Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat ALLAH SWT, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
ini bisa selesai pada waktunya. Salawat beserta salam kita sanjungkan pada Nabi
besar kita Muhammad Saw,kepada keluarganya, serta para sahabatnya sekalian.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik
dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
PENDAHULUAN

Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang
juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah yang
dihasilkan dari proses menerapkan aqidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak
merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan
bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak ini akan terwujud pada diri
seseorang jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik. Akhir-akhir ini
istilah akhlak lebih didominasi istilah karakter yang sebenarnya memiliki esensi
yang sama, yakni sikap dan perilaku seseorang.
Nabi Muhammad saw. dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa
kehadirannya di muka bumi ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan
akhlak mulia di tengah-tengah masyarakat. Misi Nabi ini bukan misi yang
sederhana, tetapi misi yang agung yang ternyata untuk merealisasikannya
membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni lebih dari 22 tahun. Nabi
melakukannya mulai dengan pembenahan aqidah masyarakat Arab, kurang lebih
13 tahun, lalu Nabi mengajak untuk menerapkan syariah setelah aqidahnya
mantap. Dengan kedua sarana inilah (aqidah dan syariah), Nabi dapat
merealisasikan akhlak yang mulia di kalangan umat Islam pada waktu itu.
Tujuan dari kajian tentang akhlak ini adalah agar para mahasiswa memiliki
pemahaman yang baik tentang akhlak Islam (moral knowing), ruang lingkupnya,
dan pada akhirnya memiliki komitmen (moral feeling) untuk dapat menerapkan
akhlak yang mulia dalam kehidupan sehari-hari (moral action). Dengan kajian ini
diharapkan mahasiswa dapat memiliki sikap, moral, etika, dan karakter
keagamaan yang baik yang dapat dijadikan bekal untuk mengamalkan ilmu yang
ditekuninya di kehidupannya kelak di tengah masyarakat.
KONSEP AKHLAK ISLAM

Pengertian akhlak
Secara etimologi, istilah Akhlak berasal dari bentuk jamak khuluk yang berarti
watak, tabiat, perangai dan budi pekerti.

Imam al-Ghazali memberi batasan khuluk sebagai : “Khuluk adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang mendorong lahirnya perbuatan dengan mudah dan
ringan tanpa pertimbangan dan pemikiran mendalam”. Dari pengertian ini, suatu
perbuatan dapat disebut baik jika dalam melahirkan perbuatan-perbuatan baik itu
dilakukan secara spontan dan tidak ada paksaan atau intervensi dari orang lain.

Ibnu Miskawaih dalam kitab Tahdzibul Akhlak menjelaskan bahwa “khuluk ialah
keadaan gerak jiwa yang mendorong kearah melakukan perbuatan tanpa
pertimbangan dan pemikiran”.
Sesuai dengan pengertian di atas, akhlak merupakan manifestasi iman, Islam dan
Ikhsan sebagai refleksi sifat dan jiwa yang secara spontan dan terpola pada diri
seseorang sehingga melahirkan perilaku yang konsisten dan tidak tergantung pada
pertimbangan berdasarkan keinginan tertentu.
Semakin kuat dan mantap keimanan seseorang, semakin taat beribadah maka akan
semakin baik pula akhlaknya. Dengan demikian, akhlak tidak dapat dipisahkan
dengan ibadah dan tidak pula dapat dipisahkan dengan akidah karena kualitas
akidah akan sangat berpengaruh pada kualitas ibadah yang kemudian juga akan
sangat berpengaruh pada kualitas akhlak.

Akidah dalam ajaran Islam merupakan dasar bagi segala tindakan muslim agar
tidak terjerumus kedalam perilaku-perilaku syirik. Syirik disebut sebagai
kezaliman karena perbuatan itu menempatkan ibadah tidak pada tempatnya dan
memberikannya kepada yang tidak berhak menerimanya.

Oleh karena itu muslim yang baik akan menjaga segala ryang memiliki akidah
yang benar, ia akan mampu mengimplementasikan tauhid itu dalam bentuk akhlak
yang mulia (akhlakul karimah).
Allah berfirman dalam surat Al-An’am (06) : 82
yang artinya : Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman
mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Orang yang mendapat petunjuk adalah mereka yang tahu bersyukur, sehingga
perbuatan mereka senantiasa sesuai dengan petunjuk Allah. Inilah yang dimaksud
dengan akhak mulia. Dengan demikain ada hubungan yang amat erat antara
akidah dengant akhlak, bahkan keduanya tidak dapat dipisahkan.
Sumber Akhlak

Pembicaraan tentang Akhlak berkaitan dengan persoalan nilai baik dan buruk.
Oleh karena itu ukuran yang menjadi dasar penilaian tersebut harus merujuk pada
nilai-nilai agama Islam.

Dengan demikian, ukuran baik buruknya suatu perbuatan harus merujuk pada
norma-norma agama, bukan sekedar kesepakatan budaya. Kalau tidak demikian,
norma-norma akan berubah seiring dengan perubahan budaya, sehingga sesuatu
yang baik dan sesuai dengan agama bisa jadi suatu saat dianggap buruk pada saat
bertentangan dengan budaya yang ada.

Dalam Islam, akhlak menjadi salah satu inti ajaran. Fenomena ini telah
dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an
surat al–Qalam (4) yang artinya : “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi
pekerti yang agung.”

Keseluruhan akhlak Rasulullah ini juga diungkapkan oleh Aisyah r.a. saat ditanya
tentang akhlak Nabi. Saat itu Aisyah berkata : “Akhlak Nabi adalah Al Qur’an”.
Demikian juga disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Ahzab (33) : 21.

Artinya : Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Dengan demikian bagi umat Islam, untuk menunjuk siapa yang layak dicontoh
tidak perlu sulit sulit, cukuplah berkiblat kepada akhlak yang ditampilkann oleh
Rasulullah SAW.
Dalam sebuah hadis dinyatakan : “orang-orang mukmin yang paling sempurna
imannya adalah yang paling baik budi pekertinya” (HR. Ahmad dari Abu
Hurairah).
Merujuk pada paparan di atas, sumber akhlak bagi setiap muslim jelas termuat
dalam Al Qur’an dan hadis Nabi. Selain itu, sesuai dengan hakekat kemanusiaan
yang dimilikinya, manusia memiliki hati nurani (qalbu) yang berfungsi sebagai
pembeda antara perbuatan baik dan buruk.
Berkaitan dengan hati nurani, muncul persoalan, dapatkah dijamin bahwa hati
nurani selalu dominan dalam jiwa manusia sehingga suaranya selalu didengar,
mengingat dalam diri manusia terdapat dua potensi yang selalu bertolak belakang
yaitu potensi yang mengarah kepada kebaikan (taqwa) dan potensi yang mengarah
pada keburukan (al-fujur), dimana kekuatan yang lebih menonjol tentunya
menjadi dominan dalam mempengaruhi keputusan suatu persoalan.

Oleh karena itu, agar hati nurani seorang muslim selalu dalam kondisi kepada
kebaikan, maka ia harus selalu disucikan. Seorang muslim perlu menjaga rutinitas
dan kontinuitas ibadah, berusaha untuk selalu mendekatkan diri (taqarub) kepada
Allah, membaca sejarah orang orang terdahulu serta selalu berusaha untuk saling
menasehati dengan sesamanya.
Pembagian Akhlak Dalam Islam Ada 2 pembagian akhlak yaitu akhlak
mahmudah dan akhlak madzmumah. Adapun penjelasannya sebagai
berikut:
 Akhlak Mahmudah
Yakni akhlak terpuji atau akhlak yang baik. Contohnya: pemaaf, sabar, ikhlas,
menepati janji, qonaah, jujur, penyayang, pemurah, baik hati, husnudzon dan lain
sebagainya. Dimana akhlak mahmudah ini semuanya membawa kebaikan dan
tidak merugikan orang lain.
Karena setiap akhlak terpuji ini telah ada tuntunan dan ajarannya baik dalam Al-
Qur’an ataupun Hadits nabi. Dari Imam Malik berkata “setiap agama memiliki
akhlak, dan akhlak islam ialah malu”. Malu merupakan dasar akhlak manusia,
karena dengan memiliki rasa malu pada Allah SWT maka akan takut untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tercela dan keji.
2.Akhlak Madzmumah
Yakni akhlak tercela atau perbuatan yang buruk. Contohnya:
Riya’: Beramal atau melakukan suatu perbuatan baik dengan niat untuk dilihat
orang atau mendapat pujian orang, dengan kata lain riya’ sama artinya dengan
pamer.
Sum’ah: Melakukan perbuatan atau berkata sesuatu agar didengar oleh orang
lain dengan maksud agar namanya dikenal.
Ujub: Mengagumi diri sendiri
Takabur: Membanggakan diri sendiri karena merasa dirinya jauh lebih hebat
dibandingkan orang lain.
Tamak: Serakah atau rakus terhadap apa yang ingin dimiliki.
Malas: Enggan melakukan sesuatu.
Fitnah: Mengatakan sesuatu yang bukan sebenarnya. Memfitnah merupakan
salah satu dosa yang sangat dilarang oleh agama karena fitnah itu lebih kejam dari
pembunuhan.
Bakhil: pelit, medit dan tidak suka membagi atau memberikan sesuatu yang
dimiliki pada orang lain.

SUMBER AKHLAK ISLAM


 Al-Qur'an
Al-Qur’an sebagai dasar (rujukan) Ilmu Akhlak yang pertama, hal ini dinilai
karena konteksnya yang lebih tinggi, dibandingkan dengan dasar-dasar yang lain.
Mengingat al-Qur'an merupakan firman Tuhan, sehingga tidak ada keraguan
baginya untuk dijadikan sebagai dasar atau asas.
Nilai-nilai yang ditawarkan oleh al-Qur'an sendiri sifatnya komprehensif.
Perbuatan baik dan buruk sudah dijelaskan di dalamnya. Hanya saja, ada yang
perlu diperhatikan. Mengingat ada banyak ayat-ayat al-Qur'an yang membutuhkan
penafsiran. Sehingga untuk mememudahkan, orang-orang akan merujuk kepada
al-Hadits ( sebagai Asbabun Nuzul suatu ayat) dan al-Aqlu (penalaran akal).
Sejauh manakah campur tangan kedua dasar tersebut pada persoalan Ilmu Akhlak.
Pastinya al-Hadits dan al-Aqlu tidak akan merubah pesan yang ingin disimpaikan
oleh al-Qur'an.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu bergaul dengan manusia yang lain.
Karena manusia mempunyai fitrah sebagai makhluk sosial. Dalam pergaulannya
itulah, manusia dituntut untuk senantiasa menjalankan interaksi dengan
sesamanya dengan penuh keharmonisan dan tentunya semua itu harus dilandasi
dengan akhlak dan etika terpuji.

 AS-Sunnah
As-Sunnah menurut istilah syari’at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir
(penetapan), sifat tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri’
(pensyari’atan) bagi ummat Islam.[1]
Adapun hadits menurut bahasa ialah sesuatu yang baru.
Secara istilah sama dengan As-Sunnah menurut Jumhur Ulama.
Ada ulama yang menerangkan makna asal secara bahasa bahwa: Sunnah itu untuk
perbuatan dan taqrir, adapun hadits untuk ucapan. Akan tetapi ulama sudah
banyak melupakan makna asal bahasa dan memakai istilah yang sudah lazim
digunakan, yaitu bahwa As-Sunnah muradif (sinonim) dengan hadits.
As-Sunnah menurut istilah ulama ushulfiqih ialah segala sesuatu yang bersumber
dari Nabi j selain dari Al-Qur-an, baik perbuatan, perkataan, taqrir (penetapan)
yang baik untuk menjadi dalil bagi hukum syar’i.
Ulama ushulfiqih membahas dari segala yang disyari’atkan kepada manusia
sebagai undang-undang kehidupan dan meletakkan kaidah-kaidah bagi
perundang-undangan tersebut.
As-Sunnah menurut istilah ahli fiqih (fuqaha’) ialah segala sesuatu yang sudah
tetap dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan hukumnya tidak fardhu dan tidak
wajib, yakni hukumnya sunnah.[2]
As-Sunnah menurut ulama Salaf adalah petunjuk yang dilaksanakan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para Shahabatnya, baik tentang ilmu,
i’tiqaad (keyakinan), perkataan maupun perbuatannya.[3]
Contoh-contoh dari definisi Sunnah yang dibawakan oleh ahli hadits antara lain:
a. Hadits qauli (Sunnah dalam bentuk ucapan) ialah segala ucapan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam yang ada hubungannya dengan tasyri’, sebagaimana
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Di antara kebaikan Islam seseorang ialah meninggalkan apa-apa yang tidak
bermanfaat baginya.” [4]
b. Hadits fi’li (Sunnah yang berupa perbuatan) ialah segala perbuatan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam yang diberitakan oleh para Shahabatnya tentang
wudhu’, shalat, haji, dan selainnya.
“Dari ‘Utsman bin ‘Affan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam (apabila
berwudhu’), beliau menyela-nyela jenggotnya.” [5]
c. Hadits taqriri ialah segala perbuatan Shahabat yang diketahui oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau membiarkannya (sebagai tanda setuju)
dan tidak mengingkarinya.

KARAKTERISTIK AKHLAK ISLAM


 Akhlal rabbaniyah memiliki pengertian bahwasanya wahyu Ilahi merupakan
reference source (sumber rujukan) ajaran islam.
 Akhlak insaniyah mengandung pengertian bahwah tuntutan fitrah dan
eksitensi manusia sebagai makhluk yang bermartabat sesuai dan ditetapkan
oleh ajaran akhlak islam.
 Akhlak jami’iyah mempunyai arti bahwa kebaikan yang terkandung
didalamnya sesuai dengan kemanusiaan yang universal, kebaikannya untuk di
semua tempat mencangkup semua aspek kehidupan baik yang berdimensi
vertikal maupun horizontal.
 Akhlak waqi’iyah mengandung pengertian bahwasanya ajaran akhlak
memperhatikan kenyataan(realitas) hidup manusia didasari oleh suatu
kenyataan, bahwasannya manusia itu disamping memiliki kualitas-kualitas
unggul, juga memiliki sejumlah kelemahan.
 Akhlak wasithiyah berarti bahwasannya ajaran akhlak itu menitik beratkan
keseimbangan (tawassuth) antara dua sisi yang berlawanan, seperti
keseimbanganantara rohani danjasmani, keseimbangan antara dunia dan
akhirat dan seterusnya. Allah dalam firman-nya mengilustrasikan tentang dua
kelompok manusia yang memiliki sifat saling berlawanan.
AKHLAK DAN AKTUALISASINYA DALAM
KEHIDUPAN
Aktualisasi akhlak adalah bagaimana seseorang dapat mengimplementasikan iman
yang dimilikinya dan mengaplikasikan seluruh ajaran islam dalam setiap tingkah
laku sehari-hari.
1. Akhlak terhadap Allah
a. Mentauhidkan Allah
Tauhid adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah dan
Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu
bagiNya
b. Banyak Berzdikir pada Allah
Zikir (atau Dzikir) artinya mengingat Allah di antaranya dengan menyebut dan
memuji nama Allah. Zikir adalah satu kewajiban. Dengan berzikir hati menjadi
tenteram.
c. Berdo’a kepada Allah SWT.
berdo’a adalah inti dari ibadah. Orang-orang yang tidak mau berdo’a adalah
orang-orang yang sombong karena tidak mau mengakui kelemahan dirinya di
hadapan Allah SWT.
d. Bertawakal Hanya Pada Allah
Tawakal kepada Allah SWT merupakan gambaran dari sikap sabar dan kerja
keras yang sungguh-sungguh dalmpelaksanaanya yang di harapkan gagal dari
harapan semestinya,sehingga ia akan mamppu menerima dengan lapang dada
tanpa ada penyesalan.
e. Berhusnudzhon ,kepada Allah
yakni berbaik sangka kepada Allah SWT karena sewsungguhnya apa saja yang di
berijan Allah merupakan jalan yang terbaik untuk hamba-Nya.

2. Akhlak terhadap Rasulullah


a. Mengikuti atau menjalankan sunnah Rosul
mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah menjalani Hidupnya
atau garis-garis perjuangan / tradisi yang dilaksanakan oleh Rasulullah. Sunnah
merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, setelah Al-Quran.
b. Bersholawat Kepada Rosul
Mengucapkan puji-pujian kepada Rosulullah S.A.W . Sesungguhnya Tuhan
beserta para malaikatnya semua memberikan Sholawat kepada Nabi (dari Allah
berarti memberi rakhmat, dan dari malaikat berarti memohonkan ampunan). Hai
orang-orang beriman, ucapkanlah Sholawat kepadanya (AQ Al Ahzab : 56)

3. Akhlak Terhadap diri sendiri


a. Sikap sabar
Sabar adalah menahan amarah dan nafsu yang pada dasarnya bersifat negative.
Kemudian manusia harus sabar dalam menghadapi segala cobaan.
b. Sikap Syukur.
Dalam keseharian, kadang atau bahkan sering kali kita lupa untuk ber-Syukur,
atau men-Syukuri segala Nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita. ada 3
(tiga) Cara yang mudah untuk men-Syukuri Nikmat Allah yaitu bersyukur dengan
hati yang tulus, mensyukuri dengan lisan yang dilakukan dengan memuji Allah
melalui ucapan Alhamdulillah, dan bersyukur dengan perbuatan.
c. Sikap Tawadlhu’
Tawadlhu’ atau Rendah hati merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia jadi
sudah selayaknya kita sebagai umat muslim bersikap tawadhu, karena tawadhu
merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap umat islam.
Orang yang tawadhu’ adalah orang menyadari bahwa semua kenikmatan yang
didapatnya bersumber dari Allah SWT
d. Bertaubat.
apabila melakukan kesalahan, maka segera bertaubat dan tidak mengulanginya
lagi. Apabila ada dari kita yang merasa telah terlalu banyak berbuat dosa dan
maksiat sebaiknya kita jangan berputus asa dari rahmat ampunan Allah, karena
Allah SWT selalu memberikan kesempatan pada kita untuk bertobat,

4. Aklak Terhadap Sesama Manusia


a. Merajut Ukhuwah atau Persaudaraan
Membina persaudaraan adalah perintah Allah yang diajarkan oleh semua agama,
termasuk agama Islam. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya kalau semua elemen
membangun ukhuwwah dalam komunitasnya. Apabila ada kelompok tertentu
dengan mengatas-namakan agama tetapi enggan memperjuangkan perdamaian
dan persaudaraan maka perlu dipertanyakan kembali komitmen keagamaannya,
b. Ta’awun atau saling tolong menolong
Dalam Islam, tolong-menolong adalah kewajiban setiap Muslim. Sudah
semestinya konsep tolong-menolong tidak hanya dilakukan dalam lingkup yang
sempit. Tolong-menolong menjadi sebuah keharusan karena apapun yang kita
kerjakan membutuhkan pertolongan dari orang lain. Tidak ada manusia seorang
pun di muka bumi ini yang tidak membutuhkan pertolongan dari yang lain.
c. Suka memaafkan kesalahan orang lain
Islam mengajar umatnya untuk bersikap pemaaf dan suka memaafkan kesalahan
orang lain tanpa menunggu permohonan maaf daripada orang yang berbuat salah
kepadanya. Pemaaf adalah sikap suka memberi maaf terhadap kesalahan orang
lain tanpa ada sedikit pun rasa benci dan dendam di hati. Sifat pemaaf adalah
salah satu perwujudan daripada ketakwaan kepada Allah.
d. Menepati Janji
Janji memang ringan diucapkan namun berat untuk ditunaikan. Menepati janji
adalah bagian dari iman. Maka seperti itu pula ingkar janji, termasuk tanda
kemunafikan.

5. Akhlak Terhadap sesama Makhluk


a. Tafakur (Berfikir)
salah satu ciri khas manusia yang membedakanya dari makhluk yang lain, bahwa
manusia adalah makhluk yang berpikir. Dengan kemampuan itulah manusia bisa
meraih berbagai kemajuan, kemanfaatan, dan kebaikan.
b. Memanfaatkan Alam
Kedudukan manusia di bumi ini bukanlah sebagai penguasa yang sewenang-
wenang, tetapi sebagai khalifah yang mengemban amanat Allah. Karena itu,
segala pemanfaatan manusia atas bumi ini harus dengan penuh tanggung jawab
dan tidak menimbulkan kerusakan. Sebab, Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKHLAK
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya akhlak atau moral pada
prinsipnya dipengaruhi dan ditentukan oleh dua faktor utama yaitu factor intern
dan faktor ekstern.

1. Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang datang dari diri sendiri yaitu fitrah yang suci
yang merupakan bakat bawaan sejak manusia lahir dan mengandung pengertian
tentang kesucian anak yang lahir dari pengaruh-pengaruh luarnya. Setiap anak
yang lahir ke dunia ini telah memiliki naluri keagamaan yang nantinya

akan mempengaruhi dirinya seperti unsur-unsur yang ada dalam dirinya yang
turut membentuk akhlak atau moral, diantaranya adalah ;

a. Instink (naluri)
Instink adalah kesanggupan melakukan hal-hal yang kompleks tanpa latihan
sebelumnya, terarah pada tujuan yang berarti bagi si subyek, tidak disadari dan
berlangsung secara mekanis. Ahli-ahli psikologi menerangkan berbagai naluri
yang ada pada manusia yang menjadi pendorong tingkah lakunya, diantaranya
naluri makan, naluri berjodoh, naluri keibu-bapakan, naluri berjuang, naluri
bertuhan dan sebagainya.

b. Kebiasaan
Salah satu faktor penting dalam pembentukan akhlak adalah kebiasaan atau adat
istiadat. Yang dimaksud kebiasaan adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang
sehingga menjadi mudah dikerjakan. Kebiasaan dipandang sebagai fitrah yang
kedua setelah nurani. Karena 99% perbuatan manusia terjadi karena kebiasaan.
Misalnya makan, minum, mandi, cara berpakaian itu merupakan kebiasaan yang
sering diulang-ulang.

c. Keturunan
perpindahan sifat-sifat tertentu dari orang tua kepada keturunannya, maka disebut
al- Waratsah atau warisan sifat-sifat.29 Warisan sifat orang tua terhadap
keturunanya, ada yang sifatnya langsung dan tidak langsung. Artinya, langsung
terhadap anaknya dan tidak langsung terhadap anaknya, misalnya terhadap
cucunya. Sebagai contoh, ayahnya adalah seorang pahlawan, belum tentu anaknya
seorang pemberani bagaikan pahlawan, bisa saja sifat itu turun kepada cucunya.

d. Keinginan atau kemauan keras


Salah satu kekuatan yang berlindung di balik tingkah laku manusia adalah
kemauan keras atau kehendak. Kehendak ini adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat
mencapai sesuatu. Kehendak ini merupakan kekuatan dari dalam. 30 Itulah yang
menggerakkan manusia berbuat dengan sungguh- sungguh. Seseorang dapat
bekerja sampai larut malam dan pergi menuntut ilmu di negeri yang jauh berkat
kekuatan azam (kemauan keras). Demikianlah seseorang dapat mengerjakan
sesuatu yang berat dan hebat memuat pandangan orang lain karena digerakkan
oleh kehendak. Dari kehendak itulah menjelma niat yang baik dan yang buruk,
sehingga perbuatan atau tingkah laku menjadi baik dan buruk karenanya.

e. Hati nurani
Pada diri manusia terdapat suatu kekuatan yang sewaktu- waktu memberikan
peringatan (isyarat) apabila tingkah laku manusia berada di ambang bahaya dan
keburukan. Kekuatan tersebut adalah “suara batin” atau “suara hati” Fungsi hati
nurani adalah memperingati bahayanya perbuatan buruk dan berusaha
mencegahnya. Jika seseorang terjerumus melakukan keburukan, maka batin
merasa tidak senang (menyesal), dan selain memberikan isyarat untuk mencegah
dari keburukan, juga memberikan kekuatan yang mendorong manusia untuk
melakukan perbuatan yang baik. Oleh karena itu, hati nurani termasuk salah satu
faktor yang ikut membentuk akhlak manusia.

2. Faktor ekstern
Adapun faktor ekstern adalah faktor yang diambil dari luar yang mempengaruhi
kelakuan atau perbuatan manusia, yaitu meliputi ;

a. Lingkungan

Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan seseorang atau suatu
masyarakat adalah lingkungan(milleu). Milleu adalah suatu yang melingkupi
suatu tubuh yang hidup. Misalnya lingkungan alam mampu
mematahkan/mematangkan pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang ;
lingkungan pergaulan mampu mempengaruhi pikiran, sifat, dan tingkah laku.
b. Pengaruh keluarga

Setelah manusia lahir maka akan terlihat dengan jelas fungsi keluarga dalam
pendidikan yaitu memberikan pengalaman kepada anak baik melalui penglihatan
atau pembinaan menuju terbentuknya tingkah laku yang diinginkan oleh orang
tua. Dengan demikian orang tua (keluarga) merupakan pusat kehidupan rohani
sebagai penyebab perkenalan dengan alam luar tentang sikap, cara berbuat, serta
pemikirannya di hari kemudian. Dengan kata lain, keluarga yang melaksanakan
pendidikan akan memberikan pengaruh yang besar dalam

c. Pengaruh sekolah

Sekolah adalah lingkungan pendidikan kedua setelah pendidikan keluarga dimana


dapat mempengaruhi akhlak anak. Sebagaimana dikatakan oleh Di dalam sekolah
berlangsung beberapa bentuk dasar dari kelangsungan pendidikan. Pada umumnya
yaitu pembentukan sikap-sikap dan kebiasaan, dari kecakapan- kecakapan pada
umumnya, belajar bekerja sama dengan kawan sekelompok melaksanakan
tuntunan-tuntunan dan contoh yang baik, dan belajar menahan diri dari
kepentingan orang lain.

d. Pendidikan masyarakat

Masyarakat dalam pengertian yang sederhana adalah kumpulan individu dalam


kelompok yang diikat oleh ketentuan negara, kebudayaan, dan agama. Ahmad D.
Marimba mengatakan; “Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang
dalam masyarakat banyak sekali. Hal ini meliputi segala bidang baik
pembentukan kebiasaan. Kebiasaan pengertian (pengetahuan), sikap dan minat
maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan”.

PROSES PEMBENTUKAN AKHLAK QORIMAH

Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan


pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan
bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Misalkan pendapat
Muhammad Athiyah al-Abrasyi yang dikutip oleh Abuddin Nata, mengatakan
bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan
Islam. Demikian pula Ahmad D.Marimba berpendapat bahwa tujuan utama
pendidikan Islam adalah identik dengan tujuan hidup setiap Muslim, yaitu untuk
menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri kepada-
Nya dengan memeluk agama Islam. Pembentukan akhlak ini dilakukan
berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pendidikan, latihan, usaha
keras dan pembinaan (muktasabah), bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi
rohaniah yang ada dalam diri manusia termasuk didalamnya akal, nafsu amarah,
nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani, dan intuisi dibina secara optimal
dengan cara dan pendekatan yang tepat. Akan tetapi, menurut sebagian ahli bahwa
akhlak tidak perlu dibentuk karena akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa
manusia sejak lahir. Bagi golongan ini cendrung kepada perbaikan atau fitrah
yang ada dalam diri manusia dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang
selalu cendrung pada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini maka akhlak akan
tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa bentuk atau diusahakan (ghair
muktasabah). Kelompok ini lebih lanjut menduga bahwa akhlak adalah gambaran
batin ini tidak akan sanggup mengubah perbuatan batin. Menurut sebagian ahli
akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah instinct (garizah) yang dibawa
manusia sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa masalah akhlak adalah pembawaan
dari manusia sendiri, yaitu kecenderungan kepada kebaikan atau fitrah yang ada
dalam diri manusia, dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu
cenderung kepada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak akan
tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan. Kelompok
ini lebih lanjut menduga bahwa akhlak adalah gambaran batin sebagaimana
terpantul dalam perbuatan lahir. Perbuatan lahir ini tidak akan sanggup mengubah
perbuatan batin. Orang yang bakatnya pendek misalnya tidak dapat dengan
sendirinya meninggikan dirinya. Demikian juga sebaliknya.Kemudian ada
pendapat yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan,
pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Akhlak manusia itu
sebenarnya boleh diubah dan dibentuk. Orang yang jahat tidak akan selamanya
jahat, seperti halnya seekor binatang yang ganas dan buas bisa dijinakkan dengan
latihan dan asuhan. Maka manusia yang berakal bisa diubah dan dibentuk
perangainya atau sifatnya. Oleh sebab itu usaha yang demikian memerlukan
kemauan yang gigih untuk menjamin terbentuknya akhlak yang mulia.
Penutup

 Kesimpulan

Pengertian Akhlak sangat luas tidak hanya sekedar baik, buruk, etika dan moral.
Akhlak menyangkut hubungan vertikal dan horizontal. Akhlak bersumber dari
wahyu sedangkan yang lainnya berasal dari pemikiran manusia. Akhlak terbagi:
akhlak kepada Allah, Rasul, diri sendiri, keluarga, lingkungan, alam dan negara.
Akhlak tidak sulit untuk diperbincangkan, tetapi sangatlah sulit untuk
diterapkan. Adapun ini hendaknya menjadi pemicu terbentuknya manusia yang
berakhlak mulia atau yang sekarang disebut manusia yang berkarakter. Untuk
bisa berakhlak mulia, seseorang tidak harus mulai dari memahami apa itu akhlak
danapa saja nilai-nilai mulia dalam akhlak, tetapi yang terpenting adalah ia dapat
merealisasikan nilai-nilai akhak dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun
demikian, pemahaman yang benar tentang akhlak juga menjadi dasar awal bagi
seseorang sehingga memiliki motivasi yang kuat untuk bisa berakhak atau
berkarakter mulia. Untuk bisa terealisasikannya nilai-nilai akhlak dalam
kehidupan nyata dibutuhkan banyak hal, mulai dari pemahaman yang benar
tentang akhlak beserta nilai-nilai di dalamnya, fasilitasi yang cukup, aturan-
aturan yang tegas (law inforcement), dan keteladanan (role model). Semua
komponen pendukung ini perlu diperhatikan dan diupayakan demi
terealisasikannya nllai-nilai akhlak di tengah masyarakat.
Daftar Pustaka

Arifin, Muzayyin, 2003. Filsapat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

Asifuddin, Ahmad Janan, 2010. Mengikuti Pilar-Pilar Pendidikan Islam,

Yogyakarta: SUKA-Press.

Assegaf, Rachman, 2011. Filsapat Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Juwariyah, 2008. Pendidikan Moral Dalam Puisi Imam Syafi`i dan Ahmad Syauqi,

Yogyakarta: Bidang Akademik.

Lahiji,Qurbani, 2011.Risalah Sang Imam (AjaranEtika Ali Bin AbiThalib), Jakarta:

al-Huda.

Marjuki, 2009.AkhlakMulia (PengantarStudiKonsep-KonsepDasarEtikaDalam Islam),

Yogyakarta: Debut Wahana.

Nata, Abuddin, 2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta: Rajawali

Press.

Nata, Abudin, 2017. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: Rajawali Press.

Tafsir, Ahmad, 2004. Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam, Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Tafsir Ahmad, 2015. Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Widodo, Semboro Ardi, 2003. Kajian Filosofis Pendidikan Barat dan Islam, Jakarta:

Fifamas.

Anda mungkin juga menyukai