Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu kejadian yang paling sering terjadi dalam bidang kebidanan
dan kandungan dengan keluhan adanya perdarahan pervaginam yakni
terjadinya abortus. Abortus inkomplit dapat didefinisikan sebagai pengeluaran
sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih
ada sisa tertinggal dalam uterus.3 Kejadian abortus inkomplit ini diperkirakan
terjadi pada 10-15% kehamilan. Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang
dapat mengancam keselamatan ibu karena adanya perdarahan yang masif
yang bisa menimbulkan kematian akibat adanya syok hipovolemik apabila
keadaan ini tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Seorang ibu
hamil yang mengalami abortus inkomplit dapat mengalami guncangan psikis
tidak hanya pada ibu namun juga pada keluarganya, terutama pada keluarga
yang sangat menginginkan anak.11

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta


abortus dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian: 1,3 juta
dilakukan di Vietnam dan Singapura, 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia,
155.000 sampai 750.000 di Filipina dan 300.000 sampai 900.000 di Thailand,
namun tidak dikemukakan perkiraan tentang abortus di Kamboja, Laos dan
Myanmar. Abortus di Indonesia dilakukan Baik di daerah perkotaan maupun
pedesaan. Dan dilakukan tidak hanya oleh mereka yang mampu tapi juga oleh
mereka yang kurang mampu Di perkotaan abortus dilakukan 24-57% oleh
dokter, 16-28% oleh bidan/perawat, 19-25% oleh dukun dan 18-24%
dilakukan sendiri. Sedangkan, di pedesaan abortus dilakukan 13-26% oleh
dokter, 18-26% oleh bidan/perawat, 31-47% oleh dukun dan 17-22%
dilakukan sendiri. Cara abortus yang dilakukan oleh dokter dan bidan/perawat
adalah berturut-turut: kuret isap (91%), dilatasi dan kuretase (30%) serta
prostaglandin/suntikan (4%). Abortus yang dilakukan sendiri atau dukun

1
memakai obat/hormon (8%), jamu/obat tradisional (33%), alat lain (17%) dan
pemijatan (79%). Survei yang dilakukan di beberapa klinik di Jakarta, Medan,
Surabaya dan Denpasar menunjukkan bahwa abortus dilakukan 89% pada
wanita yang sudah menikah, 11% pada wanita yang belum menikah dengan
perincian: 45% akan menikah kemudian, 55% belum ada rencana menikah.
Sedangkan golongan umur mereka yang melakukan abortus: 34% berusia
antara 30-46 tahun, 51% berusia antara 20-29 tahun dan sisanya 15% berusia
di bawah 20 tahun. Abortus inkomplit sering terjadi pada wanita hamil
apabila dilakukan penanganan yang cepat dan tepat maka komplikasi yang
timbul dapat diminimalkan. Namun, apabila abortus ini tidak ditangani
dengan baik maka dapat menimbulkan kematian ibu.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Menurut WHO, abortus didefinisikan sebagai penghentian kehamilan


sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau berat janin kurang dari 500
gram. Sedangkan abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil
konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa jaringan
yang tertinggal di dalam uterus.11

Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada


kehamilan sebelum 20 minggu atau berat badan janin kurang dari 500 gram
dan masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus (Cunningham, et al.,
2014). Pada abortus inkomplit ini didapatkan kanalis servikalis yang
membuka (Cunningham, et al., 2014).

B. Epidemiologi

Di Amerika serikat banyak kehamilan tidak viable, dengan perkiraan


kematian 50% sebelum keterlambatan pertama periode menstruasi.
Kehamilan ini biasanya tidak menunjukan gejala klinis. Abortus spontan yang
klasik ditunjukan secara klinis (dengan tes darah, USG) kematian janin
sebelum usia 20 minggu. Perkiraan terjadinya 10-15% kehamilan. 10
Morbiditas abortus inkomplit sama dengan abortus spontan dan termasuk
perdarahan, infeksi, dan dipertahankannya produk konsepsi. Angka kejadian
sama pada semua ras. Kegagalan kehamilan meningkat sesuai dengan umur
dan peningkatan yang signifikan pada wanita yang berumur lebih dari 40
tahun, umur dan peningkatan paritas menyebabkan peningkatan resiko
kematian janin pada wanita kurang dari 20 tahun, kejadian kematian janin
diperkirakan 12% dari kehamilan. Pada wanita yang berumur lebih dari 20
tahun, kejadian kematian janin diperkirakan 26% dari kehamilan. 3,11 Umur

3
secara langsung berpengaruh pada oocyte. Saat oocyte dari wanita muda
dipergunakan untuk membuat embrio untuk diberikan pada penerima yang
lebih tua, rata-rata implantasi dan rata-rata ekspresi kehamilan terlihat pada
wanita yang lebih muda; angka kematian janin dan abnormalitas kromosom
menurun, akibat tidak beresponnya uterus pada wanita usia reproduktif yang
lebih tua.10

C. Etiologi
Menurut Cunningham3 terdapat beberapa penyebab janin dan ibu yang
menyebabkan aborsi spontan yaitu:
a. Aneuploidi
Temuan morfologi tersering pada abortus spontan adalah keliruan
perkembangan zigot, mudigah, janin dini, atau kadang-kadang plasenta,
dan sering terdapat kelainan kromosom. Sebagai contoh, 60 % mudigah
yang di aborsi mengalami kelaianan kromosom. Trisomi autosom
merupakan kelaianan kromosom yang tersering ditemukan pada aborsi
trimester pertama. Trisomi 13, 16, 18, 21 dan 22 merupakan yang paling
sering. Monosomi X (45,X) merupakan kelaianan kromoson tersering
berikutnya dan memungkinkan kehidupan pada janin perempuan (misal
sindrom tuner). Trilpoidi sering berkaitan degenerasi hidropik plasenta.
Umumnya mengalami aborsi pada awal trimester pertama. Tiga perempat
dari aborsi aneuploidi terjadi sebelum 8 minggu, sedangkan aborsi
euploidi terjadi pada sekitar 13 minggu. Insiden aborsi euploidi meningkat
secara drastis setelah usia ibu 35 tahun.
b. Infeksi
Herpes simpleks dilaporkan menyebabkan peningkatan insinden
aborsi setelah infeksi pada awal kehamilan. Aborsi spontan juga secara
indepeden berkaitan dengan antibodi virus imunodefisiensi manusia tipe I
(HIV-1) pada ibu, serorektivitas sifilis pada ibu, terdapat bukti yang
mendukung peran Mycoplasma himonis dan Ureaplasma urealyticum
dalam aborsi. Infeksi kronis oleh organisme seperti Brucella abortus,
Camplyblacter fetus, Toxoplasma gondii, Listeria monocytogenesis, atau
Chlamydia trachomatis belum berkaitan dengan abortus spontan.

4
c. Gizi
Belum ada bukti menyakinkan bahwa defisiensi salah satu nutrisi dalam
diet atau defisiensi moderat seluruh nutrien merupakan kausa penting
aborsi.
d. Kelainan endokrin
Hipotiroidisme klinis tidak berkaitan dengan peningkatan insiden aborsi.
Akan tetapi, wanita dengan hipotiroidisme subklinis dan dengan
otoantiboditiroid mungkin memperlihatkan peningkatan resiko. Aborsi
spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat pada wanita diabetes
tergantung insulin dan resiko ini berkaitan dengan derajat pengendalian
metabolik. Sekresi progesteron yang kurang memadai oleh korpus luteum
atau plasenta dilaporkan berkaitan dengan peningkatan insiden aborsi.
e. Pemakaian obat
Merokok dilaporkan berkaitan dengan peningkatan risiko aborsi euploidi.
Bagi wanita yang merokok lebih dari 14 batang sehari, resiko
meningkatkan sekitar dua kalinya. Sering minum alkohol selama 8 minggu
pertama kehamilan dapat menyebabkan aborsi spontan dan malformasi
janin. Angka aborsi meningkat dua kali pada wanita yang minum
minuman alkohol setiap hari. Konsumsi kopi lebih dari empat cangkir
sehari tampaknya sedikit meningkatkan resiko aborsi spontan.
f. Kelainan Imunologik
Dua model patofisiologis utama untuk menerangkan aborsi spontan terkait
imunitas adalah teori otoinum (imunitas terhadap diri sendiri) dan teori
aloimun (imunitas terhadap orang lain). Sampai 15% wanita dengan
kematian janin berulang memiliki faktor otoimun. Penyakit otonium yang
telah dipastikan berkaitan dengan aborsi adalah sindrom antibodi
antifosfolipid. Mekanisme terhentinya kehamilan pada para wanita ini
diperkirakan berkaitan dengan thrombosis dan infark plasenta. Sejumlah
wanita dengan aborsi rekuren didiagnosis mengalami kelainan aloimun.
Meskipun validitas diagnosis masih diragukan, namun beberapa studi
membuktikan adanya perbaikan hasil akhir kehamilan pada mereka yang
diterapi dengan leukosit suami.
g. Defek uterus

5
Defek uterus dapat berupa perkembangan atau di dapat. Kelainan uterus
dapat dibedakan menjadi kelainan yang terjadi akibat kelainan spontan
atau terinduksi oleh pajanan dietilstilbestrol (DES). Adhesi intrauterin
biasanya disebabkan oleh kuratase pada abortus terinfeksi, komplikasi
pasca partus.
h. Laparotomi
Trauma laparotomi kadang dapat memicu abortus. Secara umum, semakin
dekat letak pembedahan dengan organ-organ panggul, maka resikonya
semakin besar.

D. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis
kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut
menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya sehingga
merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8
minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena vili
koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8
sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga
umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang
dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu
kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas
dengan lengkap.8,11

E. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis yang biasa terjadi antara lain sebagai berikut:


Amenoroe, dapat berupa Perdarahan pervaginam, Sakit perut dan mules-
mules, Tes kehamilan menunjukkan positif. Pada pemeriksaan dalam
dijumpai gambaran berupa, kanalis servikalis terbuka kadang tidak, dapat
diraba jaringan dalam rahim atau kanalis servikalis, porsio masih terbuka atau
sudah tertutup.7

6
F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesa
- Adanya amenore pada masa reproduksi
- Perdarahan pervagina disertai jaringan hasil konsepsi
- Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis
2. Pemeriksaan Fisik
- Abdomen biasanya lembek dan tidak nyeri tekan
- Pada pemeriksaan pelvis, sisa hasil konsepsi ditemukan di dalam
uterus, dapat juga menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina
- Serviks terlihat dilatasi dan tidak menonjol
- Pada pemeriksaan bimanual didapatkan uterus membesar dan lunak.
3. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin,
leukosit, waktu bekuan, waktu perdarahan, dan trombosit
- Pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil
konsepsi.1,5

G. Diagnosis Banding
- Kehamilan ektopik tuba
Kehamilan ektopik adalah kehamilan ovum yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh di tempat yang tidak normal, termasuk kehamilan servikal
dan kehamilan kornual.
- Abortus mola
Adalah perdarahan pervaginam, yang muncul pada 20 minggu
kehamilan biasanya berulang dari bentuk spotting sampai dengan
perdarahan banyak. Pada kasus dengan perdarahan banyak sering
disertai dengan pengeluaran gelembung dan jaringan mola. Dan pada
pemeriksaan fisik dan USG tidak ditemukan ballotement dan detak
jantung janin.3,4

7
H. Penatalaksanaan

Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan


diperiksa apakah ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan
dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pembedahan maupun medis.
Teknik pembedahan dapat dilakukan dengan pengosongan isi uterus baik
dengan cara kuretase maupun aspirasi vakum. Induksi abortus dengan
tindakan medis menggunakan preparat antara lain: oksitosin intravenous,
larutan hiperosmotik intraamnion seperti larutan salin 20% atau urea 30%,

8
prostaglandin E2, F2a dan analog prostaglandin yang dapat berupa injeksi
intraamnion, injeksi ekstraokuler, insersi vagina, injeksi parenteral maupun
per oral, antiprogesteron - RU 486 (mefepriston), atau berbagai kombinasi
tindakan tersebut diatas.
Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang tertinggal terletak secara
longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari ostium eksterna yang
sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep cincin. Bila plasenta
seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus, induksi medis
ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut diperlukan
untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut.2 Evakuasi jaringan sisa di
dalam uterus untuk menghentikan perdarahan dilakukan dengan cara8,9:
1) Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16
minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan
berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskular atau misoprostol 400 mcg per
oral.
2) Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang
dari 16 minggu, evakuasi hasil konsepsi dengan:
• Aspirasi Vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih. Evakuasi dengan
kuret tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
• Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskular (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400
mcg per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu).
3) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
• Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam
fisiologis atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
• Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
• Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.

9
Teknik kuretase dengan penyedotan (aspirasi vakum) sangat bermanfaat
untuk mengosongkan uterus, dilakukan dengan menyedot isi uterus
menggunakan kanula yang terbuat dari bahan plastik atau metal dengan
tekanan negatif. Metode ini merupakan metode pilihan untuk mengatasi
abortus inkomplit. Evakuasi jaringan sisa dapat dilakukan secara lengkap
dalam waktu 3-10 menit.2,10
Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih dahulu.
Kosongkan kandung kencing. Kemudian lakukan tindakan antisepsis pada
genitalia eksterna, vagina dan serviks. Spekulum vagina dipasang dan
selanjutnya serviks dipresentasikan dengan tenakulum. Pemeriksaan lanjut
dapat dilakukan 1-2 minggu kemudian9. Penatalaksanaaan abortus dengan
teknik medis dibuktikan aman dan efektif. Efikasi terapi mifepriston dengan
misoprostol dilaporkan sebesar 98% pada kehamilan trimester pertama awal.
Namun demikian, pada abortus inkomplit, metode ini tidak memberikan
keuntungan yang signifikan. Untuk mencapai ekspulsi spontan yang lengkap
dengan terapi prostaglandin (misoprostol) diperlukan waktu rata-rata selama
9 hari. Regimen mefepriston, antiprogesteron digunakan secara luas, bekerja
dengan cara mengikat reseptor progesteron, sehingga terjadi inhibisi efek
progesteron untuk menjaga kehamilan. Dosis yang digunakan 200 mg.
Kombinasi selanjutnya (36-48 jam) dengan pemberian prostaglandin 800 μg
insersi vagina mengakibatkan kontraksi uterus lebih lanjut yang kemudian
diikuti dengan ekspulsi jaringan konsepsi. Efek yang terjadi pada terapi
dengan obat-obatan ini berupa kram pada perut yang disertai dengan
perdarahan yang menyerupai menstruasi namun dengan fase yang
memanjang, selama 9 hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari.
Kontraindikasi penggunaan obat-obat tersebut adalah pada keadaan dengan
gagal ginjal akut, kelainan fungsi hati, perdarahan abnormal, perokok berat
dan alergi.10

10
I. Komplikasi
- Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada
waktunya.
- Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus
provokatus kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya
perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain.
- Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat.
- Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang
merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu
staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma,
Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas
vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili, streptococci,
staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides
sp, Listeria dan jamur.

Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua. Pada


abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke
perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium. Organisme-organisme
yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi paska abortus
adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob,
Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium
perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria
gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus
pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.1,5,8

11
J. Prognosis

Kecuali adanya inkompetensi serviks, angka kesembuhan yang


terlihat sesudah mengalami tiga kali abortus spontan akan berkisar antara 70
dan 85% tanpa tergantung pada pengobatan yang dilakukan. Abortus
inkomplit yang di evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan
prognosis yang baik terhadap ibu.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi


pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa jaringan yang
tertinggal di dalam uterus. Gambaran klinis yang biasa terjadi antara lain
sebagai berikut: Amenoroe, dapat berupa Perdarahan pervaginam, Sakit
perut dan mules-mules, Tes kehamilan menunjukkan positif. Untuk
mengurangi resiko perdarahan dan komplikasi lain yang mungkin timbul,
maka pada kasus abortus inkomplit ini dilakukan pengeluaran sisa jaringan
dengan kuretase, kemudian diberikan medikamentosa seperti golongan
uterotonika, antibiotik dan analgetik. Tindakan kuretase dengan
memasukkan alat ke dalam uterus ibu akan meningkatkan resiko infeksi
sehingga pemberian antibiotik sebagai profilaksis sangat diperlukan.
Kuretase juga merupakan prosedur yang cukup berbahaya karena sedikit
kesalahan dapat membuat uterus perforasi. Penatalaksanaan awal yang
cepat dan tepat dapat menghindarkan ibu dari bahaya syok yang akhirnya
dapat menimbulkan kematian. Penderita disarankan untuk kontrol ke
poliklinik satu minggu kemudian untuk mengetahui perkembangan
penderita. Abortus inkomplit yang dievakuasi lebih dini tanpa disertai
infeksi memberikan prognosis yang baik

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Abortion-Incomplete. Available at: http://www.medlineplus.com.


Accessed on Accessed on January,21 2006
2. Branch DW, Scott JR. Early Pregnancy Loss. In: Scott JR, Gibbs RS,
Karlan BY, Haney AF, editors. Danforth’s Obstetrics and Gynecology
9th ed. Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins, 2003.
3. Cunningham GE, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC,
Wenstrom KD. Abortus. In: Cunningham GE, Gant NF, Leveno KJ,
Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD, editors. Williams Obstetrics
21st ed. New York, NY: McGraw Hill; 2001.
4. Garmel SH. Early Pregnancy Risk. In: DeCherney AH, Nathan L,
editors. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment 9th
ed. New York, NY: McGraw Hill; 2003.
5. Incomplete Abortion. Gugur Kandungan. Available at:
http://www.findarticles.com Accessed on January,21 2006
6. Joseph , HK. (2010). Ginekologi dan Obsteri (Obsgyn) . Yogyakarta :
Nuha Medika
7. Mansjoer, arif., 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ke 3.
Jakarta : FK UI press.pp78-88.
8. Mochtar R. Abortus dan Kelainan dalam Kehamilan Tua. Dalam: Lutan
D, editor. Sinopsis Obstetri ed 2. Jakarta: EGC, 1998.
9. Spontaneous and Recurrent Abortion: Etiology, Diagnosis, Treatment.
In: Stenchever MA, Droegemuller W, Herbst AL, Mishell DR, editors.
Comperhensive Gynecology. St Louis: Mosby, 2002.

13
10. Valley VT. Abortion, Incomplete. In: Emedicine. 30 Mei 2006.
http://www.emedicine.com/emerg/OBSTETRICS_AND_GYNECOLO
GY.htm (04 Oktober 2008).
11. Wibowo B, Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan.
Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T, editor. Ilmu
Kebidanan ed 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2002.

14

Anda mungkin juga menyukai