Anda di halaman 1dari 9

INTRODUCTION

Apendisitis akut merupakan kasus yang paling sering terdiagnosis pada pasien
dengan keluhan nyeri abdomen akut dan indikasi tersering untuk intervensi abdominal
darurat di instalasi gawat darurat. Akan tetapi, apendisitis sering kali sulit untuk didiagnosis
hanya berdasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium. Gangguan pada gastrointestinal dan urogenital sering kali memiliki
manifestasi klinis yang mirip dengan apendisitis. Data menunjukkan bahwa apendisitis
menjadi penyebab tersering nyeri abdomen yang membutuhkan intervensi pembedahan
pada wanita hamil. Intervensi yang terlambat atau pada indikasi yang salah akan
memberikan dampak negatif pada janin.
Beberapa penelitian menunjukkan rata-rata apendektomi negatif berkisar antara
16-47% pada kasus dengan penegakkan diagnosis hanya berdasarkan pada temuan klinis
dan laboratorium. Sedangkan pada kasus dengan penegakkan diagnosis yang dibantu
dengan pencitraan menunjukkan penurunan angka kejadian negatif apendektomi hingga 6-
10%. Temuan ini menjadikan pencitraan sebagai pemeriksaan penunjuang yang penting
dalam penegakkan diagnosis apendisitis.
Hingga saat ini, tidak ada panduan baku mengenai penggunaan modalitas
pencitraan, dimana sebagian rumah sakit menggunakan ultrasound (US) sebagai lini
pertama dan sebagian menggunakan computed tomography (CT) dengan
memperhitungkan ketersediaan fasilitas dan sumber daya manusia. Oleh karena perbedaan
ini, dibutuhkan panduan baku mengenai penggunaan modalitas pencitraan yang
mengedepankan kondisi pasien dan algoritma penggunaan modalitas pencitraan yang ada.
Peneliti dari University of Amsterdam dan University of Toronto menerbitkan
penelitian meta-analisis mengenai penggunaan CT dan US untuk penegakkan diagnosis
apendisitis berdasarkan publikasi masing-masing berkisar antara 1994 hingga 2006 dan
1986 hingga 2004.
Untuk tinjauan pustaka pada publikasi ini, data mengenai pencitraan apendisitis
menggunakan publikasi yang didapat dari basis data terkomputerisasi (MEDLINE) dengan
rentang waktu dari Februari 2006 hingga Maret 2011.
Adapun tujuan dari publikasi ini adalah untuk menganalisis kapabilitas diagnostik
dari modalitas US, CT, dan MRI pada pasien dengan kecurigaan akut apendisitis
berdasarkan publikasi dalam kurun waktu 5 tahun.

PEMERIKSAAN KOMPRESI BERGRADASI SKALA ABU-ABU DAN


ULTRASOUND DOPPLER
Transduser linear beresolusi tinggi dengan kapabilitas harmonisasi dan
penyusunan komponen yang dimiliki oleh sistem US moderen memungkinkan definisi
struktur pada kuadran bawah kanan dengan optimal. Pada pasien obsesitas, pencitraan akan
lebih baik apabila menggunakan transduser cembung berfrekuensi rendah karena
penetrasinya yang lebih baik, sehingga pencitraan dinding usus, otot iliopsoas, saluran
iliaka, lemak mesentrik, dan kelenjar getah bening mesentrik akan lebih jernih.
Apendiks normal umumnya tervisualisasi sebagai struktur tubuler yang berujung
buntu, berpola seperti usus, dengan tebal dinding <2mm dan berdiameter 6-7mm. Struktur
ini tervisualisasi pada dasar sekum. Sedangkan, pada apendikas yang mengalami
peradangan, struktur menjadi tidak dapat terkompresi, terisi dengan cairan, mengalami
penebalan dinding, dan berdiameter lebih dari 6-7mm. Menggunakan kompresi bergradasi
dengan transduser dapat mendiferensiasi apendisitis normal dengan apendisitis yang
mengalami peradangan.
Penggunaan pewarnaan Doppler dapat membantu diagnosis dengan
kemampuannya untuk menunjukkan dinding dengan hiperemi. Adapun visualisasi
apendisitis, terutama bila penempatan apendiks adalah retrosekal, dapat dilakukan dengan
kompresi manual pada fossa lumbalis. Visualisasi ini penting untuk mendeteksi apakah
peradangan yang terjadi terlokalisir pada bagian ujung distal apendiks. Pada kasus dengan
kecurigaan apendisitis, adanya fekalit pada apendiks mengkonfirmasi diagnosis. Temuan
lain yang dapat menunjuang adalah cairan pada pelvis dan inter-loop peritoneal dan
peradangan hiperekoik pada lemak mesentrik di sekitar apendiks. Pada apendiks dengan
perforasi, abses dapat terlihat pada kuadran bawah kanan. Apendiks yang mengalami
peradangan terkadang dapat terhalang pada visualisasinya dengan abses periapendikuler.
Abses tersebut dapat didrainase dengan tuntunan menggunakan US. Penyingkiran
diagnosis banding juga dapat dilakukan dengan US pada kuadran bawah kanan.

MULTIDETECTOR COMPUTED TOMOGRAPHY


Diagnosis apendisitis dapat dilakukan dengan beberapa cara pada penggunaan CT.
Cara-cara tersebut dibedakan berdasarkan faktor-faktor yang meliputi penggunaan kontras
dengan agen kontras negatif, positif, netral, atau air secara oral dan rektal dan pemeriksaan
kontras dan nonkontras setelah injeksi intravena. Pembedaan juga dilakukan berdasarkan
lokasi anatomi. Pada pedoman moderen umumnya menggunakan CT multidetektor dan
helikal (MDCT).
Apendiks normal umumnya tervisualisasi berbentuk struktur tubuler yang keluar
dari sekum dan terisi kontras atau udara. Diameter normal berkisar antara 6-10 mm,
walaupun dengan diameter 7 mm dapat dianggap sebagai kondisi patologis. Sedangkan
apendiks yang mengalami inflamasi tervisualisasi berbentuk struktur tubuler yang tidak
dapat terisi oleh kontras maupun gas dan diameter yang melebihi 7 mm. Adanya kontras
atau udara akibat mikroorganisme pada bagian proksimal lumen tidak dapat menyingkirkan
diagnosis apendisitis. Temuan lain seperti adanya apendikolit, cairan inter-loop peritoneal,
penebalan dinding sekal, dan perseratan lemak periapendikuler dapat berguna pada kasus-
kasus apendiks yang belum definitif. Pemberian injeksi bolus kontras media non-ionik
sebanyak 80-100 cc juga dapat memperbaiki gambaran dinding apendiks, yang dapat

bermanfaat dalam penegakan diagnosis.


Gambar 1. Perempuan 31 tahun dengan nyeri abdomen kuadran bawah kanan sejak 2 hari yang
lalu. Apendiks normal pada US. (a) Pencitraan aksis panjang. (b) Pencitraan aksis pendek. Struktur
tubuler buntu dengan gambaran pola seperti pencernaan (panah) dengan tebal dinding 2 mm, lebar
lumen 4,5 mm (kursor) terlihat pada anterior dari saluran iliaka komunis kanan dengan pencitraan

US skala abu-abu bergradasi kompresi.

Gambar 2. Laki-laki 25 tahun dengan nyeri abdomen kuadran bawah kanan dan leukositosis.
Apendiks akut pada US. (a) Pencitraan kompresi longitudinal US dengan skala abu-abu. Pada
kuadran bawah kanan (panah) terlihat gambaran struktur tubuler buntu yang terisi cairan dengan
diameter 7 mm. (b) US Power Doppler. Terlihat dinding hiperemi (panah).

Gambar 3. Perempuan 28 tahun dengan nyeri panggul dan demam. Apendiks bagian ujung distal
dan apendikolit pada US. (a) Pencitraan aksis longitudinal apendiks. Apendiks proksimal normal,
lebar 4,8 mm diikuti dengan pembesaran, 12,7 mm dan terisi cairan pada bagian distal terlihat pada
kompresi US. Fokus hiperogenik dengan bayangan akustik posterior yang sesuai dengan fekalit
terlihat pada lumen apendiks, secara proksimal ke ujung yang membesar. Radang usus buntu
didiagnosis dan dikonfirmasi pada operasi. (b) Tampilan aksis pendek dari lampiran, menunjukkan
apendiks proksimal normal dan bagian distal meradang (pengukuran), yang mengandung
apendikolit.
Gambar 4. Laki-laki berusia 21 tahun dengan nyeri panggul kanan dan demam. Penebalan lemak
mesenterik di sekitar apendisitis akut di US. Penebalan lemak mesenterik hyperekoik (panah) sekitar
apendisitis berukuran 9,5 mm (kursor) terlihat pada kompresi US.

Gambar 5. Perempuan berusia 10 tahun dengan nyeri abdomen selama tiga hari dan pulih di
kuadran kanan bawah. Apendisitis perforasi pada US. Kompresi skala abu-abu ganda US (plot kanan
sebelum kompresi; plot kiri selama kompresi) menunjukkan distensi yang tidak dapat terkompresi
(kursor) dikelilingi oleh koleksi cairan (panah).
Diagnosis alternatif dari nyeri kuadran bawah kanan dapat ditegakkan
menggunakan CT, untuk menentukan apakah nyeri berasal dari sistem gastrointestinal;
seperti adenitis mesenterik, intususepsi, ileitis terminal, divertikulitis, appendagitis
epiploic, typhylitis, atau berasal dari sistem urogenital; seperti batu ureter, infeksi saluran
kemih, abses tubo ovari, kista ovarium hemoragik, atau remnan korpus luteum.

MAGNTIC RESONANCE IMAGING (MRI)


MRI adalah metode alternatif dari CT untuk pasien hamil, menunjukkan kontras
jaringan lunak yang baik tanpa radiasi. Protokol untuk evaluasi MRI pada pasien
apendisitis akut pada populasi pasien hamil adalah T1 dan T2 weighted, dan telah
dijelaskan secara lengkap pada literatur.
Apendiks normal tervisualisasi berbentuk struktur tubular yang keluar dari sekum,
berdiameter lebih dari 7 mm, dan berisikan kontras maupun udara. Pada apendisitis akut,
terjadi pelebaran apendiks dengan kontras dan udara yang tidak terisi dengan sempurna.
Adapun tanda-tanda terjadinya peradangan periapendikuler dapat terlihat seperti lingkar
ikatan (band-like appearance) dengan intensitas tinggi pada pencitraan T2 weighted,
single-shot fast spin-echo, dan saturasi lemak, atau adanya apendikolit. Temuan ini dapat
membantu diagnosis apendisitis akut.
Gambar 6. Wanita berusia 45 tahun dengan demam dan nyeri abdomen, 10 hari setelah
apendektomi laparoskopik. Abses abdomen kanan bawah, didrainase di bawah tuntunan US. (a)
Peningkatan kontras MDCT menunjukkan koleksi retrocecal yang mendorong kolon asendens
(panah). (B) US dari kuadran kanan bawah menunjukkan pengumpulan cairan (panah panjang) dan
di bawah, struktur ekogenik dengan bayangan akustik posterior (panah pendek), sesuai dengan
apendikolit yang tergantung. (c) Kateter Pig Tail berukuran 7F (panah di ujung) dimasukkan di
bawah tuntunan US. (D) Kateter tampak pada koleksi yang terdrainase sebagian (panah).
Gambar 7. Perempuan berusia 6 tahun dengan nyeri di abdomen kanan bawah dan panggul.
Diagnosis alternatif untuk apendisitis: batu ureter dan hidronefrosis pada US. (a) Pemindaian
longitudinal US pada panggul menunjukkan struktur linier hiperekoik dengan artefak "berkelap-

kelip" pada Doppler warna yang sesuai dengan batu, di ureter kanan pada persimpangan
ureterovesikalis. Hidroureter terlihat di proksimal dari batu. (B) Pindaian melintang fossa lumbar
menunjukkan hidronefrosis ringan.

Berdasarkan pedoman yang dipublikasikan oleh American College of Radiology


mengenai praktik MRI secara aman, penggunaan agen kontras tidak dianjurkan untuk
dilakukan secara rutin pada pasien hamil. Penggunaan agen kontras berbasi gadolinium
tidak diperbolehkan pada pasien hamil.
Selain untuk kepentingan penegakkan diagnosis, penggunaan MRI juga dapat
berfungsi untuk penyingkiran diagnosis banding pada kasus dengan nyeri pada abdomen
kuadran bawah kanan.
Gambar 8. Laki-laki berusia 10 tahun dengan nyeri abdomen kuadran kanan bawah yang persisten,
setelah dua uji US yang negatif untuk apendisitis. Lampiran normal pada CT. Terlihat gas struktur
tubular subhepatik yang tertutup gas dengan ketebalan dinding normal dan diameter normal (panah

besar). Infiltrasi lemak mesenterik terlihat pada anterior dari sekum (panah kecil).
Gambar 9. Laki-laki berusia 3 tahun dengan nyeri abdomen dan rebound pain di kuadran kanan
bawah. Apendisitis akut pada CT, misdiagnosis di US. (a) Skala abu-abu US yang dilakukan oleh
residen yang bertugas menunjukkan struktur yang ditafsirkan mirip dengan intususepsi di daerah
subhepatik (panah). Karena kondisi klinis pasien dan diagnosis US tak tentu, CT dilakukan. (B)
Kontras tampak meningkat pada MDCT oblik koronal, menunjukkan struktur tubular berisi cairan
melebar, tanpa udara intraluminal, dengan media kontras oral (panah), dikelilingi oleh lemak
mesenterika yang terinfiltrasi, sesuai dengan apendisitis akut.
Gambar 10. Laki-laki berusia 47 tahun dengan riwayat apendisitis, mengalami nyeri abdomen dan
demam. Apendisitis akut dengan penyumbatan mesenterika pada CT. (a) Struktur tubular buntu yang
keluar dari sekum, tanpa media kontras oral intraluminal atau udara, berdiameter 12 mm dapat
terlihat (panah besar). Perseratan lemak mesentrik (panah pendek) terlihat berdekatan dengan
apendisitis. (B) Edema lemak mesenterik dan kelenjar getah bening reaktif terlihat dalam
pemindaian proksimal ke (a). CT mengikuti pemeriksaan US positif untuk radang usus buntu, untuk
menyingkirkan tanda-tanda penyakit Crohn aktif.

Anda mungkin juga menyukai