3) Klasifikasi Imunofenotip
ALL terjadi dikarenakan adanya perubahan abnormal pada progenitor sel limfosit
B dan T. Pada ALL, kebanyakan kasusu disebabkan oleh adanya abnormalitas
dari sel limfosit B. Banyak faktor yang memengaruhi terjadnya ALL seperti
faktor genetika, imunulogi, lingkungan, dan obat-obatan. ALL terjadi karena pada
sel progenitornya mengalami abnormalitas.
Faktor genetika mempunyai faktor paling penting dalam proses terjanya ALL.
Pada beberapa penelitian menyatakan bahwa terjadi gangguan pada gen ARID5B
dan IKZF yang ternyata berperan dalam regulasi transkripsi dan diferensiasi sel
limfosit B. Selain peranan genetik, faktor lingkungan seperti radiasi dan beberapa
bahan kimia, infeksi, erta imunodefisiensi juga berpengaruh. Paparan radiasi yang
meningkatkan angka kejadian ALL karena menyebabkan adanya gangguan
terhadap sel-sel darah yang berada di sumsum tulang. Peranan infeksi terhadap
kejadian ALL masih dalam proses pengembangan karena adanya tumpang tindih
antara usia anak-anak terkena infeksi dengan insiden puncak dari ALL. Anak-
anak dengan penyakit imunodefisiensi yang diobati dengan obat-obatan yang
bersifat imunosupresif mempunyai resiko tinggi untuk mengalami keganasan
terutama limfoma. ALL bisa saja muncul namun jarang terjadi. Adanya
perkembangan sel kanker pada pasien immunocompromised berhubungan dengan
infeksi (Roganovic, 2013).
6. Manisfestasi Klinis
Gejala klinis yang dialami oleh pasien biasanya bervariasi. Adanya akumulasi
dari sel limfoblas abnormal yang berlebihan pada sumsumtulang menyebabkan
supresi pada sel darah normal sehingga tanda-tanda klinisnya akan menunjukan
kondisi dari sumsum tulang seperti berikut
a) Anemia (pucat, lemah, takikardi, dipsnea, dan terkadang gagal jantung kongestif)
b) Trombositopenia (peteki, purpura, perdarahan pada membran mukosa, mudah
lebam)
c) Neutropenia (demam, infeksi, ulserasi dari membran mukosa)
d) Anoreksia, kehilangan berat badan
e) Nyeri tulang dan sendi, terjadi karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia
biasanya terjadi pada anak
f) Demam, banyak berkeringat pada malam hari (hipermetabolisme)
g) Infeksi mulut, saluran nafas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus stafilokokus, streptokokus, serta jamur.
h) Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati (Roganovicc, 2013)
7. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, didapati adanya pembesaran kelenjar getah bening
(limfadenopati), pembesaran limpa (splenomegali), dan pembesaran hati
(hepatomegali). Pada pasien dengan ALL prekusor sel T dapat ditemukan adanya
dispnoe dan pembesaran vena kava karena adanya supresi dari kelenjar getah bening
di mediastinum yang mengalami pembesaran. Sekitar 5% kasus akan melibatkan
sistem saraf pusat dan dapat ditemukan adanya peningkatan tekanan itrakranial (sakit
kepala, mutal, papil edema) atau paralisis saraf kranialis (terutama VI dan VII)
(Roganovic, 2013).
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan Leukemia Limfositik
Akut adalah:
1. Pemeriksaan sumsum tulang Leukemia Limfositik Akut (BMP/Bone Marrow
Punction):
a. Ditemukan sel blast yang berlebihan
b. Peningkatan protein
2. Pemeriksaan darah tepi Leukemia Limfositik Akut
a. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
b. Peningkatan asam urat serum
c. Peningkatan tembaga (Cu) serum
d. Penurunan kadar Zink (Zn)
e. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000/µl) tetapi dalam bentuk
sel blast/sel primitif
3. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan/infiltrasi sel kanker
ke organ tersebut
4. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
5. Sitogenik: 50-60% dari pasien ALL mempunyai kelainan berupa:
a. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid
(2n+a)
b. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
c. Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan
komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang
sangat kecil
9. Kriteria Diagnosa
Ada bebrapa cara yang bisa digunakan untuk menegakkan dan memastikan diagnosis
dari ALL, yaitu :
1. Pemeriksaan darah lengkap dan darah tepi
Gejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap digunakan untuk menegakkan
diagnosis dari ALL. Pada pemeriksaan darah lengkap, dimana akan didapatkan
adanya peningkatan sel darh putih mencapai > 10.000/mm3 sedangkan pada 20%
kasuspeningkatan mencapai > 50.000/ mm3. Selain itu, akan ditemukan
neutropenia, anemia (Hb < 10 mg/dL) normokromik dan normositik disertai
rendahnya retikulosit, trombositopenia (hitung platelet < 100.000 mm 3), dan pada
pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya sel blas.
2. Aspirasi sumsum tulang belakang
Untuk memastikan diagnosis dari ALL, harus dilakukan aspirasi sumsum tulang
belakang. Aspirasi sumsum tulang juga dapat membantu mengklasifikasikan ALL.
Pasien disuspek menderita leukemia bila didapatkan lebih dari 5% blas pada
sumsusm tulang, tetapi minimum 25% sel blas diperlukan untuk memenuhi standar
kriteria sebelum diagnosis ditegakkan. Biasanya akan dijumpai sel leukemia yang
homogen dan hiperseluler dari sumsum tulang.
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF)
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien anak asimtomatik untuk mendeteksi
leukemia dengan cara pemeriksan sitologi CSF yang akan menunjukan pleositosis
dan adanya sel blas.
4. Pemeriksaan penunjang lainnya, seperti cytochemistry, imunofedotip, sitogenik, dan
lain-lain (Roganovic, 2013).
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari leukemia terbagi atas kuratif dan suportif. Penetalaksanaan
suportif hanya berupa terapi penyakit lain yang menyertai leukemia beserta
komplikasinya, seperti transfusi darah, pemberian antibiotik, pemberian nutrisi yang
baik, dan aspek psikososial.
Penatalaksanaan kuratif, seperti kemoterapi bertujuan untuk menyembuhkan
leukemia. Selain dengn kemoterapi, terapi transplantasi sumsum tlang juga
memberikan kesempatan untuk sembuh terutama pada pasien yang terdiagnosis
leukemia sel T.
Tahapan kemoterapi
Pengobatan ALL yang umumnya dilakukan adalah kemoterapi. Kemoterapi bertujuan
untuk menyembuhkan leukemia dan proses pengobatannya terdiri dari beberapa
tahapan-tahapan, yaitu fase induksi-remisi, intensifikasi awal, konsolidasi (terapi
profilaksis susunan saraf pusat), intensifikasi akhir.
Tahap Induksi
Tujuan dari pengobata kemoterapi adalah untuk mencapai remisi komplit dan
mengembalikan fungsi hematopoesis yang normal. Terapi induksi meningkatkan
angka remisi hingga mencapai 98%. Terapi ini berlangsung sekitar 3-6 minggu
dengan menggunakan 3-4 obat. Sekitar 2% kasus pasien anak ALL yang menjalani
terapi induksi mengalami kegagalan.
Intensifikasi awal
Target pengobatan adalah anak-anak yang sudah mencapai remisi dan fungsi
hematopesisinya kembali normal. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk eradikasi sel
leukemia yang tersisia dan meningkatkan angka kesembuhan.
Konsolidasi
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk melanjutkan peningkatan kualitas remisi di
dumdum tulang dan sebagai profilaksis susunan saraf pusat. Profilaksis SSP dilakukan
mengacu pada fakta bahwa SSP merupakan pusat dari sel leukemia dan dilindungi
oleh otak sehingga oabat tidak dapat menembusnya.
Intensifikasi akhir
Penambahan dari tahap itensifikasi akhir ini setelah terapi induksi ataupun konsolidasi
dapat meningkatkan prognosis pasien anak dengan ALL. Tahap ini merupakan tahap
pengulangan dari atahap induksi dan intensifikasi awal dan untuk menghindari
terjadinya resistensi obat makan dilakukan pergantian obat.
Terapi rumatan
Setelah pengoabtan dengan dosis tinggi dijalankan selama 6 sampai 12 bulan, obat
sitotoksis dosisi rendah digunakan untuk mencegah terjadinya kondisi relaps. Tujuan
dar tahap ini adalah untuk mengurangi sel leukemia sisa yang tidak terdekteksi. Erapi
rumatan ini dilaksanakan selama 2 atau 3 tahun setelah diagnosis atau setelah
tercapainya kondisi remisi morfologik.
11. Komplikasi
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah
ditandai dengan :
a. Memar (ekimosis)
b. Petchekie (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum
dipermukaan kulit)
c. Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam dan
infeksi dapat memperberat perdarahan
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat
netropenia dan disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar asam
urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. Mual
b. Muntah
c. Anoreksia
d. Diare
e. Lesi mukosa mulut
Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal, selain akibat
kemoterapi.
12. Prognosis
Keberhalisan pengobatan leukemia tergantung dari jenis leukemia dan stratifikasi
risikonya. Penderita leukemia yang memiliki risiko tinggi, semakin kurang baik pula
prognosisnya. Di Indonesia dilaporkan angka sintasan atau tingkat kelangsungan
hidup anak yang menderita ALL sebesar 70-80%. Namun, risiko kambuh yaitu
kembalinya tandan dan gejala penyakit setelah mengalami remisi. Diagnosisi dini
melalui pemeiksaan dan pengobatan yang tepat memberikan prognosisi yang baik.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Anak
Umur: ALL lebih sering terjadi pada umur kurang dari 5 tahun. Angka
kejadian tertinggi adalah pada umur 3 tahun.
Jenis kelamin: leukemia limpfositik akut paling sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan.
b. Identitas Orang Tua
Pendidikan: Pendidikan yang rendah pada orang tua mengakibatkan
kurangnya pengetahuan terhadapa penyakit anaknya.
Pekerjaan: Pekerjaan orang tua yang berhubungan dengan bahan kimia,
radiasi sinar X, sinar radioaktif, berpengaruh kepada anaknya. Selain itu
sejauh mana orang tua mempengaruhi pengobatan penyakit anaknya.
2. Keluhan Utama
Nyeri sendi dan tulang sering terjadi, lemah, nafsu makan menurun, demam (jika
disertai infeksi) bisa juga disertai dengan sakit kepala, purpura, penurunan berat badan
dan sering ditemukan suatu yang abnormal. Kelelahan dan petekie berhubungan dengan
trombositopenia juga merupakan gejala-gejala umum terjadi
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet dan
penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan resiko Saat
hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet dan penyedap rasa.
Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan resiko pada janinnya. Lebih
sering pada saudara sekandung, terutama pada kembar.
4. Riwayat Keluarga
Insiden ALL lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang terserang
terlebih pada kembar monozigot (identik).
5. Riwayat Tumbuh Kembang
Pada penderita ALL pertumbuhan dan perkembangannya mengalami
keterlambatan akibat nutrisi yang didapat kurang karena penurunan nafsu makan,
pertumbuhan fisiknya terganggu, terutama pada berat badan anak tersebut. Anak
keliatan kurus, kecil dan tidak sesuai dengan usia anak.
a. Riwayat Perkembangan
Motorik Kasar
Pada anak dengan penyakit ALL pada umumnya dapat melakukan aktivitas
secara normal, tapi mereka cepat merasa lelah saat melakukan aktivitas yang
terlalu berat (membutuhkan banyak energi).
Motorik Halus
Pada umumnya anak dengan ALL masih dapat melakukan aktivitas ringan
seperti halnya anak-anak normal. Karena aktivitas ringan tidak membutuhkan
energi yang banyak dan anak tidak mudah lelah
6. Data Psikososio Spiritual
a. Psikologi
Anak belum tahu tentang penyakitnya, sehingga anak tidak merasa memiliki
penyakit. Orang tua mengalami kecemasan mengenai penyakit yang dialami anak,
kondisinya apakah bisa sembuh atau tidak, serta masalah financial keluarga.
b. Sosial
Anak jarang bermain dengan teman-temannya, karena kondisi anak lemah
sehingga orangtua tidak mengizinkan anak untuk beraktivitas yang berat. Dirumah
anak bermain dengan orang tua dan saudaranya, tetapi bermain yang ringan.
c. Spiritual
Sebelum tidur anak diingatkan oleh orang tua untuk berdoa. Saat anak melihat
orang tuanya berdoa anak mengikuti cara orang tuanya berdoa.
7. ADL
a. Nutrisi
Anak makan 2 kali sehari, pada ALL terjadi penurunan nafsu makan. Anak suka
makan makanan siap saji maupun jajan diluar rumah. Anak tidak suka makan
sayur-sayuran, makan buah kadang-kadang sehingga zat besi yang diperlukan
berkurang. Selain itu pengaruh ibu yang suka masak menggunakan penyedap rasa
dan sering menyediakan makanan siap saji dirumah.
b. Aktivitas istirahat dan tidur
Saat beraktivitas anak cepat kelelahan. Anak kebanyakan istirahat dan tidur karena
kelemahan yang dialaminya. Sebagaian aktivitas biasanya dibantu oleh keluarga.
Saat tidur anak ditemani oleh ibunya. Tidur anak terganggu karena nyeri sendi
yang sering dialami oleh leukemia.
c. Eliminasi
Anak gangguan ALL pada umumnya mengalami diare, dan penurunan haluran
urin. BAB 3-5x sehari, dengan konsistensi cair. Haluan urin sedikit yang
disebabkan susahnya masukan cairan pada anak, warna urine kuning keruh. Saat
BAK anak merasa nyeri karena nyeri tekan diperianal.
d. Personal hygiene
Anak mandi 2x sehari, gosok gigi 2x setelah makan dan mau tidur. Sebagaian
aktivitas hygiene personal sebagaian dibantu oleh orang tua.
8. Keadaan Umum
Pada anak –anak tampak pucat, demam, lemah, sianosis
9. Pemeriksaan TTV
a. RR: Pada penderita PDA, manifestasi kliniknya pada umumnya anak sesak nafas,
tachypnea (Pernafasan >70x/menit)
b. Nadi: Pada penderita ALL, terdapat manifestasi klinik nadi teraba kuat dan cepat
(takikardia)
c. TD: pada penderita ALL, tekanan darahnya tinggi disebabkan oleh hiperviskositas
darah (Aziz, 2005)
d. Suhu: Pada penderita ALL yang terjadi infeksi l suhu akan naik (hipertermi,
>37,50C) (Weni K, 2010)
10. Pemeriksaan Fisik head to toe
a. Kepala dan Leher
1) Rongga mulut: apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri),
perdarahan gusi, pertumbuhan gigi apakah sudah lengkap, ada atau tidaknya
karies gigi.
2) Mata: Konjungtiva (anemis atau tidak), sclera (kemerahan, ikterik)
3) Telinga : ketulian
4) Leher: distensi vena jugularis
5) Perdarahan otak: Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala
tekanan tinggi intrakranial), perubahan dalam status mental, kelumpuhan saraf
otak, terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologic fokal.
b. Pemeriksaan Dada dan Thorax
1) Inspeksi: bentuk thorax, kesimetrisan, adanya retraksi dada, penggunaan otot
bantu pernapasan
2) Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
3) Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
4) Auskultasi: suara nafas, adakah ada suara napas tambahan: ronchi (terjadi
penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika ada
c. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran pada kelenjar limfe,
ginjal, terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltik usus, palpasi nyeri tekan
bila ada pembesaran hepar dan limpa
2) Perkusi adanya asites atau tidak.
d. Pemeriksaan Genetalia
e. Pemeriksaan integument
1) Perdarahan kulit (pruritus, pucat, sianosis, ikterik, eritema, petekie, ekimosis,
ruam)
2) nodul subkutan, infiltrat, lesi yg tidak sembuh, luka bernanah, diaforesis (gejala
hipermetabolisme).
3) peningkatan suhu tubuh
4) Kuku : rapuh, bentuk sendok / kuku tabuh, sianosis perifer.
f. Pemeriksaan Ekstremitas
1) Adakah sianosis, kekuatan otot
2) Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh behubungan dengan
peningkatan kebutuhan kalori
2. Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya imunitas
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
4. Nyeri akut berhubungan dengan adanya agen cedera biologis
5. Risiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan nutrisi yang tidak adekuat
6. PK Anemia
7. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
Perencanaan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Ketidakseimbanga Setelah diberikan Nutrition Nutrition
n nutrisi kurang asuhan keperawatan Management Management
dari kebutuhan selama .... x ... jam 1. Kolaborasi dengan 1. Kolaborasi
tubuh behubungan diharapkan ahli gisi mengenai dengan ahli gisi
dengan kebutuhan nutrisi jumlah kalori, jenis membantu
peningkatan klien terpenuhi nutrisi yang menentukan
kebutuhan kalori dengan kriteria hasil : dibutuhkan untuk kebutuhan nutrisi
Nutritional memenuhi pasien dengan
Status kebutuhan nutrisi tepat
2. Asupan kalori
1. Intake nutrisi pasien
2. Berikan asupan memberikan
secara
kalori sesuai energi kepada
keseluruhan
kebutuhan tubuh pasien dan
terpenuhi
2. Asupan melalui NGT, jika membantu
keinginan diperlukan memperbaiki sel-
3. Monitor dan catat
makanan sel yang rusak
asupan nutrisi dan
meningkat melalui NGT
3. Berat badan kalori
secara perlahan-
4. Timbang berat
meningkat
lahan dan
badan pasien
terpenuhi
dengan tepat
3. Asupan nutrisi
secara teratur
dan kalori yang
adekuat
mempercepat
proses
kesembuhan
pasien
4. Perubahan berat
badan
mengindikasikan
status nutrisi
pasien
2 Risiko infeksi Setelah dilakukan Infection control Infection control
berhubungan tindakan cuci tangan mencegah
dengan keperawatan ...x24 sebelum dan terjadinya infeksi
menurunnya jam pasien tidak sesudah kontak silang
imunitas menunjukkan tanda- mencegah
dengan pasien
tanda infeksi dengan Gunakan APD adanya infeksi
OLEH :
NI KADEK ARIE OCTARINI 1902621027