KELOMPOK 4 Agama
KELOMPOK 4 Agama
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat ALLAH SWT, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
ini bisa selesai pada waktunya. Salawat beserta salam kita sanjungkan pada Nabi
besar kita Muhammad Saw,kepada keluarganya, serta para sahabatnya sekalian.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik
dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
PENDAHULUAN
Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang
juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah yang
dihasilkan dari proses menerapkan aqidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak
merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan
bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak ini akan terwujud pada diri
seseorang jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik. Akhir-akhir ini
istilah akhlak lebih didominasi istilah karakter yang sebenarnya memiliki esensi
yang sama, yakni sikap dan perilaku seseorang.
Nabi Muhammad saw. dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa
kehadirannya di muka bumi ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan
akhlak mulia di tengah-tengah masyarakat. Misi Nabi ini bukan misi yang
sederhana, tetapi misi yang agung yang ternyata untuk merealisasikannya
membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni lebih dari 22 tahun. Nabi
melakukannya mulai dengan pembenahan aqidah masyarakat Arab, kurang lebih
13 tahun, lalu Nabi mengajak untuk menerapkan syariah setelah aqidahnya
mantap. Dengan kedua sarana inilah (aqidah dan syariah), Nabi dapat
merealisasikan akhlak yang mulia di kalangan umat Islam pada waktu itu.
Tujuan dari kajian tentang akhlak ini adalah agar para mahasiswa memiliki
pemahaman yang baik tentang akhlak Islam (moral knowing), ruang lingkupnya,
dan pada akhirnya memiliki komitmen (moral feeling) untuk dapat menerapkan
akhlak yang mulia dalam kehidupan sehari-hari (moral action). Dengan kajian ini
diharapkan mahasiswa dapat memiliki sikap, moral, etika, dan karakter
keagamaan yang baik yang dapat dijadikan bekal untuk mengamalkan ilmu yang
ditekuninya di kehidupannya kelak di tengah masyarakat.
KONSEP AKHLAK ISLAM
Pengertian akhlak
Secara etimologi, istilah Akhlak berasal dari bentuk jamak khuluk yang berarti
watak, tabiat, perangai dan budi pekerti.
Imam al-Ghazali memberi batasan khuluk sebagai : “Khuluk adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang mendorong lahirnya perbuatan dengan mudah dan
ringan tanpa pertimbangan dan pemikiran mendalam”. Dari pengertian ini, suatu
perbuatan dapat disebut baik jika dalam melahirkan perbuatan-perbuatan baik itu
dilakukan secara spontan dan tidak ada paksaan atau intervensi dari orang lain.
Ibnu Miskawaih dalam kitab Tahdzibul Akhlak menjelaskan bahwa “khuluk ialah
keadaan gerak jiwa yang mendorong kearah melakukan perbuatan tanpa
pertimbangan dan pemikiran”.
Sesuai dengan pengertian di atas, akhlak merupakan manifestasi iman, Islam dan
Ikhsan sebagai refleksi sifat dan jiwa yang secara spontan dan terpola pada diri
seseorang sehingga melahirkan perilaku yang konsisten dan tidak tergantung pada
pertimbangan berdasarkan keinginan tertentu.
Semakin kuat dan mantap keimanan seseorang, semakin taat beribadah maka akan
semakin baik pula akhlaknya. Dengan demikian, akhlak tidak dapat dipisahkan
dengan ibadah dan tidak pula dapat dipisahkan dengan akidah karena kualitas
akidah akan sangat berpengaruh pada kualitas ibadah yang kemudian juga akan
sangat berpengaruh pada kualitas akhlak.
Akidah dalam ajaran Islam merupakan dasar bagi segala tindakan muslim agar
tidak terjerumus kedalam perilaku-perilaku syirik. Syirik disebut sebagai
kezaliman karena perbuatan itu menempatkan ibadah tidak pada tempatnya dan
memberikannya kepada yang tidak berhak menerimanya.
Oleh karena itu muslim yang baik akan menjaga segala ryang memiliki akidah
yang benar, ia akan mampu mengimplementasikan tauhid itu dalam bentuk akhlak
yang mulia (akhlakul karimah).
Allah berfirman dalam surat Al-An’am (06) : 82
yang artinya : Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman
mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Orang yang mendapat petunjuk adalah mereka yang tahu bersyukur, sehingga
perbuatan mereka senantiasa sesuai dengan petunjuk Allah. Inilah yang dimaksud
dengan akhak mulia. Dengan demikain ada hubungan yang amat erat antara
akidah dengant akhlak, bahkan keduanya tidak dapat dipisahkan.
Sumber Akhlak
Pembicaraan tentang Akhlak berkaitan dengan persoalan nilai baik dan buruk.
Oleh karena itu ukuran yang menjadi dasar penilaian tersebut harus merujuk pada
nilai-nilai agama Islam.
Dengan demikian, ukuran baik buruknya suatu perbuatan harus merujuk pada
norma-norma agama, bukan sekedar kesepakatan budaya. Kalau tidak demikian,
norma-norma akan berubah seiring dengan perubahan budaya, sehingga sesuatu
yang baik dan sesuai dengan agama bisa jadi suatu saat dianggap buruk pada saat
bertentangan dengan budaya yang ada.
Dalam Islam, akhlak menjadi salah satu inti ajaran. Fenomena ini telah
dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an
surat al–Qalam (4) yang artinya : “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi
pekerti yang agung.”
Keseluruhan akhlak Rasulullah ini juga diungkapkan oleh Aisyah r.a. saat ditanya
tentang akhlak Nabi. Saat itu Aisyah berkata : “Akhlak Nabi adalah Al Qur’an”.
Demikian juga disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Ahzab (33) : 21.
Artinya : Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Dengan demikian bagi umat Islam, untuk menunjuk siapa yang layak dicontoh
tidak perlu sulit sulit, cukuplah berkiblat kepada akhlak yang ditampilkann oleh
Rasulullah SAW.
Dalam sebuah hadis dinyatakan : “orang-orang mukmin yang paling sempurna
imannya adalah yang paling baik budi pekertinya” (HR. Ahmad dari Abu
Hurairah).
Merujuk pada paparan di atas, sumber akhlak bagi setiap muslim jelas termuat
dalam Al Qur’an dan hadis Nabi. Selain itu, sesuai dengan hakekat kemanusiaan
yang dimilikinya, manusia memiliki hati nurani (qalbu) yang berfungsi sebagai
pembeda antara perbuatan baik dan buruk.
Berkaitan dengan hati nurani, muncul persoalan, dapatkah dijamin bahwa hati
nurani selalu dominan dalam jiwa manusia sehingga suaranya selalu didengar,
mengingat dalam diri manusia terdapat dua potensi yang selalu bertolak belakang
yaitu potensi yang mengarah kepada kebaikan (taqwa) dan potensi yang mengarah
pada keburukan (al-fujur), dimana kekuatan yang lebih menonjol tentunya
menjadi dominan dalam mempengaruhi keputusan suatu persoalan.
Oleh karena itu, agar hati nurani seorang muslim selalu dalam kondisi kepada
kebaikan, maka ia harus selalu disucikan. Seorang muslim perlu menjaga rutinitas
dan kontinuitas ibadah, berusaha untuk selalu mendekatkan diri (taqarub) kepada
Allah, membaca sejarah orang orang terdahulu serta selalu berusaha untuk saling
menasehati dengan sesamanya.
Pembagian Akhlak Dalam Islam Ada 2 pembagian akhlak yaitu akhlak
mahmudah dan akhlak madzmumah. Adapun penjelasannya sebagai
berikut:
Akhlak Mahmudah
Yakni akhlak terpuji atau akhlak yang baik. Contohnya: pemaaf, sabar, ikhlas,
menepati janji, qonaah, jujur, penyayang, pemurah, baik hati, husnudzon dan lain
sebagainya. Dimana akhlak mahmudah ini semuanya membawa kebaikan dan
tidak merugikan orang lain.
Karena setiap akhlak terpuji ini telah ada tuntunan dan ajarannya baik dalam Al-
Qur’an ataupun Hadits nabi. Dari Imam Malik berkata “setiap agama memiliki
akhlak, dan akhlak islam ialah malu”. Malu merupakan dasar akhlak manusia,
karena dengan memiliki rasa malu pada Allah SWT maka akan takut untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tercela dan keji.
2.Akhlak Madzmumah
Yakni akhlak tercela atau perbuatan yang buruk. Contohnya:
Riya’: Beramal atau melakukan suatu perbuatan baik dengan niat untuk dilihat
orang atau mendapat pujian orang, dengan kata lain riya’ sama artinya dengan
pamer.
Sum’ah: Melakukan perbuatan atau berkata sesuatu agar didengar oleh orang
lain dengan maksud agar namanya dikenal.
Ujub: Mengagumi diri sendiri
Takabur: Membanggakan diri sendiri karena merasa dirinya jauh lebih hebat
dibandingkan orang lain.
Tamak: Serakah atau rakus terhadap apa yang ingin dimiliki.
Malas: Enggan melakukan sesuatu.
Fitnah: Mengatakan sesuatu yang bukan sebenarnya. Memfitnah merupakan
salah satu dosa yang sangat dilarang oleh agama karena fitnah itu lebih kejam dari
pembunuhan.
Bakhil: pelit, medit dan tidak suka membagi atau memberikan sesuatu yang
dimiliki pada orang lain.
AS-Sunnah
As-Sunnah menurut istilah syari’at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir
(penetapan), sifat tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri’
(pensyari’atan) bagi ummat Islam.[1]
Adapun hadits menurut bahasa ialah sesuatu yang baru.
Secara istilah sama dengan As-Sunnah menurut Jumhur Ulama.
Ada ulama yang menerangkan makna asal secara bahasa bahwa: Sunnah itu untuk
perbuatan dan taqrir, adapun hadits untuk ucapan. Akan tetapi ulama sudah
banyak melupakan makna asal bahasa dan memakai istilah yang sudah lazim
digunakan, yaitu bahwa As-Sunnah muradif (sinonim) dengan hadits.
As-Sunnah menurut istilah ulama ushulfiqih ialah segala sesuatu yang bersumber
dari Nabi j selain dari Al-Qur-an, baik perbuatan, perkataan, taqrir (penetapan)
yang baik untuk menjadi dalil bagi hukum syar’i.
Ulama ushulfiqih membahas dari segala yang disyari’atkan kepada manusia
sebagai undang-undang kehidupan dan meletakkan kaidah-kaidah bagi
perundang-undangan tersebut.
As-Sunnah menurut istilah ahli fiqih (fuqaha’) ialah segala sesuatu yang sudah
tetap dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan hukumnya tidak fardhu dan tidak
wajib, yakni hukumnya sunnah.[2]
As-Sunnah menurut ulama Salaf adalah petunjuk yang dilaksanakan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para Shahabatnya, baik tentang ilmu,
i’tiqaad (keyakinan), perkataan maupun perbuatannya.[3]
Contoh-contoh dari definisi Sunnah yang dibawakan oleh ahli hadits antara lain:
a. Hadits qauli (Sunnah dalam bentuk ucapan) ialah segala ucapan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam yang ada hubungannya dengan tasyri’, sebagaimana
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Di antara kebaikan Islam seseorang ialah meninggalkan apa-apa yang tidak
bermanfaat baginya.” [4]
b. Hadits fi’li (Sunnah yang berupa perbuatan) ialah segala perbuatan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam yang diberitakan oleh para Shahabatnya tentang
wudhu’, shalat, haji, dan selainnya.
“Dari ‘Utsman bin ‘Affan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam (apabila
berwudhu’), beliau menyela-nyela jenggotnya.” [5]
c. Hadits taqriri ialah segala perbuatan Shahabat yang diketahui oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau membiarkannya (sebagai tanda setuju)
dan tidak mengingkarinya.
1. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang datang dari diri sendiri yaitu fitrah yang suci
yang merupakan bakat bawaan sejak manusia lahir dan mengandung pengertian
tentang kesucian anak yang lahir dari pengaruh-pengaruh luarnya. Setiap anak
yang lahir ke dunia ini telah memiliki naluri keagamaan yang nantinya
akan mempengaruhi dirinya seperti unsur-unsur yang ada dalam dirinya yang
turut membentuk akhlak atau moral, diantaranya adalah ;
a. Instink (naluri)
Instink adalah kesanggupan melakukan hal-hal yang kompleks tanpa latihan
sebelumnya, terarah pada tujuan yang berarti bagi si subyek, tidak disadari dan
berlangsung secara mekanis. Ahli-ahli psikologi menerangkan berbagai naluri
yang ada pada manusia yang menjadi pendorong tingkah lakunya, diantaranya
naluri makan, naluri berjodoh, naluri keibu-bapakan, naluri berjuang, naluri
bertuhan dan sebagainya.
b. Kebiasaan
Salah satu faktor penting dalam pembentukan akhlak adalah kebiasaan atau adat
istiadat. Yang dimaksud kebiasaan adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang
sehingga menjadi mudah dikerjakan. Kebiasaan dipandang sebagai fitrah yang
kedua setelah nurani. Karena 99% perbuatan manusia terjadi karena kebiasaan.
Misalnya makan, minum, mandi, cara berpakaian itu merupakan kebiasaan yang
sering diulang-ulang.
c. Keturunan
perpindahan sifat-sifat tertentu dari orang tua kepada keturunannya, maka disebut
al- Waratsah atau warisan sifat-sifat.29 Warisan sifat orang tua terhadap
keturunanya, ada yang sifatnya langsung dan tidak langsung. Artinya, langsung
terhadap anaknya dan tidak langsung terhadap anaknya, misalnya terhadap
cucunya. Sebagai contoh, ayahnya adalah seorang pahlawan, belum tentu anaknya
seorang pemberani bagaikan pahlawan, bisa saja sifat itu turun kepada cucunya.
e. Hati nurani
Pada diri manusia terdapat suatu kekuatan yang sewaktu- waktu memberikan
peringatan (isyarat) apabila tingkah laku manusia berada di ambang bahaya dan
keburukan. Kekuatan tersebut adalah “suara batin” atau “suara hati” Fungsi hati
nurani adalah memperingati bahayanya perbuatan buruk dan berusaha
mencegahnya. Jika seseorang terjerumus melakukan keburukan, maka batin
merasa tidak senang (menyesal), dan selain memberikan isyarat untuk mencegah
dari keburukan, juga memberikan kekuatan yang mendorong manusia untuk
melakukan perbuatan yang baik. Oleh karena itu, hati nurani termasuk salah satu
faktor yang ikut membentuk akhlak manusia.
2. Faktor ekstern
Adapun faktor ekstern adalah faktor yang diambil dari luar yang mempengaruhi
kelakuan atau perbuatan manusia, yaitu meliputi ;
a. Lingkungan
Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan seseorang atau suatu
masyarakat adalah lingkungan(milleu). Milleu adalah suatu yang melingkupi
suatu tubuh yang hidup. Misalnya lingkungan alam mampu
mematahkan/mematangkan pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang ;
lingkungan pergaulan mampu mempengaruhi pikiran, sifat, dan tingkah laku.
b. Pengaruh keluarga
Setelah manusia lahir maka akan terlihat dengan jelas fungsi keluarga dalam
pendidikan yaitu memberikan pengalaman kepada anak baik melalui penglihatan
atau pembinaan menuju terbentuknya tingkah laku yang diinginkan oleh orang
tua. Dengan demikian orang tua (keluarga) merupakan pusat kehidupan rohani
sebagai penyebab perkenalan dengan alam luar tentang sikap, cara berbuat, serta
pemikirannya di hari kemudian. Dengan kata lain, keluarga yang melaksanakan
pendidikan akan memberikan pengaruh yang besar dalam
c. Pengaruh sekolah
d. Pendidikan masyarakat
Kesimpulan
Pengertian Akhlak sangat luas tidak hanya sekedar baik, buruk, etika dan moral.
Akhlak menyangkut hubungan vertikal dan horizontal. Akhlak bersumber dari
wahyu sedangkan yang lainnya berasal dari pemikiran manusia. Akhlak terbagi:
akhlak kepada Allah, Rasul, diri sendiri, keluarga, lingkungan, alam dan negara.
Akhlak tidak sulit untuk diperbincangkan, tetapi sangatlah sulit untuk
diterapkan. Adapun ini hendaknya menjadi pemicu terbentuknya manusia yang
berakhlak mulia atau yang sekarang disebut manusia yang berkarakter. Untuk
bisa berakhlak mulia, seseorang tidak harus mulai dari memahami apa itu akhlak
danapa saja nilai-nilai mulia dalam akhlak, tetapi yang terpenting adalah ia dapat
merealisasikan nilai-nilai akhak dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun
demikian, pemahaman yang benar tentang akhlak juga menjadi dasar awal bagi
seseorang sehingga memiliki motivasi yang kuat untuk bisa berakhak atau
berkarakter mulia. Untuk bisa terealisasikannya nilai-nilai akhlak dalam
kehidupan nyata dibutuhkan banyak hal, mulai dari pemahaman yang benar
tentang akhlak beserta nilai-nilai di dalamnya, fasilitasi yang cukup, aturan-
aturan yang tegas (law inforcement), dan keteladanan (role model). Semua
komponen pendukung ini perlu diperhatikan dan diupayakan demi
terealisasikannya nllai-nilai akhlak di tengah masyarakat.
Daftar Pustaka
Yogyakarta: SUKA-Press.
Persada.
Juwariyah, 2008. Pendidikan Moral Dalam Puisi Imam Syafi`i dan Ahmad Syauqi,
al-Huda.
Nata, Abuddin, 2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta: Rajawali
Press.
Nata, Abudin, 2017. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: Rajawali Press.
Tafsir, Ahmad, 2004. Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Widodo, Semboro Ardi, 2003. Kajian Filosofis Pendidikan Barat dan Islam, Jakarta:
Fifamas.