, cefpodoxime
proxetil dan cefuroxim, Trimethoprim-sulfamethoxazole,
clarithromycin dan Azithomycin.
Jika obat-obatan garis depan tersebut di atas mengalami
kegagalan dan kurang memberikan respon dalam waktu 72 jam pada
terapi awal, maka pemberian antibiotik dengan spektrum lebih luas
bisa dipertimbangkan. Ini termasuk fluoroquinolone generasi lebih
baru, gatifloxacin, moxifloxacin dan lefofloxaci.
Selain antibiotik dapat diberikan decongestan untuk
memperlancar drainase sinus, analgetik untuk menghilangkan rasa
nyeri dan mukolitik untuk mengurangi kekentalan mukus. Bila ada
rinitis alergi dapat diberikan antihistamin. Pemberian kortikosteroid
tidak direomendasikan pada sinusitis akut.
Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan,
kecuali bila ada komplikasi ke orbita atau intrakranial; atau ada nyeri
yang hebat karena ada sekret yang tertahan oleh sumbatan.

2. Sinusitis kronik
Terapi medis harus melibatkan antibiotik dengan spektrum luas,
dan steroid itranasal topikal untuk mengobati komponen inflamasi yang
kuat dari penyakit ini. Antibiotik yang menjadi pilihan diantaranya
amoxicillin-clavulanate, Clindamycin, Cefpodoksime proxetil,
cefuroxime, gativloxacin, moxifloxacin, dan levofloxacin. Juga diberikan
dekongestan, mukolitik dan antihistamin bila ada rinitis alergi dan dapat
juga dibantu dengan diatermi. Berbeda dengan sinusitis akut yang

11
biasanya segera senbuh dengan pengobatan yang tepat, penyakit sinusitis
kronis atau sinusitis akut berulang sering kali sulit disembuhkan dengan
pengobatan konservatif biasa.
Dahulu, bila pengobatan konservatif gagal, dilakukan operasi
radikal pada sinus yang terkena antara lain etmoidektomi intra nasal, yang
merupakan operasi yang berbahaya karena dilakukan secara membuta, dan
banyak komplikasi berbahaya karena sinus etmoid terletak di midfasial
yang berhubungan dengan struktur-struktur penting seperti orbita, otak,
sinus kavernosus dan kelenjar hipofisis.
Berdasarkan penemuan baru dari Messerklinger mengenai
patofisiologi sinusitis disertai bantuan pemeriksaan radiologi canggih yaitu
CT scan, maka teknik operasi lama ditinggalkan dan dikembangkan teknik
baru yaitu Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) atau lebih dikenal
dengan Fungsional Endoscopic Sinus urgery (FESS).
Prinsip BSEF ialah membuka dan membersihkan KOM ini
sehingga nantinya tidak ada lagi hambatan ventilasi dan drainase.
Keuntungan BSEF ialah tindakan ini biasanya sudah cukup untuk
menyembuhkan kelainan sinus yang berat-berat sehingga tidak perlu
tindakan radikal.
3. Pembedahan
a. Pada sinus maksila
Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu
dengan larutan garam fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya
memasukkan kapas yang telah diteteskan xilokain dan adrenalin ke
daerah meatus inferior. Setelah 5 menit, kapas dikeluarkan, lalu dengan
trokar ditusuk di bawah konka inferior, ujung trokar diarahkan ke batas
luar mata. Setelah tulang dinding sinus maksila bagian medial tembus,
maka jarum trokar dicabut, sehingga tinggal pipa selubungnya berada di
dalam sinus maksila. Pipa itu dihubungkan dengan semprit yang berisi
larutan garam fisiologis, atau dengan balon yang khusus untuk
pencucian sinus itu.
Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka

12
mulut. Air cucian sinus akan keluar dari mulut, dan ditampung di
tempat bengkok.
Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang fungsi,
maka untuk memasukkan pipa dipakai trokar yang tumpul. Tapi
tindakan seperti ini dapat menimbulkan kemungkinan trokar menembus
melewati sinus ke jaringan lunak pipi,dasar mata tertusuk karena arah
penusukan salah, emboli udara karena setelah menyemprot dengan air
disemprotkan udara dengan maksud mengeluarkan seluruh cairn yang
telah dimasukkan serta perdarahan karena konka inferior tertusuk.
Lubang fungsi ini dapat diperbesar, dengan memotong dinding lateral
hidung, atau dengan memakai alat, yaitu busi. Tindakan ini disebut
antrostomi, dan dilakukan di kamar bedah, dengan pasien yang diberi
anastesi.
b. Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid
Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya
ialah dengan pasien ditidurkan dengan kepala lebih rendah dari badan.
Kedalam hidung diteteskan HCL efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus
menyebut “kek-kek” supaya HCL efedrin yang diteteskan tidak masuk
ke dalam mulut, tetapi ke dalam rongga yang terletak dibawah ( yaitu
sinus paranasal, oleh karena kepala diletakkan ebih rendah dari badan).
Ke dalam lubang hidung dimasukkan pipa gelas yang dihubungkan
dengan alat pengisap untuk menampung ingus yang terisap dari sinus.
Pada pipa gelas itu dibuat lubang yang dapat ditutup dan dibuka dengan
ujung jari jempol. Pada waktu lubang ditutup maka akan terisap ingus
dari sinus. Pada waktu meneteskan HCL ini, lubang di pipa tidak
ditutup. Tindakan pencucian menurut cara ini dilakukan 2 kali
seminggu.

Macam pembedahan sinus paranasal

13
1. Sinus maksila
a. Antrostomi, yaitu membuat saluran antara rongga hidung
dengan sinus maksila di bagian lateral konka inferior. Gunanya
ialah untuk mengalirkan nanah dan ingus yang terkumpul di
sinus maksila.
Alat yang perlu disiapkan ialah :
 alat fungsi sinus maksila
 semprit untuk mencuci
 pahat untuk memotong dinding lateral hidung
 alat pengisap
 tampon kapas atau kain kasa panjang yang diberi salep
Tindakan dilakukan di kamar besdah, dengan pembiusan
( anastesia ), dan pasien dirawat selama 2 hari.
Perawatan pasca tindakan :
 beri antrostomi dilakukan pada kedua belah sinus maksila,
maka kedua belah hidung tersumbat oleh tampon.
Olehkarena itu pasien harus bernafas melalui mulut, dan
makanan yang diberikan harus lunak.
 tampon diangkat pada hari ketiga, setelah itu, bila tidak
terdapat perdarahan, pasien boleh pulang.
b. Operasi Caldwell-Luc
Operasi ini ialah membuka sinus maksila, dengan
menembus tulang pipi. Supaya tidak terdapat cacat di muka,
maka insisis dilakukan di bawah bibir, di bagian superior
( atas ) akar gigi geraham 1 dan 2. Kemudian jaringan diatas
tulang pipi diangkat kearah superior, sehingga tampak tulang
sedikit di atas cuping hidung, yang disebut fosa kanina. Dengan
pahat atau bor tulang itu dibuka, dengan demikian rongga sinus
maksila kelihatan. Dengan cunam pemotong tulang lubang itu
diperbesar. Isi sinus maksila dibersihkan. Seringkali akan
terdapat jaringan granulasi atau polip di dalam sinus maksila.

14
Setelah sinus bersih dan dicuci dengan larutan bethadine, maka
dibuat anthrostom. Bila terdapat banyak perdarahan dari sinus
maksila, maka dimasukkan tampon panjang serta pipa dari
plastik, yang ujungnya disalurkan melalui antrostomi ke luar
rongga hidung. Kemudian luka insisi dijahit.
Perawatan pasca bedah :
 beri kompres es di pipi, untuk mencegah pembengkakan di
pipi pasca-bedah.
 perhatikan keadaan umum : nadi, tensi,suhu
 perhatikan apakah ada perdarahan mengalir ke hidung atau
melalui mulut. Apabila terdapat perdarahan, maka dokter
harus diberitahu.
 makanan lunak-tampon dicabut pada hari ketiga.

2. Sinus etmoid
a. Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat
dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dengan membuat
insisi di batas hidung dengan pipi (ekstranasal).
1) Etmoidektomi intranasal
Alat yang diperlukan ialah :
 spekulum hidung
 cunam pengangkat polip
 kuret ( alat pengerok )
 alat pengisap
 tampon
Tindakan dilakukan dengan pasien dibius umum ( anastesia).
Dapat juga dengan bius lokal (analgesia). Setelah konka
media di dorong ke tengah, maka dengan cunam sel etmoid
yang terbesar ( bula etmoid ) dibuka. Polip yang ditemukan

15
dikeluarkan sampai bersih. Sekarang tindakan ini dilakukan
dengan menggunakan endoskop, seh igga apa yang akan
dikerjakan dapat dilihat dengan baik.
Perawatan pasca-bedah yang terpenting ialah
memperhatikan kemungkinan perdarahan.
2) Etmoidektomi ekstranasal
Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di
daerah itu sinus etmoid dibuka, kemudian dibersihkan.
3. Sinus frontal
Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi Killian.
Insisi dibuat seperti pada insisi etmoidektomi ekstranasal, tetapi
kemudian diteruskan ke atas alis.Tulang frontal dibuka dengan pahat
atau bor, kemudian dibersihkan. Salurannya ke hidung diperikasa, dan
bila tersumbat, dibersihkan. Setelah rongga sinus frontal bersih, luka
insisi dijahit, dan diberi perban-tekan. Perban dibuka setelah seminggu.
Seringkali pembedahan untuk membuka sinus frontal dilakukan
bersama dengan sinus etmoid, yang disebut fronto-etmoidektomi.
4. Sinus sfenoid
Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah dengan
memakai endoskop. Biasanya bersama dengan pembersihan sinus
etmoid dan muara sinus maksila serta muara sinus frontal, yang disebut
Bedah Endoskopi Sinus Fungsional.
4. Discharge planning
a. Pertahankan kesehatan umum sehingga daya tahan tubuh alamiah tidak
menurun, makan cukup, istirahat, olahraga
b. Periksa jika nyeri pada area sinus menetap atau jika terdapat rabas
nasal, dan terdapat perubahan bau busuk, warna
c. Meningkatkan asupan cairan
d. Antibiotic dan obat lainnya harus digunakan sesuai resep
e. Control sesuai wakru yang ditentukan
f. Control jika ada keluhan tambahan, seperti nyeri yang bertambah
Untuk pencegahan hindari allergen (debu, asap, tembakau) jika alergi

H. Komplikasi

16
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya
antibiotic. Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada
sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut.
Komplikasi yang dapat terjadi ialah :
1. Osteomielitis dan abses subperiostal. Paling sering timbul akibat
sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak. Pada osteomielitis
sinus maksila dapat timbul fistula oroantral.
2. Kelainan otbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan
dengan mata (orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid,
kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi
melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat
ditimbulkan ialah edem palpebra, selulitis orbita, abses subperiotal,
abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus.
3. Kelainan intracranial, seperti meningitis, abses ekstradural atau
subdural, abses otak dan thrombosis sinus kavernosus.
4. Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya
kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut
sinobronkitis. Disamping itu dapat timbul asma bronchial.

17
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan
2. Riwayat Penyakit sekarang : penderita mengeluah hidung
tersumbat,kepala pusing, badan terasa panas, bicara bendengung. Pasien
dibawa ke poliklinik THT Rs Panti Wilasa Citarum dan dilakukan
pengkajian
Pengkajian data fokus :
a. Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal,
penyakit vaskuler perifer, atau stasis vaskuler (peningkatan
risiko pembentukan thrombus)
b. Integritas Ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apati. Factor-faktor
stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat beristirahat ketegangan/peka rangsang.
Stimulasi simpatis.
c. Makanan/Cairan
Gejala : infusiensi pancreas/DM (predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosi), malnutrisi (termasuk obesitas).
Membrane mukosa yang kering (pembatasan
pemasukan/periode puasa praoperasi).
d. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e. Keamanan
Gejala : alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester,
dan larutan. Defisiensi imun (peningkatan risiko infeksi
sistemik dan penundaan penyembuhan). Munculnya
kanker/terapi kanker terbaru. Riwayat keluarga tentang
hipertermia malignan/reaksi anestesi. Riwayat penyakit hepatic

18
(efek dari detokfikasi obat-obatan dan dapat mengubah
koagulasi). Riwayat transfusi darah/reaksi transfusi. Tanda :
munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam.
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus,
tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
 Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau
trauma
 Pernah mempunyai riwayat penyakit sinusitis
 Pernah menderita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : keluarga pasien mengatakan di dalam keluarganya
tidak ada yang menderita penyakit seperti yang di derita pasien saat ini.
6. Riwayat spikososial
 Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
 Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping.
 Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada
hidung
 Pola istirahat dan tidur
Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering
pilek
 Pola Persepsi dan konsep diri
Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan
konsepdiri menurun
 Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek
terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).

19
8. Pemeriksaan fisik
 status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
 Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus,
rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
1. Data subyektif :
a. Observasi nares :
Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya
b. Riwayat pembedahan hidung atau trauma
c. Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah,
frekwensinya, lamanya
d. Sekret hidung :
 warna, jumlah, konsistensi secret
 Epistaksis
 Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.

e. Riwayat Sinusitis :
 Nyeri kepala, lokasi dan beratnya
 Hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca.
 Gangguan umum lainnya : kelemahan
2. Data Obyektif
a. Demam, drainage ada : Serous, Mukupurulen,Purulen
b. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada
hidung dan sinus yang mengalami radang ? Pucat, Odema
keluar dari hidng atau mukosa sinus
c. Kemerahan dan Odema membran mukosa
d. Pemeriksaan penunjung
e. Kultur organisme hidung dan tenggorokan
f. Pemeriksaan rongent sinus.
B. Diagnosa Keperawatan
Pre Op
1. ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekresi berlebihan sekunder
akibat proses inflamasi.
2. Hypertermi b.d proses inflamasi, pemajanan kuman
3. Nyeri akut b.d iritasi jalan nafas sekunder
4. Ansietas b.d proses penyakit (kesulitan bernafas), perubahan dalam
status kesehatan (eksudat purulen)
5. Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi tentang penyakit yang
diderita dan pengobatannya

Post Op

20
1. Ansietas b.d pembedahan
2. Nyeri akut b.d pembedahan
3. Mual b.d agen farmakologis (efek anastesi)
4. Resiko infeksi b.d luka post oprasi

21
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF


PADA An.A DENGAN DIAGNOSA RHINOSINUSITIS
YANG DILAKUKAN TINDAKAN ETMOIDEKTOMI DI RUANG
INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS) RUMAH SAKIT PANTI WILASA
CITARUM SEMARANG

A. Asuhan Keperawatan Perioperatif di Kamar Bedah


Timbang terima pasien dengan perawat ruangan
Pada tanggal 14 Januari 2019 pukul 15.30 di IBS RS Panti Wilasa Citarum
Semarang
1. Biodata Pasien
Nama : An. A
Tanggal lahir : 03 Oktober 2005
No. CM : 649***
Alamat : Demak
Pekerjaaan : Belum bekerja
Bangsal : Dahlia
Diagnosa Medis : Rhinosinusitis
Jenis anestesi : General Anastesi
Kamar operasi : OK 2
Tanggal operasi : 14 Januari 2019

2. Check list pre operatif


Rekam medis pasien : Ada
Pers. Administrasi : Ada
Persiapan darah :-
Premedikasi : Ondansetron 2mg/mL
Profilaksis : Ceftriaxone 1 gr
Puasa : 6 jam pre operasiInform consent : Inform
bedah, administrasi, dan inform anestesi, mandi keramas, oral hygiene, kuku
bersih
Persiapan kulit/cukur : tidak ada yang di cukur
Protese (gigi palsu/softlens): Tidak ada
Perhiasan digunakan : Tidak ada
Lab darah : Ada
Infus : Ada, RL 10 tpm
Catheter urin : Tidak ada

22
Alergi obat : Tidak ada
Dokter operator : dr. W, Sp.BU
Dokter Anasteshi : dr. D, Sp. An
Jenis Anastesi : General Anastesi
Lain-lain :-

3. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri kepala dan tenggorokan.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
An. A datang ke RS PWC tanggal 13 Januari 2019 dengan keluhan nyeri
kepala dan tenggorokan. Nyeri ini dirasakan sejak 7 hari yang lalu disertai
pilek yang sering kambuh dan ingus yang kental di hidung. Nyeri dirasakan
semakin hebat jika pasien menelan makanan dan menundukkan kepala
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
An. A mengatakan pernah memiliki riwayat penyakit sinusitis, An. A
mengatakan tidak memiliki alergi obat atau makanan.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan bahwa dari keluarga tidak ada yang memiliki
penyakit sinusitis.

23
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pre operatif
1) Status fisiologis : Baik
2) Tingkat kesadaran : Compos mentis
3) Status psikologis : Baik
4) Data subjektif : An. A mengatakan cemas karena takut akan
menjalankan tindakan operasi, An. A bertanya tentang lama dan prosedur
operasi.
5) Data objektif : An. A terlihat tegang, kulit teraba hangat, RR
20x/menit, HR: 95 x/menit, S: 35oC. Score HARS: 10 (Cemas ringan)
b. Intra operatif
1) N: 95 x/menit,
2) RR: 20 x/menit,
3) SPO2: 99 %.
4) S 35, 4oC
5) Akral teraba dingin
6) Suhu kamar operasi 18 oC
7) Durasi operasi 45 menit
c. Post Operatif
1) Tingkat kesadaran : E: 2 V:4 M:2 (Somnolen)
2) Data objektif :
 N: 90 x/menit, RR: 19 x/Menit, SpO2: 98 %
 Terpasang tampon di area operasi
 Post general anestesi (kesadaran belum penuh)
 Pasien bernapas melalui mulut
 Terpasang OPA
 Posisi pasien supinasi dan kepala di ektensikan
 Terpasan Oxygen NRM 10lt
 Nilai Pengkajian Steward Score: 3

5. Data Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 01-04-2018
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Hemoglobin 14,06 g/dL 13.2 -17,3


Hematokrit %
Leukosit 45,6 10^9/L 40 – 52
Trombosit 10^9/L
Massa pembekuan /CT 6,7 Menit 3.8 10.6
Massa penedarahan/BT Menit

24
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu 343 mg/dL 150 – 400
Ureum
4,1 mg/dL 3-5
Kreatinin
2,0 mg/dL 1-3

88 <120

17,2 <31

0,89 0.62 -1.10

25
6. Analisa Data Pre Operatif
Nama : An. A No. CM : 649***
Tanggal lahir : 03 Oktober 2005 Dx Medis : Rinosinusitis
Tgl/
No Data Fokus Masalah Etiologi
Jam
1. 14-1- DS : Cemas Kurang
- An. A mengatakan cemas karena akan
2019 pengetahua
j. menjalankan tindakan operasi n prosedur
17.30 - An. A bertanya tentang berapa lama waktu
operasi
operasi dan prosedur operasi
DO:
- Score HARS: 10 (Cemas ringan)
- Klien terlihat tegang
- kulit teraba hangat
- RR 20x/menit
- HR: 95x/menit
- S: 36,4oC,

7. Analisa Data intra Operatif


Nama : An. A No. CM : 649***
Tanggal lahir : 03 Oktober 2005 Dx Medis : Rinosinusitis
Tgl/
No Data Fokus Masalah Etiologi
Jam
2. 14-1- DS :- Hipoter Pemajanan
DO:
2019 mi lingkungan
- N: 95 x/menit,
j.
- RR: 20 x/menit, yang dingin
18.30 - SPO2: 99 %.
- S 35, 4oC
- Akral teraba dingin
- Suhu kamar operasi 18 oC
- Durasi operasi 45 menit

8. Analisa Data post Operatif


Nama : An. A No. CM : 649***
Tanggal lahir : 03 Oktober 2005 Dx Medis : Rinosinusitis

26
Tgl/
No Data Fokus Masalah Etiologi
Jam
3. 14-1- DS : Bersihan Post
 DO: Tingkat kesadaran :Somnolen
2019 jalan Anestesi
j.  GCS : 8 (E: 2 V:4 M:2)
 N: 90 x/menit, RR: 19 x/Menit, SpO2: 98 % napas (General
19.00  Terpasang tampon di area operasi tidak Anestesi)
 Post general anestesi (kesadaran belum
efektif
penuh)
 Pasien bernapas melalui mulut
 Terpasang OPA
 Posisi pasien supinasi dengan kepala di
ekstensikan
 Terpasan Oxygen NRM 10lt
 Nilai Pengkajian Steward Score: 3

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Cemas b.d. Kurang pengetahuan prosedur operasi
b. Hipotermi b.d. Pemajanan lingkungan yang dingin
c. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. Post Anestesi (General Anestesi)

27
INTERVENSI KEPERAWATAN PRE OPERATIF
1. Cemas b/d Prosedur tindakan operasi
Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Cemas b/d Prosedur tindakan NOC : NIC :
operasi - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (Penurunan Kecemasan)
- Koping  Gunakan pendekatan yang menenangkan
Kriteria Hasil  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
Setelah dilakukan asuhan selama 1 x 30 pelaku pasien
menit klien kecemasan teratasi dgn  Jelaskan semua prosedur dan apa yang
kriteria hasil: dirasakan selama prosedur
 Klien mampu mengidentifikasi dan  Temani pasien untuk memberikan keamanan
mengungkapkan gejala cemas dan mengurangi takut
 Mengidentifikasi, mengungkap-kan  Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
dan menunjukkan tekhnik tarik tindakan prognosis
napas dalam untuk mengontol  Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
cemas
 Instruksikan pada pasien untuk menggunakan
 Vital sign dalam batas normal:
tehnik relaksasi
TD: 120/80 mmHg, N: 60-100

28
Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
x/menit, RR: 18-25 x/menit.  Dengarkan dengan penuh perhatian
 Postur tubuh, ekspresi wajah,  Identifikasi tingkat kecemasan
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas  Bantu pasien mengenal situasi yang
menunjukkan ber-kurangnya menimbulkan kecemasan
kecemasan  Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi

Implementasi Keperawatan
No. Dx.Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
1 Cemas b/d 1. Mengunakan pendekatan yang menenangkan: 18.00 WIB
DS: klien mengatakan cemas.
Prosedur S : klien mengatakan
DO: Perawat memperkenalkan diri, tujuan dan memberikan
Tindakan Operasi sudah sedikit tenang
sentuhan di pundak
2. Mengidentifikasi tingkat kecemasan: O:
DS: klien mengatakan cemas karena pertama kali operasi.
- klien tampak lebih
DO: klien tampak tegang
3. Menjelaskan semua prosedur operasi: rileks dan menunggu di
DS: klien mengatakan akan berdoa
ruang penerimaan
DO: klien dan ibu klien tampak memahami penjelasan.
- klien menggunakan
4. melibatkan keluarga untuk mendampingi klien:
DS: Ibu klien mengatakan semoga operasi klien berjalan lancar teknik napas dalam

29
No. Dx.Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
DO: ibu klien menunggu diluar di ruang penerimaan untuk mengurangi
5. menginstruksikan pada pasien untuk menggunakan
kecemasan
tehnik relaksasi (napas dalam):
A: Kecemasan klien
DS: klien mengatakan sedikit tenang
DO: klien tampak rileks teratasi
P: Intervensi dihentikan

INTERVENSI KEPERAWATAN INTRA OPERATIF


2. Resiko Hipotermi berhubungan dengan perubahan status kesehatan (efek anestesi)
Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Resiko Hipotermi NOC : NIC : Prevention Falls
berhubungan dengan Move ability 1. Atur suhu ruangan yang nyaman
2. Lindungi area di luar wilayah operasi

30
Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Terpajan suhu kamar Safety Behavior
operasi Kriteria Hasil:
- Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x45 menit Klien tidak mengalami
Jatuh dengan kriterian hasil:
Temperature ruangan nyaman
Tidak terjadi Hipotermi

31
Implementasi Keperawatan
No. Dx.Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
1 Resiko Hipotermi 1. Mengatur suhu ruangan yang nyaman 19.45 WIB
DS: -
berhubungan S: -
DO: Suhu ruangan 180 C
dengan Terpajan O:
2. Melindungi area di luar wilayah operasi
suhu kamar - Suhu ruangan 180 C
DS: -
- Terpasang selimut pada tubuh
operasi DO: Terpasang selimut pada tubuh klien
klien

A: resiko hipotermi klien teratasi


P: Intervensi dihentikan

32
INTERVENSI KEPERAWATAN POST OPERATIF
3. Resiko Inefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan post anastesi ( General Anastesi )
Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Resiko Inefektif Bersihan NOC : NIC : Prevention Falls
jalan nafas berhubungan Move ability 1. M
dengan Post anastesi Safety Behavior onitor tingkat kesadaran, jalan nafas
( General Anastesi ) 2. M
Kriteria Hasil:
onitor RR
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
3. La
selama 1 x45 menit, Inefektif bersihan
kukan suction jika diperlukan
jalan nafas tidak terjadi dengan kriterian 4. Be
hasil: rikan oksigen sesuai kebutuhan
5. Pe
Jalan nafas paten
rtahankan posisi jawthrust
Klien mampu menelan tanpa terjadi
aspirasi
RR : 18-24X/menit

33
Implementasi Keperawatan
No. Dx.Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
1 Resiko Inefektif 1. Memonitor tingkat kesadaran, jalan nafas 19.47 WIB
DS : -
Bersihan jalan S: -
DO : kes : Somnolen. E :2 M :4 V:2
nafas berhubungan Tidak adanya sumbatan jalan nafas O:
2. Memonitor RR, saturasi oksigen
dengan Post - Kesadaran :composmentis
DS : -
- E: 4 M: 6 V:5
anastesi DO : RR : 18x/m, SPO2 : 99 %
- Tidak adanya sumbatan jalan
3. Memberikan oksigen sesuai kebutuhan
(General Anastesi)
DS : - nafas
DO : masker NRM 10L - side rail selalu terpasang
4. Pertahankan posisi jawthrust - RR : 20x/m, SPO2 : 99 %
DS : -
DO : klien dalam posisi jawthrust terpasang OPA
A: resiko aspirssi klien teratasi
P: Intervensi dihentikan

34
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan perioperatif pada pasien Rhinosinusits
yang dilakukan tindakan Etmoidektomi di Ruang Instalasi Bedah Sentral
Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengkajian perioperatif sebelumnya dilakukan dengan cara wawancara
kepada pasien, sehingga muncul masalah cemas pada klien dikarenakan
ketidaktahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan operasi yang akan
dilakukan, sehingga perawat melakukan penkes kepada pasien dan
ansietas reduktion.
2. Masalah keperawatan yang muncul, yaitu: Pre Operatif (Cemas), Intra
Operasi (Hipotermi) dan Post Operatif (Bersihan jalan napas)
3. Pengkajian post operasi dilakukan setelah operasi di ruang recorvery
room pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Hal ini
dikarenakan, efek dari General anestesi. Oleh karena itu, perawat
melakukan pengkajian stewarde score dan fall risk score, sehingga
menimbulkan permasalahan baru yaitu resiko jatuh serta perawat
menerapkan pasien safety seperti memasang siderail, menguci brankat
dan proses pemindahan dari tempat tidur menggunakan easy mover.

35
B. Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil pemberian asuhan keperawatan
perioperatif pada An A dengan Rhinosinusitis yang dilakukan tindakan
Etmoidektomi di instalasi bedah sentral RS Pantiwilasa Citarum Semarang
adalah :
1. Bagi Perawat
Memberikan pengetahuan dan ketrampilan tentang teori dan procedural
Asuhan Keperawatan Perioperatif agar dapat memberikan Asuhan
Keperawatan yang tepat dan sesuai yang dibutuhkan pasien, maka dari
itu perawat IBS perlu mengikuti sejumlah pelatihan bedah.
2. Bagi Akademik
Pengetahuan dalam asuhan keperawatan perioperatif di ruangan bedah
sangat diperlukan maka untuk akademik bisa menambah jam untuk
pembahasan materi terkait dengan asuhan keperawatan dikamar bedah
sebelum terjun langsung kelapangan, agar peserta pelatihan dapat
menambah wawasan dan pengetahuan sewaktu terjun langsung
kelapangan.

36
PROSEDUR EDMOIDECTOMI

1. Penerimaan pasien diruang terima dan cek lembar serah terima

2. Melakukan pengecekan meliputi kelengkapan data, nama pasien, gelang


identitas, alergi, dan riwayat penyakit.

3. Memberikan dukungan psikologis dan kaji kecemasan pasien


4. Persiapan Alat dan Bahan Habis Pakai

37
5. Sign In
a. Klarifikasi pasien meliputi:
Identitas, gelang pasien, dan kelengkapan data
Nama : Sdr.A, Jenis Kelamin : Perempuan
No. RM : xxxxx, Tanggal Lahir : 3-10-2005
Diagnosa OP/Lokasi : Rhinosinusitis/hidung
Kelas/Kamar : II/Anggrek
Tgl./ Jam Operasi : 14 Januari 2018/18.00 wib
Dokter Operator : dr. Wahyu Budi M, Msi.Med.Sp.THT-KL

b. Lokasi operasi

38
c. Mesin dan obat anestesi sudah dicek lengkap, serta Bed Set Monitor
dalam kondisi siap pakai dan berfungsi dengan baik.

6. Dokter anastesi melakukan induksi anestesi .

7. Posisikan pasien Supinasi

39
8. Persiapan perawat
Saat pasien dilakukan pembiusan/induksi, perawat melakukan persiapan,
antara lain:
a. Cuci tangan bedah dan prosedural dibawah air mengalir, menggunakan
larutan clorhexidine 4%, dan sikat dengan pembersih kuku

b. Perawat melakukan glowing, gloving steril

40
9. Lakukan aseptik daerah eksisi secara sirkuler dari dalam keluar dengan
alcohol 70% Melakukan drapping steril dan pasang slang suction lalu jepit
menggunakan kassa dan duk klem.

10. Scrub Nurse mendekatkan meja instrument

11. Time Out


a. Salam
b. Menyebutkan nama dan tugas masing-masing

41
c. Memperkenalkan nama dokter operator, nama dokter anastesi, nama
asisten operator, nama perawat instrument
d. Klarifikasi identitas klien, prosedur tindakan, dan lokasi eksisi,
pemberian antibiotik sudah diberikan, penjegahan kejadian yang tidak
diharapkan.
e. Bagian Dokter Bedah (konfirmasi kemungkinan timbulnya kesulitan
dalam operasi dan jalan alternatifnya, berapa waktu estimasi jalannya
operasi, dan antisipasi kehilangan darah)
f. Bidang Anestesi (konfirmasi adanya masalah spesifik pada pasien)
g. Bidang Keperawatan (konfirmasi cek alat steril, ada alat khusus, hasil
pemeriksaan penunjang terpasang di ruangan operasi)
h. Berdoa

12. Intra operatif


b. Menghubungkan nose endoscopy ke mesin flexource

42
c. Menginjeksi lidocain ke dalam septum hidung . tunggu reaksi 2-3
menit .

d. Menyingkirkan konka dengan frier

e. Memotong konka dengan gunting konka

43
f. Mengambil polip dengan forchep bengkok dan lurus

g. Membersihkan lubang hidung dengan curet

h. Memindahkan jaringan sinus yang diambil ke kassa steril

44
i. Dokter operator mengobservasi hasil pengangkatan sinus
menggunakan nose endoscopy
j. Bersihkan lubang hidung menggunakan cairan Nacl dan iodine
popidon 10% sedot menggunakan squid 10 cc

k. Lakukan suction pada lubang hidung satunya ketika dilakukan


spool/semprot lubang hidung pasien

45
13. Sign Out
a. Perawat asisten
operasi melakukan klarifikasi ulang nama dan prosedur tindakan.
Perawat instrumen menghitung pemakaian kassa dan jumlah
instrumen yang dipakai kepada operator dan asisten operator.

b. Pasang tampon yang


terbuat dari ujung jari handsoon yang diisi kassa pada lubang hidung

46
c. Tambahkan tampon
pada lubang hidung menggunakan kassa gulung kecil yang terlah
dilapisi vaselin, masukkan tampon menggunakan tampon tang

47
d. Plester luka

e. Letakkan specimen
pada wadah specimen + formalin.

f. Klarifikasi ke dokter
bedah dan anastesi terkait perawatan post operasi dan pengiriman di
recorvery room.
g. Memposisikan
supinasi kepala ekstensi
h. Scurb Nurse
merapikan instrument habis pakai , memisahkan benda-benda tajam,
dan membuangnya ke safety box.
i. Setelah selesai pasien
dirapikan dan dipindahkan ke tempat tidur pasien dengan mover
untuk pindah ke RR, pertahankan pasien dari resiko terjatuh.

48
j. Melepaskan jas
operasi dan buang ke dalam plastik infeksius berwarna kuning.

49
k. Penyerahan pasien
dengan perawat ruangan

50

Anda mungkin juga menyukai