Anda di halaman 1dari 13

TEORI-TEORI PERENCANAAN PENDIDIKAN

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah :


“Perencanaan Sistem Kependidikan Islam”

Dosen Pengampu:
Rony, M.Pd.I

Disusun oleh:
Deny Siswanto
Miftahul Falah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


AL FITHRAH
PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
Jalan Kedinding Lor No. 30 Surabaya
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perencanaan atau yang sudah akrab dengan istilah planning adalah satu
dari fungsi management yang sangat penting. Bahkan kegiatan perencanaan ini
selalu melekat pada kegiatan hidup kita sehari-hari, baik disadari maupun tidak.
Sebuah rencana akan sangat mempengaruhi sukses dan tidaknya suatu pekerjaan.
Karena itu pekerjaan yang baik adalah yang direncanakan dan sebaiknya kita
melakukan pekerjaan sesuai dengan yang telah direncanakan. Karena lingkungan
lembaga pendidikan selalu berubah seiring dengan perkembangan zaman, maka
diperlukan komunikasi dalam hal sistem perencanaan pendidikan yang
berhubungan dengan pengambilan keputusan, penyusunan perencanaan,
pengawasan, evaluasi, serta perumusan kebijakan yang sangat memerlukan
komunikasi sebagai bahan pendukung pada perencanaan pendidikan.

Dalam makalah ini akan dibahas beberapa masalah terkait dengan


perencanaan pendidikan partisipatori yang melibatkan beberapa teori perencanaan
seperti teori sinoptik, teori inkremental, teori transaktif, teori advokasi, teori
radikal dan teori SITAR.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian teori perencanaan?
2. Apa saja teori-teori perencanaan pendidikan?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Perencanaan

Menurut Ernest R Alexander, Teori merupakan kerangka yang harus


dipergunakan sehingga dapat membentuk suatu struktur yang baik. Apabila kita
memiliki suatu teori yang benar namun kita hanya menyimpannya saja dan tidak
mempraktekkannya, maka sebaik apapun teori tersebut tidak akan ada
manfaatnya, begitu pula sebaliknya sebuah praktek harus diterangkan dengan
teori.

Bagi seorang planner, hubungan antara teori dan praktek adalah sangat
penting, sebab perencanaan tidak seperti ilmu murni pada dasarnya perencanaan
adalah kegiatan preskripif, bukan deskriptif. Tujuan seorang planner bukanlah
untuk menguraikan apa yang ada di dunia ini tetapi untuk mengusulkan cara-cara
bagaimana keadaan tersebut bisa diubah. Perencanaan disini adalah suatu aktivitas
yang mempengarui masyarakat dan menyangkut nilai-nilai manusia, maka teori
perencanaan tidak dapat mengabaikan ideologi. Dalam kata-kata John Dyckman,
teori perencanaan haruslah mencakup beberapa teori tentang masyarakat di mana
perencanaan itu dilembagakan.

Perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan serangkaian keputusan


untuk mengambil tindakan di masa yang akan datang yang diarahkan kepada
tercapainya tujuan-tujuan dengan sarana yang optimal.1

Perencanaan adalah salah satu fungsi organik dalam manajemen, merupakan


bagian integral dari fungsi-fungsi organik lainnya di dalam manajemen.2

1 Suharsimi Arikunto, Manajemen Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media, 2008), 9


2 Endang Soenarya, Teori Perencanaan Pendidikan, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000), 1

2
Menurut Roger A. Kauffman, perencanaan adalah proses penentuan tujuan
atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang
diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefesien mungkin. Dalam perencanaan
selalu terdapat tiga kegiatan yang meskipun dapat dibedakan, tetapi tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya dalam proses perencanaan. Ketiga
kegiatan itu adalah perumusan tujuan yang ingin dicapai, pemilihan program
untuk mencapai tujuan itu, identifikasi dan pengerahan sumber yang jumlahnya
selalu terbatas.

Menurut Koontz, perencanaaan adalah suatu proses intelektual yang


menentukan secara sadar tindakan yang akan ditempuh dan mendasarkan
keputusan-keputusan pada tujuan yang hendak dicapai, informasi yang tepat
waktu dan dapat dipercaya, serta memperhatikan perkiraan keadaan yang akan
datang. Oleh karena itu, perencanaan membutuhkan pendekatan rasional ke arah
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.3

Menurut Gaffar, perencanaan adalah proses penetapan dan pemanfaatan


sumber-sumber daya secara terpadu yang diharapkan dapat menunjang kegiatan-
kegiatan dan upaya-upaya yang akan dilaksanakan secara efisien dan efektif
dalam mencapai tujuan.4

Dengan demikian, yang dimaksud dengan perencanaan adalah suatu proses


untuk menetapkan di awal berbagai hasil akhir yang ingin dicapai pada masa yang
akan datang. Sedangkan rencana adalah produk dari perencanaan.

3 Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1996), 49
4 Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: Alfabeta, 2008), 47

3
B. Teori-Teori Perencanaan Pendidikan

Hudson dan Tanner (1981) menyatakan taksonomi perencanaan antara lain


sinoptik, inkremental, transaktif, advokasi dan radikal. Selanjutnya dikembangkan
oleh Tanner dengan nama teori SITAR sebagai penggabungan dari taksonomi
Hudson.
1. Teori Sinoptik

Teori ini adalah teori paling lengkap dibandingkan teori lainnya. Teori
sinoptik dalam berbagai literatur sering disebut system planning, rational
system approach, atau rational comprehensive planning. Teori ini sudah
menggunakan model berpikir sistem dalam perencanaannya.

Objek yang direncanakan dipandang sebagai suatu kesatuan yang bulat,


dengan satu tujuan yang disebut misi. Objek atau tujuan ini diuraikan menjadi
bagian-bagian dengan memakai analisis sistem sehingga sistem menampakkan
struturnya.5

Perencanaan sinoptik merupakan tradisi yang dominan dimana melihat


perencanaan sebagai suatu yang ilmiah rasional dan non politis. Rasional
ilmiah menunjuk pada metode yang dipergunakan yang mendasarkan pada
pemilihan cara yang terbaik untuk mencapai tujuan dengan memilih jawaban
yang benar hasil kajian dari dampak yang akan ditimbulkan serta pilihan pada
alternatif solusi. Sedangkan non-politik menunjukan bahwa perencanaan
tersebut hanyalah persoalan teknis bukan merupakan kegiatan politik.

Model perencanaan ini umumnya dieksplor oleh para ahli matematika


dan sistem. Sehingga dalam proses perencanaan rasionalitasnya akan
tergantung pada analisis teknis dan asumsi bahwa penggunaan teknologi dapat
membantu manusia melakukan kontrol terhadap lingkungan, misalnya dengan
menggunakan model matematis seperti rasio untung dan rugi (cost benefit
ratio) tentunya dengan penekanan pada data-data kuantitatif.

5 Husaini Usman, Manajemen; Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2014), 95

4
Secara luas, model perencanaan sinoptik mampu menguraikan masalah
yang kompleks menjadi suatu model sederhana sehingga mudah dimengerti.
Namun, model ini terkesan sangat matematis sehingga ketika diterapkan dalam
mengorganisir birokrasi, maka akan menciptakan kondisi mekanis, sentralistik,
tidak manusiawi, sangat prosedural, dan sangat kaku.

Para perencana adalah birokrat teknis yang kemudian memberikan


masukan informasi kepada para politisi sebagai pengambil keputusan.
Konsekuensi dari proses ini adalah terabaikannya kepentingan dan aspirasi
publik dalam proses perencanaan. Proses ini hanya berproses pada tercapainya
tujuan akhir. Segala dinamika yang akan terjadi pada saat implementasi telah
diperhitungkan sejak awal. Namun kondisi sosial masyarakat sangat dinamis,
sehingga kemungkinan terjadi sesuatu yang tidak diperhitungkan dalam
analisis sistemnya yang kemungkinan akan menghambat implementasi
kebijakan.

Para perencana percaya bahwa dengan menyajikan informasi serta


melakukan analisis secara rasional dan komprehensif serta terukur akan dicapai
keputusan yang lebih baik. Namun teori ini cenderung gagal dalam
mengkonsepsi iklim sosial, ekonomi dan politis karena model ini mengabaikan
dimensi sosial seperti nilai, moral, aspirasi dan kepentingan publik. Teori ini
pun akhirnya mendapat banyak kritikan karena terlalu menyederhanakan
permasalahan. Dalam perencanaan yang baik, seharusnya tidak hanya berpusat
pada tujuan rasional melainkan juga mempertimbangkan berbagai
pandangan/aspirasi yang berbeda.

Dalam pandangan rasional, ada dikotomi antar subjek dan objek


perencanaan, dimana pemerintah adalah subjek dan masyarakat secara
menyeluruh, hanya dinilai sebagai objek. Padahal masyarakat adalah
sekumpulan individu yang juga seharusnya dilibatkan sebagai subjek dalam
proses perencanaan pembangunan. Sementara objeknya adalah perencanaan itu
sendiri sehingga ada dinamisasi dalam prosesnya dan tidak terbatas semata
mata pada pencapaian tujuan.

5
2. Teori Inkremental

Teori inkremental berdasarkan pada kemampuan institusi dan kinerja


personalianya. Teori ini sangat berhati-hati terhadap ruang lingkup objek yang
akan direncanakan. Jika sesuai dengan kemampuan sumber daya yang ada dan
memberikan manfaat memadai, barulah direncanakan. Teori ini tidak cocok
untuk jangka panjang karena sulit diramalkan. Selain itu teori ini bersifat
desentralisasi karena tergantung kemampuan lingkungannya.6

Perencanaan inkremental berbeda dengan perencanaan sinoptik. Jika


dalam perencanaan sinoptik, pengambilan keputusan dilakukan secara
menyeluruh dan mengembangkan semua alternatif, maka dalam perencanaan
inkremental, hanya mengembangkan beberapa strategi yang paling
memungkinkan. Perencanaan inkremental sangat mempertimbangkan dinamika
dalam proses pelaksanaan kebijakan. Dimana kebijakan tidak hanya dibuat
sekali melainkan perlu untuk selalu di update.

Contoh dari penerapan teori ini di Indonesia adalah dengan


diberlakukannya otonomi daerah, sebagai salah satu upaya mendesentralisasi
kekuasaan pemerintah pusat ke pemerintah-pemerintah daerah untuk
memajukan dan memeratakan pembangunan di Indonesia. Namun dalam
pelaksanaannya, masih sangat sulit karena justru menimbulkan ego antar
daerah sehingga masing-masing daerah memicu pertumbuhan ekonomi dan
mengejar pendapatan daerah.

Sebagai contoh, masyarakat adat/tradisional adalah kaum marjinal dalam


pembangunan yang sering kali terabaikan hak-haknya. Tanah-tanah di hutan
adat, terutama tanah-tanah yang produktif dan mengandung kekayaan alam
banyak dialihfungsikan misalnya untuk kawasan perkebunan sawit ataupun
kawasan pertambangan. Masyarakat tradisional tidak mempunyai kekuatan
apapun untuk bertahan, kemudian akhirnya mengalah dan hanya mendapat
kompensasi ganti rugi dalam jumlah yang tentunya sangat tak sebanding
dengan nilai lahan tersebut.

6
Husaini Usman, Manajemen; Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan…, 96.

6
Perencanaan dengan teori ini sangat berorientasi pada investasi ekonomi,
sehingga apapun akan dilakukan termasuk mengorbankan hak-hak masyarakat
adat dalam mengelola hutan adatnya karena dianggap tidak produktif untuk
ekonomi daerah.

3. Teori Transaktif

Teori transaktif menekankan pada hakekat individu yang menjunjung


tinggi kepentingan pribadi. Keinginan-keinginan individu diteliti satu persatu
sebelum perencanaan dimulai. Komunikasi antar pribadi dilakukan beberapa
kali. Ide-ide perencanaan dievolusikan secara hati-hati dan perlahan di
kalangan personalia pendidikan. Teori ini merupakan perencanaan yang
terdesentralisasi karena perencanaan sepenuhnya tergantung kebutuhan
individu-individu pendidikan di daerah atau sekolah karena sekolahlah yang
paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.7

Menurut Friedman, teori perencanaan transaktif dimaksudkan sebagai


upaya untuk menjembatani communication gap antara pengetahuan teknis dari
perencana dengan pengetahuan lokal dari masyarakat. Seiring dengan era
reformasi yang menuntut transparansi, akuntabilitas dan demokratis, maka teori
perencanaan transaktif menjadi media yang diharapkan dapat mengambil jalur
tengah untuk mencapai keterpaduan antara perencana dan masyarakat.

4. Teori Advokasi

Teori advokasi menekankan pada hal-hal yang bersifat umum. Perbedaan


individu dan daerah di abaikan. Dasar perencanaan tidak berdasarkan
pengalaman empiris atau penelitian, melainkan pada argumentasi yang logis,
rasional dan dapat dipertahankan melalui argumentasi.8

Tujuan utama dari teori perencanaan advokasi adalah untuk


mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dengan
mengakomodasi gagasan, kebutuhan, dan kepentingan masyarakat.

7 Husaini Usman, Manajemen; Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan…, 96.


8 Ibid.,

7
Proses advokasi juga berarti bahwa masyarakat akan selalu mendapat
informasi yang akurat berkenaan dengan perencanaan yang diajukan dan
mampu merespon umpan balik dari masyarakat dalam bahasa teknis. Perencana
sebagai advokat akan bertindak sebagai penyaji informasi, analisis situasi
sekarang, pendorong ke arah masa depan, dan pemrakarsa akan solusi yang
spesifik.

Namun demikian, teori perencanaan advokasi hanya memiliki pengaruh


kecil pada struktur yang sedang berjalan. Richard Hart, salah seorang penganut
teori ini mengkritik perencanaan advokasi, bahwa penduduk miskin tidak
memiliki kekuasaaan untuk mengontrol tindakan sehingga dianggap
pendekatan ini tidak menawarkan strategi yang potensial yang dapat
menimbulkan perubahan.

Di Indonesia, bentuk-bentuk perencanaan advokasi banyak dilakukan


oleh LSM yang melakukan pendampingan kepada masyarakat dalam
memperjuangkan hak dan kepentingannya misalnya pada masalah pencemaran
lingkungan, sengketa ganti rugi tanah, kasus penggusuran, dll. Dengan adanya
pendampingan LSM, masyarakat menjadi lebih berani memperjuangkan
haknya.

5. Teori Radikal

Teori ini menekankan pada kebebasan lembaga lokal untuk melakukan


perencanaan sendiri, dengan maksud agar lebih cepat memenuhi kebutuhan
lokal.9 Perencanaan ini bersifat desentralisasi dengan partisipasi maksimum
dari individu dan minimum dari pemerintah pusat. Maka manajer tertinggilah
yang dipandang dapat menentukan perencanaan yang benar. Partisipasi disini
juga mengacu kepada pentingnya kerja sama antar personalia. Dengan kata lain
teori radikal menginginkan agar lembaga pendidikan dapat mandiri menangani
lembaganya. Begitu pula pendidikan daerah dapat mandiri menangani
pendidikannya.

9 Husaini Usman, Manajemen; Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan…, 97

8
Seperti halnya pola pembelajaran sosial dan pola advokasi, Pola-pola
radikal ini juga kerap diterapkan oleh LSM, terutama dalam memperjuangkan
kepentingan masyarakat bawah korban pencemaran dan kerusakan lingkungan,
penggusuran akibat perubahan tata ruang dan alih fungsi lahan, dan berbagai
ketidakadilan lainnya.

6. Teori SITAR

Teori SITAR adalah penggabungan kelima teori di atas yang disebut juga
sebagai complementary planning processs. Teori ini untuk menggabungkan
semua kelebihan masing-masing teroi di atas sehingga lebih lengkap.10

Adapun persamaan di antara teori-teori yang telah disebutkan di atas adalah


sebagai berikut:
1. Mempunyai tujuan yang sama yaitu pemecahan masalah.
2. Mempunyai obyek perencanaan yang sama yaitu manusia dan lingkungan
sekitarnya.
3. Mempunyai beberapa persyaratan data, keahlian, metode, dan mempunyai
konsistensi internal walaupun dalam penggunaannya terdapat perbedaan
penitikberatan.
4. Mempertimbangkan dan menggunakan sumber daya yang ada dalam
pencapaian tujuan.

Sedangkan Perbedaannya adalah sebagai berikut:


1. Perencanaan sinoptik lebih mempunyai pendekatan komprehensif dalam
pemecahan masalah dibandingkan perencanaan yang lain, dengan lebih
mengedepankan aspek-aspek metodologi, data dan sangat memuja angka atau
dapat dikatakan komprehensif rasional. Hal ini yang sangat minim digunakan
dalam 4 pendekatan perencanaan yang lain.
2. Perencanaan inkremental lebih mempertimbangkan peran lembaga pemerintah
dan sangat bertentangan dengan perencanaan advokasi yang cenderung anti
kemapanan dan perencanaan radikal yang juga cenderung revolusioner.

10 Husaini Usman, Manajemen; Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan…, 97

9
3. Perencanaan transaktif mengedepankan faktor-faktor perseorangan atau
individu melalui proses tatap muka dalam salah satu metode yang digunakan,
perencanaan ini kurang komprehensif dan sangat parsial dan kurang sejalan
dengan perencanaan sinoptik dan inkremental yang lebih komprehensif.
4. Perencanaan advokasi cenderung menggunakan pendekatan hukum dan obyek
yang mereka ambil dalam perencanaan adalah golongan yang lemah.
Perencanaan ini bersifat sosialis dengan lebih mengedepankan konsep
kesamaan dan hal keadilan sosial.
5. Perencanaan Radikal seakan-akan tanpa metode dalam memecahkan masalah
dan muncul dengan tiba-tiba (spontan) dan hal ini sangat kontradiktif dengan
pendekatan inkremental dan sinoptik yang memepertimbangkan aturan-aturan
yang ada baik akademis atau metodologis dan lembaga pemerintahan yang ada.

10
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Menurut Ernest R Alexander, Teori merupakan kerangka yang harus


dipergunakan sehingga dapat membentuk suatu struktur yang baik. Perencanaan
disini adalah suatu aktivitas yang mempengarui masyarakat dan menyangkut nilai-
nilai manusia, maka teori perencanaan tidak dapat mengabaikan ideologi. Dalam
kata-kata John Dyckman, teori perencanaan haruslah mencakup beberapa teori
tentang masyarakat di mana perencanaan itu dilembagakan.

Hudson dan Tanner (1981) menyatakan taksonomi perencanaan antara lain


sinoptik, inkremental, transaktif, advokasi dan radikal. Selanjutnya dikembangkan
oleh Tanner dengan nama teori SITAR sebagai penggabungan dari taksonomi
Hudson.

11
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2008. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media.

Fattah, Nanang. 1996. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja


Rosda Karya.

Sagala, Syaiful. 2008. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta.

Soenarya, Endang. 2000. Teori Perencanaan Pendidikan. Yogyakarta: Adicita


Karya Nusa.

Usman, Husaini. 2014. Manajemen; Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.

12

Anda mungkin juga menyukai