Anda di halaman 1dari 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/265534957

Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm SINTESIS FILM KEMASAN RAMAH


LINGKUNGAN DARI KOMPOSIT PATI, KHITOSAN DAN ASAM POLILAKTAT
DENGAN PEMLASTIK GLISEROL: Studi Morfologi dan Karakteri...

Article · February 2008


DOI: 10.20885/logika.vol5.iss1.art4

CITATIONS READS

2 3,481

3 authors, including:

Feris Firdaus Hady Anshory Tamhid


Universitas Islam Indonesia Universitas Islam Indonesia
10 PUBLICATIONS   10 CITATIONS    19 PUBLICATIONS   16 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Individual Research View project

All content following this page was uploaded by Feris Firdaus on 26 January 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

IDENTITAS DOKUMEN (Preview)


Judul : SINTESIS FILM KEMASAN RAMAH LINGKUNGAN DARI KOMPOSIT PATI,
KHITOSAN DAN ASAM POLILAKTAT DENGAN PEMLASTIK GLISEROL: Studi
Morfologi dan Karakteristik Mekanik
Nama Jurnal : Jurnal Logika
Edisi : Volume 5-Nomor 1-Agustus 2008
Penulis : Feris Firdaus, Sri Mulyaningsih dan Hady Anshory
Abstrak : Penelitian tentang sintesis film kemasan ramah lingkungan dari komposit pati,
khitosan dan asam polilaktat dengan pemlastik gliserol: studi morfologi dan
karakteristik mekanik telah dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 5
formula film kemasan yang dirancang dengan komposisi beragam, formula IV yang
disintesis dari komposit pati-gliserol-APL-khitosan yang mengandung gliserol 10 mL
(1 % dari total aquades) memiliki karakteristik morfologi dan mekanik yang relatif
lebih baik dari formula lainnya. Morfologi film kemasan (formula IV) menunjukkan
permukaan film yang halus, tidak terdapat retak maupun gelembung udara secara
morfologis dan stabil di suhu ruang/tidak higroskopis. Film kemasan (formula IV)
memiliki karakteristik mekanik lebih tinggi dibanding formula lainnya yang dapat
dilihat pada nilai kuat tarik, elongasi dan modulusnya. Formula IV memiliki kuat tarik:
104,42 N/m2, elongasi: 33,80 %, dan modulus: 309,54 N/m2.
keywords : film kemasan, ramah lingkungan, pati, khitosan, asam polilaktat, morfologi,
karakteristik mekanik
Kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 5 formula film kemasan yang dirancang
dengan komposisi beragam, formula IV yang disintesis dari komposit pati-gliserol-
APL-khitosan yang mengandung gliserol 10 mL (1 % dari total aquades) memiliki
karakteristik morfologi dan mekanik yang relatif lebih baik dari formula lainnya.
Morfologi film kemasan (formula IV) menunjukkan permukaan film yang halus, tidak
terdapat retak maupun gelembung udara secara morfologis dan stabil di suhu
ruang/tidak higroskopis. Film kemasan (formula IV) memiliki karakteristik mekanik
lebih tinggi dibanding formula lainnya yang dapat dilihat pada nilai kuat tarik,
elongasi dan modulusnya. Formula IV memiliki kuat tarik: 104,42 N/m2, elongasi:
33,80 %, dan modulus: 309,54 N/m2.
Penerbit : Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM)
Univervitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
Bahasa : Indonesia
Format : PDF
Web : http://www.uii.ac.id ; http://dppm.uii.ac.id
Tag : Jurnal Penelitian dan Pengabdian

1
Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

SINTESIS FILM KEMASAN RAMAH LINGKUNGAN DARI KOMPOSIT PATI,


KHITOSAN DAN ASAM POLILAKTAT DENGAN PEMLASTIK GLISEROL: Studi
Morfologi dan Karakteristik Mekanik

Feris Firdaus*, Sri Mulyaningsih**, Hady Anshory**


*Pusat Sain dan Teknologi DPPM Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, fiva_izause@yahoo.com
**Farmasi FMIPA Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
(Riset ini merupakan bagian dari riset yang disponsori oleh Menristek dalam
Program Insentif Riset Terapan 2007-2008)

ABTRAK
Penelitian tentang sintesis film kemasan ramah lingkungan dari komposit pati, khitosan dan
asam polilaktat dengan pemlastik gliserol: studi morfologi dan karakteristik mekanik telah
dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 5 formula film kemasan yang dirancang
dengan komposisi beragam, formula IV yang disintesis dari komposit pati-gliserol-APL-khitosan
yang mengandung gliserol 10 mL (1 % dari total aquades) memiliki karakteristik morfologi dan
mekanik yang relatif lebih baik dari formula lainnya. Morfologi film kemasan (formula IV)
menunjukkan permukaan film yang halus, tidak terdapat retak maupun gelembung udara secara
morfologis dan stabil di suhu ruang/tidak higroskopis. Film kemasan (formula IV) memiliki
karakteristik mekanik lebih tinggi dibanding formula lainnya yang dapat dilihat pada nilai kuat tarik,
elongasi dan modulusnya. Formula IV memiliki kuat tarik: 104,42 N/m2, elongasi: 33,80 %, dan
modulus: 309,54 N/m2.

Keywords: film kemasan, ramah lingkungan, pati, khitosan, asam polilaktat, morfologi, karakteristik
mekanik

I. PENDAHULUAN
Setiap tahun sekitar 100 juta ton plastik kemasan sintetik diproduksi dunia untuk digunakan
di berbagai sektor industri, dan kira-kira sebesar itulah sampah plastik yang dihasilkan setiap
tahun. Sesuai perkiraan Industri plastik dan Olefin Indonesia (INAAPLs), kebutuhan plastik
masyarakat Indonesia di tahun 2002 sekitar 1,9 juta ton kemudian meningkat menjadi 2,1 juta ton
di tahun 2003. Sementara kebutuhan plastik dalam negeri di tahun 2004 diperkirakan mencapai
2,3 juta ton (Martaningtyas, 2004). Plastik telah menjadi kebutuhan hidup yang terus meningkat
jumLahnya. Plastik yang digunakan saat ini merupakan polimer sintetik, terbuat dari minyak bumi
(non-renewable) yang tidak dapat terdegradasi mikroorganisme di lingkungan. Kondisi demikian ini
menyebabkan kemasan plastik sintetik tersebut tidak dapat dipertahankan penggunaannya secara
meluas karena akan menambah persoalan lingkungan dan kesehatan diwaktu mendatang.
Berdasarkan fakta dan kajian ilmiah yang ada serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya kesehatan dan lingkungan lestari, perlu dilakukannya penelitian dan pengembangan
teknologi bahan kemasan yang bersifat biodegradable (Latief, 2001).
Proyeksi kebutuhan plastik biodegradable hingga tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Japan
Biodegradable Plastic Society; di tahun 1999, produksi plastik biodegradable hanya sebesar 2500

2
Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

ton, yang merupakan 1/10.000 dari total produksi bahan plastik sintetik. Pada tahun 2010,
diproyeksikan produksi plastik biodegradable akan mencapai 1.200.000 ton atau menjadi 1/10 dari
total produksi bahan plastik dunia. Industri plastik biodegradable akan berkembang menjadi
industri besar di masa yang akan datang (Pranamuda, 2003).
Perkembangan terakhir di bidang teknologi pengemasan adalah suatu kemasan yang
bersifat antimikroba dan antioksidan. Keuntungan utama kemasan tersebut adalah dapat bersifat
seperti halnya bahan-bahan yang mengandung antiseptik seperti sabun, cairan pencuci tangan
yaitu berfungsi untuk mematikan kontaminan mikroorganisme (kapang, jamur, bakteri) secara
langsung pada saat mikroba kontak dengan bahan kemasan, sebelum mencapai bahan/produk
pangan di dalamnya sehingga produk pangan tersebut menjadi lebih awet.
Potensi khitosan yang dapat diisolasi dari limbah cangkang udang, rajungan, kepiting dan
crustaceae lainnya sangat besar di Indonesia. Contoh, udang, selama ini potensi udang Indonesia
rata-rata meningkat sebesar 7,4 % per tahun. Data tahun 2001; potensi udang nasional mencapai
633.681 ton. Apabila asumsi laju peningkatan tersebut tetap maka pada tahun 2004 potensi udang
diperkirakan sebesar 785.025 ton. Dari proses pembekuan udang untuk ekspor, 60 - 70 % dari
berat total udang menjadi limbah (bagian kulit, kepala dan ekor) sehingga diperkirakan akan
dihasilkan limbah udang sebesar 510.266 ton. Cangkang udang mengandung zat khitin dan jika
diproses lebih lanjut dengan melalui beberapa tahap, akan dihasilkan khitosan. Khitosan memiliki
sifat larut dalam suatu larutan asam organik tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya seperti
dimetil sulfoksida dan juga tidak larut pada pH 6,5. Sedangkan pelarut khitosan yang baik adalah
asam asetat (Prasetyo, 2004; Marganof, 2003). Di lain pihak khitosan bersifat tahan air, sangat
tidak beracun dan terbukti dapat menghambat pertumbuhan jamur, bakteri dan kapang (Prasetyo,
2004; Okawa et al., 2003; El Grauth, 1991; Allan dan Hadwiger, 1979) sehingga dapat berfungsi
sebagai pengawet.
Salah satu proses yang memegang peranan penting dalam produksi bahan kemasan
bersifat antimikroba adalah proses penambahan bahan aktif pada bahan kemasan tersebut.
Bahan aktif antimikroba yang telah dipakai antara lain zeolit yang tersubstitusi oleh logam perak,
triklosan, klorin dioksida, glukosa oksidase, karbondioksida (Rismana, 2004). Untuk
perkembangan di masa mendatang akan dikembangkan kemasan bersifat antimikroba dengan
bahan kemasan yang mempunyai permukaan aktif seperti khitosan, khitosan oligosakarida atau
derivatif khitosan lainnya. Di samping itu karakteristik antioksidan dapat dihasilkan dengan
menambahkan asam askorbat dan asam sitrat yang berfungsi sebagai bahan antioksidan
(Mawarwati et al., 2001).
Di Indonesia penelitian dan pengembangan teknologi kemasan plastik biodegradable
masih sangat terbatas. Hal ini terjadi karena selain kemampuan sumber daya manusia dalam
penguasaan ilmu dan teknologi bahan, juga dukungan dana penelitian yang terbatas. Sebenarnya

3
Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

prospek pengembangan biopolimer untuk kemasan plastik biodegradable di Indonesia sangat


potensial. Alasan ini didukung oleh adanya sumber daya alam, khususnya hasil pertanian yang
melimpah dan dapat diperoleh sepanjang tahun (sustainable/renewable). Berbagai hasil pertanian
yang potensial untuk dikembangkan menjadi biopolimer adalah umbi-umbian tropis khas Indonesia
(singkong/Manihot esculenta) yang dapat difermentasi menjadi asam laktat kemudian
dipolimerisasi menjadi asam polilaktat (APL) yang memiliki nilai ekonomi strategis di masa
mendatang.
Oleh sebab itu penelitian tentang sintesis film kemasan dari komposit pati-gliserol-APL-
khitosan sangat penting untuk dilakukan agar dihasilkan film kemasan ramah lingkungan (eco-
friendly packaging) yang diharapkan melalui pengembangan secara lanjut dapat bersifat
antimikroba dan antioksidan sehingga dapat meningkatkan ketahanan/keawetan produk pangan.
Selain itu juga akan dihasilkan paket teknologi tepat guna dan mendukung program pemerintah
tentang pemberdayaan clean development mechanism berbasis environmental sustainable
development dalam jangka menengah dan panjang. Kajian tentang morfologi, higroskopisitas dan
karakteristik mekanik film kemasan yang dihasilkan diperlukan untuk mengetahui performa
optimalnya.

II. METODOLOGI
Bahan baku utama yang diperlukan dalam penelitian ini adalah pati standard yang berasal
dari singkong (Manihot esculenta) diperoleh dari Bratachem Yogyakarta. Bahan utama yang kedua
adalah khitosan yang diisolasi dari limbah kulit udang yang diperoleh dari petani tambak udang di
Cirebon, Jawa Barat. Bahan utama yang ketiga adalah L (+) asam laktat 98 % (pa) yang
dipolimerisasi menjadi asam polilaktat (APL). Bahan pendukung lainnya yang diperlukan dalam
proses produksi adalah katalis SnCl2 (pa), gliserol 87 % (pa) sebagai bahan pemlastik, HCl (pa),
NaOH (pa) dan asam asetat (pa) digunakan dalam proses isolasi dan sampling khitosan,
semuanya diperoleh dari Sigma-Aldrich.
Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Fourier Transform Infra-Red
(FTIR/Awatar-Nicolet) untuk uji dan analisis derajat deasetilasi khitosan yang terkait dengan
tingkat aktivitasnya, Electric Microscope-Integrated Colour Printout (Nikon Labophot-Nikon HFX-
DX) untuk uji dan analisis morfologi produk film kemasan yang dihasilkan, Tenso Lab-MEY
(Shimadzhu) digunakan untuk uji dan analisis karakteristik mekanik film kemasan, RH-meter
(Bollmann) digunakan untuk mengukur higroskopisitas film kemasan, cetakan plastik (PE)
digunakan untuk mencetak film kemasan, oven dan desikator digunakan untuk finishing dan
conditioning, bejana gelas, termometer dan kompor elektrik digunakan dalam proses blending
komposit (sintesis), thermal magnetic stirrer diperlukan dalam proses polimerisasi asam laktat
menjadi APL.

4
Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

Metode isolasi khitosan dari kulit udang melalui proses demineralisasi, deproteinisasi dan
deasetilasi, dan uji derajat deasetilasinya dilakukan menggunakan metodenya Sabnis dan Block
(1997). Metode sintesis film kemasan dari komposit pati-gliserol-APL-khitosan dilakukan
menggunakan metodenya Firdaus dan Mulyaningsih (2008). Analisis morfologi dilakukan dengan
mengamati secara fisik film kemasan yang dihasilkan menggunakan mikroskop (EM-ICP) dengan
cara meletakkan sampel ujinya (3x3 cm) di bawah lensa microskop tersebut, gambar yang
ditampilkan dalam monitornya difoto dan dicetak. Analisis karakteristik mekanik (kuat tarik,
elongasi, modulus) dilakukan dengan cara menyiapkan sampel uji berupa film kemasan yang
dihasilkan dengan ukuran 2x30 cm kemudian dikaitkan pada penampang atas dan bawah Tenso
lab-MEY kemudian dilakukan peregangan sampai putus, dan hasil pengukurannya dapat diamati
di monitor Tenso lab. Kekuatan maksimal film kemasan diukur pada saat film menjelang putus,
yakni kuat tariknya dan persen mulurnya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


III.1 Sintesis film kemasan dari komposit pati-gliserol-APL-khitosan
Langkah pertama dalam proses síntesis komposit pati-gliserol-APL-khitosan adalah
pembuatan sediaan larutan khitosan 1 % (DD: 75,19 %) dalam jumlah yang cukup dengan cara
melarutkan khitosan 10 gram ke dalam 1 L asam asetat 0,1 % diaduk sampai larut sempurna dan
membentuk larutan kental yakni larutan khitosan: 1% sebanyak 1 L. Langkah kedua adalah
pembuatan sediaan APL dalam fasa cairan kental yang stabil dalam suhu ruangan dengan cara
polimerisasi asam laktat menjadi asam polilaktat (APL) dengan cara memanaskan 1 L asam laktat
dalam suhu 70-75 0C selama 10 menit kemudian ditambahkan katalis SnCl2 sebanyak 10 gram
diaduk merata sambil dipanaskan dalam suhu yang sama selama 15 menit kemudian didinginkan
dan diperoleh cairan kental asam polilaktat. APL yang dihasilkan berbentuk cairan kental
transparan yang stabil dalam fasa cairan kental pada suhu ruangan. Volume APL yang dihasilkan
dari 1 L asam laktat adalah 800-900 mL, atau mengalami penyusutan kadar air sebanyak 10-20
mL. Langkah ketiga adalah pembuatan sediaan suspensi pati yang dilakukan dengan cara
mencampurkan 50 gram pati dalam 1500 mL aquades diaduk sampai merata membentuk
suspensi pati untuk 1 kali proses pembuatan 5 formula. Langkah terakhir adalah
0
blending/polimerisasi semua bahan yang sudah disiapkan dalam suhu 80-90 C kemudian
dilakukan pencetakan dalam oven 45 0C selama 2x24 jam dan dikondisikan dalam suhu kamar
selama 24 jam.

5
Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

A. Formula I
Formula I terbuat dari campuran 50 mL cairan kental APL (5 % dari total aquades) dan
pemlastik gliserol sebanyak 25 mL (2,5 % dari total aquades);

Gambar III.2 Film kemasan (formula I) yang dihasilkan


Tampak dalam Gambar III.2 tersebut bahwa film kemasan yang berhasil disintesis dari
komposit pati-gliserol-APL sudah cukup transparan walaupun masih kelihatan agak kabur. Tampak
dalam Gambar III.2 tersebut bahwa yang menyebabkan kurang jernihnya film kemasan yang
dihasilkan dari komposit pati-gliserol-APL adalah distribusi APL yang kurang merata dan
kelihatannya belum menyatu secara homogen bersama pati.
B. Formula II
Formula II dibuat dengan penambahan 10 mL larutan khitosan 1 % (DD: 75,19 %) dan
tanpa penambahan APL. Film kemasan (formula II) yang dihasilkan dapat diamati dalam Gambar
III.3 berikut:

Gambar III.3 Film kemasan (formula II) yang dihasilkan


Tampak dalam Gambar III.3 tersebut bahwa film kemasan yang disintesis dari komposit
pati-gliserol-khitosan sudah cukup transparan dan kelihatan lebih jernih/transparan dibanding film
kemasan dari komposit pati-gliserol-khitosan pada Gambar III.3 di atas. Tetapi secara visual
tampak banyak dijumpai gelembung-gelembung udara yang terjebak dalam film kemasan yang
terbentuk dari komposit pati-gliserol-khitosan tersebut.

6
Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

C. Formula III
Formula III dibuat dengan penambahan gliserol 15 mL (1,5 % dari total aquades) dan
penambahan 10 mL cairan kental APL (1 % dari total aquades) serta 10 mL larutan khitosan 1 %
(DD: 75,19 %). Pengurangan komposisi APL dimaksudkan untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap distribusi APL dalam komposit atau morfologi film kemasan yang dihasilkan dan faktor
higroskopisitas film kemasan yang dihasilkan. Adapun pengurangan komposisi bahan gliserol
dimaksudkan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap karakteristik mekanik film kemasan yang
dihasilkan. Film kemasan (formula III) yang dihasilkan dapat diamati dalam Gambar III.4 berikut:

Gambar III.4 Film kemasan (formula III) yang dihasilkan


Tampak dalam Gambar III.4 tersebut bahwa film kemasan yang berhasil disintesis dari
komposit pati-gliserol-APL-khitosan sudah cukup transparan dan kelihatan lebih jernih/transparan
dibanding film kemasan dari komposit pati-gliserol-APL pada Gambar III.2 di atas dan lebih bersih
dibanding film kemasan dari komposit pati-khitosan pada Gambar III.3 karena secara morfologi
visual tidak ditemukan adanya gelembung udara pada film kemasan dari komposit pati-gliserol-
APL-khitosan (formula III) sehingga permukaannya terasa lebih halus.
D. Formula IV
Formula IV dibuat dengan penambahan gliserol 10 mL (1 % dari total aquades).
Pengurangan komposisi bahan gliserol dimaksudkan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
karakteristik mekanik film kemasan yang dihasilkan. Film kemasan (formula IV) yang dihasilkan
dapat diamati dalam Gambar III.5 berikut:

7
Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

Gambar III.5 Film kemasan (formula IV) yang dihasilkan


Tampak dalam Gambar III.5 tersebut bahwa film kemasan yang berhasil disintesis dari
komposit pati-gliserol-APL-khitosan (formula IV) secara visual relatif sama dengan film kemasan
(formula III) pada Gambar III.4 di atas. Secara visual tampak halus dan transparan serta tidak
dijumpai adanya gelembung udara yang terjebak dalam film.
E. Formula V
Formula V dibuat dengan penambahan gliserol 5 mL (0,5 % dari total aquades).
Pengurangan bahan gliserol sampai batas 5 mL (0,5 % dari total aquades) dimaksudkan untuk
mengetahui apakah film kemasan yang dihasilkan masih memiliki performa yang sama dengan
film kemasan yang menggunakan bahan gliserol 10 mL (1 % dari total aquades). Film kemasan
(formula V) yang dihasilkan dapat diamati dalam Gambar III.6 berikut:

Gambar III.6 Film kemasan (formula V) yang dihasilkan


Tampak dalam Gambar III.6 tersebut bahwa film kemasan yang berhasil disintesis dari
komposit pati-gliserol-APL-khitosan (formula V) secara visual tampak lebih kaku dan kelihatan
banyak terdapat retak-retak dan terasa lebih getas/mudah pecah. Tampaknya komposisi gliserol
sampai batas 5 mL (0,5 % dari total aquades) memiliki performa yang tidak baik karena
karakteristiknya yang terlalu kaku dan mudah pecah/retak. Dalam pembahasan berikutnya
disajikan morfologi, higroskopisitas dan karakteristik mekanik film kemasan yang dihasilkan.

8
Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

III.2 Pengaruh komposisi bahan gliserol dan APL yang ditambahkan terhadap morfologi dan
karakteristik mekanik film kemasan yang dihasilkan
Morfologi, higroskopisitas dan karakteristik mekanik film kemasan yang dihasilkan
berkaitan erat dengan komposisi bahan gliserol dan APL yang ditambahkan dalam komposit.
Dalam pembahasan sebelumnya disampaikan bahwa secara visual dapat diamati perbedaan
performa film kemasan yang dihasilkan dari beragam komposisi bahan gliserol dan APL yang
ditambahkan.
A. Morfologi film kemasan yang dihasilkan
Hasil analisis morfologi dan higroskopisitas film kemasan yang dihasilkan dari komposit
pati-gliserol-APL, komposit pati-gliserol-khitosan, dan komposit pati-gliserol-APL-khitosan yang
dinotasikan dengan formula I, II, III, IV dan V dapat diamati dalam Gambar III.7, 8, 9, 10, 11
berikut:

Pembesaran 4 kali Pembesaran 40 kali

Gambar III.7 Morfologi film kemasan yang dihasilkan (formula I)


Hasil analisis morfologi film kemasan yang dihasilkan dari komposit pati-gliserol-APL yang
mengandung 50 mL cairan kental APL (5 % dari total aquades) dan gliserol sebanyak 25 mL (2,5
% dari total aquades) dapat diamati dalam Gambar III.7 tersebut. Morfologi film kemasan yang
dihasilkan dari komposit pati-APL dengan gliserol 2,5 % (v/v) tampak sangat porous dan tampak
pada pembesaran 4 kali terdapat distribusi bahan yang tidak merata. Hal itu diprediksi karena
terlalu banyaknya persentase bahan gliserol dan komposisi APL yang ditambahkan. Dalam
Gambar III.8 berikut ditampilkan film kemasan (formula II) yang dihasilkan dari komposit pati-
gliserol-khitosan dengan persentase bahan gliserol yang sama dengan film kemasan (formula I);

9
Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

Pembesaran 4 kali Pembesaran 40 kali

Gambar III.8 Morfologi film kemasan yang dihasilkan (formula II)


Morfologi film kemasan yang dihasilkan dari komposit pati-gliserol-khitosan yang
mengandung 10 mL larutan khitosan 1 % dan gliserol sebanyak 25 mL (2,5 % dari total aquades)
dapat diamati dalam Gambar III.8 tersebut. Morfologi film kemasan yang dihasilkan (formula II)
tersebut tampak tidak porous dan tampak jauh lebih halus dengan distribusi bahan yang lebih
merata. Tampaknya film kemasan dari komposit pati-gliserol-APL (formula I) kurang baik secara
morfologis jika diberi bahan gliserol dalam persentase yang besar dan ditambah dengan
komposisi APL yang besar. Bagaimana jika dibandingkan dengan film kemasan dari komposit pati-
gliserol-APL-khitosan yang mengandung bahan gliserol dan APL lebih kecil, dapat diamati dalam
Gambar III.9 berikut;

Pembesaran 4 kali Pembesaran 40 kali

Gambar III.9 Morfologi film kemasan yang dihasilkan (formula III)


Hasil analisis morfologi film kemasan yang dihasilkan dari komposit pati-gliserol-APL-
khitosan yang mengandung gliserol 15 mL (1,5 % dari total aquades) dan 10 mL cairan kental APL
(1 % dari total aquades) serta 10 mL larutan khitosan 1 % (b/v). Morfologi film kemasan yang
dihasilkan (formula III) tersebut tampak sangat porous dengan porousitas yang cukup dalam dan
higroskopis/tidak stabil di suhu ruang. Hal itu diprediksi karena masih terlalu banyaknya
persentase bahan gliserol yang ditambahkan. Oleh sebab itu, bagaimana dengan film kemasan
yang dihasilkan dari komposit pati-gliserol-APL-khitosan dengan persentase bahan gliserol yang
lebih kecil lagi, dapat diamati dalam Gambar III.10 berikut;

10
Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

Pembesaran 4 kali Pembesaran 40 kali

Gambar III.10 Morfologi film kemasan yang dihasilkan (formula IV)


Tampak dalam Gambar III.10 tersebut morfologi film kemasan dari komposit pati-gliserol-
APL-khitosan yang mengandung gliserol 10 mL (1 % dari total aquades) menunjukkan permukaan
film yang halus, tidak terdapat retak maupun gelembung udara secara morfologis dan stabil di
suhu ruang/tidak higroskopis. Secara morfologi film kemasan yang dihasilkan (formula IV) berbeda
dengan film kemasan dari formula I, formula II dan formula III. Bagaimana jika dibandingkan
dengan film kemasan dari komposit pati-APL-khitosan dengan gliserol 5 mL (0,5 % dari total
aquades), lihat Gambar III.11;

Pembesaran 4 kali Pembesaran 40 kali

Gambar III.11 Morfologi film kemasan yang dihasilkan (formula V)


Tampak dalam Gambar III.11 tersebut bahwa morfologi film kemasan dari komposit pati-gliserol-
APL-khitosan yang mengandung gliserol 5 mL (0,5 % dari total aquades) menunjukkan permukaan
film yang retak-retak tetapi tidak higroskopis/stabil di suhu ruang. Tampaknya persentase bahan
gliserol yang ditambahkan sangat berpengaruh pada morfologi film kemasan yang dihasilkan
dengan melibatkan APL. Semakin sedikit bahan gliserol yang ditambahkan, film kemasan yang
dihasilkan akan semakin kaku dan retak, semakin banyak bahan gliserol yang ditambahkan, film
kemasan yang dihasilkan akan semakin elastis, lembek dan higroskopis. Sampai pada tahap ini
morfologi film kemasan dari komposit pati-gliserol-APL-khitosan (formula IV) memiliki performa
lebih baik dibanding film kemasan dari formula I, II, III dan V, tranparan/bening, halus dan stabil
dalam suhu ruangan. Pengembangan ke depan secara lebih lanjut dan komprehensif dalam

11
Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

kaitannya dengan penentuan formula optimal dalam mensintesis film kemasan dari komposit pati-
gliserolAPL-khitosan sangat diperlukan.
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian Latief (2001) yang menyatakan
bahwa pemilihan metode/teknologi produksi didasarkan pada evaluasi terhadap karaktersitik fisik
dan mekanik film yang dihasilkan. Semakin banyak bahan pemlastik yang ditambahakan maka
karakteristik mekaniknya akan semakin rendah dan semakin higroskopis, tetapi jika bahan
pemlastik yang ditambahakan terlalu sedikit maka film kemasan yang dihasilkan akan mudah
mengalami keretakan/kurang elastis. Penambahan bahan pemlastik harus disesuaikan dengan
karakteristik fisikokimia bahan utama lainnya yang terlibat dalam pembentukan film kemasan.

B. Karakteristik mekanik film kemasan yang dihasilkan


Karakteristik mekanik film kemasan yang dihasilkan ternyata relatif bersaing/kompetitif jika
dibandingkan dengan karakteristik mekanik produk film kemasan konvensional (polietilena) yang
beredar di pasaran. Tetapi karakteristik mekanik dan karakteristik lainnya masih memerlukan
upaya optimasi lanjutan secara lebih komprehensif agar produk film kemasan yang dihasilkan
memiliki fungsi yang lebih luas. Hasil uji karakteristik mekanik film kemasan tersebut dapat diamati
pada Tabel III.1 berikut;
Tabel III.1 Karakteristik mekanik film kemasan yang dihasilkan
Film Kemasan Kuat Tarik (N/m2) Elongasi (%) Modulus (N/m2)
Formula I 18,69 10,17 183,85
Formula II 58,86 30,33 194,05
Formula III 58,86 21,00 280,31
Formula IV 104,42 33,80 309,54
Formula V 91,56 17,07 536,46
Polietilena 163,50 25,75 634,95

Tampak dalam Tabel III.1 tersebut bahwa karakteristik mekanik film kemasan yang
dihasilkan dari komposit pati-gliserol-APL-khitosan bervariasi sesuai dengan karakteristik material
yang terlibat. Setiap formula memiliki karakteristik mekanik yang beragam sesuai dengan
komposisi bahan penyusunnya. Terbukti pada film kemasan (formula I) memiliki karakteristik
mekanik paling rendah dibanding formula lainnya yang dapat dilihat pada nilai kuat tarik, elongasi
dan modulusnya. Adapun film kemasan (formula IV) memiliki karakteristik mekanik lebih tinggi
dibanding formula lainnya yang dapat dilihat pada nilai kuat tarik, elongasi dan modulusnya.
Tampak pada film kemasan (formula I, II, IV, V) secara berurutan menunjukkan kuat tarik dan
elongasi (mulur) yang meningkat sampai pada level tertinggi pada formula IV dan pada formula V
telah mengalami penurunan. Adapun untuk modulus yang menggambarkan tingkat kekakuan
secara berurutan meningkat dan mencapai level tertinggi pada formula V. Untuk formula II
menunjukkan karakteristik mekanik yang lebih rendah dibanding formula IV, sedangkan film

12
Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

kemasan pembanding (polietilena) memiliki kuat tarik dan modulus lebih tinggi dibanding semua
formula walaupun elongasinya lebih rendah dibanding formula IV.
Latief (2001) menyatakan bahwa pemilihan metode/teknologi produksi didasarkan pada
evaluasi terhadap karaktersitik fisik dan mekanik film yang dihasilkan. Semakin banyak bahan
pemlastik yang ditambahakan maka karakteristik mekaniknya akan semakin rendah dan semakin
higroskopis, tetapi jika bahan pemlastik yang ditambahakan terlalu sedikit maka film kemasan
yang dihasilkan akan mudah mengalami keretakan/kurang elastis. Penambahan bahan pemlastik
harus disesuaikan dengan karakteristik fisikokimia bahan utama lainnya yang terlibat dalam
pembentukan film kemasan.
Sifat mekanik dari plastik biodegradabel yang dihasilkan tergantung dari keadaan
penyebaran pati dalam fase plastik, dimana bila pati tersebar merata dalam ukuran mikron dalam
fase plastik, maka produk plastik biodegradabel yang didapat akan mempunyai sifat mekanik yang
baik (Pranamuda, 2003). Karakteristik mekanik suatu film kemasan dapat disesuaikan dengan nilai
fungsi di tingkat aplikasinya karena tidak semua aplikasi kemasan diperuntukkan untuk kemasan
yang memiliki karakteristik mekanik tinggi. Berdasarkan data karakteristik mekanik film kemasan
dalam Tabel III.1 tersebut tampak bahwa karakteristik mekanik film kemasan yang berhasil
disintesis dari komposit pati tropis-pemlastik-PLA-khitosan yang mengandung bahan pemlastik
gliserol 10 ml (1 % dari total aquades) menunjukkan karakteristik mekanik yang memuaskan dan
lebih tinggi dibanding film kemasan yang dihasilkan dari komposit lainnya. Karakteristik mekanik
film kemasan yang dihasilkan tersebut masih membutuhkan upaya optimasi lebih lanjut dan
komprehensif agar diperoleh karakteristik mekanik yang lebih tinggi dan dapat bersaing dengan
film kemasan konvensional.

IV. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 5 formula film kemasan yang dirancang dengan
komposisi beragam, formula IV yang disintesis dari komposit pati-gliserol-APL-khitosan yang
mengandung gliserol 10 mL (1 % dari total aquades) memiliki karakteristik morfologi dan mekanik
yang relatif lebih baik dari formula lainnya. Morfologi film kemasan (formula IV) menunjukkan
permukaan film yang halus, tidak terdapat retak maupun gelembung udara secara morfologis dan
stabil di suhu ruang/tidak higroskopis. Film kemasan (formula IV) memiliki karakteristik mekanik
lebih tinggi dibanding formula lainnya yang dapat dilihat pada nilai kuat tarik, elongasi dan
modulusnya. Formula IV memiliki kuat tarik: 104,42 N/m2, elongasi: 33,80 %, dan modulus: 309,54
N/m2.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan banyak terimakasih pada Kementerian Negara Riset dan Teknologi
(Menristek) yang telah membiayai riset ini dalam Program Insentif Riset Terapan 2007-2008.

13
Jurnal Penelitian & Pengabdian dppm.uii.ac.id

DAFTAR PUSTAKA
Allan dan Hadwiger, (1979) dalam Prasetyo, K.W. (2004). Pemanfaatan Limbah Cangkang Udang
sebagai Bahan Pengawet Kayu Ramah Lingkungan. S Hut UPT Balitbang Biomaterial
LIPI Cibinong, Bogor.
El Grauth (1991) dalam Prasetyo, K.W. (2004). Pemanfaatan Limbah Cangkang Udang sebagai
Bahan Pengawet Kayu Ramah Lingkungan. S Hut UPT Balitbang Biomaterial LIPI
Cibinong, Bogor.
Fahmi, R. (1997). Isolasi dan Transformasi Khitin Menjadi Khitosan. Jurnal Kimia Andalas. 3 (1) :
61 – 68.
Ferrer, J., G. Paez, Z. Marmol, E. Ramons, H. Garcia and C.F. Forster. (1996). Acid hydrolysis of
Shrimp Shell Wastes and The Production of Single Chell Protein from The Hydrolysate.
Journal Bioresource Technology. 57(1):55– 60.
Firdaus F dan Mulyaningsih S. (2008), Morfologi Film Plastik Biodegradable dari Komposit Pati
Tropis-PLA, Pati Tropis-Khitosan, dan Pati Tropis-PLA-Khitosan, Jurnal TEKNOIN ISSN
0853-8697 (Terakreditasi) Edisi Juni 2008.
Habibie, S. 2000. Polimer Khitosan dan Penggunaannya. Majalah Ilmiah Pengkajian Industri
(Topik : Material), Edidi No. : 11/Agustus/2000 ISSN : 1410-3680 Penerbit: Deputi
Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa, BPPT.
Latief, R. (2001). Teknologi Kemasan Kemasan Biodegradable, Makalah Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pascasarjana/S3 IPB, Bandung, http://www.hayati-
ipb.com/users/rudyct/indiv2001/rindam_latief.htm
Marganof, (2003). Potensi Limbah Udang sebagai Penyerap Logam Berat (timbal, kadmium dan
tembaga) di Perairan. Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702), Program Pasca
Sarjana / S3, ITB.
Martaningtyas, D. (2004). Potensi Plastik Biodegradable, 02 September 2004. http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/0904/02/cakrawala/lainnya06.htm
Mawarwati S., Widjanarko SB., dan Susanto T. (2001). Mempelajari Karakteristik Edible Film
Berantioksidan Dari Germ Gandum (Triticum Aestivum L.) Dan Pengaruhnya Dalam
Pengendalian Pencoklatan Pada Irisan Apel (Malus Sylvestris). Jurnal Biosain Vol.1, No.1
2001.
Pranamuda, H. (2003). Pengembangan Bahan Plastik Biodegradabel Berbahanbaku
PatiTropis,http://wwwstd.ryu.titech.ac.jp/~indonesia/zoa/paper/htmL/paperHardaningPran
amuda.htmL
Prasetyo, K.W. (2004). Pemanfaatan Limbah Cangkang Udang
sebagai Bahan Pengawet Kayu Ramah Lingkungan. S Hut UPT Balitbang Biomaterial
LIPI Cibinong, Bogor.
Okawa Y., Kobayashi M., Suzuki S. and Suzuki M. (2003). Comparative Study of Protective Effects
of Chitin, Chitosan, and N-Acetyl Chitohexaose against Pseudomonas aeruginosa and
Listeria monocytogenes Infections in Mice, Biol. Pharm. Bull. Vol. 26 No. 6 P. 902—904
(2003).
Rismana, E. (2004). Kemasan Antimikroba, 18 Maret 2004. P3TFM, BPPT Jakarta. http://pikiran-
akyat.com/cetak/0304/18/cakrawala/lainnya04.htm
Sabnis S dan Block LH. (1997). Improved Infrared Spectroscopic Method for The Analysis of
Degree of N-deacetylation of Chitosan. Polymer Bulletin, 39: 67-71, 1997.

14

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai