DISUSUN OLEH:
Kelompok 9
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihah,sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki.
Penulis
Daftar isi
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................2
A.Latar belakang..............................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................3
A.Pengertian penyakit......................................................................2
B.Cri Morfologi................................................................................4
BAB 3 PENUTUP......................................................................................12
A.Kesimpulan...................................................................................12
B.Saran.............................................................................................13
C.Daftar Pustaka...............................................................................14
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Aedes
aegepty
dan
Aedes albopictus
Data Depkes RI tahun 2013, Hingga pertengahan tahun ini, kasus demam
berdarah terjadi di 31 provinsi dengan penderita 48.905 orang, 376 di antaranya
meninggal dunia. Jumlah penderita demam berdarah pada semester pertama
tahun ini menunjukkan kenaikan dibanding tahun lalu. Sepanjang
2012,Kemenkes mencatat 90.245 penderita. tahun 2010 angka kematian
mencapai 0,87 persen, pada tahun 2011 meningkat menjadi 0,91 persen dan
sempat menurun pada tahun 2012 menjadi 0,90 persen dengan total kasus tahun
2012 sebanyak 90245 penderita dan jumlah kematian 816 penderita. Tahun
2013 selama Januari-Juni DBD dilaporkan terjadi di 31 provinsi dengan jumlah
kasus sebanyak 48.905 penderita dan 376 diantaranya meninggal dunia.
Provinsi yang dilaporkan KLB DBD tahun 2013 yaitu Lampung,Sulsel,
Kalteng, dan Papua.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil,
Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih
dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya seperti
Bidan dan Pak Mantri ;-) seringkali salah dalam penegakkan diagnosa, karena kecenderungan
gejala awal yang menyerupai penyakit lain seperti Flu dan Tipes (Typhoid).
Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue Masa tunas / inkubasi selama 3
– 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue, Selanjutnya penderita akan menampakkan
berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut :
1. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 – 40 derajat Celsius).
2. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan.
3. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan (Epitaksis),
Buang air besar dengan kotoran (Peaces) berupa lendir bercampur darah (Melena), dan lain-
lainnya.
4. Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).
5. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
6. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 – 7 terjadi penurunan trombosit dibawah
100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas 20% dari nilai
normal (Hemokonsentrasi).
3
7. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu
makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.
8. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
9. Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian.
10. Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab
penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam
kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir
semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan
pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus
persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit demam berdarah,
masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk
membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah.
Terjadinya penularan virus Dengue tidak dapat dilepaskan dari keberadaan vektornya,
karena tanpa adanya vektor tidak akan terjadi penularan. Ada beberapa vektor yang dapat
menularkan virus Dengue tetapi yang dianggap vektor penting dalam penularan virus ini
adalah nyamuk Aedes aegypti walaupun di beberapa negara lain Aedes albopictus cukup
penting pula peranannya seperti hasil penelitian yang pernah dilakukan di pulau Mahu
Republik Seychelles (Metsellar, 1997).
B. Ciri morfologi
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam
kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis putih keperakan. Di bagian
punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan
yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah
rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan
warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan
nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak
memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina
dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat
diamati dengan mata telanjang.
4
Untuk genus Aedes ciri khasnya bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip
ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci nyamuk lainnya. Nyamuk dewasa
mempunyai ciri pada tubuhnya yang berwarna hitam mempunyai bercak-bercak putih
keperakan atau putih kekuningan, dibagian dorsal dari thorak terdapat bercak yang
khas berupa 2 garis sejajar di bagian tengah dan 2 garis lengkung di tepinya. Aedes
albopictus tidak mempunyai garis melengkung pada thoraknya. Larva Aedes mempunyai
bentuk siphon yang tidak langsing dan hanya memiliki satu pasang hair tuft serta pecten yang
tumbuh tidak sempurna dan posisi larva Aedes pada air biasanya membentuk sudut pada
permukaan atas.
Nyamuk betina meletakkan telurnya di atas permukaan air dalam keadaan menempel
pada dinding tempat perindukannya. Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris-
garis dan membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa. Seekor nyamuk betina
dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali bertelur. Pertumbuhan dari telur
sampai menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari (Srisasi G et al., 2000).
Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan
penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah.
Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk
memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari
nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda
berwarna hitam atau merah. Demam berdarah kerap menyerang anak-anak karena anak-anak
cenderung duduk di dalam kelas selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka yang
tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini.
Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik di
dalam rumah ataupun luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang
dengan dua puncak yaitu setelah matahari terbit (08.00-10.00) dan sebelum matahari
terbenam (15.00-17.00) (Srisasi G et al., 2000).
Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang
mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan
virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam mengisap darah,
5
berulang kali menusukkan proboscis nya, namun tidak berhasil mengisap darah sehingga
nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus menjadi
semakin besar.
6
Nyamuk Aedes aegypti lebih senang mencari mangsa di dalam rumah dan sekitarnya
pada tempat yang terlindung atau tertutup. Hal ini agak berbeda dengan Aedes albopictus
yang sering dijumpai diluar rumah dan menyukai genangan air alami yang terdapat di luar
rumah misalnya potongan bambu pagar, tempurung kelapa, lubang pohon yang berisi
air (Allan, 1998). Tempat peristirahatan nyamuk Aedes aegypti berupa semak-semak atau
tanaman rendah termasuk rerumputan yang terdapat di halaman/kebun/pekarangan rumah,
juga berupa benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah
dan lain sebagainya (Srisasi G et al., 2000).
Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis
dan subtropis yang terletak antara 35º lintang utara dan 35º lintang selatan. Selain itu Aedes
aegypti jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 1.000 m. Tetapi di India pernah
ditemukan pada ketinggian 2.121 m dan di California 2.400 m. Nyamuk ini mampu hidup
pada temperatur 8ºC-37ºC. Aedes aegypti bersifat Anthropophilic dan sering tinggal di dalam
rumah (WHO, 1997).
Kemampuan terbang nyamuk betina bisa mencapai 2 km tetapi kemampuan
normalnya kira-kira 40 meter. Nyamuk Aedes mempunyai kebiasaan menggigit berulang
(multiple bitters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Hal
ini disebabkan karena nyamuk Aedes aegypti sangat sensitif dan mudah terganggu. Keadaan
ini sangat membantu Aedes aegypti dalam memindahkan virus Dengue ke beberapa orang
sekaligus sehingga dilaporkan adanya beberapa penderita DBD di dalam satu rumah (Depkes,
2004).
Memonitor kepadatan populasi Aedes aegypti merupakan hal yang penting dalam
mengevaluasi adanya ancaman penyakit Demam Berdarah Dengue di suatu daerah dan
pengukuran kepadatan populasi nyamuk yang belum dewasa dilakukan dengan cara
pemeriksaan tempat-tempat perindukan di dalam dan luar rumah. Ada 3 angka indeks yang
perlu diketahui yaitu indeks rumah, indeks kontainer dan indeks Breteau (Srisari G et al.,
2000). Indeks Breteau adalah jumlah kontainer yang positif dengan larva Aedes aegypti
dalam 100 rumah yang diperiksa. Indeks Breteau merupakan indikator terbaik untuk
menyatakan kepadatan nyamuk, sedangkan indeks rumah menunjukkan luas persebaran
nyamuk dalam masyarakat. Indeks rumah adalah prosentase rumah ditemukannya larva
Aedes aegypti. Indeks kontainer adalah prosentase kontainer yang positif dengan larva Aedes
7
aegypti. Penelitian dari Bancroft pada tahun 1906 memberi dasar kuat untuk
mempertimbangkan Aedes aegypti sebagai vektor dengan cara menginfeksi 2 sukarelawan di
daerah tempat terjadinya infeksi alamiah. Dasar ini didukung pula dengan hasil penelitian
Cleland dan kawan-kawan tahun 1917, juga penelitian dari Jupp tahun 1993 di Afrika Selatan
yang menyatakan populasi Aedes aegypti paling besar potensinya sebagai vektor untuk virus
DEN-1 dan DEN-2 (WHO, 2002).
8
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan
adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14). Peran pemangsa yang dimainkan oleh copepod
crustacea (sejenis udang-udangan) telah didokumentasikan pada tahun 1930-1950 sebagai
predator yang efektif terhadap Aedes aegypti (Kay BH., 1996). Selain itu juga
digunakan perangkap telur autosidal (perangkap telur pembunuh) yang saat ini sedang
dikembangkan di Singapura.
c. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan pengasapan (fogging) (dengan
menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan
sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat
penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Fogging merupakan salah satu bentuk upaya untuk dapat memutus rantai penularan
penyakit DHF, dengan adanya pelaksanaan fogging diharapkan jumlah penderita Demam
Berdarah DHF dapat berkurang. Sebelum pelaksanaan fogging pada masyarakat telah
diumumkan agar menutup makanannya dan tidak berada di dalam rumah ketika dilakukan
fogging termasuk orang yang sakit harus diajak ke luar rumah dahulu, selain itu semua ternak
juga harus berada di luar. Namun demikian untuk menghindari hal – hal yang tidak
diinginkan maka dalam pelaksanaannya fogging dilakukan oleh 2 orang operator. Operator I
(pendamping) bertugas membuka pintu, masuk rumah dan memeriksa semua ruangan yang
ada untuk memastikan bahwa tidak ada orang dalam rumah termasuk bayi, anak-anak
maupun orang tua dan orang yang sedang terbaring sakit, selain itu ternak-ternak sudah harus
dikeluarkan serta semua makanan harus sudah ditutup. Setelah siap operator pendamping ke
luar dan operator II (Operator swing Fog) memasuki rumah dan melakukan fogging pada
semua ruangan dengan cara berjalan mundur. Setelah selesai operator pendamping baru
menutup pintu. Rumah yang telah di fogging ini harus dibiarkan tertutup selama kurang lebih
satu jam dengan harapan nyamuk-nyamuk yang berada dalam rumah dapat terbunuh semua,
dengan cara ini nyamuk-nyamuk akan terbunuh karena malathion bekerja secara “knoc
donw”. Setelah itu fogging dilanjutkan di luar rumah / pekarangan. Setelah satu rumah
beserta pekarangannya selesai difogging maka fogging dilanjutkan ke rumah yang lain,
sampai semua rumah dan pekarangan milik warga difogging.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan fogging dengan swing fog untuk
mendapatkan hasil yang optimal adalah sebagai berikut :
9
a. Konsentrasi larutan dan cara pembuatannya. Untuk malation, konsentrasi larutan adalah 4 –
5 %.
b. Nozzle yang dipakai harus sesuai dengan bahan pelarut yang digunakan dan debit keluaran
yang diinginkan.
c. Jarak moncong mesin dengan target maksimal 100m, efektif 50m.d) Kecepatan berjalan
d. ketika memfogging, untuk swing fog kurang lebih 500 m2 atau 2 – 3 menit untuk satu rumah
dan halamannya.
e. Waktu fogging disesuaikan dengan kepadatan/aktivitas puncak dari nyamuk, yaitu jam 09.00
– 11.00.
10
E. Cara Pengobatan Penyakit Demam Berdarah
11
1. Pengendalian Non Kimiawi :
a. Pada Larva / jentik nyamuk:
1. dilakukan dengan cara menjaga sanitasi / kebersihan lingkungan yaitu pada
umumnya 3M: Menguras dan menyikat dinding bak penampungan air kamar
mandi; karena jentik / larva nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti) akan
menempel pada dinding bak penampungan air setelah dikuras dengan ciri-ciri
berwarna kehitam-hitaman pada dinding, hanya dengan menguras tanpa
menyikat dinding maka jentik / larva nyamuk demam berdarah (Aedest
Aegypti) tidak akan mati karena mampu hidup dalam keadaan kering tanpa air
sampai dengan 6 (enam) bulan, jadi setelah dikuras diding tersebut harus
disikat.
2. Pengendalian Kimiawi :
A. Pada Larva / jentik nyamuk:
Yaitu dikakukan dengan menaburkan bubuk larvasida atau yang biasa disebut
dengan ABATE Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras,
taburkan bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-
jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan masalah yang telah dibuat, dapat diambil kesimpulan
bahwa fogging merupakan salah satu upaya untuk memberantas nyamuk yang merupakan
vektor penyakit demam berdarah sehingga rantai penularan penyakit dapat diputuskan. Selain
fogging juga dapat dilakukan abatisasi, yaitu penaburan abate dengan dosis 10 gram untuk
100 liter air pada tampungan air yang ditemukan jentik nyamuk. Penyuluhan dan
penggerakan masyarakat dalam PSN ( Pemberantasan Sarang Nyamuk ) dengan 3M, yaitu :
Menguras
Menutup tampungan air, dan
Mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk juga dapat menjadi
cara untuk memberantas DBD.
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam mengobati penyakit DBD diantaranya yaitu:
Mengatasi perdarahan.
Mencegah keadaan syok.
Menambah cairan tubuh dengan infus.
Untuk mencegah DBD, dapat dilakukan dengan cara menghindari gigitan nyamuk
pada waktu pagi hingga sore hari dengan cara mengoleskan lotion anti nyamuk.
13
B. Saran
1. Setiap individu sebaiknya mengerti dan memahami bahaya dari penyakit DBD tersebut,
sehingga setiap individu tersebut bisa lebih merasa khawatir dan mampu menjaga diri dan
lingkungannya dari kemungkinan terserangnya demam berdarah.
2. P e r l u n ya d i ga l a k k a n G e r a k a n 3 M p l u s , tidak hanya bila terjadi wabah tetapi
harusdijadikan gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat.
3. Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan
secara berdaya guna dan berhasil guna.
4. Segenap pihak yang terkait dapat bekerja sama untuk mencegah DBD.18
14
DAFTAR PUSTAKA
15