Anda di halaman 1dari 63

KELOMPOK 1

”URGENSI, HAKIKAT, DAN LANDASAN BIMBINGAN KONSELING DI


SEKOLAH”

A. URGENSI BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR


Perkembangan konseling tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik,
psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan.
Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life
style) warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau
di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan
perilaku konseling, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan,
masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan
yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut,
di antaranya: pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota,
kesenjangan tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi teknologi informasi,
pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan struktur masyarakat dari
agraris ke industri.
Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti : maraknya tayangan
pornografi di televisi dan VCD, penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras,
dan obat-obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak harmonisan dalam
kehidupan keluarga; dan dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi
pola perilaku atau gaya hidup konseling (terutama pada usia remaja) yang
cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti:
pelanggaran tata tertib Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum minuman keras,
menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnya, seperti: ganja, narkotika, ectasy, putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan
pergaulan bebas (free sex).
Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena
tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti
tercantum dalam tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1)
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3)
memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan
rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai
implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan
untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah
pencapaian tujuan pendidikan tersebut.
Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan
seperti disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi
mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi
kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling
yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang perkembangan
konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang
mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang
administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang
bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang
administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan
konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam
aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam
aspek kepribadian.
Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan
konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis,
dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan
dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan
(Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling
komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling). Pelayanan bimbingan
dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas
perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah
konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang
harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan
konseling berbasis standar (standard based guidance andcounseling). Standar
dimaksud adalah standar kompetensi kemandirian (periksa lampiran 1).
Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara
konselor dengan para personal Sekolah/ Madrasah lainnya (pimpinan
Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan
pihak-pihak ter-kait lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli :
psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di
Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli agar
dapat mengem-bangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik
menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.
Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan
potensi konseling, yang meliputi as-pek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau
terkait dengan pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang berdimensi
biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual).

B. HAKIKAT BIMBINGAN KONSELING DI SD


Bimbingan merupakan sebuah istilah yang sudah umum digunakan dalam
dunia pendidikan. Bimbingan pada dasarnya merupakan upaya bantuan untuk
membantu individu mencapai perkembangan yang optimal. Selain itu bimbingan
yang lebih luas dikemukan oleh Good (Thantawi, l995 : 25) yang menjabarkan
bimbingan adalah (1) suatu proses hubungan pribadi yang bersifat dinamis, yang
dimaksudkan untuk untuk mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang; (2) suatu
bentuk bantuan yang sistematis (selain mengajar) kepada murid, atau orang lain
untuk menolong, menilai kemampuan dan kecenderungan mereka dan
menggunakan informasi itu secara efektif dalam kehidupan sehari-hari; (3)
perbuatan atau teknik yang dilakukan untuk menuntun anak terhadap suatu tujuan
yang diinginkan dengan menciptakan suatu kondisi lingkungan yang membuat
dirinya sadar tentang kebutuhan dasar, mengenal kebutuhan itu, dan mengambil
langkah-langkah untuk memuaskan dirinya.
1. Pengertian Bimbingan Konseling
Bimbingan dan Konseling adalah pelayanan yang dilaksanakan dari manusia,
untuk manusia, dan oleh manusia. Dari manusia, artinya pelayanan itu
diselenggarakan berdasarkan hakikat keberadaan manusia dengan segenap
dimensi kemanusiaannnya. Untuk manusia, dimaksudkan bahwa pelayananan
tersebut diselenggarakan demi tujuan yang agung, mulia dan positif bagi
kehidupan manusia menuju manusia seutuhnya, baik manusia sebagai individu
maupun kelompok. Oleh manusia mengandung pengertian bahwa
penyelenggaraan kegiatan itu adalah manusia dengan segenapderajat, martabat
dan keunikannya masing-masing yang terlibat didalamnya. Proses Bimbingan dan
Konseling seperti itu melibatkan manusia dan kemanusiaanya sebagai totalitas
yang menyangkut segenap potensi-potensi dan kecenderungan-kecenderungannya,
perkembangannya dinamika kehidupannya, permasalahan-permasalahannya, dan
interaksi dinamis antara berbagai unsur yang ada itu. Menurut pendapat (smith
dalam Prayitno dan Amti, 1994) mengatakan : Bimbingan sebagai proses layanan
yang diberikan kepada individu-individu guna membantu mereka memperoleh
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam membuat pilihan-pilihan,
rencana-rencana, dan interprestasi-intrepretasi yang diperlukan untuk
menyesuaikan diri dengan baik. Sejalan dengan pendapat di atas bahwa bantuan
untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mandiri dan
berkembangan secara optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial,
bimbingan belajar, dan bimbingan karir, melalui berbagai jenis layanan dan
kegiatan pendukun berdasarkan norma yang berlaku. Dari pengertian tersebut juga
dengan peraturan Pemerintah No. 29/1990 tentang Pendidikan Menengah, pasal
27 ayat 1, dikatakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan
kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan
merencanakan masa depan.“Bimbinagn dalam rangka menemukan pribadi”,
mengandung makna bahwa guru pembimbing memfasilitasi siswa agar dengan
keinginan dan kemampuannya dapat mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya
sendiri serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal
pengembangan diri lebih lanjut. Tumbuhnya keinginan siswa untuk mengenal
kekuatan dan kelemahan diri menjadi sangat penting karena hal itu menunjukkan
adanya motivasi dari dalam diri siswa dan bukan keinginan orang lain atau
paksaan dari guru pembimbing. “Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan”
mengandung makna bahwa guru pembimbing memfasilitasi siswa untuk
mengenal lingkungannya dengan baik, termasuk lingkungan yang ada di luar
sekolah. Kemudian yang terakhir adalah “Bimbingan agar siswa mampu
merencanakan masa depannya” mengandung makna bahwa guru pembimbing
berupaya memberikan masa depannya dengan pertimbangan yang matang
terhadap masalah pribadi serta pengenalan yang benar tentang lingkungannya.

2. Tujuan Bimbingan Konseling


Pemahaman terhadap tugas-tugas perkembangan anak SD sangat berguna bagi
pendidik. Dalam kacamata bimbingan, pemahaman tugas-tugas perkembangan
anak SD sangat berguna bagi pengembangan program bimbingan dan konseling,
karena sangat membantu dalam menemukan dan menentukan tujuan program
bimbingan dan konseling di SD dan menentukan kapan waktu upaya bimbingan
dapat dilakukan.
Bimbingan dan konseling perkembangan bertolak dari anggapan bahwa
menghargai secara positif dan respek terhadap martabat manusia merupakan
aspek yang amat penting dalam masyarakat. Konselor memiliki tugas untuk
mengembang-kan potensi dan keunikan individu secara optimal dalam perubahan
masyarakat yang global. Dalam program bimbingan yang komprehensif murid
diharapkan memperoleh keterampilan yang penting dalam memberikan kontribusi
terhadap masyarakat yang memiliki aneka budaya.
Dalam konteks bimbingan perkembangan, perkembangan perilaku yang efektif
sebagai tujuan pelaksanaan bimbingan yang dapat dilihat dari tingkat pencapaian
tugastugas perkembangan. Memahami karakteristik murid SD sebagai dasar untuk
pengembangan program bimbingan di SD difokuskan kepada pencapaian tugas-
tugas perkembangan murid SD. Mengkaji tugas-tugas perkembangan merupakan
hal yang penting dan menjadi dasar bagi pengembangan dan peningkatan mutu
layanan bimbingan.
Pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan memiliki tujuan untuk memberikan
bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan
kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota
umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan
menengah (UUSPN, dan PP No.: 28 tahun 1990).
Pengembangan kehidupan murid sebagai pribadi sekurang-kurangnya mencakup
upaya untuk:
a. memperkuat dasar keimanan dan ketaqwaan,
b. membiasakan untuk berperilaku yang baik,
c. memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar,
d. memelihara kesehatan jasmani dan rohani,
e. memberikan kemampuan untuk belajar, dan membentuk kepribadian yang
mantap dan mandiri.
f. Pengembangan sebagai anggota masyarakat mencakup: g. memperkuat
kesadaran hidup beragama dalam masyarakat, h. menumbuhkan rasa tanggung
jawab dalam lingkungan hidup, dan
i. memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk
berperan serta dalam kehidupan bermasarakat.
j. Pengembangan sebagai warga negara mencakup upaya untuk:
k. mengembangkan perhatian dan pengetahuan hak dan kewajiban sebagai warga
negara RI,
l. menanamkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan bangsa dan
negara,
m. memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk
berperan serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pengembangan sebagai umat manusia mencakup upaya untuk: (a)
meningkatkan harga diri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, (b)
meningkatkan kesadaran tentang HAM, (c) memberikan pengertian tentang
ketertiban dunia, (d) meningkatkan kesadaran tentang pentingnya persahabatan
antar bangsa, dan (e) mempersiapkan peserta didik untuk menguasai isi
kurikulum.
Bertolak dari rumusan Tujuan Pendidikan Nasional, dan tujuan pendidikan
dasar dirumuskan seperangkat tugas-tugas perkembangan yang seyogyanya
dicapai oleh anak SD. Secara operasional tugas-tugas perkembangan anak SD
adalah pencapaian perilaku yang seyogyanya ditampilkan anak SD yang meliputi:
a. sikap dan kebiasaan dalam berimtaq (iman dan taqwa),
b. pengembangan kata hati-moral dan nilai-nilai,
c. pengembangan keterampilan dasar dalam membaca – menulis - berhitung
(calistung),
d. pengembangan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan sehari-hari,
e. belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok sebaya,
f. belajar menjadi pribadi yang mandiri,
g. mempelajari keterampilan fisik sederhana,
h. membina hidup sehat,
i. belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin,
serta
j. pengembangan sikap terhadap kelompok dan lembaga-lembaga sosial.
Secara khusus, layanan bimbingan di sekolah dasar bertujuan untuk
membantu siswa agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangan yang meliputi
aspek pribadi sosial, pendidikan dan karier sesuai dengan tuntutan lingkungan
(Depdikbud, 1994b).
Dalam aspek perkembangan pribadi sosial layanan bimbingan membantu
siswa agar dapat:
a. Memiliki pemahaman diri
b. Mengembangkan sikap positif
c. Membuat pilihan kegiatan secara sehat
d. Mampu menghargai orang lain
e. Memiliki rasa tanggung jawab
f. Mengembangkan keterampilan hubungan antar pribadi
g. Menyelesaikan masalah
h. Membuat keputusan secara baik.
Dalam aspek perkembangan pendidikan, layanan bimbingan membantu
murid agar dapat:
a. Melaksanakan cara-cara belajar yang benar
b. Menetapkan tujuan dan rencana pendidikan
c. Mencapai prestasi belajar secara optimal sesuai bakat dan kemampuannya
d. Memiliki keterampilan untuk menghadapi ujian.
Dalam aspek perkembangan karier, layanan bimbingan membantu murid
agar dapat:
a. Mengenali macam-macam dan ciri-ciri dari berbagai jenis pekerjaan
b. Menentukan cita-cita dan merencanakan masa depan
c. Mengeksplorasi arah pekerjaan
d. Menyesuaikan keterampilan, kemampuan dan minat dengan jenis pekerjaan.
Terdapat beberapa ide pokok menyangkut hakikat dan tujuan bimbingan
untuk anak yang dikemukakan dari pendapat Solehuddin (2005), yaitu sebagai
berikut :
Pertama, bimbingan pada hakikatnya merupakan aktivitas yang terarah ke
optimalisasi perkembangan anak. Aktivitas atau perlakuan yang sifatnya
mendukung, mempermudah, memperlancar, dan bahkan sampat batas tertentu
mempercepat proses perkembangan anak adalah bimbingan. Sebaliknya, kegiatan-
kegiatan yang sifatnyamemaksa, mengambat, menghalangi, dan atau mempersulit
proses perkembangan anak, maka itu bukanlah kegiatan bimbingan.
Kedua, tercapainya perkembangan anak yang optimal adalah sasaran akhir
dari bimbingan yang sekaligus juga dapat merupakan sasaran akhir dari proses
pendidikan secara keseluruhan.
Ketiga, dalam konteks bimbingan, upaya membantu anak dalam meraih
keberhasilan perkembangan anak dilakukan melalui tiga aktivititas pokok sebagai
berikut :
a. Menyerasikan perlakuan dan lingkungan pendidikan dengan kebutuhan
perkembangan anak serta dengan mempertimbangkan tuntutan nilai-nilai
keagamaan dan kultural yang dianut.
b. Menyelenggarakan layanan untuk mengembangkan berbagai kemampuan
dalam keterampilan pribadi-sosial, belajar dan karir anak yang diperlukan untuk
keperluan perkembangan dan belajarnya seperti keterampilan belajar, bergaul,
menyelesaikan konflik dan sejenisnya.
c. Menyelenggarakan layanan intervensi khusus bagi anak yang memerlukan
perhatian dan bantuan khusus.

3. Fungsi Bimbingan Konseling


Fungsi-fungsi BK mencakup :
1) Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan
menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai
dengan kepentingan pengembangan peserta didik, baik pemahman tentang diri
peserta didik, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, maupun lingkungan
“yang lebih luas”.
2) Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan
menghasilkan tercegahnya atau terindarnya peserta didik dari berbagai
permasalahan yang mungkin timbul, yang akan dapat mengganggu, menghambat,
ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian- kerugian tertentu dalam proses
perkembangannya.
3) Fungsi pengentasan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan
menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahannya yang
dialami oleh peserta didik. Fungsi pengentasan dilakukan dengan
memberdayakan seluruh kemampuan konseli (siswa), sehingga keputusan yang
diambil merupakan keputusan siswa dan bukan keputusan guru pembimbing,
terutama yang terkait dengan fungsi pengentasan, baik melalui kegiatan konseling
perorangan maupun konseling kelompok.
4) Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan
konseling yang akan menghasilkan terpeliharanya dan berkembangmya berbagai
potensi dan kondisi positf peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya
secara mantap dan berkelanjutan. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan dalam
pelaksanaannya tidak akan terlepas dari fungsi pemahaman, artinyafungsi ini akan
secara efektif dilaksanakan jika guru pembimbing memahami betul peserta didik
yang dibimbingnya, sehingga berbagai jenis layanan yang diberikan untuk
terpeliharanya dan berkembangnya potensi peserta didik sesuai dengan kebutuhan
dan keadaan mereka.

Uman Suherman yang dikutip oleh Sudrajat (2008) mengemukakan sepuluh


fungsi bimbingan dan konseling, yaitu:
1) Fungsi Pemahaman, yaitufungsi bimbingan dan konseling membantu
konseliagar memiliki pemahaman terhadap dirinya(potensinya) dan
lingkungannya (pendidikan,pekerjaan, dan norma agama).
Berdasarkanpemahaman ini, konseli diharapkan mampumengembangkan
potensi dirinya secara optimal,dan menyesuaikan dirinya dengan
lingkungansecara dinamis dan konstruktif;
2) Fungsi Preventif,yaitu fungsi yang berkaitan dengan upayakonselor untuk
senantiasa mengantisipasiberbagai masalah yang mungkin terjadi
danberupaya untuk mencegahnya, supaya tidakdialami oleh konseli.
Melalui fungsi ini, konselormemberikan bimbingan kepada konseli
tentangcara menghindarkan diri dari perbuatan ataukegiatan yang
membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah
pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa
masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka
mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya:
bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop
out, dan pergaulan bebas (free sex);
3) Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dankonseling yang
sifatnya lebih proaktif dari fungsifungsi lainnya. Konselor senantiasa
berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yangkondusif, yang
memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel
Sekolah/Madrasahlainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi
atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan
secara sistematis dan berkesinambungan dalam upayaperkembangannya.
Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan
informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain
storming), home room, dan karyawisata;
4) Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat
kuratif. Fungsi ini berkaitanerat dengan upaya pemberian bantuan kepada
konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi,
sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah
konseling, dan remedial teaching;
5) Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam
membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program
studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan
minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam
melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik
lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan;
6) Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan,
kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guruuntuk menyesuaikan
program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat,
kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi
yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu
para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih
dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses
pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan
kemampuan dan kecepatan konseling;
7) Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam
membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan
lingkungannya secara dinamis dan konstruktif;
8) Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu
konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir,
berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi
(memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir
yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat
mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan
normatif;
9) Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan
seimbang seluruh aspek dalam diri konseli; dan
10) Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk
membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi
kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi
konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan
penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui
program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai
dengan minat konseli.
Fungsi yang dikemukakan di atas dapat di singkat sebagai berikut:
 Fungsi pemahaman, yaitu fungsi membantu peserta memahami diri dan
lingkungan;
 Fungsi Pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mampu
mencegah atau menghindari diri dari berbagai permasalahan yang dapat
menghambat perkembangan dirinya;
 Fungsi Pengentasan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mengatasi
masalah yang didalamnya;
 Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu
peserta didik memlihara dan menumbuhkembangkan berbagai potensi dan
kondisi positif yang dimilikinya;
 Fungsi Advokasi, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memperoleh
pembelaan atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat
perhatian.
4. Prinsip Bimbingan Konseling
Sejumlah prinsip dan asas yang mendasari gerak dan langkah
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling. Prinsip asas-asas ini
berkaitan dengan tujuan, sasaran layanan, jenis layanan dan kegiatan pendukung,
serta berbagai aspek operasionalisasi pelayanan bimbingan dan konseling. Dalam
pelayanan bimbingan dan konseling perlu diperhatikan sejumlah prinsip, yaitu:
a. Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran layanan :
1) Bimbingan dan Konseling melayani semua individu
tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, agama,
dan status sosial ekonomi.
2) Bimbingan dan Konseling berurusan dengan pribadi
dan tingkah laku individu yang unik dan dinamis.
3) Bimbingan dan Konseling memperhatikan sepenuhnya
tahapdan berbagai aspek perkembangan individu.
4) Bimbingan dan Konseling memberikan perhatian utama
kepada perbedaan individual yang akan menjadi
orientasi pokok pelayanan.
b. Prinsipprinsip berkenaan dengan permasalahan individu:
1) Bimbingan dan Konseling berurusan dengan hal-hal yang
menyangkut pengaruh kondisi mental/fisik individu terhadap
penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya
dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh
lingkungan terhadap kondisi metal dan fisik individu.
2) Kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan faktor
timbulnya masalah pada individu yang kesemuanya menjadi
perhtian uatama pelayanan bimbingan dan konseling.
c. Prinsip-prinsip Berkenaan Dengan Program Layanan
1) Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral dari
upaya pendidikan dan pengembangan individu, oleh karea itu
program bimbingan dan konseling harus diselaraskan dan
dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan
peserta didik.
2) Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan
dengan kebutuhan individu, masyarakat, dan kondisi lembaga
3) Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan
dari jenjang terendahsampai tertinggi. Terhadap isidan
pelaksanaan program bimbingan dan konseling perlu diadakan
penilaian yang teratur dan terarah.
d. Prinsip-prinsip berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan
pelayanan :
1) Bimbingan dan Konseling harus diarahkan untuk
pengembangan individu yang akhirnya mampu membimbing
diri sendiridalam menghadapi permasalahannya.
2) Dalam proses bimbingan dan konseling keputusan yang
diambil dan akan dilakukan oleh individu hendaknya atas
kemauan individu itu sendiri, bukankarena kamauan atau
desakan dari pembimbing atau pihak lain.
3) Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam
bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
4) Kerja sama antara guru pembimbing, guru-guru lain, dan orang
tua amat menentukan hasul pelayanan bimbingan.
5) Pengembangan program pelayanan bimbingan dan konseling
ditempuh melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil
pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat
dalam proses pelayanan dan program bimbingan dankonseling
itu sendiri.

5. Asas Bimbingan Konseling


Penyelenggaraan layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling selain dimuati
oleh fungsi dan didasarkan pada prinsip-prinsip bimbingan juga dituntut untuk
memenuhi sejumlah asas bimbingan. Pemenuhan atas asas-asas itu akan
memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan/kegiatan,
sedangkan peningkatannya akan dapat menghambat atau bahkan menggagalkan
pelaksanaan serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan/kegiatan
bimbingan dan konseling itu sendiri.
1) Asas kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut
dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang peserta didik (konseli) yang
menjadi sasaran layanan, yaitu dataatau keterangan yang tidak boleh dan tidak
layak diketahui orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh
memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu, sehingga kerahasiaannya
benar-benar terjamin.
2) Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (konseli) mengikuti/menjalani
layanan kegiatan yang diperuntukan baginya. Dalam hal ini, guru pembimbing
berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
3) Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap
terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan dirinya
sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang
berguna bagi dirinya. Dalam hal ini, guru pembimbing berkewajiban
mengembangkan keterbukaan peserta didik.Keterbuakaan ini amat terkait pada
diri peserta didik yang menjadi sasaran layanan/kegiatan. Agar peserta didik dapat
terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak
berpura-pura.
4) Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konselingyang menghendaki
peserta didik yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam
penyelenggaraan layanan/kegiatn bimbingan. Dalam halini, guru pembimbing
perlu mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap layanan/kegiatan
bimbingan dankonseling yang diperuntukkan baginya.
5) Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk
pada tujuan umum bimbingan dan konseling yaitu; peserta didik sebagai sasaran
layanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang
mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima dirinya sendiri dan
lingkungannya mampumengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan
diri sendiri.
6) Asas kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan peserta didik
dalam kondisinya sekarang. Layanan yang berkenaan dengan masa depan atau
kondisi masa lampaupun, dilihat dampak dan atau kaitannya dengan kondisi yang
ada dan apa yang dapat diperbuat sekarang.
7) Asas kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar isi layanan terhadap sasaran layanan yang sama hendaknya selalau bergerak
maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan
kebutuhandan tahap-tahap perkembangan dari waktu kewaktu.
8) Asas keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar berbagai layanan bimbingan dan konseling baik yang dilakukan oleh guru
pembimbing maupunpihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadukan
untuk itu, kerja sama antaraguru pembimbing dan pihak-pihak yng berperan
dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus
dikembangkan.
9) Asas kenormatifan,yaitu asas bimbingan dan konseling yangmenghendaki
segenap layanan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh
bertentangandengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada, yaitu norma-norma
agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan dan kebiasaan yang
berlaku.
10) .Asas keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar layanan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah
profesional.
11) Asas alih tangan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan
konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (konseli)
mengalih tangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli.
12) Asas Tut Wuri Handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat
menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman),
mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangandan dorongan, serta
kesempatan yang seluas-luasnya kepadapeserta didik untuk maju.

C. LANDASAN BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR


Landasan dipahami sebagai acuan dan juga dasar pelaksanaan program
layanan bimbingan konseling. Landasan juga bisa dipakan sebagai latar belakang
dari layanan bimbingan konseling. Pendapat lain mengatakan bahwa landasan
merupakan syarat pengetahuan yang harus dimiliki untuk dapat melaksanakan
Iayanan bimbingan konseling dengan lebih baik. Landasan bimbingan konseling
memberikan kontribusi terhadap kerja bimbingan dan konselmg itu sendiri.
Landasan bimbingan dan konseling sangat kompleks dan beragam sesuai dengan
beragamnya latar belakang peserta didik. Landasan yang mendasari bimbingan
dan konseling ituperlu dipahami untuk menunjang pelaksanaan bimbingan dan
konseling secara efektif dan efisien. Adapun landasan tersebut adalah:
1. landasan Filosofis
Landasan filosifis layanan bimbingan konselingmembicarakan tentang hakekat
manusia secara mendasar. Landasan ini berhubungan dengan cara pandang
terhadap peserta didik terkait dengan hakekat, tujuan, fungsi hidup peserta didik
dan upaya mengembangkan dlrl untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya
secara optimal. Socrates menyatakan bahwa manusia merupakan mahkluk yang
tidak bisa hidup sendiri, mereka selalu membutuhkan orang lain dalam
kehidupannya, termasuk salah satunya adalah peserta didik. Pada filsafat
eksistensialisme dijelaskan bahwa manusia merupakan mahkluk yang memiliki
kemampuan untuk menyadari dirinya sendiri, bereksistensi, memiliki kata hati,
moral, tanggungjawab, bebas dan menghayati kebahagiaan. Kompetensi tersebut
akan berkembang apabila aspek kemanusiaan yang dimilikinya tumbuh secara
seimbang.
Landasan filosofis ini pada dasarnya mengajarkan tentang bagaimana setiap
aktivitas bimbingan dan konseling hendaknya dilakukan secara bijaksana demi
membantu peserta didik memperoleh makna dalam kehidupan yang sebenarnya.
Mencari dan menemukan hakekat dan jati dirinya secara obyektif dengan
memahami kelebihan dan kekurangannya.
Landasan filosoffis ini maknanya membantu peserta didik memperoleh mana
hidup yang sebenarnya yang diselaraskan dengan hakekat manusia. Adapun
hakekat manusia dijelaskan oleh tokoh-tokoh dibawah ini:
a. Viktor E. Frankel, manusia adalah mahkluk yang bebas, yang mampu membuat
pilihan sendiri serta memilikikeunikan masing-masing yang mampu membawa
dirinya mencapai hal yang berada diluar dirinya dalam bentuk ide.
b. Passon, manusia adalah mahkluk yang memiliki jiwa menyeluruh (gestalt) dan
harus dipahami secara utuh. (kemampuan membuat pilihan, membangun
kehidupan, merespon lingkungan) sebagai dampak dari kemampuannya merespon
secara internal maupun eksternal.
c. Beck, bahwa manusia bertanggung-jawab terhadap perbuatannya dan pilihan
hidupnya demi mengembangkan dirinya secara optimal untuk mencapai
kehidupan yang bermakna, terbebas dari ancaman fisik maupun psikis.
d. Skinner & Watson: manusia memiliki kecenderingan untuk berperilaku positif
maupun negatif yang terbentuk dan dipengaruhi oleh lingkungan melalui proses
yang dipelajari.
e. Albert Ellis: manusia dilahirkan dengan potensi berflklr dan perilaku secara
rasional maupun irrasional dengan kecenderungan tumbuh dan
mengaktualisasikan diri.

2. Landasan Psikologis
Manusia adalah pribadi yang unik yang berbeda antara yang satu dengan yang
lain. Setiap pribadi yang sedang berkembang seperti halnya peserta didik akan
menuju ke arah kematangan dan karakteristik masingmasing yang dipengaruhi
oleh prosesnya dalam belajar. Implikasi layanan bimbingan konseling hharus
memperhatikan perbedaan-perbedaan yang dimiliki peserta didik.
Pemahaman tentang peserta didik secara psikologis perlu dikuasai oleh guru
pembimbing. Penguasaan ini sangat diperlukan karena psikologi merupakan
pendukung terhadap layanan bimbingan konseling. Tuntutan pemahaman peserta
didlk secara psikologis merupakan tuntutan mutlak bagi guru pembimbing dalam
rangka memfasilitasi perkembangan peserta didik dalam aspek psikologisnya.
Adapun aspek yang perlu diperhatikan & dlpahami oleh pendidik adalah sebagai
berlkut:
a. Motiv & Motivasi, motiv merupakan dorongan yang memunculkan perilaku untuk
mencapai tujuan tertentu sedangkan motivasi sesuatu yang akan memunculkan
dan mendorong peserta didik bertahan dan terus bekerja untuk menggapai tujuan
dalam berbagai kondisi.
b. Konflik & Frustasi, konflik dapat dipahami sebagai situasi yang terrdapat
pertentangannya, konflik dalam hal ini adalah konflik secara psikologis
(kebimbangan, keragu-raguan) sedangkan frustasi yaitu kondisi yang dirasa
menyakitkan karena tidak tercapainya sebuah keinginan atau harapan. Konflik dan
frustasi ini bersumber dari dalam diri dan ini akan memunculkan perilaku agresi,
introversi, tidak berdaya dll.
c. Sikap, slkap merupakan kondisi mental yang relatif menetap dalam merespon
suatu obyek, peristiwa. Sikap ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman, pola
komunikasi daan modeling/belajar yang terus berkembang.
d. Faktor yang mempengaruhi perkembangan, banyak faktor yang mempengaruhi
perkembangan baik itu yang berasal dari dalam diri seperti halnya keturunan dan
juga lingkuan sosialnya (keluarga, teman sebaya, lingkungan sosialnya).
e. Masalah perkembangan peserta didik, tugas perkembangan peserta didik banyak
mengacu pada kematangan fisik, sosial budaya, cita-cita individu dan motif
individu serta tuntutan norma atau nilai-nilai baikitu nilai agama, sosial, hukum
dll.
f. Masalah perbedaan individual, perbedaan yang adapada peserta didik tidak
terlepas dari pengaruh bawaandan lingkungan sosial yang mempengaruhinya.
Perbedaan individual yang perlu dipahami addalah kecerdasan, prestasi belajar,
sikap dan kebiasaan belajar, motivasi belajar, karakter, bakat, mina, clta-cita,
kondisi fisik, komunikasi dan hubungan interpersonal, kemandirian, disiplin serta
sikap tanggung-jawab.
g. Masalah kebutuhan individual, kebutuhan merupakan pendorong perilaku,
keinginan untuk memenuhi kebutuhan menjadi sumber munculnya perilaku.
Ketika seorang individu mampu memenuhi kebutuhannya akan diperoleh
kepuasan dalam dirinya tetapi sebaliknya apabila kebutuhan tersebut tidak
terrpenuhi akan memunculkan berbagai permasalahan mulai dari ketidakpuassan
sampai dengan adanya perasaan depresi.
h. Masalah penyesuaian diri dan kesehatan mental, penyesuaian diri merupakan
proses mental dan upaya untuk memenuhi kebutuhan tanpa memunculkan
ketegangan, frustasi, konflik sehingga menghasilkan hubungan yang harmonis
dengan lingkungan sosialnya. penyesuaian diri yang tidak berjalan sesuai dengan
harapan akan mengakibatkan kesehatan mental pesertadidik. Adapun kesehatan
mental tersebut antara lain perasaan murung, cemas, pesimis, tidak memiiiki
kepercayaan diri, acuh, mudah tersinggung dan lain sebagainya.
i. Masalah belajar, masalah ini menjadi prioritas dan perhatian utama dalam dunia
pendidikan. Apabila masalah belajar ini tidak teratasi akan membawa dampak
pada kehidupan peserta didik di masa mendatang. Belajar adalah sebuah proses
untuk mencapai perubahan dan meningkatkan kompetensi peserta didik.
j. Stress & pengelolaannya, stress dipahami sebagai stimulan atau tuntutan yang
mengancam, berbahaya atau bahkan menekan peserta didik yang memunculkan
permasalahan dalam bentuk sakit, depresl dll. Stress bersumber dari stresor diri
sendiri dan lingkungannya.

3. Landasan Sosial Budaya


Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak bisa terlepas dari pengaruh sosial
dalam kehidupannya. Perilaku dan sikap manusia bahkan pola pikirpun
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sosialnya sehingga layanan bimbingan
konseling harus memperhatlkan latar belakang sosial budaya, kemasyarakatan dan
multakultural peserta didlk.

a. Perubahan konstelasi keluarga, dampak dari globalisasi mempengaruhi konstelasi


keluarga. Fungsi kewarga sebagian besar waktunya dipergunakan untuk
pemenuhan kebutuhan ekonomi sedangkan peran orang tua sebagai pengasuh
anak lebih banyak diserahkan pada pihak sekolah. Dampak dari perubahan
konstelasi ini adalah kehidupan moralltas peserta didlk cukup mempnhatinkan,
kekerasan dalam keluarga banyak terjadi.
b. Perkembangan pendidikan, globalisasi dan demokratisasi menjadikan dunia
pendidikan semakin berkembang. Perkembangan ini menyebabkan kesempatan
setiap orang untuk memperoleh pend|d|kan tinggi semakin terbuka,
berkembangnya jurusan-jurusan khusus dan sekolah-sekolah kejuruan. Semakin
berkembangnya dunia pendidikan tetapi kita masih menghadapi masalah
profesionalisme guru dan relevansi lulusan dengan tuntutan di masyarakat.
Sehingga peserta didik perlu mendapat perhatian khusus terutama demi mencapai
cita-cita dan pengembangan potensi sesuai dengan tuntutan dunia global.
c. Perkembangan dunia kerja dan sosial ekonomi, heterogenitas masyarakat suatu
Wilayah berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi yang juga semakin timpang
tindih. Kondisi tersebut memunculkan kecemburuan, ketidak percayaan diri dsb.
Kondisi ini diperparah dengan semakin banyaknya tenaga manusia yang
digantikan oleh mesin berakibat pada semakin kompetitifnya persaingan.
d. Perkembangan teknologi informasi & komunikasi, perkembangan teknologi dan
komunikasi tidak hanya berdampak positif tetapi juga negatif bagi masyarakat.
Dampak yang bisa kita lihat akhir-akhir ini di media sosial penuh dengan
pengaruh atau tebaran kebencian pada orang lain. Berita-berita hoax sudah
menjadi konsumsi kita sehari-hari. Layanan bimbingan konseling diharapkan
mampu memberikan filter bagi perkembangan peserta didik.
e. Perkembangan kondisi moral dan keagamaan, sekolah menjadi bagian dalam
perkembangan moral dan keagamaan peserta didik. Pada masa sekarang ini moral
dan agama peserta didik semakin lama semakin tergerus oleh pengaruh budaya
masyarakat. Nilai-nilai moral dan agama yang dianggap sebagai norma tertinggi
mulai meluntur. Peserta didik semakin binggng dalam menentukan pegangan
nilainya dan seringmemunculkan konflik. Konflik pribadi dan sosial lebih sering
muncul karena adanya rasa keraguan akan kepercayaan terhadap nilai moral dan
agama yang dipegangnya saat ini yang dihadapkan pada kenyataan yang ada.

4. Landasan Religius
Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah membentuk manusia yang
bertakwa dan beriman kepada Tuhan YME serta manusia yang memiliki
kepribadian utuh. Tujuan tersebut menunjukkan bahwa agama tidak dapat
dilepaskan dari sisi kemanusiaan dan peserta didik. Agama menuntut pemeluknya
untuk selalu bertakwa dan juga melakukan hubungan sosial, keduanya harus
seimbang dan berdampingan. Kegiatan bimbingan konselmg harus
diselenggarakan terintegrasi dengan nilai-nilai agama, hal ini dikarenakan:
a. Mayoritas peserta didik masih berkeyakinan pada Agamanya masing-masing
b. Nilai-nilai yang dalam bimbingan konseling akan tumpang tindih bila prosesnya
dipisahkan dengan nilai-nilaiAgama
c. Keyakinan beragama memberikan kontribusi positif terhadap kesehatan mental
anak
d. Agama lebih bersifat protektif daripada problem solving.

5. Landasan Pedagogis
Pendidikan merupakan tranformasi sosial budaya bagi peserta didik dalam
menjaga eksistensi manusia dan budayanya. Pendidikan merupakan lembaga
sosial yang berfungsi melakukan reproduksi soss:al serta mengembangkan potensi
yang dimiliki oleh peserta didik. Sehingga pendidikan harus menjadi pijakan dan
dasar kegiatan bimbingan konseling. Kegiatan bimbingan konselmg dan
pendidikan harus saling mendukung. Pendidikan merupakan proses menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan-kegiatan pengajaran, bimbingan dan pelatihan.
Kegiatan pendidikan dan bimbingan konseling secara konseptual seharusnya
dilaksanakan secara terpadu dan terintegrasi dengan proses pendidikan lain seperti
pengajaran, olahraga dan ekstrakurikuler. Kegiatan bimbingan konseling dan
pendidikan harus berjaIan beriringan dan berdampingan, Ini dikarenakan
pendidikan merupakan kegiatan pengembangan manusia dan bimbingan konseling
merupakan salah satu kegiatan pendidikan, serta tujuan pendidikan adalah
bimbingan konseling.
Landasan Hukum Pelaksanaan Konseling
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Pasal 1 butir 6 yang mengemukakan bahwa konselor adalah pendidik, Pasal 3
bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik.
dan Pasal 4 Ayat (4) bahwa pendidikan diselenggarakan dengan memberi
keteladanan, membangun kemauan. dan mengembangkan kneativitas peserta
didik dalam proses pembelajaran, dan Pasal 12 Ayat (1b) yang menyatakan bahwa
setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. (Husairi, Achsan.
2008: 5)
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Pasal 5 s.d Pasal 18 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar
menengah. (Husairi, Achsan. 2008: 6)
3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang memuat pengembangan diri
peserta didik dalam struktur kurikulum setiap satuan pendidikan difasilitasi
dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan. (Husairi,
Achsan. 2008: 6)
4. Dasar Standarisasl Profesi Kanseling yang dikeluarkan oleh Direktorak Jenderal
Pendidikan Tinggi Tahun 2004 untuk memberi arah pengembangan profeai
konseling di sekolah dan di luar sekolah. (Husairi, Achsan. 2008: 6)
KELOMPOK 2
“KARAKTERISTIK KONSELING DI SD DAN KETERKAITAN
TUGAS PERKEMBANGAN DENGAN SKKPD”

A. Pengertian Karakteristik Konseli Di SD


Seiring dengan berkembangnya perkembangan dalam kajian keilmuan,
definisi bimbingan memiliki banyak perubahan, namun tidak demikian dengan
esensinya yaitu proses pemberian bantuan. Muro & Kottman (Nurihsan, 2003:
11) memaparkan bahwa bimbingan yang berkembang saat ini adalah bimbingan
perkembangan. Visi bimbingan bersifat edukatif, pegembangan dan outreach.
Menurut Crow & Crow (M. Surya, 1998: 45) bimbingan diartikan sebagai
bantuan yang diberikan seseorang baik pria maupun wanita yang memiliki pribadi
yang baik dan pendidikan yang memadai kepada seorang indvidu dari setiap usia
untuk menolongnya, mengembangkan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri,
membuat oilihan sendiri, dan memikul bebannya sendiri.
Natawidjaja (1987: 37), mengartikan bimbingan sebagai suatu proses
pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan,
agar individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga dia dapat sanggup
mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan
dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada
umumnya. Berdasarkan pendapat para ahli tentang konsep bimbingan dan
konseling maka bimbingan konseling pada anak usia dini dapat diartikan sebagai
upaya banyuan yang dilakukan guru/pendamping terhadap anak usia dini agar
anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal serta mampu mengatasi
masalah masalah yang dihadapi nya, (Syaodih, 2008: 1.6)
Pada era pendidikan sekarang ini, bimbingan pada peserta didik sangat lah
penting dan merupakan kewajiban dari pihak guru sebagai konselor para siswa
nya. Institusi seperti sekolah harus mempunyai program bimbingan konseling nya
masing-masing agar jelas dan juga dapat di implementasikan pada peserta
didiknya.

B. Karakteristik Konseli (Peserta didik) di Sekolah Dasar


Karakteristik peserta didik Sekolah Dasar (SD) diartikan sebagai ciri-ciri
yang melekat pada peserta didik di sekolah dasar yang bersifat khas dan
membedakannya dengan peserta didik pada satuan pendidikan lainnya.
Karakteristik peserta didik Sekolah Dasar yang perlu dipahami meliputi aspek-
aspek berikut.
1. Aspek Fisik-Motorik
Perkembangan fisik peserta didik usia Sekolah Dasar dicirikan dengan
beragam variasi dalam pola pertumbuhannya. Keberagaman ini disebabkan karena
beberapa hal sepertikecukupan gizi, kondisi lingkungan, genetika, hormon, jenis
kelamin, asal etnis, serta adanya penyakit yang diderita. Pada fase ini
pertumbuhan fisik tetapberlangsung sehingga peserta didik menjadi lebih tinggi,
lebih berat, lebih kuat. Seiring dengan pertumbuhan fisiknya yang beranjak
matang, maka perkembangan motorik peserta didik sudah dapat terkoordinasi
dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya,
dapat menggerakan anggota badannya dengan tujuan yang jelas, seperti (1)
menggerakan tangan untuk menulis, menggambar, mengambil makanan, serta
melempar bola; dan (2) menggerakan kaki untuk menendang bola dan lari
mengejar teman pada saat main kucing-kucingan. Fase atau usia sekolah dasar (7
– 12 tahun) ditandai dengan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena
itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan
dengan motorik, baik motorik halus maupun motorik kasar. (Surapranata, dkk,
2016 : 1.1)
2. Aspek Kognitif
Pada usia sekolah dasar, peserta didik sudah dapat mereaksi rangsangan
intelektual, Atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan
intelektual atau kemampuan kognitif (seperti: membaca, menulis, dan menghitung
atau CALISTUNG). Sebelum masa ini, yaitu masa prasekolah (usia Taman
Kanak-kanak), daya pikir anak Masih bersifat imajinatif, berangan-angan atau
berkhayal, sedangkan pada usia sekolah dasar daya pikirnya sudah berkembang ke
arah berpikir kongkrit dan rasional. Dilihat dari aspek perkembangan kognitif,
menurut Piaget masa ini berada pada tahap operasi kongkrit, Yang ditandai
dengan kemampuan (1) mengklasifikasikan (mengelompokkan) benda-benda
Berdasarkan ciri yang sama, (2) menyusun atau mengasosiasikan
(menghubungkan atau Menghitung) angka-angka atau bilangan, dan (3)
memecahkan masalah (problem solving) Yang sederhana. Kemampuan intelektual
pada masa ini sudah cukup untuk menjadi dasar Diberikannya berbagai kecakapan
yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya Nalarnya. Kepada anak sudah
dapat diberikan dasar-dasar keilmuan, seperti membaca, Menulis, dan berhitung
(CALISTUNG). Pada usia 11 tahun tahapan perkembangan Kognitif memasuki
tahap operasional formal ditandai dengan mampu berpikir abstrak, Menalar secara
logis dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Di samping itu, kepada anak juga sudah dapat diberikan dasar-dasar
pengetahuan Yang terkait dengan kehidupan manusia, hewan, lingkungan alam,
lingkungan sosial Budaya, dan agama. Untuk mengembangkan daya nalarnya,
daya cipta, atau kreativitas Anak, maka kepada anak perlu diberi peluang-peluang
untuk bertanya, berpendapat, atau Menilai (memberikan kritik) tentang berbagai
hal yang terkait dengan pelajaran, atau Peristiwa yang terjadi di lingkungannya.
(Surapranata,dkk, 2016 : 1.2)
3. Aspek Sosial
Perkembangan sosial peserta didik usia SD ditandai dengan adanya
perluasan hubungan, di samping dengan para anggota keluarga, juga dengan
teman sebaya (peer group), sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah
bertambah luas. Pada usia SD, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan
diri dari sikap berpusat kepada diri sendiri (egosentris) kepada sikap bekerjasama
(kooperatif) atau mau memperhatikan kepentingan orang lain (sosiosentris). Anak
mulai berminat terhadap kegiatan bersama teman sebaya, dan bertambah kuat
keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang), merasa tidak
senang apabila ditolak oleh kelompoknya dan dapat Menyesuaikan dirinya dengan
kelompok teman sebaya maupun lingkungan masyarakat Sekitarnya. Dalam
proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat
Dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik
yang Membutuhkan tenaga fisik (seperti membersihkan kelas dan halaman
sekolah), maupun Tugas yang membutuhkan pikiran (seperti merencanakan
kegiatan berkemah dan membuat Laporan study tour). Tugas-tugas kelompok ini
harus memberikan kesempatan kepada Setiap peserta didik untuk menampilkan
prestasinya, dan juga diarahkan untuk mencapai Tujuan bersama. Dengan
melaksanakan tugas kelompok, peserta didik dapat belajar tentang Sikap dan
kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati, bertenggang rasa, dan
Bertanggung jawab. (Surapranata,dkk, 2016 : 1.2 – 1.3)
4. Aspek Emosi
Pada usia Sekolah Dasar (khususnya di kelas-kelas tinggi, kelas 4, 5, dan
6), anak Mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah
diterima, atau tidak Disenangi oleh orang lain. Anak SD belajar untuk
mengendalikan dan mengontrol ekspresi Emosinya melalui peniruan dan latihan
(pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan Orangtua atau guru dalam
mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh. Apabila anak Dikembangkan di
lingkungan keluarga yang suasana emosionalnya stabil, maka Perkembangan
emosi anak cenderung stabil atau sehat. Sebaliknya apabila kebiasaan Orangtua
atau guru dalam mengekspresikan emosinya kurang stabil atau kurang kontrol
(seperti: marah-marah, mengeluh), maka perkembangan emosi anak, cenderung
kurang Stabil atau tidak sehat.
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku
individu, dalam Hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi positif seperti:
perasaan senang, bergairah, Bersemangat atau rasa ingin tahu yang tinggi akan
mempengaruhi individu untuk Mengkonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas
belajar, seperti memperhatikan penjelasan Guru, membaca buku, aktif berdiskusi,
mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah, dan Disiplin dalam belajar. Sebaliknya,
apabila emosi yang menyertai proses belajar itu emosi Negatif, seperti perasaan
tidak senang, kecewa, maka proses belajar tersebut akan Mengalami hambatan,
dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk Belajar, sehingga
kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam belajarnya.Mengingat
hal tersebut, maka guru Sekolah Dasar seyogianya mempunyai kepedulian Untuk
menciptakan suasana proses belajar-mengajar yang menyenangkan atau kondusif.
(Surapranata, dkk, 2016 : 1.3 – 1.4)
5. Aspek Moral
Penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis. Peranan
lingkungan terutama lingkungan keluarga sangat dominan dalam perkembangan
aspek moral. Pada mulanya anak melakukan perbuatan bermoral dari meniru
(mengamati) kemudian menjadi perbuatan atas prakarsa sendiri karena adanya
kontrol atau pengawasan dari luar, namun kemudian berkembang karena kontrol
dari dalam dirinya. Sampai usia 7 tahun, anak mulai memasukkan nilai-nilai
keluarga ke dalam dirinya. Apa yang penting bagi orang tua juga akan menjadi
penting baginya. Di sinilah orang tua dapat mengarahkan perilakunya, sehingga
sesuai dengan aturan dalam keluarga. Dalam tahap inilah seorang anak mulai
memahami bahwa apa yang mereka lakukan akan mempengaruhi orang lain. Pada
usia 7-10 tahun, campur tangan orang dewasa (orangtua, guru, dan sebagainya)
tidak lagi terlalu ‘menakutkan’ buat anak. Anak mengetahui bahwa orang tua
adalah sosok yang harus ditaati, tetapi anak juga tahu bahwa jika melanggar
aturan harusmemperbaikinya. Perasaan bahwa ‘ini benar’ dan ‘itu salah’ sudah
mulai tertanam kuat dalam diri anak. Anak usia ini juga mulai memilah mana saja
perilaku yang akan mendatangkan ‘keuntungan’ buat mereka. (Surapranata, dkk,
2016 : 1.4)
6. Aspek Religius
Kepercayaan anak kepada Tuhan pada usia ini, bukanlah keyakinan hasil
pemikiran, akan tetapi merupakan sikap emosi yang berhubungan erat dengan
kebutuhan jiwa akan kasih sayang dan perlindungan. Oleh karena itu dalam
mengenalkan Tuhan kepada anak, sebaiknya ditonjolkan sifat-sifat pengasih dan
penyayang. Sampai kira-kira usia 10 tahun, ingatan anak masih bersifat mekanis,
sehingga kesadaran beragamanya hanya merupakan hasil sosialisasi orang tua,
guru, dan lingkungannya. Oleh karena itu pengamalan ibadahnya masih bersifat
peniruan, belum dilandasi kesadarannya. Pada usia 10 tahun ke atas, semakin
bertambah kesadaran anak akan fungsi agama baginya, yaitu berfungsi moral dan
sosial. Anak mulai dapat menerima bahwa nilai-nilai agama lebih tinggi dari nilai-
nilai pribadi atau nilai-nilai keluarga. Anak mulai mengerti bahwa agama bukan
kepercayaan pribadi atau keluarga, tetapi kepercayaan masyarakat.
Periode usia Sekolah Dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai
agama sebagai Kelanjutan periode sebelumnya. Kualitas keagamaan anak sangat
dipengaruhi oleh proses Pembentukan atau pendidikan yang diterimanya. Oleh
karena itu, pendidikan agama di Sekolah Dasar harus menjadi perhatian semua
pihak yang terkait, bukan hanya guru Agama tetapi juga kepala sekolah dan guru-
guru lainnya. Apabila pendidik telah Memberikan suri tauladan kepada anak
dalam mengamalkan agama maka pada diri anak Akan berkembang sikap yang
positif terhadap terhadap agama, dan pada gilirannya akan Berkembang pula
kesadaran beragamanya. (Surapranata, dkk, 2016 : 1.4-1.5)

C. Faktor Karakteristik Bimbingan Konseli Di Sekolah Dasar


Beberapa faktor penting yang membedakan bimbingan konseling
disekolah dasar dengan skolah menengah, dikemukakan oleh Dinkmeyer dan
Caldwell (Suherman AS, 200:21-23) yaitu:
a. Bimbingan di sekolah dasar lebih menekankan akan peranan guru dalam fungsi
bimbingan;
b. Fokus bimbingan di sekolah dasar lebih menekan pada pengembangan
pemahaman diri, pemecahan masalah, dankemampuan hubungan secara efektif
dengan orang lain;
c. Bimbingandi sekolahdasar lebih banyak melibatkan orang tua murid, mengingat
pentingnya pengaruh orang tua dalam kehidupan anak selama di sekolahdasar;
d. Bimbingan di sekolah dasar hendaknya memahami kehidupan anak secara unik;
e. Program Bimbingan di sekolah dasar hendaknya peduli pada kabutuhan dasar
anak, seperti kebutuhan untuk matang dalam pemahaman dan penerimaan diri,
serta menerima kelebihan dan kekurangannya. Program bimbingan di sekolah
dasar meyakini bahwa usia sekolah dasar merupakan tahapan yang sangat penting
dalam tahapan perkembangan anak.
Melihat karakteristik bimbingan konseling di sekolah dasar muncul
sebagai konsekuensi logis dari karakteristik dan masalah perkembangan murid
sekolah dasar itu sendiri. Karena itu, memahami karakteristik murid sekolah dasar
merupakan hal yang sangat penting dalam mengembangkan dan meningkatkan
kualitas dan layanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan. Begitu pula
sentral layanan bimbingan dan konseling akan terpusat pada pemberdayaan
kualitas fungsi guru sebagai pembimbingnya.

D. Penerapan Bimbingan Konseli Di Sekolah Dasar


1. Urgensinya Bimbingan konseling di tingkat SD
Bimbingan merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada
individu agar dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin, dan
membantu siswa agar memahami dirinya (self understanding), menerima dirinya
(self acceptance), mengarahkan dirinya (self direction), dan merealisasikan
dirinya (self realization). Perlunya Bimbingan dan Konseling di SD jika dikaji
secara mendalam, Setidaknya ada tiga hal utama yang melatar belakangi perlunya
bimbingan, yakni tinjauan secara umum (aspek pedagogis), sosiokultural, dan
aspek psikologis.
a. Latar Belakang Pedagogis.
1) Bahwa yang menjadi tujuan inti dari pendidikan adalah perkembangan
kepribadian secara optimal bagi setiap anak didik. Pendidikan diartikan sebagai
suatu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian yang berlangsung di
sekolah maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
2) Secara umum, perlunya bimbingan berhubungan erat dengan pencapaian tujuan
pendidikan nasional, yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh,
bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
b. Latar Belakang Sosio-Kultural
Perkembangan zaman (globalisasi) menimbulkan perubahan dan kemajuan
dalam masyarakat. Aspek perubahan meliputi: sosial, politik, ekonomi, industri,
informasi dan sebagainya. Akibatnya ialah berbagai permasalahan yang dihadapi
oleh individu, misalnya, pengangguran, syarat-syarat pekerjaan, penyesuaian diri,
jenis dan kesempatan pendidikan, perencanaan dan pemilihan pendidikan,
masalah hubungan sosial, masalah keluarga, keuangan, masalah pribadi, dan
sebagainya
c. Latar belakang psikologis
1) Masalah perkembangan individu;Proses perkembangan dipengaruhi oleh berbagai
faktor baik dari dalam yaitu pembawaan dan kematangan, dan faktor luar, yaitu
pendidikan dan lingkungan.
2) Masalah perbedaan individual.Timbulnya perbedaan individu ini dapat kita
kembalikan kepada faktor pembawaan dan lingkungan sebagai komponen utama
bagi terbentuknya keunikan individu.
3) Masalah kebutuhan individu;Kebutuhan merupakan dasar timbulnya tingkah laku
individu. Individu bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi
kebutuhannya. Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kebutuhan
dalam diri individu yaitu kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis.
4) Masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku. Proses penyesuaian diri ini
banyak sekali menimbulkan berbagai masalah terutama bagi diri individu sendiri.
Jika individu dapat berhasil memenuhi kebutuhannya sesuai dengan
lingkungannya dan tanpa menimbulkan gangguan atau kerugian bagi
lingkungannya, hal itu disebut “adjusted” atau penyesuaian yang baik
5) Masalah belajar. Pendidikan itu sendiri dapat diartikan sebagai bantuan
perkembangan dengan melalui kegiatan belajar. Secara psikologis belajar dapat
diartikan sebagai suatu proses memperoleh perubahan tingkah laku untuk
memperoleh pola pola respons yang baru yang diperlukan dalam interaksi dengan
lingkungan secara efisien. Beberapa masalah belajar, misalnya bagamana
menciptakan kondisi yang baik agar perbuatan belajar berhasil.
2. Masalah-masalah bimbingan konseling di SD
Jenis-jenis masalah yang dialami murid sekolah dasar bisa bermacam-
macam. Prayitno, (1997: 1.3) menyusun serangkaian masalah murid di sekolah
dasar. Masalah itu diklarifikasikan atas:
a) Masalah perkembangan jasmani dan kesehatan.
b) Masalah keluarga
c) Masalah-masalah psikologis.
d) Masalah-masalah social.
e) Masalah kesulitan dalam belajar.
f) Masalah motivasi dan pendidikan pada umumnya.
3. Model-Model Pendekatan BK pada SD
Myrick yang diperjelas kembali oleh Sunaryo Kartadinata (1992: 2.4)
mengemukakan empat pendekatan dapat dirumuskan sebagai pendekatan dalam
bimbingan, yaitu :
a) Pendekatan krisis, dalam pendekatan krisis pembimbing menunggu munculnya
suatu krisis dan dia bertindak membantu seseorang yang menghadapi krisis itu.
b) Pendekatan Remedial, di dalam pendekatan remedial guru akan memfokuskan
bantuannya kepada upaya menyembuhkan atau memperbaiki kelemahan-
kelemahan yang nampak.
c) Pendekatan Preventif, mencoba mengantisipasi masalah-masalah generik dan
mencegah terjadinya masalah itu.
d) Pendekatan Perkembangan, pembimbing yang menggunakan pendekatan ini
beranjak dari pemahaman tentang keterampilan dan pengalaman khusus yang
dibutuhkan siswa untuk mencapai keberhasilan di sekolah dan di dalam
kehidupan.

E. Keterkaitan Tugas Perkembangan dan Standar Kompetensi Kemandirian


Peserta Didik
Tugas perkembangan adalah serangkaian tugas yang harus diselesaikan
peserta didik/konseli pada periode kehidupan/fase perkembangan tertentu. Tugas
perkembangan bersumber dari kematangan fisik dan psikis, tuntutan masyarakat
atau budaya dan nilai-nilai serta aspirasi individu. Keberhasilan peserta
didik/konseli menyelesaikan tugas perkembangan membuat mereka bahagia dan
akan menjadi modal bagi penyelesaian tugas-tugas perkembangan fase berikutnya
yang mengarah pada kondisi kehidupan yang damai, berkembang, maju, sejahtera,
dan bahagia dunia akherat. Sebaliknya, kegagalan peserta didik/konseli
menyelesaikan tugas perkembangan membuat mereka kecewa dan atau
diremehkan orang lain. Kegagalan ini akan menyulitkan/ menghambat peserta
didik/konseli menyelesaikan tugas-tugas perkembangan fase berikutnya.
Tugas perkembangan merupakan salah satu aspek yang harus dipahami
guru bimbingan dan konseling atau konselor karena pencapaian tugas
perkembangan merupakan sasaran layanan bimbingan dan konseling. Layanan
bimbingan dan konseling merupakan salah satu bentuk fasilitasi peserta
didik/konseli mencapai tugas-tugas perkembangan.
Tugas perkembangan peserta didik menurut Kartadinata (2002) dalam
Surapranata (2016 : 1.5 – 1.6) yaitu :
1. Memiliki kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
2. Mengembangkan ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.
3. Mengembangkan kata hati, moral, dan dan nilai-nilai sebagai pedoman perilaku.
4. Mempelajari keterampilan fisik sederhana.
5. Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok sebaya.
6. Belajar menjadi pribadi yang mandiri dan dapat mengendalikan diri.
7. Membangun hidup yang sehat mengenai diri sendiri dan lingkungan.
8. Mengembangkan konsep-konsep hidup yang perlu dalam kehidupan
9. Belajar menjalani peran sosial sesuai dengan jenis kelamin.
10. Memilih sikap hidup terhadap Kelompok dan lembaga-lembaga sosial.
Tugas perkembangan peserta didik/konseli yang telah teridentifikasi
sebelumnya perlu dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk standar kompetensi.
Dalam layanan bimbingan dan konseling, standar kompetensi tersebut dikenal
dengan istilah Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik (SKKPD).
Berbagai aspek perkembangan yang terdapat dalam SKKPD pada dasarnya
dirujuk dari tugas perkembangan yang akan dicapai oleh peserta didik/konseli dan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) tingkat Satuan Pendidikan SD. Keterkaitan
tugas perkembangan dan aspek perkembangan yang terdapat dalam SKKPD dapat
digambarkan pada tabel berikut.
Tabel 2. Hubungan antara Tugas Perkembangan dengan Aspek
Perkembangan dalam Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik (SKKPD)
N Tugas Perkembangan Aspek
o. Perkembangan SKKPD
1 Memiliki kebiasaan dan sikap dalam Landasan hidup
beriman dan bertakwakepada Tuhan Yang religius
Maha Esa;
2 Mengembangkan kata hati, moral, dan Landasan
nilai-nilai sebagaipedoman perilaku perilaku etis
3 Membangun hidup yang sehat Kematangan
mengenai diri sendiri danlingkungan Emosi
4 Mengembangkan ketrampilan dasar Kematangan
dalam membaca, menulis,dan berhitung intelektual
5 Memilih sikap hidup terhadap Kesadaran
kelompok dan lembaga-lembaga social tanggung jawab sosial
6 Belajar menjalani peran sosial sesuai Kesadaran gender
dengan jenis kelamin
7 Mempelajari keterampilan fisik Pengembangan
sederhana pribadi
8 Belajar menjadi Pribadi yang mandiri Perilaku
Perilaku Kewirausahaan/Kemandirian ekonomis
9 Mengembangkan konsep-konsep Wawasan dan
hidup yang perlu dalamkehidupan kesiapan karir
1 Belajar bergaul dan bekerja dalam Kematangan
0 kelompok sebaya Hubungan denganTeman
Sebaya

Aspek-aspek perkembangan dalam SKKPD selanjutnya menjadi rumusan


kompetensi yang dirujuk oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam
mempersiapkan rancangan pelaksanaan dari berbagai kegiatan layanan bimbingan
dan konseling. Rumusan kompetensi tersebut dikembangkan lebih rinci menjadi
tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai oleh peserta didik/konseli dalam
berbagai tataran internalisasi tujuan, yaitu pengenalan, akomodasi, dan tindakan.
Tiga dimensi tujuan tersebut, yaitu:
1) Pengenalan, untuk membangun pengetahuan dan pemahaman peserta
didik/konseli terhadap perilaku atau standar kompetensi yang harus dipelajari dan
dikuasai;
2) Akomodasi, untuk membangun pemaknaan, internalisasi, dan menjadikan
perilaku atau kompetensi baru sebagai bagian dari kemampuan dirinya; dan
3) Tindakan, yaitu mendorong peserta didik/konseli untuk mewujudkan perilaku dan
kompetensi baru itu dalam tindakan nyata sehari-hari
Standar Kompetensi Kemandirian (Skk) Peserta Didik Pada Sekolah Dasar
N Aspek Tataran/InternalisasiTujuan
o Perkembangan Pengenalan Akomodasi Tindakan
1 Landasan Mengenal Tertarik pada Melakuka
hidup religious bentuk-bentuk dan kegiatan ibadah sehari n bentuk-bentuk
tata cara ibadah ibadah sehari-hari
sehari-hari
2 Landasan Mengenal Menghargaiatu Mengikuti
perilaku etis patokan baik-buruk ran-aturan yang aturan yang
atau benar salah berlakudalamkehidupa berlaku dalam
dalam berperilaku nsehari-hari kehidupan sehari-
hari
3 Kematang Mengenalper Memahamiper Mengeksp
an emosi asaandirisendiridan asaandirisendiridan resikan
orang lain orang lain perasaan secara
wajar
4 Kematang Mengenal Menyenangi Melibatka
an konsep-konsep dasar berbagai aktifitas n diri dalam
intelektual ilmu pengetahuan perilaku belajar berbagai aktifitas
dan perilaku belajar perilaku belajar
5 Kesadaran Mengenal Memahami Berinterak
tanggung jawab hak dan kewajiban hak dan kewajiban diri si dengan orang
social diri dan orang lain dan orang lain dalam lain dalam
dalam lingkungan lingkungan kehidupan suasana
kehidupan sehari – sehari-hari persahabatan
hari
6 Kesadaran Mengenal Menerima atau Berperilak
gender diri sebagai laki-laki menghargai diri u sesuai dengan
atau perempuan sebagai laki-laki atau peran sebagai
perempuan laki-laki atau
perempuan
7 Pengemba Mengenal Menerima Menampil
ngan diri keadaan diri dalam keadaan diri sebagai kan perilaku
lingkungan dekatnya bagian dari sesuai dengan
lingkungan keberadaan diri
dalam
lingkungannya
8 Perilaku Mengenal Memahami Menampil
kewirausahaan perilaku hemat, ulet perilaku hemat, ulet, kan perilaku
(kemandirian sungguh-sungguh sungguh-sungguh dan hemat, ulet,
perilaku dan konpetitif dalam kompetitif dalam sungguh-sungguh
ekonomis) kehidupan sehari- kehidupan dan kompetitif
hari di lingkungan sehari-hari di dalam kehidupan
dekatnya lingkungan dekatnya sehari-hari di
lingkungannya
9 Wawasan Mengenal Menghargai Mengeksp
dan kesiapan ragam pekerjaan dan ragam pekerjaan dan resikan ragam
karier aktivitas orang aktivitas sebagai hal pekerjaan dan
dalam kehidupan yang saling aktivitas orang
bergantung dalam lingkungan
kehidupan
1 Kematang Mengenal Menghargai Menjalin
0 an norma- norma dalam norma -norma yang persahabatan
hubungan dengan berinteraksi dengan dijunjung tinggi dalam dengan teman
teman sebaya teman sebaya menjalin persahabatan sebaya atas dasar
dengan teman sebaya norma yang
dijunjung tinggi
bersama
KELOMPOK 3
“TEKNIK PEMAHAMAN KONSELING DAN PEMANFAATAN
DATA ASESMEN UNTUK MEMAHAMI KONSELING”

A. PENGERTIAN TEKNIK PEMAHAMAN KONSELING


Pemahaman individu merupakan awal dari kegiatan bimbingan konseling.
Pemahaman individu adalah suatu cara untuk memahami, menilai atau menaksir
karakteristik, potensi, dan atau masalah-masalah (gangguan) yang ada pada
individu atau sekelompok individu. Cara yang digunakan meliputi observasi,
interview, skala penilaian, daftar cek, inventori, teknik projektif, dan beberapa
jenis tes.
Adapun hal-hal yang perlu dipahami dari seorang individu dalam rangka
pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:
Identitas diri, yaitu berbagai aspek yang secara langsung menjadi keunikan
pribadi.
1. Kondisi jasmaniah dan kesehatan.
2. Kapasitas (intelegensi) dan kecakapan.
3. Sikap dan minat.
4. Watak dan temperamen.
5. Cita-cita sekolah dan pekerjaan
6. Aktivitas sosial.
7. Hobi dan pengisian waktu luang.
8. Kelebihan atau keluarbiasaan dan kelainan-kelainan yang dimiliki.

B. TEKNIK PEMAHAMAN KONSELING


Adapun teknik-teknik pemahaman individu dapat dikelompokkan
menjaditeknik tes dan non tes. Teknik tes bisa membuat sendiri dan bisa pula
mohon bantuan dari ahli untuk itu.
1. Teknik tes
Teknik tes dalam pelayanan bimbingan dan konseling dapat
dikelompokkan menjadi empat sebagai berikut :
a. Tes Intelegensi
Tes Iintelegensi IQ pertama kali ditemukan oleh Binet yaitu ketika dia
bersama teman-temanya melakukan penelitian mengenai cara-cara mengukur
intelegensi. Banyak prosedur yang dicoba oleh binet seperti pengukuran kepala,
raut muka, bentuk tangan dan analisis tulisan tangan. Namun hasilnya menurut
Binet yang paling memberikan harapan adalah tes intelegensi walaupun hanya
merupakan pertimbangan kasar. Pada mulanya binet hanya ingin melaksanakan
proyek kementerian Pendidikan untuk mengelempokan anak yang memiliki
kebutuhan khusus agar dapat dibina secara intensif. Akhirnya Binet dan Simon
menemukan skala yang terkenal dengan skala Binet dan Simon yang pertama kali
ditemukan tahun 1905. Setelah mengalami beberapa revisi akhirnya pada tahun
1960 skala binet telah mendapat kesepakan dari para psikolog dan hasilnya
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, dan dikenal dengan istilah skala
Satanford – Binet, mengingat revisi skala binet adalah merupakan perpaduan dari
skala binet dan kesepakatan-kesepakan pasa ahli psikologi yang diskusinya
dilaksanakan di Universitas Stanford.
b. Tes bakat
Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan dalam aspek-aspek
khusus, seperti aspek verbal (kemampuan berbahasa), aspek numerik
(kemampuan menggunakan angka-angka).
c. Tes kepribadian
Tes kepribadian digunakan untuk mengukur sifat-sifat atau karakteristik
primer dan skunder, seperti sifat-sifat stabilitas emosi, rasa humor, seksual dan
sebagainya
d. Tes hasil belajar
Jenis tes yang paling popular dalam dunia pendidikan adalah tes hasil
belajar. Tes ini ada yang distandarisasikan dan ada pula tes buatan guru.Tujuan
utama tes hasil belajar adalah mengukur dan menilai terhadap pengaruh suatu
usaha pembelajaran di sekolah. Tes hasil belajar digunakan untuk mengukur
kemampuan individu setelah ia menempuh proses belajar-mengajar di sekolah
sekaligus mengetahui pencapaian tujuan belajar anak didik. Bentuk tes hasil
belajar yang paling dikenal ialah tes bentuk subjektif (tes essay). Namun adapula
bentuk lain seperti tes objektif yang berupa pilihan ganda, tes benar-salah dan
sebagainya.

2. Teknik non tes


Dalam menyelesaikan permasalahan, kita membutuhkan data-data untuk
memahami individu. Untuk dapat memahami individu dengan sebaik-baiknya,
kita perlu mengumpulkan data yang lengkap dan akurat mengenai individu
tersebut. Jenis-jenis data yang perlu dikumpulkan adalah sebagai berikut: data
tentang keluarga, pertumbuhan jasmani, latar perkembangan keluarga, kesehatan
dan sebagainya. Berikut ini akan dipaparkan mengenai teknik pemahaman
individu teknik non tes, yang terdiri dari Teknik Wawancara (interview),
Observasi/Pengamatan (Observation), Angket (Questionare), Biografis,
Sosiometri, dan Studi Kasus (Case Study).
a. Wawancara (interview)
Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data dengan cara mengajukan
pertanyaaan secara lisan kepada sumber data dan sumber data juga memberikan
jawaban secara lisan juga. Secara umum yang dimaksud dengan wawancara
adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan
melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah
serta tujuan yang telah ditentukan.
Wawancara adalah salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaan yang
dapat dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya hidup kejiwaan
anak bimbing pada saat tertentu yang memerlukan bantuan. (Arifin, 1998:44).
Wawancara adalah suatu teknik penilain yang dilakukan dengan jalan percakapan
(dialog) baik secara langsung (face to face relition) secara langsung apabila
wawancara itu dilakukan kepada orang lain misalnya kepada orang tuanya atau
kepada temannya.
1. Jenis-jenis wawancara
Menurut responden interview dibagi menjadi dua yaitu interview langsung
dan tidak langsung. Interview langsung terjadi apabila interview langsung
dilakukan dengan interviewee. Sedangkan interview tidak langsung terjadi apabila
interview dilakukan untuk mendapatkan data mengenai individu yang lain.
Menurut prosedur interview dibagi menjadi dua yaitu interview terstruktur
dan tidak terstruktur. Interview terstruktur adalah interview yang pertanyaaan-
pertanyaan interview yang diajukan sudah direncanakan secara rinci dan jelas dan
dijadikan sebagai pedoman interview (interview guide). Sedangkan interview
tidak terstruktur adalah interview yang pertanyaaan-pertanyaan interview yang
diajukan tidak direncanakan secara rinci dan jelas, hanya memuat pokok-
pokoknya saja.
Menurut situasi interview dibagi menjadi dua yaitu interview formal dan
informal. Interview formal terjadi apabila interview dilakukan di sebuah tempat
formal dan bersifat resmi. Sedangkan interview informal terjadi apabila dilakukan
bukan di sebuah tempat formal dan bersifat tidak resmi, seperti percakapan biasa.
Menurut perencanaan interview dibagi menjadi dua yaitu interview
berencana dan insidental. Interview berencana dilaksanakan apabila interview
direncanakan waktu dan tempatnya. Sedangkan interview incidental dilaksanakan
secara kebetulan apabila ada kesempatan mengadakan interview.

2. Format wawancara
Gunarsah (2003:38-39) mengungkapkan ada lima tahapan struktur
wawancara sebagai berikut :
a) Rapport.
Ditandai dengan ucapan berbasa basi seperti: Apa Kabar? Tahap ini diikuti
dengan rencana yang akan dilakukan terhadap dan dengan klien, serta membawa
klien merasa enak menghadapi pewawancara. Acap kali penting menerangkan
tujuan dari wawancara dan apa yang konselor bisa dan tidak bisa melakukan.
b) Pengumpulan Data.
Tahap untuk merumuskan masalah dan mengidentifikasikan hal-hal yang
bisa dilakukan dan diberikan kepada klien. Mengetahui alasan mengapa klien
sampai datang untuk wawancara dan bagaimana klien menilai atau memandang
masalahnya.
c) Menentukan Hasil Sesuai Dengan Arah Ke mana Klien Inginkan.
Mengetahui apa yang dikehendaki klien dan bagaimana kelak kalau
persoalan sudah diatasi. Tahap yang penting bagi pewawancara untuk mengetahui
apa yang dikehendaki klien dan yang senada atau tidak bertentangan dengan apa
yang secara rasional dipikirkan oleh pewawancara.
Mengemukakan Macam-macam Alternatif penyelesaian Masalah.
Diarahkan pada apa yang klien tentukan setelah menentukan dari macam-macam
alternatif. Seringkali melibatkan penelaahan yang panjang mengenai dinamika-
dinamika pribadinya dan merupakan tahapan yang berlangsung paling lama.
d) Generalisasi dan Pengalihan Proses Belajar.
Untuk memungkinkan klien mengubah cara berpikirnya, proses
belajarnya, perasaannya dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.Wawancara
ini jelas sudah berfungsi sebagai proses konseling itu sendiri. Kelima tahapan
wawancara ini dapat disingkat dengan lima pertanyaan sederhana dan singkat
sebagai berikut :
 Apa Kabar?
 Apa Masalahnya?
 Apa yang anda inginkan akan terjadi?
 Apa yang bisa kita lakukan mengenai hal itu?
 Apakah Anda mau melakukan hal itu?

3. Fungsi wawancara
Fungsi wawancara pada dasarnya dapat digolongkan kedalam tiga
golongan besar:
 Sebagai metode primer
 Sebagai metode pelengkap
 Sebagai kriterium.
Apabila wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpulan data, atau
sebagai metode diberi kedudukan yang utama dalam serangkaian metode-metode
pengumpulan data lainnya, ia akan memiliki ciri sebagai metode primer.
Sebaliknya jika ia digunakan sebagai alat untuk mencari informasi-
informasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain, ia akan menjadi metode
pelengkap. Pada saat-saat tertentu metode wawancara digunakan orang untuk
menguji kebenaran dan kemantapan suatu datum yang telah diperoleh dengan cara
lain, seperti observasi, test, kuesioner dan sebagainya. Digunakan untuk keperluan
semacam itu metode wawancara akan menjadi batu pengukur atau kriterium.
b. Metode Observasi (pengamatan)
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan menggunakan
pengamatan langsung terhadap suatu obyek dalam periode tertentu dan dicatat
secara sistematis. Secara umum, pengertian observasi adalah cara menghimpun
bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan
dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang
dijadikan sasaran pengamatan. (Sudijono,2009:76).
Observasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan
memperhatikan tingkah lakunya. Teknik pengamatan atau observasi merupakan
salah satu bentuk teknik non tes yang biasa dipergunakan untuk menilai sesuatu
melalui pengamatan terhadap objeknya secara langsung, seksama dan sistematis.
Pengamatan memungkinkan untuk melihat dan mengamati sendiri kemudian
mencatat perilaku dan kejadian yang terjadi pada keadaan sebenarnya.
Observasi merupakan pengamatan atau pencatatan tingkah laku anak
bekerja atau berbuat. (Slameto, 1988:181) Jadi, observasi atau pengamatan yaitu
teknik atau cara mengamati suatu keadaan atau suatu kegiatan (tingkah laku).
Yang paling berperan disini adalah panca indra atau pengindraan terutama indra
penglihatan.
Perbedaan dengan teknik non tes lainnya Observasi sebagai alat penilain
non tes, mempunyai beberapa kebaikan, antara lain:
1. Observasi dapat memperoleh data sebagai aspek tingkah laku anak.Dalam
observasi memungkinkan pencatatan yang serempak dengan terjadinya suatu
gejala atau kejadian yang penting
2. Observasi dapat dilakukan untuk melengkapi dan mencek data yang diperoleh dari
teknik lain, misalnya wawancara atau angket
3. Observer tidak perlu mengunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan objek
yang diamati, kalaupun menggunakan, maka hanya sebentar dan tidak langsung
memegang peran.

1. Jenis-jenis observasi
a. Berdasarkan situasi yang diobservasi
Observasi partisipatif dan nonpartisipatif Observasi partisipatif adalah
observasi dimana orang yang mengobservasi (observer) ikut ambil bagian dalam
kegiatan yang dilakukan oleh objek yang diamatinya. Sedangkan observasi
nonpartisipatif, observasi tidak mengambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan
oleh objeknya. Atau evaluator berada “diluar garis” seolah-olah sebagai penonton
belaka. Contoh observasi partisipatif : Misalnya guru mengamati setiap anak.
Kalau observasi nonpartisipatif, guru hanya sebagai pengamat, dan tidak ikut
bermain.
Dibagi menjadi tiga yaitu:
 free situation : dilakukan dalam situasi wajar
 manipulated situation : dilakukan dalam situasi yang dimanipulasi
 partially controlled : gabungan dari teknik free & manipulated

b. Berdasarkan keterlibatan observer


Observasi sistematis adalah observasi yang sebelum dilakukan, observer
sudah mengatur sruktur yang berisi kategori atau kriteria, masalah yang akan
diamati. Sedangkan observasi nonsistematis yaitu apabila dalam pengamatan tidak
terdapat stuktur ketegori yang akan diamati. Contoh observasi sistematis misalnya
guru yang sedang mengamati anak-anak menanam bunga. Disini sebelum guru
melaksanakan observasi sudah membuat kategori-kategori yang akan diamati,
misalnya tentang: kerajinan, kesiapan, kedisiplinan, ketangkasan, kerjasama dan
kebersihan. Kemudian ketegori-kategori itu dicocokkan dengan tingkah laku
murid dalam menanam bunga. Kalau observasi nonsistematis maka guru tidak
membuat kategori-kategori diatas, tetapi langsung mengamati anak yang sedang
menanam bunga.
Dibagi menjadi tiga, antara lain:
 Observasi partisipasi : observer ikut terlibat observasi
 Observasi non partisipasi : observer tidak terlibat observasi
 Observasi quasi partisipasi : kombinasi partisipasi & non partisipasi
c. Observasi Eksperimental
Observasi eksperimental adalah observasi yang dilakukan secara
nonpartisipatif tetapi sistematis. Tujuannya untuk mengetahui atau melihat
perubahan, gejala-gejala sebagai kibat dari situasi yang sengaja diadakan.
2. Waktu Pelaksanaan Observasi
Observasi dapat dilakukan pada berbagi tempat misalnya kelas pada waktu
pelajaran, dihalaman sekolah pada waktu bermain, dilapangan pada waktu murid
olah raga, upacara dan lain-lain.Dibagi menjadi dua yaitu terstruktur apabila aspek
tingkah laku yang akan diobservasi telah dimuat dalam suatu daftar yang disusun
secara sistematis. Oleh karena itu observasi ini disebut juga observasi sistematis.
Bentuk catatannya ada dua jenis yaitu daftar cek (check list) dan skala bertingkat
(rating scale). Sedangkan observasi tidak terstruktur adalah observer tidak
menyiapkan daftar terlebih dahulu tentang aspek yang akan diobservasi. Hasil
observer dicatat dalam anecdotal record atau catatan anekdot
3. Fungsi Observasi
Sebagai alat evaluasi, observasi digunakan untuk:
 Menilai minat, sikap dan nilai yang terkandung dalam diri siswa.
 Melihat proses kegiatan yang dilakukan oleh siswa maupun kelompok.
 Suatu tes essay / obyektif tidak dapat menunjukan seberapa kemampuan siswa
dapat menjelaskan pendapatnya secara lisan, dalam bekerja kelompok dan juga
kemampuan siswa dalam mengumpulkan data.

c. Metode Kueosioner (questionare)


Kueosioner atau angket adalah suatu metode pengumpulan data dengan
mengajukan suatu daftar pertanyaan tertulis kepada individu dan individu yang
diberikan daftar pertanyaan tersebut diminta untuk menjawab secara tertulis.
Angket (kuesioner) merupakan alat pengumpul data melalui komunikasi tidak
langsuang, yaitu melalui tulisan. Angket ini berisi daftar pertanyaan yang
bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang berbagai hal yang berkaitan
dengan responden.Angkat adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya
1. Perbedaan dengan teknik lain
Berbeda dengan wawancara di mana penilai (evaluator) berhadapan secara
alangsung (face to face) dengan peserta didik atau dengan pihak lainnya, maka
dengan menggunakan angket, pengumpulan data sebagai bahan penilaian hasil
belajar jauh lebih praktis, menghemat waktu dan tenaga. Hanya saja, jawaban-
jawaban yang diberikan acapkali tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya,
apalagi jika pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam angket itu kurang tajam,
sehingga memungkinkan bagi responden untuk memberikan jawaban yang
diperkirakan akan melegakan atau memberikan kepuasan kepada pihak penilai

2. Jenis-jenis
a. Menurut subyek yang dikirimi kuesioner
Dibagi menjadi dua yaitu kuesionar langsung dan tidak langsung.
Kuesioner secara langsung apabila peneliti meminta data dari responden.
Sedangkan kuesioner secara tidak langsung apabila peneliti memperoleh data dari
orang lain.
b. Menurut bentuk pertanyaan yang digunakan
Dibagi menjadi dua yaitu kuesioner terbuka dan tertutup. Kuesioner
terbuka apabila responden diberikan kesempatan untuk menuliskan jawaban
seluas-luasnya. Sedangkan kuesioner tertutup apabila pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan sudah tersedia jawabannya. Responden tinggal memilih salah satu
jawaban.
c. Fungsi angket
Kuesioner sebagai alat evaluasi sangat berguna untuk mengungkap latar
belakang orang tua peserta didik maupun peserta didik itu sendiri, di mana data
yang berhasil diperoleh melalui kuesioner itu pada suatu saat akan diperlukan,
terutama apabila terjadi kasus-kasus tertentu yang menyangkut diri peserta didik.
Pada umumnya tujuan penggunaan angket atau kuesioner dalam proses
pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang
peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan
proses belajar mereka.
d. Metode Sosiometri
Metode sosiometri dikembangkan oleh Moreno dan Jenning (Purwoko,
2007) metode ini didasrkan atas asumsi bahwa kelompok memiliki pola-pola
struktur hubungan yang komplek, hubungan-hubungan ini dapat diungkap dengan
menerapkan pengukuran baik kuantitatif maupun kulalitatif.
Sosiometri adalah adalah sutu metode untuk mengumpulkan data tentang
pola dan struktur hubungan antara individu dalam suatu kelompok, dengan cara
menelaah relasi sosial, status sosial. Dengan demikian sosiometri dapat
mengugkap dinamika sosial, popularitas individu dalam kelompok, serta untuk
mengenali kesulitan hubungan sosial individu dalam kelompok. Situasi sosial
kelompok dapat berupa kelompok belajar, bermain, pertemanan, kerja kelompok
dll.
Proses pembuatan sosiometri dilakukan dengan jalan meminta kepada
setiap individu dalam kelompok lainnya untuk memilih anggota kelompok lainnya
(tiga orang) yang disenagi atau tidak dalam bekerjasama, yang masing-masing
nama disusun menurut nomor urut yang paling disenagi atau paling tidak disenagi.
Atas dasar saling pilihan atara anggota kelompok ini inilah dapat diketahui
banyak tidaknya seorang individu dipilih oleh anggota kelompoknya, bentuk-
bentuk hubungan dalam kelompok, kepopuleran dan keterasingan individu.
Beberapa hal yang perlu diingat dala melancarkan sosiometri:
1. Sebelum dilancarkan hendaknya petugas berusaha menciptakan hubungan baik
dengan kelompok
2. Petunjuk diberikan dengan jelas
3. Penjelasan yang dimaksud pelancaran sosiometri
4. Sosiometrihendaknya diselengarakan dengan kondisi dimana siswa tidak saling
mengetahui jawabannya
5. Menjaga kerahasian pilihan maupun hasil
6. Individu harus saling mengenal
Kegunaan sosiometri adalah:
1. Memperbaiki hubungan sisoal individu dalam kelompok
2. Menentukan keanggotaan kelompok kerja
3. Meneliti kecenderungan potensi kepemimpinan individu dalam kelompok
4. Mengatur tempatduduk dalam kelas
5. Mengenali kekompakan dan perpecahan dalam anggota kelompok
Jenis-jenis sosiometri:
1. Nominatif
2. Skala bertingkat (Rating Scale)
3. Siapa Dia
Data hasil sosiometri digambarkan dalam Sosiogram (Teknik Lingkaran,
Lajur, Bebas)
e. Metode Otobiografis
Otobiografi adalah suatu metode pengumpulan data dengan menuliskan
riwayat hidup sendiri, menyangkut riwayat pendidikan, riwayat prestasi, cita-cita
dan harapannya masa yang akan datang, atau menggunakan tulisan yang ada
tentang kehidupan seseorang
1. Jenis-jenis
Otobiografi adalah suatu metode untuk mengumpulkan data tentang
kepribadian seseorang dengan mempelajari riwayat kehidupan yang ditulis oleh
orang yang bersangkutan.
Biografi adalah suatu metode untuk memahami kepribadian seseorang
dengan mempelajari riwayat hidup orang tersebut yang ditulis oleh orang lain.
Metode Catatan Harian adalah suatu metode pengukuran kepribadian
dengan jalan mempelajari catatan harian orang tersebut. Catatan harian adalah
catatan peristiwa penting yang dialami oleh seseorang dan bersifat sangat pribadi.
Metode Studi Dokumenter adalah suatu metode pengumpulan data tentang
keadaan seseorang dengan jalan mempelajari dokumen-dokumen yang telah ada
mengenai orang tersebut. Contohnya ijazah, piagam, surat dokter dan sebagainya.
Otobiografi memiliki beberapa kelebihan antara lain:
1. Memberikan informasi tentang siswa secara lengkap
2. Bisa mengungkapkan perasaan dengan bebas dari kegiatan yang telah dilakukan
3. Data ini dapat mendukung data yang diperoleh dari teknik lain
4. Menghemat dalam pengadministraisian
Sedangkan kelemahan dalam otobiografi ini:
1. Siswa kurang terampil dalam komunikasi secara tertulis dengan baik
2. Otobiografi lebih banyak mengungkap tentang fantasi
3. Tidak semua kejadian dapat diingatnya dengan baik
4. Data yang diperoleh dari otobiografi ini harus di padukan dengan baik dari teknik
lain agar dapat ditafsirkan secara benar
5. Sering terdapat kata-kata yang tidak diketahui atrinya secara benar
f. Metode Studi Kasus (Case Study)
Adalah pengumpulan data dengan menggabungkan berbagai pengumpulan
adata sebagai dasar mengadakan interpretasi dan diagnosis tentang tingkah laku
individu. Metode ini hanya ini digunakan untuk siswa yang mengalami masalah
tertentu, terutama anak yang mengalami hambatan adalam aspek perkembangan.
Dengan studi kasus ini, kita mencoba mencari tahu faktor penyebabnya dan
berusaha untuk memberikan bimbingan sehingga dapat mengatasi dan membantu
mencarikan jalan keluar. (Ahmad 2011)
C. PEMAMFAATAN DATA HASIL ASESMEN UNTUK MEMAHAMI
KONSELING
Yang dimaksud dengan data hasil asesmen adalah data yang diperoleh
melalui teknik tes dan nontes. Data hasil pemahaman terhadap peserta
didik/konseling dapat digunakan untuk:
1. Membuat profil individual setiap peserta didik/konseli.
Berdasarkan data hasil asesmen maka setiap peserta didik/konseli
dapatdisusun profil yang menggambarkan tentang identitas diri peserta
didik,karakteristik tugas Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan
Konseling Sekolah Menengah Atas |perkembangan, klasifikasi kecerdasan,bakat,
minat, motivasi belajar, kesiapan belajar, kemampuan hubungan
sosial,kematangan emosi, prestasi akademik dan non akademik yang dimiliki,
latar belakang keluarga-sekolah-masyarakat dan lain-lain, serta gambaran tentang
kekuatan dan kelemahan setiap peserta didik/konseling.
2. Membuat profil kelas.
Berdasarkan data individual peserta didik/konseli tersebut, maka
dikembangkan profil kelas, sehingga tiap kelas memiliki profilnya sendiri-sendiri.
Profil sebaiknya dituangkan ke dalam bentuk matrik, misalnya dalam format
landscape excel, atau dalam bentuk grafik sehingga semua data dapat dimasukkan.
Dengan profil kelas ini, dapat diketahui kedudukan peserta didik/konseli dalam
kelasnya. Profil akan menggambarkan variasi kebutuhan layanan bimbingan dan
konseling yang meliputi: bimbingan dan konseling pribadi, sosial, belajar, dan
karir.
3. Menyusun rancangan program layanan bimbingan dan konseling.
Berdasarkan profil individual dan kelas disusun rancangan program
layanan bimbingan dan konseling secara individual, kelompok, klasikal, kelas
besar atau lintas kelas, dan atau menggunakan media. Layanan bimbingan dan
konseling dapat dirancang secara khusus untuk dilaksanakan oleh guru bimbingan
dan konseling atau konselor serta dapat pula dirancang berkolaborasi dengan staf
lainnya.

D. MANFAAT HASIL ASESMEN


Nitko and Brookhart (2007) memaparkan manfaat asesmen sebagai
berikut:
1. Asesmen digunakan sebagai dasar untuk membuat kebijakan dalam bidang
pendidikanbaik di tingkat daerah, wilayah maupun nasional.Semua informasi
yangdidapatkan akan dikumpulkan dari hasil asesmendi telaah dan dijadikan dasar
untuk memutuskan kebijakan yang tepat di masa yang akan datang.
2. Asesmen digunakan sebagai dasar dalam membuat keputusan
mengenaikurikulum dan program sekolah. Hasil assessmen menjadi dasar
evaluasi terhadapmateri pembelajaran, buku teks, prosedur pembelajaran,
kurikulum, programpendidikan dan program sekolah. Bentuk evaluasinya bisa
berupa evaluasi formatifdan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan selama
perancangan ataupengembangan materi pembelajaran, langkah pembelajaran
kurikulum atau program pendidikan. Evaluasi sumatif dilakukan terhadap mutu
atau kelayakan sekolah,atau materi pembelajran yang sudah lengkap. Demikian
juga langkah pembelajran,kurikulum atau program pendidikan.
3. Asesmen digunakan sebagai dasar untuk menentukan keputusan mengenai
siswayaitu berkaitan dengan
a. Menyusun pembelajaran, termasuk merencanakan kegiatan pembelajaran,
menempatkan siswa dalam urutan pembelajaran, memantau kemajuan siswa,
mendiagnosa kesulitan siswa, memberikan umpan balik kepada siswa dan orang
tua mengenai prestasi siswa.
b. Menempatkan siswa dalam tingkat-tingkat yang sesuai dengan kemampuannya,
dalam hal ini tidak ada siswa yang ditolak.
c. Mengelompokkan siswa, biasanya dilakukan untuk siswa yang memiliki
kebutuhan khusus.
d. Membimbing dan mengarahkan siswa, hasil assessmen sering membantu siswa
menggali potensi diri, memilih dan mempersiapkan karir.
e. Memilih siswa, assessmen digunakan untuk memutuskan seleksi siswa (diterima
atau ditolak).
f. Meluluskan siswa, untuk menentukan apakah siswa sudah menguasai suatu
standar kompetensi tertentu.
Menurut Linn and Grounlund (1985) adapun manfaat assesmen diantaranya
sebagai berikut.
1. Peningkatan belajar dan pembelajaran Informasi yang diperoleh dapat membantu
menentukan:
a. Kesesuaian dan ketercapaian tujuan pembelajaran
b. Kebermaknaan materi pembelajaran
c. Keefektifan metode pembelajaran
2. Pemberian nilai dan pelaporan kepada orang tua penggunaan prosedur assesmen
memberikan dasar yang objektif dan komprehensif untuk melaporkan setiap
kemajuan belajar siswa.
3. Penggunaan untuk tujuan lainnya : Hasil assessmen berguna untuk pengembangan
kurikulum, membantu siswa dengan keputusan mengenai pendidikan dan
keterampilan, dan menilai keefektifan program sekolah.
Selanjutnya Thorndike et al. (1991) mengungkapkan bahwa manfaat
asesmen diarahkankepada keputusankeputusan yang menyangkut:
1. Keputusan dalam bidang kelembagaan: Yaitu untuk mengarahkan
pengambilankeputusan berkenaan dengan apa yang harus diajarkan atau apa yang
harusdipelajari dan dipraktikkan oleh siswa baik secara individu, kelompok
ataupunklasikal, untuk itu perlu identifikasi kompentensi-kompetensi dalam isi
pelajaranataupun keterampilan yang spesifik. Berdasarkan hasil identifikasi ini
guru dapat menetapkan kompetensi-kompetensi mana yang sudah ada dan belum
pada siswayang selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk menetapkan isi
pengajaran yangberikutnya.
2. Keputusan tentang hasil belajar: Hasil penilaian tidak hanya berguna
untukmengetahui penguasaan siswa atas berbagai hal yang pernah diajarkan
ataudilatihkan, melainkan juga untuk memberikan gambaran tentang pencapaian
program-program pendidikan secara lebih menyeluruh.
3. Keputusan dalam rangka diagnosa dan usaha perbaikan: Kesulitan-kesulitan
belajarsiswa perlu dicari penyebabnya dan ditanggulangi melalui usaha-usaha
perbaikan, tesdiagnostik dilakukan untuk mengetahui dalam bidang mana siswa
telah atau belummenguasai kompetensi belajar tertentu.
4. Keputusan berkenaan dengan penempatan: Informasi yang diperoleh dari
pengukurandan penilaian dapat dipergunakan sebagai dasar untuk menentukan
perlakuan yangpaling tepat bagi setiap siswa, baik melalui penempatan sesuai
dengan minat dankemampuan maupun melalui pengelompokkan setara.
5. Keputusan berkenaan dengan seleksi: Berdasarkan informasi yang diperoleh
melaluipengukuran dan penilaian dapat dipilih “bibit unggul” dari siswa untuk
programtertentu.
6. Keputusan yang berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling: Agar
layananbimbingan dan konseling sesuai dengan siswa yang bersangkutan maka
harus adainformasi yang lengkap dan tepat mengenai siswa tersebut yaitu melalui
pengukurandan penilaian.
7. Keputusan yang berkenaan dengan kurikulum: Informasi yang diperoleh
melalui pengukuran dan penilaian sangat diperlukan untuk mengevaluasi
kurikulum.
8. Keputusan berkenaan dengan penilaian kelembagaan: Penilaian terhadap
suatulembaga pendidikan sangat ditentukan salah satunya oleh hasil belajar
siswanyadimana informasinya diperoleh melalui pengukuran dan penilaian.
KELOMPOK 4
“PERENCANAAN PROGRAM BK DI SD”

A. Hakikat Dan Urgensi Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dasar


Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling, berdasarkan
"Peraturan Pemerintah Permendikbud No.111 Tahun 2014", tentang
Penyelenggaraan Program Layanan Bimbingan dan Konseling di Tingkat
Pendidikan Dasar dan Menengah. Adapun tidak kalah pentingnya adalah
menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli,
agar mampu mengembangkan potensi pada dirinya atau mencapai tugas-tugas
perkembangan (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-
spiritual). Khususnya bagi peserta didik pada tingkat pendidikan dasar
(prasekolah).
Konseling sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses
perkembangan atau menjadi (on becoming), yakni berkembang ke arah pencarian
jati diri, schingga ia mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki. Proses
pencarian itu memerlukan bimbingan, karena mereka masih kurang memiliki
pengalaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman
dalam menentukan arah kehidupannya. Di samping itu, terdapat suatu
keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara
mulus, atau bebas dari masalah, bahkan sangat rentan dengan masalah. Dengan
kata lain, proses perkembangan itu selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau
searah dengan potensi yang dimiliki individu. Perkembangan konseli tidak
terlepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun social. Sifat yang
sangat melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam
lingkungan dapat memengaruhi gaya hidup seorang anak atau masyarakat.
Apabila perubahan yang terjadi sulit diprediksi atau di luar jangkauan
kemampuan, akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli,
seperti terjadinya stagnasi (kemandekan) perkembangan, masalah-masalah pribadi
atau penyimpangan perilaku.
Perubahan lingkungan yang diduga memengaruhi gaya hidup, lebih-lebih
menjelang akhir tahun 2015 ini sangat memengaruhi perkembangan anak seperti:
pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan
tingkal sosial ekonomi masyarakat, revolusi mental seperti yang diungkapkan
Bapak Presiden Ir. Joko Widodo dalam penyampaian pidatonya di APEC waktu
itu. (Maliki. 2016:1)
Iklim lingkungan yang kurang sehat, seperti maraknya tanyangan
pornografi di televisi dan VCD, penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras,
dan obat-obatan terlarang/narkoba yang tidak terkontrol, ketidakharmonisan
dalam keluarga. Penampilan anak sekarang dapat dikatakan sudah seperti orang
dewasa, atau bahkan sulit untuk membedakan karakter dan sifat-sifat serta tingkat
kebutuhan mereka yang dikatakan hampir sama dan bahkan dapat dikatakan sama.
Perilaku perilaku di atas tentunya tidak selaras dengan tujuan pendidikan nasional
(UU No. 20 Tahun 2003), yaitu yang terdiri dari: ) beriman dan bertakwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan
keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki
kepribadian yang mantap dan mandiri, dan (6) memiliki rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Berdasarkan hal tersebut terdapat implementasi imperatif bagi semua
tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya
secara bermnutu kearah pencapaian ujuan pendidikan. Upaya mencegah perilaku
yang tidak diharapkan seperti disebutkan di atas merupakan cara mengembangkan
potensi konseli dan memfasilitasi peserta didik secara sistemik dan terprogram
untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah
berbasis data tentang perkembangan konseling serta berbagai faktor yang
memengaruhinya
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah
yang mengintegrasikan dan mengoneksikan tiga kegiatan bidang utama secara
sinergi, yakni bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau
kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya
melaksanakan bidang administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang
bimbingan dan konseling, maka hamya akan menghasilkan konseling yang pintar
dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau ke
matangan dalam aspek kepribadian. (Maliki. 2016:3)

B. Pengertian Bimbingan Dan Konseling


Bimbingan dan konseling merupakan terjemah dari “guidance” dan
“cousceling” dalam bahasa inggis secara harfiah istilah “guidance” dari akan
kata “guid” berarti (1) mengarahkan (to direct), (2) memandu ( to pilot), (3)
mengelola ( to manage) dan (4) menyetir (to steer). Banyak pengertian
bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya sebagai berikut.
Donald G. Mortensen dan Alan M. Schmuller (1976) mengemukakan bahwa :
“ guidance may be defined as that part of the total educational program that
helps providethe personal opportunities and specialized staff services cy which
each individual can develop to the fullest of his abilities and capacities in terms of
the democratic idea”
Shertzer dan Stone (1971:40) mengartikan bimbingan sebagai “.... process of
helping and individual to understand himself and his world ( proses pemberian
bantuan kepada individu agar mampu memahami diri dan lingkungannya).
(Syamsyu. 2016:5)
Sunaryo Kartadinata (1998:3) mengartikannya sebagai “ proses membantu
individu untuk mencapai perkembangan optimal.” Sementara Racman
Natawidjaja(1987:37) mengartikan bimbingan sebagai suatu proses pemberian
bantuan kepada individu yang dapat memahami dirinya, sehingga dia sanggup
mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secar wajar, sesuai denga tuntutan dan
keadaan sekolah ,kingkungan , keluarga, masayrakat,dan kehidupan pada
umumnya. Dengan demikian dia akan dapat memberi sumbangan yang berti
kepada kehidupan masyarakat pada umumnya. Bembingan membantu individu
mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai mahluk sosial.
Dari definisi diatas dapat diangkat makna sebagai berikut.
a. Bimbingan merupakan sesuatu proses, yang berkesinambungan bukan kegiatan
yang seketika atau kebetulan. Bimbingan merupakan serangkaian tahapan
kegiatan yang sistematis dan berencana yang terarah kepada pencapaian tujuan.
b. Bimbingan merupakan “ helping “ yang identik dengan “aiding,assisting atau
avaiiling” yang berarti bantuan atau pertolongan. Makna bantuan dalam
bimbingan merupakan menujukan bahwa yang mengambil keputusan adalah
individu atau peserta didik sendiri. Dalam proses bimbingan, bimbingan tidak
memaksakan kehendak sendiri , tetapi berperan sebagai fasilitator. Istilah bantuan
dalam bimbingan dapat dimaknai upaya untuk (a) menciptakan lingkungan
(fisik,pisikis,sosial,dan sepiritual) yang kondusif bagi perkembangan siswa,(b)
memberikan dorongan dan semangat,(c) mengembangkan keberanian bertindak
dan bertanggung jawab, (4) mengembangkan kemampuan untuk memperbaiki dan
mengubah perilaku sendiri.
Individu yang dibantu adalah individu yang sedang berkembang dengan
segala keunikannya. Bantuan dalam bimbingan diberikan dengan pertimbangan
keragamban dan keunikan individu. Tidak ada pemberian bantuan yang berlaku
umum bagi setiap individu . teknik bantuan seyogiannya disesuaikan dengan
pengalaman,kebutuhaan, dan masalah individu. Untuk membimbing individu
diperluakn pemahaman yang koperhensif tentang karakteristik, kebutuhan,atau
masalah individu.
Tujuan bimbingan adalah perkembangan optimal yaitu perkembangan yang
sesuai dengan potensi dan sistem nilai tentang nilai kehidupan yang baik dan
benar. Perkembangan optimal bukanlah semata-mata pencapaian tingkat
kemapuan intelektual yang tinggi ,yang ditandai dengan penguasan pengetahuan
dan keterampilan , melaikan sesuatu kondisi dinakmik dimana individu (1)
mengenal dan memahami diri (2) berani menerima kenyataan diri secara objektif
(3)mengarahkan diri sesuai dengan kemmpuan , kesempatan, dan sitem nilai (4)
melakukan pemilihan dan mengambil keputusan atas tangungung jawab sendiri.
Dikatakan sebagai kondisi dinamik, kerna kemampuan yang disebutkan diatas
akan kembang terus dan hal ini terjadi karena individu berada didalam
lingkungan yang terus berubah dan berkembang.
Diatas telah dikemukakan makna bimbingan. Istilah bimbingan sering
dirangkai dengan konseling. Berikut akan dijelaskan tentang pengertian konseling.
Robinson (M. Surya dan Rochman N. 1986:25) mengartikan konseling adalah “
semua bentuk hubungan bentuk antara dua oranf, dimana yang seorang yaitu klien
dibantu untuk lebih mampu menyesuikan diri secara efektif terhadap diri sendiri
dan lingkungannya.” Suasana hubungan konseling ini meliputi berbagai
informasi, melatih atau mengajar , meningkatkan kematangan, memberikan
bantuan mulai pengambilan keputusan dan usaha-usaha penyembuhan ( terapi).
(Syamsyu. 2016:6-7)
“Counseling is an interaction process which facilitates meaningful
understanding of self and anvironment and result in the establish, ment and I or
clarification of goals and values of future behavior.”
Lebih jauh. Pietrofesa dan kawan-kawan (1980: 75) menunjukkan
sejumlah ciri-ciri konseling profesional sebagai berikut.
a. Konseling merupakan suatu hubungan profesional yang diadakan oleh seorang
konselor yang sudah dilatih untuk perkerjaannya itu.
b. Dalam hubungan yang bersifat professional itu, klien mempelajari keterampilan
pengambilan keputusan, pemecahan masalah, serta tingkah laku sikap-sikap baru.
c. Hubungan professional itu dibentuk berdasarkan kesukarelaan antara klien daan
konselor.

ASCA (American School Couselor Association) mengemukakan bahwa:


Konseling adalah hubungan tetap muka yang bersifat rahasia, penuh
dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien,
konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu
kliennya mengatasi masalah-masalahnya. (Syamsyu. 2016:8)
Adanya perbedaan definisi konseling tersebut, disamping
ditimbulkan karena perkembangan ilmu konseling itu sendiri, juga disebabkan
oleh perbedaan pandangan ahli yang merumuskan konseling dan teori yang
dianutnya. Dalam bidang konseling terdapat berbagai aliran dan teori, yang dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa katagori. Ada ahli yang mengklarifikasikan
konseling berdasarkan fungsi menjadi tiga kelompok, yaitu: suportif, reedukatif,
dan rekonstruktif (Moh. Djawad Dahlan: 1986). Konseling juga dibedakan
berdasarkan metodenya, yaitu metode direktif dan nondirektif.
Osipow, Walsh dan Tosi (1980) mengelompokan konseling
berdasarkan penekanan masalah yang dipecahkannya, yaitu: penyesuaian pribadi,
Pendidikan, dan karir. Shertzer dan Stone (1980) mengelompokan konseling
didasarkan pada ranah perilaku yang merupakan kepeduliaannya, yaitu yang
berorientasi pada ranah kognitif dan ranah efektif. Patterson (1966) secara lebih
rinci mengelompokkan pendekatan konseling menjadi lima kelompok, yaitu:
pendekatan rasional,teori belajar, psikoanalitik, perseptualfenomenologis, dan
eksistensial.
Uraian di atas menggambarkan betapa sulit merumuskan definisi
konseling yang komprehensif dan beralaku untuk setiap orang dari berbagai
aliran. Berikut ini diuraikan berbagai generalisasi yang menggambarkan
karakteristik utama kegiatan konseling.
Konseling merupakan salah satu bentuk berhubung yang bersifat
membantu. Makna bantuan disini yaitu sebagai upaya untuk membantu orang lain
agar ia mampu tumbuh kke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memcahkan
masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami
dalam kehidupan. Tugas konseler adalah menciptakan kondisi-kondisi yang
diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan klien.
Hubungan dalam konseling bersifat interpersonal. Terjadi dalam
bentuk wawancara secara tetap muka antara konselor dengan klien. Hubungan itu,
melainkan melibatkan semua unsur kepribadian yang meliputi: pikiran, perasaan,
pengalaman, nillai-nilai, kebutuhan, harapan, dan lain-lain. Dalam proses
konseling kedua belah pihak hendaknya menunjukkan kepribadian yang asli. Hal
ini dimungkinkan karena konseling itu dilakukan secara pribadi dan dalam
suasana rahasia.
Keefektifan konseling sebagian besar ditentukan oleh kualitas
hubungan antara konseler dengan kliennya. Dilihat dari segi konseler, kualitas
hubungan itu bergantung pada kemampuannya dalam menerapkan teknik-teknik
konseling dan kualitas pribadinya.
Dari seluruh pengertian konseling yang ada, Shertzer dan Stone
(1980: 82-88) menyimpulkan bahwa yang menjadi tujuan konseling adalah
“mengadakan perubahan perilaku pada diri klien sehingga memungkinkan
hidupnye lebih produktif dan memuaskan.”
Khusus di sekolahan, Boy dan Pine (Depdikbud, 1983:14)
menyatakan bahwa tujuan konseling adalah membantu siswa menjadi lebih
matang dan lebih mengaktualisasikan dirinya, membantu siswa maju dan cara
yang positif, membantu dalam sosialisasi siswa dengan memanfaatkan sumber-
sumber dan potensinya sendiri. Persepsi dan wawasan siswa berubah, dan akibat
dari wawasan baru yang diperoleh, maka timbulah pada diri sendiri siswa
reorientasi positif terhadap kepribadian dan kehidupannya. Memelihara dan
mencapai kesehatan mental yang positif. Jika hal ini tercapai, maka invidivu
mencapai integrasi, penyesuaian, dan identifikasi positif dengan yang lainnya. Ia
belajar menerima tanggung jawab, berdiri sendiri, dan mencapai integrsasi
perilaku.
Mencapai keefektifan pribadi. Sehubungan dengan ini blocher
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pribadi yang efektif adalah pribadi
yang sanggup memperhitungkan diri, waktu dan tenaganya serta bersedia
memikul resiko-resiko ekonomis, psikologis dan fisik. Ia tampak memiliki
kemampuan untuk mengenal, mendefinisikan dan memecahkan masalah-masalah.
Ia tampak konsisten terhadap dan dalam situasi peranannya yang khas. Ia tampak
sanggup berfikir secara berbeda dan orisinil, yaitu dengan cara-cara yang kreatif.
Ia juga sanggup mengontrol dorongan-dorongan dan memberikan respons-respons
yang wajar terhadap frustrasi, permusuhan, dan ambiguitas.
Mendorong individu mampu mengambil keputusan yang penting bagi
dirinya. Jelas di sini bahwa pekerjaan konseler bukan menetukan keputusan yang
harus diambil oleh klien atau memilih alternatif dari tindakannya. Keputusan-
keputusan ada pada diri klien sendiri, dan ia harus tahu mengapa dan bagaimana
ia melakukaknnya. Oleh sebab itu klien harus belajar mengestimasi konsekuensi-
konsekuensi yang mungkin terjadi dalam pengorbanan pribadi, waktu, tenaga,
uang, resiko dan sebagainya. Individu belajar memperhatikan nilai-nilai dan ikut
mempertimbangkan yang dianutnya secara sadar dalam mengambil keputusan.
(Syamsyu. 2016:8-10)
C. Persiapan (Planning) Program BK
Pelayanan Bimbingan dan Konseling disekolah dan madrasah terlaksana
melalui sejumlah kegiatan bimbingan. Kegiatan tersebut diselenggarakan melalui
suatu program bimbingan (guidance program). Umumnya program bimbingan
merupakan suatu rancangan atau rencana kegiatan yang akan dilaksanakan dalam
jangka waktu tertentu. Rancangan atau rencana kegiatan tersebut disusun secara
sistematis, terorganisasi, dan terkoordinasi. Berdasarkan makna program secara
umum di atas, dapat disusun rumusan program bimbingan dan konseling sebagai
berikut: suatu rangkaian kegiatan bimbingan dan konseling yang tersusun secara
sistematis, terencana, terorganisasi, dan terkoordinasi selama periode waktu
tertentu.
Dalam menyusun rencana program bimbingan dan konseling di sekolah dan
madrasah, harus melibatkan berbagai pihak yang terkait (stakeholders) seperti
kepala sekolah, guru BK, para guru, tenaga administrasi, orang tua siswa, komite
sekolah, dan tokoh masyarakat. Keterlibatan pihak-pihak diatas mengingat
manfaat layanan BK di sekolah tidak saja akan dirasakan pihak sekolah dan
madrasah dalam hal ini siswa, tetapi juga boleh para orang tua dan masyarakat.
(Tohirin. 2014: 246)
Kepala sekolah dan madrasah yang visible akan membuat rancangan
program pendidikan di sekolah dan madrasah yang dipimpinnya termasuk
program bimbingan dan konseling untuk selanjutnya dijabarkan oleh para guru
dan guru BK. Atau guru BK menyusun rencana program BK sesuai kebutuhan
sekolah dan madrasah untuk selanjutnya dibicarakan dengan melibatkan pihak-
pihak di atas. Dengan perkataan lain, koordinasi dan keq'a sama dengan berbagai
pihak yang terkait sangat diperlukan dalam penyusunan rencana program BK di
sekolah dan madrasah, sehingga program BK di sekolah dan madrasah merupakan
refleksi dari berbagai pihak yang terkait. Dengan demikian, diharapkan hasil dari
program yang telah disusun dapat memenuhi kebutuhan berbagai pihak di sekolah
dan madrasah yang bersangkutan.
Berkenaan dengan perencanaan program BK di sekolah dan madrasah,
perlu dilakukan dan dipersiapkan hal-hal sebagai berikut.

1. Studi Kelayakan
Studi kelayakan merupakan refleksi tentang alasan-alasan mengapa
diperlukan suatu program bimbingan. Studi kelayakan juga perlu dilakukan untuk
melihat program mana yang lebih layak untuk dilaksanakan dalam bentuk layanan
bimbingan terhadap siswa. Selain itu, studi kelayakan dilakukan juga terhadap
bidang-bidang pelayanan bimbingan dan lingkup bimbingan dan konseling di
sekolah dan madrasah. Dari hasil studi kelayakan akan diperoleh kesimpulan
bidang-bidang atau lingkup bimbingan mana yang layak untuk dituangkan dalam
bentuk program bimbingan dan konseling.
Studi kelayakan dapat diadakan oleh pimpinan sekolah dan madrasah
dengan mengundang beberapa ahli bimbingan dari luar. Dapat pula dilaksanakan
oleh seorang guru BK atau koordinator BK yang baru diangkat bersama dengan
tenaga kependidikan yang sudah berpengalaman di lembaga yang bersangkutan.
Oleh karena dilaksanakan dalam konteks layanan bimbingan, maka studi
kelayakan dilakukan sebelum penyusunan program dilakukan. (Tohirin. 2014:
247)
2. Penyusunan Program Bimbingan
Penyusunan program bimbingan dapat dikerjakan oleh tenaga ahli
bimbingan atau guru BK atau konselor sekolah dan madrasah atau koordinator
BK (apabila di sekolah dan madrasah yang bersangkutan memiliki beberapa orang
guru BK) dengan melibatkan tenaga bimbingan yang lain. Penyusunan program
bimbingan harus merujuk kepada kebutuhan sekolah dan madrasah secara umum
dan lingkup layanan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Seperti
telah disebutkan pada bab terdahulu (lihat lingkup bimbingan dan konseling di
sekolah dan madrasah), bahwa lingkup layanan bimbingan dan konseling di
sekolah dan madrasah dari aspek bidang pelayanan bimbingan dan konseling
meliputi bidang: (a) pengembangan pribadi, (b) pengembangan sosial, (c)
pengembangan kegiatan belajar (akademik), (d) pengembangan karier, (e)
pengembangan kdtidupan berkeluarga, dan (f) pengembangan bidang kehidupan
beragama. Dari aspek jenis-jenis layanan BK meliputi: (a) layanan orientasi, (b)
layanan informasi, (c) layanan penempatan atau penyaluran, (d) layanan
penguasaan konten, (e) konseling perorangan, (f) konseling kelompok, dan (g)
bimbingan kelompok, (h) layanan konsultasi, dan (i) layanan mediasi. Dari aspek
pendukung meliputi: (a) aplikasi instrumen, (b) himpunan data, (c) konferensi
kasus, (d) kunjungan rumah, (e) alih tangan kasus. Dari format layanan meliputi:
(a) format individual, (b) fomat kelompok, (c) format klasikal. (d) format
lapangan, (e) format politik.
Dalam menyusun rencana program BK. harus diperhatikan hal-hal sebagai
berikut. (a) Pola dasar mana yang sebaiknya dipegang dan strategi mana yang
paling tepat untuk diterapkan. (b) Bidang-bidang atau lingkup bimbingan mana
yang perlu diperioritaskan. (c) Bidang-bidang atau jenis layanan mana yang sesuai
untuk melayani kebutuhan para siswa. (d) Keseimbangan yang wajar antara
pelayanan bimbingan secara kelompok dan secara individual. (e) Pengaturan
pelayanan konsultasi. (f) Cara mengadakan evaluasi program. (g) Pelayanan rutin
dan pelayanan insidental. (h) ngkatan-tingkatan kelas yang akan mendapat
layanan-layanan bimbingan tertentu. (i) Petunjuk-petunjuk atau lnstruksi-instruksi
yang diberikan oleh instansi yang berwenang (jika ada), dan sebagainya.
Setelah rencana program disusun dengan memperhatikan hal-hal di atas.
selanjutnya dilakukan pembahasan dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait
di sekolah dan madrasah (bisa melibatkan stakeholders sekolah dan madrasah).
Penyusunan program BK merupakan tindak lanjut dari studi kelayakan, oleh
sebab itu bisa dilaksanakan pada awal tahun ajaran atau setelah program semester
berakhir. (Tohirin. 2014: 248)
3. Penyediaan Sarana Fisik dan Teknis
Program BK perlu didukung oleh sarana Esik dan teknis. Sarana fisik
adalah semua peralatan atau perlengkapan yang dibutuhkan dalam rangka
penyusunan program BK seperti: ruang kerja tenaga bimbingan (ruang kerja guru
BK) beserta peralatannya seperti: almari data, perpustakaan BK, ruang konsultasi,
ruang tunggu, ruang tata usaha BK, peralatan administrasi, dan lain-lain. Sarana
teknis adalah alat-alat atau lnstrumen-instrumen yang diperlukan untuk
melaksanakan pelayanan bimbingan seperti tes baku, daftar check list, angket,
format anekdot, daftar penilaian, kartu pribadi, dan lain sebagainya.
4. Penentuan Sarana Personel dan Pembagian Tugas
Selain sarana Esik dan teknis, penyusunan rencana program BK juga
memerlukan sarana personel. Sarana personel dalam penyusunan rencana program
BK adalah orang-orang yang akan dilibatkan dalam penyusunan program BK dan
mereka akan diberi tugas apa. Seperti disebutkan di atas, orangcorang yang bisa
dilibatkan dalam penyusunan rencana program BK di sekolah dan madrasah
adalah: konselor atau pembimbing, kepala sekolah dan madrasah, guru mata
pelajaran, pegawai administrasi, perwakilan orang tua siswa. komite sekolah, dan
madrasah.
5. Kegiatan-kegiatan Penunjang
Dalam penyusunan rencana program BK di sekolah dan madrasah
diperlukan kegiatan-kegiatan pendukung terutama pertemuan staf bimbingan dan
hubungan dengan masyarakat atau instansi lain yang terkait dengan rencana
program BK yang akan disusun. Misalnya, rencana penyusunan program BK yang
berkenaan dengan bidang karier, bisa melibatkan lembagalembaga karier tertentu
dan lain sebagainya. (Tohirin. 2014: 249)
D. Perancangan (Designing) Program BK
Setelah rencana disusun, desain atau rancangan yang lebih rinci dari
program BK perlu diadakan. Dalam rancangan tersebut, POP BK dari
Kemendikbud (2016) mencatat keperluan akan adanya rancangan rencana kerja
yang diterjemahkan dalam program tahunan dan program semester.
Program tahunan secara rinci, berdasarkan acuan dari POP BK
(Kemendikbud, 2016) menyertakan dua belas unsur, yaitu,
1. Rasional, berisi urgensi layanan BK, kondisi obyektif sekolah (meliputi
permasalahan, hambatan, kebutuhan, budaya sekolah, dan potensi keunggulan
sekolah/siswa), kondisi obyektif lingkungan masyarakat (termasuk jika ada daya
dukung maupun ancaman yang berpengaruh), dan harapan yang ingin dicapai dari
program BK yang dirancang.
2. Dasar hukum, baik dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Menteri, Peraturan Daerah, maupun yang bersifat lokal seperti surat keputusan
kepala sekolah atau pedoman dari penyelenggara sekolah (yayan, dewan
pendidikan, komite).
3. Visi dan misi, termasuk visi dan misi sekolah yang menjadi dasar dan
mempengaruhi/diterjemahkan ke dalam visi-misi program BK.
4. Deskripsi kebutuhan, berdasarkan asumsi teoretik atau filosofi maupun hasil
asesmen kebutuhan dan deskripsi ini dituangkan dalam rumusan perilaku sesuai
dengan Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik (SKKPD) dan
Kompetensi Dasar yang ada/dirancang.
5. Tujuan program, baik yang berfungsi pengenalan (memahami dan mengetahui
perilaku atau standar kompetensi), akomodasi (upaya pemaknaan, internalisasi
dan integrasi pengenalan yang telah diadakan), dan tindakan (bagaimana
mewujudnyatakannya dalam keseharian siswa).
6. Komponen program, yang berisi layanan dasar (berupa bimbingan klasikal,
kelompok atau lintas kelas, maupun melalui media yang mendukung), layanan
peminatan dan perencanaan individual (termasuk di dalamnya kebutuhan
kegiatan ekstrakurikuler untuk menjawab minat tertentu dari peserta didik),
layanan responsif (terhadap kebutuhan jangka pendek peserta didik dan lebih
bersifat spesifik terhadap peserta didik, seperti konseling dan konsultasi
individual), dan dukungan system (antara lain yang bersifat administrative
maupun kegiatan tambahan dan pengembangan profesi bagi konselor atau guru
BK).
7. Bidang layanan, meliputi bidang karir, sosial, pribadi ataupun belajar.
8. Rencana operasional, yang dirincikan dalam tabel dan mendeskripsikan bidang
layanan, tujuan layanan, komponen layanan, strategi, kelas yang dilayani, materi
dan metode yang digunakan, alat atau media yang mendukung, evaluasi yang
dirancang dan ekuivalensi jam belajar dari layanan yang diberikan.
9. Pengembangan tema atau topik, didasarkan pada SKKPD, masalah yang akan
dibahas, dan bidang layanan yang direncanakan. Ini yang menjadi dasar untuk
menyusun rencana pelaksanaan layanan (RPL) BK.
10. Evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut.
11. Sarana prasarana yang mendukung.
12. Anggaran pembiayaan.
Kerangka yang lebih ringkas diusulkan oleh Gysbers dan Henderson (2014)
untuk merancang program BK yang komprehensif. Dalam kerangka tersebut
terdapat empat elemen yang menyusun program BK, yaitu:
1. Konten, menjabarkan kompetensi dan kebutuhan siswa.
2. Kerangka organisasi, berisi struktur layanan, aktivitas yang dirancang, dan waktu
pelaksanaan layanan yang tepat.
3. Sumber daya yang mendukung, baik dalam hal personil/SDM, finansial, dan
politis atau otoritas yang menaungi dan mendukung.
4. Pengembangan, Pengelolaan dan Akuntabilitas Program, antara lain
merincikan proses perencanaan, perancangan, implementasi, evaluasi dan upaya
penguatan program tersebut.
Gysbers dan Henderson (2014) juga mengingatkan beberapa pertimbangan
yang perlu ditilik dalam perancangan program BK yang komprehensif, antara
lain:
1. Kebutuhan siswa yang perlu dilayani dari program BK,
2. Manfaat atau dampak yang akan diterima oleh para siswa,
3. Kualifikasi petugas atau guru BK atau konselor yang akan melayani dan
merancang program BK,
4. Hubungan atau keterkaitan program BK dengan program pendidikan secara utuh,
menjadi bagian integral dari program pendidikan di sekolah;
5. Kefektifan dan efisiensi program BK yang dirancang,
6. Pengembangan dan pengelolaan program BK, dan
7. Pengukuran serta evaluasi program BK dan hasil atau dampak yang teramati dan
terukur.
KELOMPOK 5
“PERENCANAAN PROGRAM BIMBINGAN KONSELING DI SD”

A. Ruang Lingkup dan Pelaksana BK di SD


Seperti diketahui siswa di SD atau siswa SD adalah individu yang berusia
antara enam sampai dengan duabelas tahun, yang berdasarkan tugas
perkembangannya berada dalam tahap perkembangan masa kanak-kanak sampai
masa remaja awal. Dalam menghadapi masa perkembangan tersebut siswa SD
sebagai individu yang tumbuh dan berkembang pada masa kanak-kanak, kadang-
kadang menghadapi permasalahan dan menghadapi kesulitan, yang membuat
mereka memerlukan bantuan dari orang lain, khususnya kedua orang tua dan
pendidik mereka.
Ruang lingkup penyelenggaraan bimbingan dan konseling di SD terbagi
dalam empat fungsi, empat bidang, tujuh jenis layanan, dan lima kegiatan
pendukung bimbingan dan konseling. Menurut Prayitno (1997: 61) dalam
Setianingsih (2016) , empat fungsi tersebut adalah pemahaman, pencegahan,
pengentasan, dan pengembangan/ pemeliharaan. Empat bidang bimbingan
meliputi bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karier. Tujuh layanan meliputi
layanan : orientasi, informasi, penempatan/ penyaluran, pembelajaran, konseling
perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok. Sedangkan lima
kegiatan pendukung meliputi aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi
kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan kasus.
Dengan menempatkan tenaga konselor di SD diharapkan beban guru
dalam membimbing siswanya dapat terbantu. Pelayanan bimbingan dan konseling
di SD diharapkan membantu siswa dalam menghadapi permasalahan dan
menghadapi kesulitan, membantu siswa yang mengalami permasalahan, baik
permasalahan perkembangan maupun permasalahan pembelajaran siswa.
Setianingsih (2016 : 81-82)
B. Pelaksana Program BK di SD
Personil pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling adalah segenap unsur
yang terkait di dalam organisasi pelayanan bimbingan dan konseling,dengan
koordinator dan guru pembimbing sebagai pelaksana utamanya. Uraian tugas
masing-masing personil tersebut, khususnya dalam kaitannya dengan pelayanan
bimbingan dan konseling, adalah sebagai berikut:
1. Kepala Sekolah
Sebagai penanggung jawab dalam kegiatan pendidikan
secara menyeluruh,khususnya pelayanan bimbingan dan konseling, tugas Kepala
Sekolah adalah
a) Mengkoordinir segenap kegiatan yang diprogramkan dan berlangsung disekolah,
sehingga pelayanan pengajaran, latihan, dan bimbingan dankonseling merupakan
suatu kesatuan yang terpadu, harmonis dandinamis.
b) Menyediakan prasarana, tenaga, sarana, dan berbagai kemudahan
bagiterlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang efektif dan efisien.
c) Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan
dan pelaksanaan program, penilaian dan upaya tindak lanjut pelayanan bimbingan
dan konseling.d.
d) Mempertanggung jawabkan pelaksanaan pelayan bimbingan dankonseling di
sekolah.
2. Wakil Kepala Sekolah
Sebagai pembantu Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah
membantu Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugas-tugas Kepala Sekolah.
3. Komite Sekolah
Tugas dari komite sekolah sebagai tokoh masyarakat yang diminta untuk
memberikan masukan ide dan saran guna kelancaran kegiatan bimbingan
konseling di SD, karena komite sekolah ini dipilih dari tokoh-tokoh masyarakat
yang memahami perkembangan yang terjadi di desanya.4.
4. Guru Kelas (Konselor)
Pada kegiatan bimbingan konseling di SD, guru kelas merangkap sebagai
konselor, karena terbatasnya tenaga ahli di SD, sehingga tugas dari guru kelas ini
merangkap menjadi konselor untuk menangani bimbingan konseling di SD
yang bertugas bertugas :
a) Memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling.
b) Merencanakan program bimbingan dan konseling (terutama program- program
satuan layanan dan satuan kegiatan pendukung, untuk satuan-satuan waktu
tertentu, program-program tersebut dikemas dalam program mingguan, bulanan,
tiap semester dan tiap tahunan).
c) Melaksanakan segenap program satuan layanan bimbingan dan konseling.
d) Melaksanakan segenap program layanan pendukung bimbingan dan konseling.
e) Menilai proses dan hasil pelaksanaan suatu layanan dan kegiatan pendukung
bimbingan dan konseling.
f) Menganalisis hasil penilaian layanan dan kegiatan pendukung bimbingandan
konseling.
g) Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan hasil penilaian layanan dan kegiatan
pendukung bimbingan dan konseling.
h) Mengadministrasikan kegiatan satuan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan
dan konseling.
i) Mempertanggung jawabkan tugas dan kegiatannya dalam pelayanan bimbingan
dan konseling secara menyeluruh kepada kepala sekolah.
5. Guru Mata Pelajaran
Sebagai tenaga ahli pengajaran dalam bidang studi dan sebagai personil yang
sehari-hari langsung berhubungan dengan siswa, peran gurumata pelajaran dalam
pelayanan bimbingan dan konseling adalah:
a) Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konselingkepada siswa.
b) Membantu guru kelas mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan pelayanan,
serta pengumpulkan data tentang siswa-siswa tersebut.
c) Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dankonseling
kepada guru kelas.
d) Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa danhubungan
siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanayn bimbingan dan konseling.
e) Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa.
f) Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian
pelayaan bimbingan dan konseling upaya tindak lanjutnya.
Penjelasan di atas menggambarkan bahwa pelayanan bimbingan dan
konseling di SD merupakan tanggungjawab bersama seluruh personil disekolah,
dalam arti bukan semata-mata tanggung jawab guru kelas saja. Peranan kepala
sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sekolah akan sangat menentukan
keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah yang dipimpinnya.
Kegiatan bimbingan konseling di SD ini terhambat dengan kurangnya
tenaga ahli pada bidangnya. Bimbingan konseling di SD inimemanfaatkan guru
kelas sebagai tenaga konselornya. Selain itu tugas gurukelas sendiri sudah terlalu
banyak yang berhubungan dengan pembelajaran,masih juga ditambah dengan
tugas menjadi konselor dalam menangani berbagai permasalahan yang muncul
pada diri siswa. Dengan begitu, kegiatan bimbingan
konseling di SD kurang berjalan dengan efektif dan efisien, hal tersebut
disebabkan oleh tidak adanya tenaga ahli yang mampu mengurusi dengan
sepenuhnya kegiatan bimbingan konseling di SD. Suryani (2016 : 5-8)
C. Layanan Konseling Individual / Perorangan
1. Makna Layanan Konseling Perorangan
Layanan konseling perorangan bermakna layanan konseling yang
diselenggarakan oleh seorang pembimbing (konselor) terhadap seorang klien
dalam rangka pengentasan masalah pribadi klien (Ptavitno 2004). Konseling
perorangan berlangsung dalam suasana komunikasi atau tatap muka secara
langsung antara konselor dengan klien (siswa) yang membahas berbagai masalah
yang dialami klien. Pembahasan masalah dalam konseling perorangan bersifat
holistik dan mendalam serta menyentuh hal-hal penting tentang diri klien (sangat
mungkin menyentuh rahasia pribadi klien), tetapi juga bersifat spesifik menuju ke
arah pemecahan masalah.
Melalui konseling perorangan, klien akan memahami kondisi dirinya sendiri,
lingkungannya, permasalahan yang dialami kekuatan dan kelemahan dirinya, serta
kemungkinan upaya untuk mengatasi masalahnya.
2. Tujuan Layanan Konseling Perorangan
Tujuan layanan konseling perorangan adalah agar klien memahami kondisi
dirinya sendiri, lingkungannya, permasalahan yang dialami, kekuatan dan
kelemahan dirinya sehingga klien mampu mengatasinya. Dengan perkataan lain,
konseling perorangan bertujuan untuk mengentaskan masalah yang dialami klien.
Secara lebih khusus, tujuan layanan konseling perorangan adalah merujuk
kepada fungsi-fungsi bimbingan dan konseling sebagaimana telah dikemukakan di
muka. Pertama, merujuk kepada fungsi pemahaman, maka tujuan layanan
konseling agar klien memahami seluk-beluk yang dialami secara mendalam dan
komprehensif, positif, dan dinamis. Kedua, merujuk kepada fungsi pengentasan,
maka layanan konseling perorangan bertujuan untuk mengentaskan klien dari
masalah yang dihadapinya. Ketiga, dilihat dari fungsi pengembangan dan
pemeliharaan, tujuan layanan konseling perorangan adalah untuk
mengembangkan potensi-potensi individu dan memelihara unsur-unsur positif
yang ada pada diri klien. Dan seterusnya sesuai dengan fungsi- fungsi bimbingan
dan konseling diatas.
3. Isi Layanan Konseling Perorangan
Berbeda dengan layanan-layanan lain seperti disebutkan di atas, isi layanan
konseling perorangan tidak ditentukan oleh konselor (pembimbing) sebelum
proses konseling dilaksanakan. Dengan perkataan lain, masalah yang dibicarakan
dalam konseling perorangan tidak ditetapkan oleh konselor sebelum proses
konseling dilaksanakan. Persoalan atau masalah sesungguhnya baru dapat
diketahui setelah dilakukan identifikasi melalui roses konseling. Setelah dilakukan
identifikasi baru ditetapkan masalah mana yang akan dibicarakan dan dicarikan
alternatif pemecahannya melalui proses konseling dengan berpegang pada prinsip
skala prioritas pemecahan masalah. Masalah yang akan dibicarakan (yang menjadi
isi layanan konseling perorangan) sebaiknya ditentukan oleh peserta layanan
(siswa) sendiri dengan mendapat pertimbangan dari konselor.
Masalah-masalah yang bisa dijadikan isi layanan konseling perorangan
mencakup: (a) masalah-masalah yang berkenaan dengan bidang pengembangan
pribadi, (b) bidang pengembangan sosial, (c) bidang pengembangan pendidikan
atau kegiatan belajar, (d) bidang pengembangan karier, (e) bidang pengembangan
kehidupan berkeluarga, dan (f) bidang pengembangan kehidupan beragama.
Semua bidang-bidang di atas bisa dijabarkan ke dalam bidang- bidang yang
lebih spesifik untuk dijadikan isi layanan konseling perorangan. Dengan perkataan
lain, pembahasan masalah dalam konseling perorangan bersifat meluas meliputi
berbagai sisi yang menyangkut masalah klien (siswa), namun juga bersifat sfesifik
menuju kea rah pengentasan masalah. Misalnya masalah yang berkenaan dengan
bidang pengembangan pendidikan atau kegiatan belajar, bisa menyangkut tentang
kesulitan belajar, sikap dan perilaku belajar, prestasi rendah, dan lain sebagainya.
4. Teknik Layanan Konseling Perorangan
Konseling yang efektif bisa diwujudkan melalui penerapan berbagai teknik
tersebut, konselor (pembimbing) dapat mewujudkan konseling yang efektif
sehingga dapat pula mengembangkan dan membina klien (siswa) agar memiliki
kompetensi yang berguna bagi mmengatasi masalah-masalah yang dialaminya.
Selain itu, untuk dapat mengembangkan proses layanan konseling perorangan
secara efektif untuk mencapai tujuan layanan, juga perlu diterapkan teknik-teknik
sebagai berikut:
1. Kontak mata
2. Kontak psikologi
3. Ajakan untuk berbicara
4. Penerapan tiga M (mendengar dengan cermat, memahami secara tepat, dan
merespons secara tepat dan positif)
5. Keruntutan
6. pertanyaan terbuka
7. Dorongan minimal
8. Refleksi isi
9. Penyimpulan
10. Penafsiran
11. Konfrontasi
12. Ajakan untuk memikirkan sesuatu yang lain
13. Peneguhan hasrat
14.Penfrustasian klien
15.Strategi tidak memaafkan klien
16.Suasana diam
17.Transferensi dan kontra transferensi
18.Teknik eksperiensial
19.Interprestasi pengalaman masa lampau
20.Asosiasi bebas
21.Sentuhan jasmaniah
22.Penilaian
23.Pelaporan ( Prayitno, 2004)
Teknik-teknik di atas diterapkan secara eklektik, dalam arti tidak harus
berurutan di mana yang satu mendahului yang lainnya, melainkan dipilih dan
tepadu mengacu kepada kebutuhan proses konseling.
5. Kegiatan Pendukung Layanan Konseling Perorangan
Adapun kegiatan-kegiatan pendukung layanan konseling perorangan adalah:
Pertama, aplikasi instrumentasi. Dalam layanan konseling perorangan, hasil
instrumentasi baik berupa tes maupun non tes dapat digunakan secara langsung
maupun tidak langsung dalam layanan. Hasil tes, hasil ujian, hasil AUM (Alat
Ungkap Masalah), sosiometri, angket, dan lain sebagainya dapat dijadikan dasar
untuk pemberian bantuan atau layanan kepad individu. Hasil instrumentasi juga
dapat dijadikan konten (isi) yang diwancanakan dalam proses layanan.instrumen
tertentu dapat juga digunakan dalam tahap proses penilaian hasil dan proses
layanan konseling perorangan.
Kedua, himpunan data. Seperti halnya hasil instrumentasi, data yang
tercantum dalam himpunan data selain dapat dijadikan pertimbangan untuk
memanggil siswa juga dapat dijadikan konten yang diwacanakan dalam layanan
konseling perorangan. Selanjutnya, data proses dan hasil layanan harus
didokumentasikan di dalam himpunan data.
Ketiga, konferensi kasus. Seperti dalam layanan-layanan yang lain,
konferensi kasus bertujuan untuk memperoleh data tambahan tentang klien dan
untuk memperoleh dukungan serta kerjasama dari berbagai pihak terutama pihak
yang diundang dalam konferensi kasus untuk pengentasan masalah klien.
Konferensi kasus bisa dilaksanakan sebelum dan sesudah dilaksanakannya
layanan konseling perorangan. Pelaksanaan konferensi kasus setelah layanan
konseling perorangan dilakukan untuk tindak lanjut layanan. Kapan pun
konferensi kasus dilaksanakan, rahasia pribadi klien (siswa) harus tetap terjaga
secara ketat.
Keempat, kunjungan rumah. Seperti halnya konferensi kasus, kunjungan
rumah juga bertujuan untuk memperoleh data tambahan tentang klien. Selain itu
juga untuk memperoleh dukungan dan kerja sama dari orang tua dalam rangka
mengentaskan masalah klien. Kunjungan rumah juga bisa dilaksanakan sebelum
dan sesudah layanan konseling perorangan. Apabila sulit melakukan kunjungan
rumah (dalam arti konselor atau pembimbing berkunjung ke rumah), kegiatan ini
bisa diganti dengan mengundang orang tua atau anggota keluarga lain yang terkait
ke sekolah untuk membicarakan masalah siswa (calon klien).
Kelima, alih tangan kasus. Tidak semua masalah yang dialami individu
(siswa) menjadi kewenangan konselor (pembimbing) untuk menanganinya.
Dengan perkataan lain tidak semua masalah yang dialami klien (siswa) berada
dalam kemampuan konselor (pembimbing) untuk menanganinya. Masalah-
masalah yang dialami siswa seperti: kriminal, penyakit jasmani, keabnormalan
akut, spiritual dan guna-guna merupakan sederetan masalah tidak menjadi
wewenang konselor (pembimbing) untuk menanganinya.
Apabila masalah-masalah di atas terjadi pada klien (siswa) dan siswa datang
ke pembimbing atau konselor untuk meminta bantuan, pembimbing atau konselor
harus mengalihkan tanggung jawab memberikan layanan kepada pihak lain yang
lebih mengetahui. Alih tangan kasus juga bisa dilakukan oleh konselor atau
pembimbing untuk aplikasi instrument yang tidak menjadi kewenangannya.
Proses alih tangan kasus harus seizin klien (siswa) dengan tetap menjaga asas
kerahasiaan.
1. Pelaksanaan Layanan Konseling Perorangan
Seperti halnya layanan-layanan yang lain, pelaksanaan layanan
konseling perorangan, juga menempuh beberapa tahapan kegiatan, yaitu:
 pertama, perencanaan yang meliputi kegiatan: (a) mengidentifikasi klien, (b)
mengatur waktu pertemuan, (c) mempersiapkan tempat dan perangkat teknis
penyelenggaraan kelengkapan administrasi, (d) menetapkan fasilitas layanan, (e)
menyiapkan kelengkapan administrasi.
 Kedua, pelaksanaan yang meliputi kegiatan: (a) menerima klien, (b)
menyelenggarakan penstrukturan, (c) membahas masalah klien dengan
menggunakan teknik-teknik, (d) mendorong pengentasan masalah klien (bisa
digunakan teknik-teknik khusus), (e) memantapkan komitmen klien dalam
pengentasan masalahnya, (f) melakukan penilaian segera.
 Ketiga, melakukan evaluasi jangka pendek.
 Keempat, menganalisis hasil evaluasi (menafsirkan hasil konseling perorangan
yang telah dilaksanakan).
 Kelima, tindak lanjut yang meliputi kegiatan: (a) menetapkan jenis arah tindak
lanjut, (b) mengomunikasikan rencana tindak lanjut kepada pihak-pihak terkait,
dan (c) melaksanakan rencana tindak lanjut.
 Keenam, laporan yang meliputi kegiatan: (a) menyusun laporan layanan konseling
perorangan, (b) menyampaikan laporan kepada kepala sekolah dan pihak lain
terkait, dan (c) mendokumentasikan laporan. Tohirin (2014: 157-163)
D. Layanan Konseling Kelompok
1. Makna Layanan Konseling Kelompok
Layanan konseling kelompok mengikuti sejumlah peserta dalam bentuk
kelompok dengan konselor sebagai pemimpin kegiatan kelompok. Layanan
konseling kelompok mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai
hal yang berguna bagi pengembangan pribadi dan pemecahan masalah individu
(siswa) yang menjadi peserta layanan. Dalam konseling kelompok dibahas
masalah yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok. Masalah pribadi
dibahas melalui suasana dinamika kelompok yang intens dan konstruktif, diikuti
oleh semua anggota kelompok di bawah bimbingan pemimpin kelompok
(pembimbing atau konselor).
Berdasarkan deskripsi di atas, layanan konseling kelompok dapat
dimaknai sebagai suatu upaya pembimbing atau konselor membantu memecahkan
masalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok
melalui kegiatan kelompok agar tercapai perkembangan yang optimal. Dengan
perkataan lain, konseling kelompok juga bisa dimaknai sebagai suatu upaya
pemberian bantuan kepada individu (siswa) yang mengalami masalah-masalah
pribadi melalui kegiatan kelompok agar tercapai perkembangan yang optimal.
Di dalam layanan konseling kelompok, dinamika kelompok harus
dapat dikembangkan secara baik, sehingga mendukung pencapaian tujuan layanan
secara efektif.
Sebagaimana halnya bimbingan kelompok, konseling kelompok
pun harus dipimpin oleh seorang pembimbing (konselor) terlatih dan berwenang
menyelenggarakan praktik konseling professional. Dalam konseling kelompok,
tugas pemimpin kelompok adalah: pertama, membentuk kelompok yang terdiri
atas 8-10 orang sehingga terpenuhi syarat-syarat kelompok yang mampu secara
aktif mengembangkan dinamika kelompok, yaitu (a) terjadinya hubungan antara
anggota kelompok menuju keakraban di antara mereka, (b) tumbuhnya tujuan
bersama di antara anggota kelompok dalam suasana keakraban, (c) berkelompok,
(d) terbinannya kemandirian pada setiap anggota kelompok, sehingga mereka
masing-masing mampu berbicara, (e) terbina kemandirian kelompok sehingga
kelompok berusaha dan mampu tampil beda dari kelompok lainnya. Kedua,
memimpin kelompok yang bernuansa layanan konseling melalui bahasa konseling
untuk mencapai tujuan-tujuan konseling. Pemimpin kelompok dituntut untuk
menghidupkan dinamika kelompok di antara semua peserta secara intensif yang
mengarah kepada pencapaian tujuan-tujuan umum dan khusus layanan konseling
kelompok. Ketiga, melakukan penstrukturan, yaitu membahas bersama anggota
kelompok tentang apa, mengapa, dan bagaimana layanan konseling kelompok
dilaksanaka. Keempat, melakuan pentahapan kegiatan konseling kelompok.
Kelima, memberikan penilaian segera hasil layanan konseling kelompok. Keenam,
melakuan tindak lanjut layanan konseling kelompok.
Untuk dapat menjalankan tugas dan kewajiban professional secara
baik seperti tersebut di atas, seorang pemimpin kelompok dalam layanan
konseling kelompok harus mampu: pertama, membentuk kelompok dan
mengarahkannya sehingga terjadi dinamika kelompok dalam suasana interaksi
antara anggota kelompok yang bebas, terbuka dan demokratis, konstruktif, saling
mendukung dan meringankan beban, menjelaskan, memberikan pencerahan,
memberi rasa nyaman, menggembirakan serta mencapai tujuan bersama
kelompok. Kedua, berwawasan luas dan tajam sehingga mampu mengisi,
menjembatani, meningkatkan, memperluas, dan mensinergikan konten bahasan
yang tumbuh dalam aktivitas kelompok. Ketiga, memiliki kemampuan hubungan
antarpersonal yang hangat dan nyaman, sabar dan memberi kesempatan,
demokratis, dan kompromistik atau tidak antargonistik, dalam mengambil
kesimpulan dan keputusan, tanpa memaksakan dalam ketegasan dan kelembutan,
jujur dan tidak berpura-pura, disiplin, dan kerja keras.
2. Tujuan Layanan Konseling Kelompok
Secara umum tujuan layanan konseling kelompok adalah
berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan
berkomunikasinya. Melalui layanan konseling kelompok, hal-hal dapat
menghambat atau mengganggu sosialisasi dan komunikasi siswa diungkap dan
didinamikakan melalui berbagai teknik, sehingga kemampuan sosialisasi dan
berkomunikasi siswa berkembang secara optimal. Melalui layanan konseling
kelompok juga dapat dientaskan masalah klien (siswa) dengan memanfaatkan
dinamika kelompok (Prayitno, 2004).
3. Isi Layanan Konseling Kelompok
Layanan konseling kelompok membahas masalah-masalah pribadi yang
dialami oleh masing-masing anggota kelompok. Secara bergiliran anggota
kelompok mengemukakan masalah pribadinya secara bebas, selanjutnya dipilih
mana yang akan dibahas dan dientaskan terlebih dahulu dan seterusnya.
4. Teknik Layanan Konseling Kelompok
Secara umum teknik-teknik yang diterapakan dalam layanan bimbingan
kelompok bisa ditepakan dalam layanan konseling kelompok. Beberapa teknik
yang bisa digunakan dalam layanan konseling kelompok adalah: pertama, teknik
umum (pengembangan dinamika kelompok). Secara umum, teknik-teknik yang
digunakan dalam penyelenggaraan layanan konseling kelompok mengacu
kepada berkembangnya dinamika kelompok yang diikuti oleh seluruh anggota
kelompok untuk mencapai tujuan layanan. Adapun teknik-teknik tersebut secara
garis besar meliputi: pertama, komunikasi multiarah secara efektif dinamisdan
terbuka. Kedua, pemberian rangsangan untuk menimbulkan inisiatif dalam
pembahasan, disukusi, analisi, dan pengembangan argumentasi. Ketiga,
dorongan minimal untuk memantapkan respon aktivitas anggota kelompok.
Keempat, penjelasan, pendalaman, dan pemberian contoh (uswatun hasanah)
untuk lebih memantapkan analisis, argumentasi dan pembahasan. Kelima,
pelatihan untuk membentuk pola tingkah laku baru yang dikehendaki.
Sebagaimana halnya layanan bimbungan kelompok, implementasi teknik-
teknik di atas juga diawali dengan penstrukturan untuk memberikan penjelasan
dan pengarahan pendahuluan tentang layanan konseling kelompok. Selain itu,
berbagai kegiatan selingan ataupun permainan dapat di selenggarakan untuk
memperkuat jiwa kelompok, memantapkan pembahasan, atau relaksasi. Sebagai
penutup, kegiatan pengakhiran (teknik mengakhiri) dapat dilaksanakan.
Kedua, teknik permainan kelompok. Dalam layanan konseling kelompok
dapat diterapkan teknik permainan baik sebagai selingan maupun sebagai wahana
(media) yang memuat materi pembinaan tertentu. Permainan kelompok yang
rfektif harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut: (a) sederhana, (b)
menggembirakan, (c) menimbulkan suasana rilek, dan tidak melelahkan, (d)
meningkatkan keakraban, dan (e) diikuti oleh semua anggota kelompok. Konselor
atau pembimbing harus memilih jenis-jenis permainan yang relevan dengan
materi pembahasan dalam kegiatan layanan (sesi konseling)
5. Kegiatan Pendukung Konseling Kelompok
Seperti halnya layanan bimbingan kelompok dan layanan-layanan yang
lainnya, layanan konseling kelompok juga memerlukan kegiatan pendukung,
seperti:
Pertama, aplikasi instrumentasi. Data yang dihimpun atau diperoleh
melalui aplikasi instrumentasi dapat digunakan sebagai: (a) pertimbangan dalam
pembentukan kelompok konseling kelompok, (b) pertimbangan dalam
menetapkan seseorang atau lebih dalam kelompok layanan konseling kelompok,
(c) materi atau pokok bahasan kegiatan layanan konseling kelompok.
Kedua, himpunan data. Data dalam himpunan yang dihasilkan melalui
aplikasi instrumentasi, dapat digunakan untuk merencankan dan mengisi
kegiatan layanan konseling kelompok. Penggunaan data dalam himpunan data
dan hasil instrumentasi harus disertai penerapan asas-asas tertentu yang relevan,
khususnya asas kerahasiaan secara ketat.
Ketiga, konferensi kasus. Konferensi kasus dapat dilakukan sebelum
kegiatan layanan konseling kelompok dimulai dan dapat juga sebagai tindak
lanjut dari kegiatan layanan konseling kelompok untuk peserta tertentu.
Terhadap siswa yang masalahnya dikonferensikasuskan misalnya, dapat
dilakukan tindak lanjut layanan dengan menempatkan siswa tersebut ke dalam
kelompok konseling kelompok tertentu sesuai dengan masalahnya. Sebaliknya
untuk mendalami dan menangai lebih lanjut masalah salah seorang atau lebih
anggota konseling kelompok, dapat dilakukan konferensi kasus berkenaan
dengan masalah anggota kelompok dimaksud.
Keempat, kunjungan rumah. Sebagaimana dalam bimbingan kelompok,
kunjungan rumah dalam konseling kelompok juga bisa dilakuan untuk
mendalami dan penanganan lebih lanjut masalah klien (siswa) yang dibahas
dalam konseling kelompok. Untuk melakukan kunjungan rumah, perlu
dilakukan persiapan secara baik dengan melibatkan anggota kelompok yang
masalahnya dibahas dalam konseling kelompok.
Kelima, alih tangan kasus. Masalah yang belum tuntas melalui layanan
konseling kelompok dapat dialihtangankan (memindahkan tanggung jawab
pemecahan masalah klien tertentu kepada orang lain yang dianggap lebih
berwenang atau mengetahui). Alih tangan kasus ke ahli atau pihak lain yang
lebih berwenang atau lebih mengetahui harus sesuai dengan masalah yang
dihadapi siswa dan menurut prosedur yang dapat diterima oleh siswa dan pihak
yang terkait lainnya.
6. Pelaksanaan Layanan Konseling Kelompok
Sebagaimana layanan bimbingan kelompok, layanan konseling
kelompok juga menempuh tahap-tahap sebagai berikut:
Pertama, perencanaa yang mencakup kegiatan: (a) membentuk
kelompok. Ketentuan membentuk kelompok sama dengan bimbingan kelompok.
Jumlah anggota kelompok dalam konseling kelompok antara 8-10 orang (tidak
boleh melebihi 10 orang), (b) mengidenfikasi dan meyakinkan klien (siswa)
tentang perlunya masalah dibawa ke dalam layanan konsiling kelompok, (c)
menempatkan klien dalam kelompok, (d) menyusun jadwal kegiatan, (e)
menetapkan prosedur layanan, (f) menetapkan fasilitas layanan, (g) menyiapkan
kelengkapan administrasi.
Kedua, pelaksanaan yang mencakup kegiatan: (a) mengomunikasikan
rencana layanan konseling kelompok, (b) mengorganisasikan kegiatan layanan
konseling kelompok, (c) menyelenggarakan layanan konseling kelompok
melalui tahap-tahap: (1) pembentukan, (2) peralihan, (3) kegiatan, dan (4)
pengakhiran.
Ketiga, evaluasi yang mencakup kegiatan: (a) menetapkan materi
evaluasi, (b) menetapkan prosedur evaluasi, (c) menyusun instrument evaluasi,
(d) mengoptimalisasikan instrument evaluasi, (e) mengolah hasil aplikasi
instrument.
Keempat, analisis hasil evaluasi yang mencakup kegiatan: (a)
menetapkan norma atau standar analisis, (b) melakukan analisis, dan (c)
menafsirkan hasil analisis.
Kelima, tindak lanjut yang mencakup kegiatan: (a) menetapkan jenis dan
arah tindak lanjut, (b) mengomunikasikan rencana tindak lanjut kepada pihak-
pihak terkait, (c) melaksanakan rencana tindak lanjut.
Keenam, laporan yang mencakup kegiatan: (a) menyusun laporan
layanan konseling kelompok, (b) menyampaikan laporan kepada kepala sekolah
atau madrasah dan kepada pihal-pihak lain yang terkait, (c) mengomunikasikan
laporan layanan.
Beberapa catatan penting dalam pelayanan konseling kelompok sama
dengan catatan penting dalam bimbingan kelompok. Lihat kembali beberapa
catatan penting layanan bimbingan kelompok. Tohirin ( 2014: 171-178)
KELOMPOK 6
“LAYANAN LANGSUNG”
2.1 Bimbingan Kelompok
a. Pengertian bimbingan kelompok
Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan bimbingan yang
diberikan dalam suasana kelompok. Menurut Nurihsan (2006) “bimbingan
kelompok merupakan bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi
kelompok”. Sedangkan menurut Yusuf (2006) bimbingan kelompok yaitu
pemberian bantuan kepada siswa melalui situasi kelompok. Masalah yang dibahas
dalam bimbingan kelompok adalah masalah yang dialami bersama dan tidak
rahasia, baik menyangkut masalah pribadi, sosial, belajar, maupun karir.
Gazda (Prayitno dan Amti, 2004) mengemukakan bahwa “bimbingan
kelompok di sekolah merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa
untuk membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat”.
Sedangkan menurut Mu’awanah dan Hidayah (2009) “bimbingan kelompok
merupakan sebuah kegiatan bimbingan yang dikelola secara klasikal dengan
memanfaatkan satuan/grup yang dibentuk untuk keperluan administrasi dan
peningkatan interaksi siswa dari berbagai tingkatan kelas”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok adalah suatu
kegiatan kelompok yang dilakukan antara pemimpin kelompok (konselor) dengan
anggota kelompok (konseli/peserta didik) yang memanfaatkan dinamika
kelompok yaitu adanya interaksi saling mengeluarkan pendapat, memberikan
tanggapan, saran, dan sebagainya, dimana pemimpin kelompok menyediakan
informasi-informasi yang bermanfaat agar dapat membantu individu sebagai
anggota kelompok mencapai perkembangan dalam hal pribadi, sosial, belajar, dan
karir (Puluhulawa & Dkk, 2017: 302-303).
b. Metode bimbingan kelompok (group guidance)
Cara ini dilakukan untuk membantu siswa (klien) memecahkan masalah
melalui kegiatan kelompok. Masalah yang dipecahkan bisa bersifat kelompok,
yaitu yang dirasakan bersama oleh kelompok (beberapa orang siswa) atau bersifat
individual atau perorangan, yaitu masalah yang dirasakan oleh individu (seorang
siswa) sebagai anggota kelompok. Penyelenggaraan bimbingan kelompok antara
lain dimaksudkan untuk membantu mengatasi masalah bersama atau membantu
seorang individu yang menghadapi masalah bersama atau membantu seorang
individu yang menghadapi masalah dengan menempatkannya dalam suatu
kehidupan kelompok. Beberapa jenis metode bimbingan kelompok yang bisa
diterapkan dalam pelayanan bimbingan kelompok adalah:
1. Program Home Room
Program ini dilakukan di sekolah dan madrasah (di dalam kelas) diluar jam
belajaran untuk membicarakan beberapa hal yang dianggap perlu. Program ini
dilakukan dengan menciptakan suatu kondisi sekolah atau kelas seperti di rumah;
sehingga tercipta suatu kondisi yang bebas dan menyenangkan. Dengan kondisi
tersebut para siswa dapat mengutarakan perasaannya seperti di rumah.
Komunikasi yang dibangun antara guru dengan siswa adalah komunikasi seperti
di rumah sehingga timbul suasana keakraban.
Tujuan utama program ini adalah agar guru dapat mengenal para siswanya
secara lebih dekat sehingga dapat membantunya secara efisien. Dalam praktiknya,
guru mengadakan tanya jawab dengan para siswa, menampung pendapat,
merencanakan suatu kegiatan, dan lain sebagainya. Misalnya, ketika guru
merencanakan membawa siswa mengunjungi Pembangkit Listrik Tenaga Air
(PLTA) Koto Panjang Riau, para siswa diberi kesempatan untuk berbicara dan
mengajukan usul atau pendapat.
2. Karyawisata
Cara ini bisa dilakukan dengan mengunjungi tempat-tempat atau objek-
objek tertentu misalnya PLTA Koto Panjang atau istana Siak Riau, dan lain
sebagainya. Melalui karyawisata para siswa memperoleh kesempatan meninjau
objek-objek yang menarik dan mereka memperoleh informasi yang lebih baik
tentang objek itu. Ketika guru sejarah menceritakan tentang Istana Siak Riau,
mungkin siswa tidak akan memperoleh pesan atau informasi yang seutuhnya
tentang istana Siak Riau, hal ini bisa menimbulkan masalah pada siswa. Melalui
layanan bimbingan dan konseling dengan metode karya wisata hal itu bisa diatasi.
Dalam karyawisata, para siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Masing-
masing kelompok beranggotakan lima sampai delapan orang dan dipimpin oleh
seorang pimpinan kelompok. Masing-masing kelompok bekerja pada
kelompoknya sesuai instruksi dari pembimbing. Setelah selesai melaksanakan
tugas diadakan diskusi antara sesama anggota kelompok dan antara kelompok
lain. Melalui kegiatan seperti itu, para siswa akan memperoleh penyesuaian dalam
kehidupan kelompok misalnya dalam hal berorganisasi, kerja sama, rasa tanggung
jawab, dan percaya pada diri sendiri, sehingga diharapkan dapat mengatasi msalah
siswa yang mengalami kesulitan dalam bekerja sama. Selain itu juga bisa
mengembangkan bakat para siswa.
3. Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok merupakan suatu cara di mana siswa memperoleh
kesempatan untuk memecahkan masalah secara bersama-sama. Setiap siswa
memperoleh kesempatan untuk mengemukakan pikirannya masing-masing dalam
memecahkan suatu masalah. Dalam melakukan diskusi para siswa diberi peran-
peran tertentu seperti pimpinan diskusi (moderator) dan notulis. Tugas pimpinan
diskusi adalah memimpin jalannya diskusi sehigga diskusi tidak menyimpang,
sedangkan tugas notulis adalah mencatat hasil-hasil diskusi. Siswa lain menjadi
peserta atau anggota. Dengan demikian, akan timbul rasa tanggung jawab dan
harga diri.
Masalah-masalah yang bisa didiskusikan dalam konteks pemecahan masalah
siswa misalnya menyangkut masalah belajar, penggunaan waktu luang. Masalah-
masalah karier, perencanaan suatu kegiatan, pembagian kerja dalam suatu
kegiatan kelompok, persahabatan, masalah keluaga, dan lain sebagainya.
Misalnya siswa yang merasa harga dirinya kurang, setelah melalui diskusi harga
dirinya menjadi berkembang karena telah memiliki keberanian tampil dan
mengemukakan pendapat.
4. Kegiatan Kelompok
Kegiatan kelompok dapat menjadi suatu teknik yang baik dalam bimbingan,
karena kelompok memberikan kesempatan kepada individu (para siswa) untuk
berpartisipasi secara baik. baik. Banyak kegiatan tertentu yang lebih berhasil
apabila dilakukan secara berkelompok. Melalui kegiatan kelompok dapat
mengembangkan bakat dan menyalurkan dorongan-dorongan tertentu. Selain itu,
setiap siswa memperoleh kesempatan untuk menyumbangkan pikirannya. Dengan
demikian, akan muncul rasa tanggung jawab. Seorang siswa diberi kesempatan
untuk memimpin teman-temannya dalam membuat pekerjaan bersama, sehingga
kepercayaan dirinya tumbuh dan karenanya ia memperoleh harga diri.
5. Organisasi Siswa
Organisasi siswa khususnya di lingkungan sekolah dan madrasah dapat
menjadi salah satu teknik dalam bimbingan kelompok. Melalui organisasi siswa
banyak masalah-masalah siswa baik sifatnya individual maupun kelompok dapat
dipecahkan. Melalui organisasi siswa, para siswa memperoleh kesempatan untuk
belajar mengenal berbagai aspek kehidupan sosial. Mengaktifkan siswa dalam
organisasi akan dapat mengembangkan bakat kepemimpinan. Selain itu juga dapat
memupuk tanggung jawab dan harga diri. Misalnya siswa yang memperoleh
kepercayaan menjadi ketua kelas, ketua OSIS, dan lain sebagainya akan dapat
mengembangkan bakat kepemimpinan dan memupuk rasa tanggung jawab serta
harga diri siswa yang bersangkutan.
6. Sosiodrama
Sosiodrama dapat digunakan sebagai salah satu cara bimbingan kelompok.
Sosiodrama merupakan suatu cara membantu memecahkan masalah siswa melalui
drama. Sesuai namanya, masalah-masalah yang dramakan adalah masalah-
masalah sosial. Metode ini dilakukan melalui kegiatan bermain peran. Di dalam
sosiodrama, individu akan memerankan suatu peran tertentu dari suatu situasi
masalah sosial.
Pemecahan masalah individu diperoleh melalui penghayatan peran tentang
situasi masalah yang dihadapinya. Dari pementasan peran selanjutnya diadakan
diskusi mengenai cara-cara pemecahan masalahnya yang dihadapi oleh seorang
individu sebagai anggota kelompok atau yang dihadapi oleh sekelompok siswa.
7. Psikodrama
Hampir sama dengan sosiodrama psikodrama adalah upaya pemecahan
masalah melalui drama. Bedanya adalah masalah yang didramakan. Dalam
sosiodrama, yang didramakan adalah masalah -masalah sosial, sedangkan
psikodrama yang didramakan adalah masalah-masalah psikis yang dialami
individu. Siswa yang memiliki masalah psikis disuruh memerankan suatu
peranan. Dengan memerankan peran tertentu, konflik atau ketegangan yang ada
dalam diri individu dapat dikurangi. Kepada sekelompok siswa dikemukakan
suatu cerita yang menggambarkan adanya suatu ketegangan psikis yang dialami
oleh individu. Selanjutnya siswa diminta untuk mendramakannya di depan kelas.
Bagi siswa yang mengalami ketegangan psikis, melalui drama ini akan dapat
mengurangi ketegangannya.
Seperti halnya sosiodrama, pemecahan masalah individu diperoleh melalui
penghayatan peran tentang situasi masalah (masalah yang bersifat psikis) yang
dihadapinya. Dari pementasan peran, selanjutnya juga diadakan diskusi mengenai
cara-cara pemecahan masalah yang dihadapi oleh individu sebagai anggota
kelompok atau yang dihadapi oleh sekelompok siswa.
8. Pengajaran Remedial
Pengajaran remedial (remedial teaching) merupakan suatu bentuk
pembelajaran yang diberikan kepada seorang atau beberapa orang siswa untuk
membantu kesulitan belajar yang dihadapinya. Pengajaran remedial merupakan
salah satu teknik pemberian bimbingan yang dapat dilakukan secara individual
maupun kelompok tergantung kesulitan belajar yang dihadapi siswa. Apabila
kesulitan itu dihadapi oleh beberapa orang (suatu kelompok) maka sebaiknya
diberikan secara kelompok, tetapi apabila kesulitan belajar itu hanya dialami oleh
seorang siswa saja, maka sebaiknya diberikan secara individual.
Kesulitan belajar siswa diketahui setelah dilalkukan diagnosis terhadap
kesulitan belajarnya. Berdasarkan diagnosis kesulitan belajar siswa dilakukan
pengajaran remedial (perbaikan). Pengajaran remedial bisa dilakukan dalam
bentuk pengulangan pelajaran (terutama pada aspek-aspek yang belum dikuasai
siswa), penambahan pelajaran, latihan-latihan, dan penekanan pada aspek-aspek
tertentu tergantung dari jenis dan tingkat kesulitan belajar yang dialami siswa.
Pada prinsipnya pengajaran remedial termasuk ke dalam bimbingan akademik
(academic guidance) atau bimbingan belajar yang bersifat khusus.
Praktik bimbingan dan konseling kelompok dalam Islam telah dilakukan
oleh Rasulullah SAW. Cara yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan orang-
orang yang ingin mempelajari Islam. Cara seperti ini hampir dilakukan oleh
Rasulullah SAW, setiap selesai shalat wajib lima waktu. Para sahabat biasanya
duduk secara halagoh (duduk mengelilingi) Rasulullah SAW. Seterusnya
memberikan nasihat, anjuran tentang berbagai hal terutama yang menyangkut
agama Islam. Cara lain yang dilakukan Rasulullah SAW adalah dengan
mendatangi para sahabat yang sedang berkumpul di rumah sahabat-sahabat yang
lain (menyerupai kunjungan rumah). Di sana juga Rasulullah SAW memberikan
nasihat, saran, anjuran kepada para sahabat tentang agama islam (Tohirin, 2014:
273-278).
c. Tujuan bimbingan kelompok
Tujuan bimbingan kelompok adalah untuk membantu individu-individu
siswa agar lebih kompeten, bukan untuk menghasilkan suatu kelompok yang lebih
baik. Menurut Dinkmeyer dan Muro (1979) tujuan-tujuan bimbingan kelompok
adalah sebagai berikut:
1. Membantu setiap anggota kelompok mengetahui dan memahami dirinya untuk
membantu proses menemukan identitas;
2. Dengan memahami diri sendiri, maka siswa diharapkan akan semakin mampu
mengembangkan penerimaan diri dan merasa berharga sebagai pribadi;
3. Membantu mengembangkan keterampilan sosial dan kecakapan antar pribadi,
sehingga siswa mampu melaksanakan tugas perkembangan dalam kehidupan
sosial-pribadi;
4. Menumbuhkembangkan kecakapan mengarahkan diri, me-mecahkan masalah, dan
mentransfer kecakapan ini untuk digunakan dalam kehidupan sosial sehari-hari;
5. Membantu mengembangkan kepekaan terhadap kebutuhan orang lain, sehingga
menyadari dan bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya kepada orang lain.
Belajar bagaimana mengidentifikasi perasaan orang-orang yang berarti dalam
hidupnya (significant others), sehingga mampu menunjukan kecakapan yang lebih
baik untuk bersikap empatik;
6. Membantu siswa belajar bagaimana menjadi pendengar yang empatik yang
mampu mendengar bukan saja apa yang diucapkan, tetapi juga dapat mendengar
perasaan-perasaan yang mengikuti ucapan orang lain;
7. Membantu siswa untuk dapat memberi makna terhadap sesuatu sesuai dengan
keyakinan dan pemikiran yang dimilikinya; dan
8. Membantu setiap anggota kelompok untuk dapat merumuskan tujuan-tujuan
tertentu yang akan diwujudkannya secara konkrit (Nurnaningsih, 2011).
2.2 Bimbingan Klasikal
a. Pengertian bimbingan klasikal
Direktorat jendral peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan
departemen pendidikan nasional mengemukaan bahwa layanan bimbingan
klasikal adalah salah satu pelayanan dasar bimbingan yang dirancang menurut
konselor untuk melakukan kontrak langsung dengan para peserta didik secara
terjadwal, berupa kegiatan diskusi kelas, tanya jawab, dan praktik langsung yang
dapat membuat peserta didik aktif dan kreatif dalam mengikuti kegiatan yang
diberikan. Sedangkan menurut Mastur menjelaskan bahwa bimbingan klasikal
merupakan layanan bantuan bagi peserta didik melalui kegiatan secara klasikal
yang disajikan secara sistematis, dalam rangka membantu peserta didik
mengembangkan potensinya secara optimal.
Bimbingan klasikal dapat membantu peserta didik dalam menyesuaikan diri,
mengambil keputusan untuk hidupnya sendiri, mampu beradaptasi dalam
kelompoknya, mampu meningkatkan harga diri, konsep diri, dan mampu
menerima support dan memberikan support pada temannya. Dari pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa bimbingan klasikal dapat diartikan sebagai
layanan yang di berikan kepada semua peserta didik. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam proses bimbingan program sudah disusun secara baik dan siap untuk
diberikan kepada peserta didik secara terjadwal, kegiatan ini berikan informasi
yang diberikan oleh seorang pembimbing kepada siswa secara kontak langsung
terutama pemahaman peserta didik terhadap kedisiplinan.
Pada bimbingan klasikal ini menggunakan berbagai macam alat bantuan
seperti: media cetak, media panjang, rekaman radio-tape dan lain-lain. Layanan
bimbingan klasikal dapat mempergunakan jam pengembangan diri semua siswa
terlayani kegiatan bimbingan klasikal perlu terjadwalkan secara pasti untuk semua
kelas (Hajar, 2017).
b. Pelaksanaan layanan bimbingan klasikal
Layanan bimbingan klasikal merupakan layanan dalam bimbingan dan
konseling. Layanan bimbingan klasikal berbeda dengan mengajar. Layanan ini
juga memiliki beberapa ketentuan dalam pelaksanaannya. Adapun perbedaannya
antara mengajar dan membimbing:
1. Layanan bimbingan klasikal bukanlah suatu kegiatan mengajar atau
menyampaikan materi pelajaran sebagaimana mat pelajaran yang dirancang dalam
kurikulum pendidikan disekolah, melainkan menyampaikan informasi yang dapat
berpengaruh terhadap tercapainya perkembangan yang optimal seluruh aspek
perkembangan dan tercapainya kemandirian peserta didik atau konseli.
2. Materi bimbingan klasikal berkaitan erat dengan dominan bimbingan dan
konseling yaitu bimbingan belajar, pribadi, sosial dan karir, serta aspek-aspek
perkembangan peserta didik.
3. Guru mata pelajaran dalam melaksanakan tugasnya adalah menyelenggarakan
pembelajaran yang mendidik, dan tugas guru bimbingan konseling atau konselor
adalah menyelenggarakan layanan bimbingan konseling yang mendirikan peserta
didik atau konseli (Hajar, 2017).
c. Langkah-langkah bimbingan klasikal
Untuk dapat melaksanakan layanan bimbingan klasikal secara baik, dalam
terdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan sebagai berikut:
1. Melakukan pemahaman peserta didik (menentukan kelas layanan, menyiapkan
instrument pemahaman peserta didik, pengumpulan data, analisis data, dan
merumuskan pemahaman)
2. Menentukan kecenderungan kebutuhan layanan bimbingan klasikal bagi peserta
didik/konsli atas dasar hasil pemahaman peserta didik.
3. Memilih metode dan teknik yang sesuai untuk memberikan layanan bimbingan
klasikal (ceramah-diskusi; atau ceramah-simulasi-diskusi, atau ceramah-tugas-
diskusi)
4. Persiapan memberikan layanan bimbingan klasikal dapat disiapkan secara tertulis
merupakan suatu bukti administrasi kegiatan, dengan demikian materi layanannya
disajikan secara terencana dengan harapan mencapai hasil yang optimal, sebab
disusun atas dasar kebutuhan dan literature yang relevan.
5. Memilih sistematikan persiapan yang dapat disusun oleh guru bimbingan dan
konseling atau konseler, dengan catatan telah mencerminkan adanya kesiapan
layanan bimbingan klasikal dan persiapan diketahui oleh koordinator bimbingan
dan konseling dan atau kepala sekolah.
6. Mempersiapkan alat bantu untuk melaksanakan pemberian layanan bimbingan
klasikal sesuai dengan kebutuhan layanan.
7. Evaluasi pemberian layanan bimbingan klasikal perlu dilakukan untuk
mengetahui bagaimana proses, tepat tidaknya layanan yang diberikan atau
perkembangan sikap dan perilaku atau tingkatan ketercapaian tugas-tugas
perkembangan. Secara umum aspek yang dievaluasi meliputi: kesesuaian program
dalam pelaksanaan, keterlaksanaan program, hambatan-hambatan yang dijumpai,
dampak terhadap kegiatan belajar mengajar, dan respon peserta didik (tugas-tugas
perkembangan) atau perkembangan belajar, pribadi, sosial, dan karirnya.
8. Tindak lanjut, perlu dilakukan segi upaya peningkatan pemberian layanan
bimbingan kelas. Kegiatan tindak lanjut senantiasa mendasarkan pada hasil
evaluasi kegiatan yang dilaksanakan (Hajar, 2017).
d. Media layanan bimbingan klasikal
Media pembelajaran dalam bimbingan klasikal menurut belawati
dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
1. Media cetak adalah sejumlah media yang disiapkan dalam kertas, yang dapat
berfungsi untuk keperluan pembelajaran dan penyampaian informasi, contoh
media cetak antara lain: buku teks, majalah, leaflet, modul, handout, dan lembar
kerja siswa.
2. Media non cetak adalah sejumlah media yang disiapkan tidak pada kertas yang
berfungsi untuk keperluan pembelajaran dan penyampaian informasi, contoh
media non cetak antara lain: oht (overhead transparancies), audio (bersifat suara
atau bunyi, misalnya radio, tape), video ( gambar dan bunyi, misalnya film), slide
dan komputer.
3. Media display adalah sejenis media pembelajaran yeng berisi materi tulisan atau
gambar yang dapat ditampilkan di dalam kelas ataupun di luar kelas, di kelompok
kecil atau besar, perorangan tanpa menggunakan alat proyeksi, contoh media
display antara lain: filpchart, adhesive, chart, poster, peta, foto dan relia berupa
gambar yang nyata secara anatomi (Hajar, 2017).
e. Tujuan dan fungsi layanan bimbingan klasikal
Untuk mencapai sebuah hasil dari proses bimbingan yang diharapkan maka
bimbingan klasikal harus memiliki tujuan dan fungsi pendidikan.
1. Tujuan pelayanan bimbingan klasikal
Rumusan tentang tujuan dan manfaat bimbingan klasikal dalam kajian
literature belum banyak ditemukan, oleh karena itu untuk merumuskan tujuan dan
manfaat bimbingan klasikal mempergunakan rumusan tujuan bimbingan dan
konseling yang berkaitan dengan kegiatan di kelas. Tujuan yang ingin dicapai
bimbingan dan korseling adalah tercapainya perkembangan yang optimal,
penyesuaian diri yang baik, penyelesaian masalah yang dihadapi, memandirian,
kesejahteraan dan kebahagiaan serta kebermaknaan dalam kehidupannya. Dalam
kaitannya dengan domain layanan bimbingan dan korseling adalah meliputi
pendidikan atau belajar, pribadi, sosial dan karir.
Layanan bimbingan klasikal sangat dibutuhkan peserta didik yang tidak
mempunyai masalah maupun yang mempunyai masalah dapat terbantu, sehingga
mereka dapat belajar dengan baik. Menurut Soetjipto tujuan bimbingan di sekolah
adalah membantu peserta didik:
1) Mengatasi kesulitan dalam belajarnya sehingga memperoleh prestasi belajar yang
tinggi.
2) Mengatasi terjadinya kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang dilakukan pada
saat proses belajar mengajar berlangsung dan dalam hubungan sosial.
3) Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kesehatan jasmani.
4) Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan kelanjutan studi.
5) Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan perencanaan dan
pemilihan jenis pekerjaan setelah mereka lulus
2. Fungsi bimbingan klasikal
Layanan bimbingan klasikal mempunyai berbagai fungsi, antara lain sebagai
berikut:
1) Dapat terjadinya interaksi sehingga saling mengenal antara guru bimbingan dan
konseling atau konselor dan peserta didik atau koseli.
2) Terjalinnya hubungan emosional antara guru bimbingan dan koseling dengan
peserta didik sehingga antara terciptanya hubungan-hubungan yang bersifat
mendidik dan membimbing
3) Terciptanya keteladanan dari guru bimbingan dan konseling bagi peserta didik
yang dapat berpengaruh terhadap perubahan-perubahan sikap dan perilaku lebih
baik pada peserta didik.
4) Sebagai wadah atau adanya media terjadinya komunikasi langsung antara guru
bimbingan konseling dengan peserta didik, khusus bagi peserta didik dapat
menyampaikan permasalahan kelas atau pribadi atau curhat di kelas.
5) Terjadinya kesempatan bagi guru bimbingan konseling melakukan tatap muka,
wawancara dan observasi terhadap kondisi peserta didik dan suasana belajar di
kelas.
6) Sebagai upaya pemahaman terhadap peserta didik dan upaya pensegahan,
penyembuhan, perbaikan, pemeliharaan, dan pengembangan pikiran, perasaan,
dan kehendak serta perilaku peserta didik (Hajar, 2017).
2.3 Bimbingan Kelas Besar
a. Pengertian bimbingan kelas besar
Bimbingan kelas besar merupakan layanan bimbingan klasikal yang
melibatkan peserta didik konseli dari sejumlah kelas pada tingkatan kelas yang
sama dan atau berbeda sesuai dengan tujuan layanan.
b. Tujuan bimbingan kelas besar
Bimbingan kelas kelas bertujuan memberikan pengalaman, wawasan, serta
pemahaman yang menjadi kebutuhan peserta didik konseling, baik dalam bidang
perkembangan pribadi, sosial, belajar, maupun karir.
c. Langkah bimbingan kelas besar
1. Pemetaan dan penetapan kegiatan bimbingan kelas besarlintas kelas didasarkan
kepada kebutuhan peserta didikkonseli dalam menyesuaikan diri dan berperilaku
sesuai dengan tuntutan lingkungan dan tahap perkembangan.
2. Penyusunan RPL bimbingan kelas besarlintas kelas, yang dilengkapi lembar kerja
peserta didikkonseli.
3. Persiapan kelengkapan sarana, nara sumber, kepanitiaan, dan susunan acara
bimbingan kelas besarlintas kelas.
4. Pelaksanaan bimbingan kelas besarlintas kelas.
5. Evaluasi bimbingan kelas besarlintas kelas dalam bentuk komitmen rencana
perilaku peserta didikkonseli.
6. Tindak lanjut bimbingan kelas besarlintas kelas dalam bentuk monitoring kegiatan
pembiasaan.

Anda mungkin juga menyukai