Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Perkembangan yang sangat pesat pada dunia usaha sangat berpengaruh

terhadap lingkup aktivitas perusahaan-perusahaan yang merupakan tulang

punggung perekonomian bagi perkembangan dalam dunia usaha. Dalam

menjalankan usahanya, perusahaan senantiasa menghadapi berbagai risiko yang

dinamakan risiko bisnis (business risk), termasuk di antaranya adalah risiko

terjadinya kecurangan (fraud) (Amrizal, 2004).

Fraud (kecurangan) hingga saat ini merupakan salah satu hal yang

fenomenal baik di negara berkembang maupun negara maju. Kecurangan

merupakan penyimpangan dan perbuatan hukum yang dilakukan secara sengaja,

untuk keuntungan pribadi/kelompok secara fair ; secara langsung dan tidak

langsung merugikan pihak lain (Koesmana, Kristiawan, dan Rizki, 2007:62).

Seiring dengan semakin meningkat dan kompleksnya operasi di dalam

perusahaan, hal ini menimbulkan kesulitan bagi manajemen puncak untuk

berkomunikasi dengan lini operasi diperusahaan. Hal ini menyebabkan

manajemen puncak kesulitan untuk mengetahui apakah kepentingan perusahaan

telah terlayani dengan semestinya; apakah prosedur-prosedur yang ditetapkan

telah ditaati; apakah kinerja karyawan-karyawan yang bertugas sudah efisien;

apakah pendekatan-pendekatan yang ada masih efektif mengingat telah

banyaknya perubahan kondisi ekonomi saat ini. Keterbatasan komunikasi antara

1
2

manajemen puncak dengan lini operasi di dalam perusahaan ini dapat memicu

kemungkinan terjadinya kecurangan (fraud).

Ada tiga bentuk kecurangan (fraud), antara lain penyalahgunaan atas aset

yang melibatkan pencurian aktiva entitas; yang kedua pembuatan pernyataan

palsu atas laporan keuangan salah saji atau pengabaian jumlah atau pengungkapan

yang disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan keuangan tersebut;

dan yang ketiga yaitu korupsi penyalahgunaan jabatan untuk keuntungan pribadi

(Tuannakotta, 2007:96). Bentuk kecurangan tersebut harus dicegah supaya tidak

terjadi atau setidaktidaknya dapat mengurangi adanya tindakan kecurangan

(Karyono, 2013:47).

Kasus kecurangan (fraud) yang tengah hangat diperbincangkan di media

massa adalah kasus tindak pidana korupsi yang menyeret Direktur PT Pos

Indonesia. Sejumlah borok korupsi yang terjadi di PT Pos Indonesia kian terkuak.

Setelah Kejaksaan Agung mengungkap kasus korupsi pengadaan Portable Data

Terminal (DPT) di perusahaan itu, kali ini Kejaksaan Agung kembali menemukan

dugaan korupsi terkait biaya pengiriman Kartu Perlindungan Sosial (KPS) tahun

2013. Penyidik Kejaksaan Agung telah menyidik kasus ini sejak awal Januari

2016 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan nomor Print-01/F.2/Fd.1/01/2016.

Sejauh ini telah ada tiga orang yang ditetapkan tersangka. Mereka adalah Zulkifli

Assagaf bin Salim (mantan Senior Vice President PT Pos), Arjuna (karyawan

BUMN) dan Pamungkas Tedjo Asmoro. Menurut M Rum, kasus itu bermula dari

munculnya Surat Izin Tambahan Biaya Pendistribusian KPS dari 10 wilayah area

kantor pos sebesar Rp21,7 miliar. Surat ini ternyata tanpa adanya detail/rincian
3

kekurangan biaya dimaksud dari UPT yang direkapitulasi oleh kepala area

operasi. Surat itu ditandatangani tersangka Zulkifli Assagaf selaku Ketua II Satgas

KPS Pusat. Selanjutnya kepala area operasi menindaklanjutinya dengan

mengeluarkan surat keputusan tentang izin tambahan biaya operasional

pendistribusian kepada masing-masing UPT. Atas dasar surat izin itulah, kepala

UPT mengeluarkan kas perusahaan dengan alasan untuk pembayaran honor

petugas pengantar KPS dan sewa kendaraan berdasarkan format yang

dipresentasikan Tedjo ketika pertemuan di Hotel Bilique, Lembang. Namun pada

kenyataannya sebagian dana itu digunakan antara lain untuk membeli telepon

seluler dan diserahkan kepada pimpinan area operasi. Sebagai bukti

pertanggungjawaban dana, para kepala UPT terpaksa membuat bukti dengan

kuitansi palsu atau kuitansi pembayaran yang di-mark up. Pada tahun sebelumnya,

Kejaksaan Agung juga telah membongkar kasus pengadaan PDT. Dari hasil

penghitungan BPKP ditaksir kerugian negara kasus ini mencapai Rp9,56 miliar.

Ada lima tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Direktur Utama PT Pos

Indonesia Budi Setiawan, karyawati PT Datindo Infonet Prima Sukianti Hartanto,

Direktur PT Datindo Infonet Prima Effendy Christina, dan Muhajirin selaku

Penanggung Jawab Satuan Tugas Pemeriksa dan Penerima Barang di PT Pos

Indonesia Bandung. Selain itu ada pula Senior Vice Presiden Technologi

Informasi PT Pos Indonesia Budhi Setyawan. Kasus ini telah disidang di

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung. Bahkan para terdakwa

telah divonis bersalah dengan hukuman rata-rata satu tahun kurungan. Dalam

sidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Senin, 26 Oktober 2015,


4

majelis hakim menjatuhkan vonis 1 tahun penjara terhadap seluruh terdakwa

kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat portable data terminal (PDT)

di PT Pos. Selain vonis kurungan, para terdakwa juga diwajibkan membayar

denda Rp100 juta subsider satu bulan kurungan (Gresnews.com, 2016).

Berkaca dari dua kasus diatas, untuk meminimalisir terjadinya tindak

kecurangan (fraud), manajemen perusahaan memerlukan bantuan SPI (Satuan

Pengawasan Internal) atau Audit Internal didalam perusahaan tersebut yang

bertugas untuk mengevaluasi suatu sistem dan prosedur yang telah disusun secara

benar dan sistematis serta apakah telah diimplementasikan secara benar, melalui

pengamatan, penelitian, dan pemeriksaan atas pelaksanaan tugas yang telah

didelegasikan di setiap unit kerja perusahaan (Amrizal, 2004:1-3).

Audit internal muncul karena adanya kebutuhan organisasi yang semakin

kompleks akibat dari banyaknya anggota dari perusahaan. Auditor internal

ditunjuk untuk mengaudit kinerja manajemen dengan prosedur yang berlaku

karena mereka menguasai ilmu audit dan akuntansi. Selain itu ada kegiatan audit

internal lainnya yaitu menguji dan menilai efektivitas dan kesuksesan sistem

pengendalian intern dalam suatu perusahaan. Audit internal membantu organisasi

untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur

untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko,

pengendalian dan proses governance (The Institute of Internal Auditors Research

Foundation, 2009:2).

Untuk mendukung kemampuan auditor dalam mencegah dan mendeteksi

kecurangan yang dapat terjadi, auditor perlu untuk mengerti dan memahami
5

kecurangan, jenis, karakteristiknya, serta cara untuk mendeteksinya. Cara yang

dapat digunakan untuk mencegah kecurangan antara lain dengan tanda, sinyal,

atau red flags suatu tindakan yang diduga menyebabkan atau potensial

menimbulkan kecurangan. Red flags merupakan suatu kondisi yang janggal atau

berbeda dari keadaan normal. Dengan kata lain, red flags merupakan petunjuk

atau indikasi akan adanya sesuatu yang tidak biasa dan memerlukan penyidikan

lebih lanjut (Marcelina et al, 2009:53). Meskipun timbulnya red flags tidak selalu

mengindikasikan adanya kecurangan, namun red flags biasanya selalu muncul di

setiap kasus kecurangan terjadi dan dapat membantu langkah selanjutnya bagi

auditor untuk dapat memperoleh bukti awal atau mendeteksi adanya kecurangan.

(Amrizal, 2004)

Adapun faktor penyebab terjadinya kecurangan tidak terlepas dari konsep

segitiga kecurangan yaitu tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan

rasionalisasi (razionalization) yang disebut sebagai fraud triangle. Faktor tekanan

adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan kecurangan yang

diakibatkan karena kebutuhan atau masalah finansial. Kedua, factor kesempatan

terjadi karena kurang efektifnya pengendalian internal. Dan ketiga, faktor

rasionalisasi dimana sikap pembenaran yang dilakukan oleh pelaku dengan

merasionalkan bahwa tindakan kecurangan adalah sesuatu yang wajar

(Tuannakotta, 2007:107-111).

Kegagalan pencegahan fraud di perusahaan-perusahaan di Indonesia

banyak disebabkan oleh lemahnya pengendalian internal. Berdasarkan hasil studi

Bapepam tahun 2006, menurut Commite Of Sponsoring Organization (COSO)


6

dalam Koesmana (2007:63) pengendalian internal dirancang untuk memberikan

keyakinan yang memadai tentang pencapaian tujuan dalam hal efekifitas dan

efisiensi operasi, keandalan informasi keuangan dan keaatan terhadap hukum dan

peraturan yang berlaku.

Untuk menjamin berjalannya proses pengendalian internal yang baik

dalam suatu organisasi, diperlukan peran aktif dari audit internal. Menurut laporan

“2002 Report to Nation on Occupnational Fraud and Abuses” menyatakan bahwa

aktifitas audit internal dapat menekan 35 % fraud. Peran audit internal diperlukan,

karena audit internal merupakan suatu bagian yang independen, yang disiapkan

dalam perusahaan untuk menjalankan fungsi pemeriksaan, pengendalian dan

keberadaan audit internal ditunjukkan untuk memperbaiki kinerja perusahaan.

Tujuan dilaksanakannya audit internal adalah untuk memperbaiki kinerja

perusahaan dengan cara membantu karyawan perusahaan agar mereka dapat

melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Audit internal akan melakukan

penilaian dengan tujuan untuk menguji dan mengevaluasi berbagai kegiatan yang

dilaksanakan oleh perusahaan dengan cara memberikan berbagai analisis,

penilaian, rekomendasi, petunjuk, dan informasi sehubungan dengan kegiatan

yang akan diperiksa (Hiro Tugiman, 2006:11).

Salah satu jenis kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh audit internal

adalah pencegahan dan pendektesian kecurangan. Tipe kejadian ini merupakan

aktivitas yang volumenya cukup tinggi dan secara normal dihadapi oleh audit

internal. Kecurangan adalah suatu bentuk kejahatan. Ada banyak jenis kecurangan
7

dan juga sebutan untuk kecurangan, diantaranya korupsi, penggelapan, pencurian,

dan lainnya (Amrizal, 2004:2).

Berdasarkan uraian dan kasus fraud diatas, penulis melihat adanya

permasalahan yang perlu dikaji, yaitu mengenai keterkaitan akan pemeriksaan

internal, dengan sejumlah temuan yang kemungkinan dapat diidentifikasi sebagai

temuan kecurangan (fraud) pada dunia perusahaan yang kegiatan utamanya

bergerak dalam bidang pelayanan jasa bagi masyarakat, yang penulis uraikan

dalam sebuah karya ilmiah yang berjudul: “Peranan Audit Internal Dalam

Pencegahan Kecurangan (Studi pada PT Pos Indonesia Kantor Cabang Cimahi)”

1.2 Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka

perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah pelaksanaan Audit Internal pada PT Pos Indonesia telah efektif.

2. Bagaimana efektivitas pencegahan kecurangan pada PT Pos Indonesia.

3. Bagaimana peranan Audit Internal dalam pencegahan kecurangan pada

PT Pos Indonesia.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mempelajari dan menganalisa

mengenai peranan audit internal dalam upaya pencegahan kecurangan pada PT

Pos Indonesia.

Adapun tujuan dari penelitian di atas adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan Audit Internal pada PT Pos

Indonesia.
8

2. Untuk mengetahui efektivitas pencegahan kecurangan pada PT Pos

Indonesia.

3. Untuk mengetahui peranan Audit Internal dalam upaya pencegahan

kecurangan di PT Pos Indonesia, serta untuk memberikan masukan dalam

rangka meningkatkan efektivitas pelayanan jasa dagang pada PT Pos

Indonesia.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat berguna bagi :

1. Pihak manajemen PT Pos Indonesia.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan

pertimbangan dalam melakukan analisis dan evaluasi lebih lanjut

mengenai pelaksanaan kegiatan upaya pencegahan dan pendektesian

kecurangan, serta mengetahui peran penting Pemeriksaan Internal oleh

Satuan Pengawasan Internal (SPI) pada suatu organisasi agar setiap

kegiatan dapat berjalan efektif dan efisien serta kinerja suatu organisasi

dapat ditingkatkan.

2. Penulis

Terdapat jenis kegunaan bagi penulis, diantaranya adalah :

a. Sebagai bahan perbandingan antara dunia teori yang diperoleh di

bangku kuliah dengan penerapannya secara nyata di dunia praktek.

b. Dapat di jadikan sebagai pengalaman baru yang dapat secara otomatis

menambah wawasan bagi penulis juga dapat memberikan motivasi


9

sebagai bahan pengembangan diri untuk terus melakukan kegiatan

yang berguna bagi Ilmu Pengetahuan.

3. Pihak Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan sebagai

bahan referensi untuk menambah informasi dan pengetahuan dalam

penelitian mengenai pentingnya keefektifan suatu organisasi, atau

penelitian lain yang berkaitan dan diharapkan dapat menambah

pengetahuan pembaca khususnya mengenai peran pemeriksaan internal

suatu perusahaan.

1.5 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Untuk memperoleh data dan menjawab masalah yang sedang diteliti,

penulis mengadakan penelitian dengan mengambil data primer pada PT. Pos

Indonesia. Penelitian ini dilakukan di PT Pos Kantor Cabang Cimahi yang

berlokasi di Jalan Gatot Subroto No.1 Cimahi. Penelitian ini dilaksanakan pada

tanggal 24 Februari hinggal 3 Maret 2017.

Anda mungkin juga menyukai