Anda di halaman 1dari 12

BAB VI

PENENTUAN TITIK NYALA (FLASH POINT)


DAN TITIK BAKAR (FIRE POINT)

6.1. Tujuan Praktikum


1. Mengetahui perbedaan antara titik nyala dengan titik bakar.
2. Unutk menentukan besarnya nilai titik nyala dan titik bakar pada
sampel.
3. Untuk mengetahui hubungan antara titik nyala dan titik bakar dengan
o
API.
4. Untuk mengetahui hubungan antara titik nyala dan titik bakar terhadap
SG.
5. Untuk mengetahui hubungan antara titik nyala dan titik bakar terhadap
titik kabut, titik beku dan titik tuang.

6.2. Teori Dasar


Flash point (titik nyala) adalah temperatur terendah dimana suatu
material mudah terbakar dan menimbulkan uap tertentu sehingga akan
bercampur dengan udara, campuran tersebut mudah terbakar. Fire point
(titik bakar) adalah temperatur dimana suatu produk petroleum terbakar
untuk sementara (ignites momentarialy) tetapi tidak selamanya, sekurang-
kurangnya 5 detik.
Untuk mencegah kemungkinan timbulnya kebakaran dari peralatan
dipilih minyak dengan titik nyala yang tinggi. Titik nyala dari minyak
yang baru tidak boleh lebih kecil dari 135 °C, sedangkan suhu minyak
bekas tidak boleh kurang dari 130 °C. Untuk mengetahui titik nyala
minyak transformator dapat ditentukan dengan menggunakan alat close up
tester.

59
60

Minyak bumi yang memiliki titik nyala terendah akan


membahayakan,karena minyak tersebut mudah terbakar. Apabila minyak
tersebut memiliki titik nyala tinggi juga kurang baik, karena akan susah
mengalami pembakaran. Ditinjau dari segi keselamatan, minyak yang baik
mempunyai nilai titik nyala yang tinggi karena tidak mudah terbakar.
Demikian pula halnya pada minyak mentah, pada suhu tertentu ada
gas yang terbebaskan di atas permukaan, apabila disulut dengan api, maka
minyak mentah tersebut akan menyala. Titik nyala secara prinsip
ditentukan untuk minyak bumi sehingga dengan demikian dapat
mengantisipasi bahaya terbakarnya produk –produk minyak bumi.
Semakin kecil SG minyak mentah maka semakin tinggi °API-n y a ,
berarti min yak tergolong minyak ringan, maka jumlah
C 1–C3 semakin banyak, dengan semakin banyak gas, semakin rendah titik
nyala dan titik bakarnya, maka akan semakin mudah terbakar produk
petroleum yang akan diproduksi.
Titik nyala dapat diukur dengan jalan melewatkan nyala api pada
pelumas yang dipanaskan secara teratur. Titik nyala merupakan sifat
pelumas yang digunakan untuk prosedur penyimpanan agar aman
dari bahaya kebakaran. Semakin tinggi titik nyala suatu pelumas berarti
semakin aman dalam penggunaan dan penyimpanan. Metode standar untuk
pengukuran titik nyala adalah ASTM D-92 sebagai berikut:
1. Bahan bakar cair yang mudah menyala (yang punya titik nyala
dibawah 37.8°C dan tekanan uap tidak lebih dari 2.84 kg/cm2),
terbagi:
a. Kelas IA, punya titik nyala dibawah 22.8°C dan titik didih
dibawah 37.8°C.
b. Kelas IB, punya titik nyala dibawah 22.8°C dan titik didih
sama atau diatas 37.8°C.
c. Kelas IC, punya titik nyala sama atau diatas 22.8°C dan titik
didih dibawah 60°C.
61

2. Bahan bakar cair mudah terbakar (yang punya titik nyala sama
atau diatas 37.8°C, terbagi:
a. Kelas IIA, punya titik nyala sama atau diatas 37.8°C dan titik
didih dibawah 60°C.
b. Kelas IIB, punya titik nyala sama atau diatas 37.8°C dan titik
didih dibawah 93°C.
c. Kelas IIC, punya titik nyala sama atau diatas 93°C.

Temperatur terendah di mana campuran senyawa dengan udara pada


tekanan normal dapat menyala setelah ada suatu inisiasi, misalnya dengan
adanya percikan api. Titik nyala dapat diukur dengan metoda wadah
terbuka (Open Cup/OC) atau wadah tertutup (Closed Cup/CC). Nilai yang
diukur pada wadah terbuka biasanya lebih tinggi dari yang diukur dengan
metoda wadah tertutup.
Suatu larutan yang dipanaskan pada suatu temperatur dan tekanan
tetap akan terjadi penguapan pada temperatur tertentu. Sedangkan
penguapan sendiri merupakan proses pemisahan molekul dari larutan
dalam bentuk gas yang ringan. Adanya pemanasan yang meningkat akan
menyebabkan gerakan–gerakan partikel penyusun larutan akan lepas dan
meninggalkan larutan.
Demikian pula halnya pada minyak mentah, pada suhu tertentu ada
gas yang terbebaskan di atas permukaan, apabila disulut dengan api, maka
minyak mentah tersebut akan menyala. Titik nyala secara prinsip
ditentukan untuk minyak bumi sehingga dengan demikian dapat
mengantisipasi bahaya terbakarnya produk–produk minyak bumi. Semakin
kecil SG minyak mentah maka semakin tinggi °API-nya, berarti minyak
tergolong minyak ringan, maka jumlah C1-C4 semakin banyak, dengan
semakin banyak gas, semakin rendah titik nyala dan titik bakarnya, maka
akan semakin mudah terbakar produk petroleum yang akan diproduksi.
Minyak bumi yang memiliki flash point (titik nyala) terendah akan
membahayakan, karena minyak tersebut mudah terbakar apabila minyak
62

tersebut memiliki titik nyala tinggi juga kurang baik, karena akan susah
mengalami pembakaran. Jika ditinjau dari segi keselamatan, maka minyak
yang baik mempunyai nilai flash point (titik nyala) yang tinggi karena
tidak mudah terbakar. Akan tetapi, jika ditinjau dari segi profit
(keuntungan) minyak dengan nilai flash point (titik nyala) yang rendah
mempunyai nilai jual yang tinggi, karena tidak mengandung residu atau
lilin.
Flash point (titik nyala) ditentukan dengan jalan memanaskan sample
dengan pemanasan yang tetap. Setelah tercapai suhu tertentu, nyala
penguji atau test flame diarahkan pada permukaan sample. Test flame ini
terus diarahkan pada permukaan sample secara bergantian sehingga
mencapai atau terjadi semacam ledakan karena adanya tekanan dan api
yang terdapat pada test flame akan mati. Inilah yang disebut flash point
(titik nyala). Sedangkan, penentuan fire point (titik bakar) ini sebagai
kelanjutan dari flash point dimana apabila contoh akan terbakar/menyala
kurang lebih lima detik maka lihat suhunya sebagai fire point (titik bakar).
Penentuan titik nyala tidak dapat dilakukakan pada produk-produk
yang volatile seperti gasoline dan solvent-solvent ringan, karena
mempunyai flash point (titik nyala) di bawah temperature atmosfer
normal.
Flash point (titik nyala) dan fire point (titik bakar) juga berhubungan
dengan SG minyak mentah dan juga oAPI-nya. Semakin tinggi titik nyala
(flash point) dan titik bakar (fire point) dari suatu minyak mentah, maka
minyak tersebut tidak mudah terbakar (unflameable). Jika tidak mudah
o
terbakar, berarti SG minyak tersebut tinggi, sedangkan API kecil.
Sehingga minyak tersebut dapat diklasifikasikan sebagai minyak berat,
karena banyak mengandung fraksi berat (residu atau lilin).
Dan begitu juga sebaliknya, jika titik nyala (flash point) dan titik
bakar (fire point) rendah, maka minyak tersebut mudah terbakar
(flameable) karena di dalam minyak tersebut terdapat fraksi ringan (gas).
Titik nyala dan titik bakar ini berbanding terbalik dengan oAPI.
63

6.3. Peralatan dan Bahan


6.3.1. Peralatan
1. Tag Closed Tester.

Gambar 6.1. Tag Closed Tester

2. Shield ukuran 46 cm luas dan 61 cm tinggi, terbuka dibagian depan.


3. Thermometer.

Gambar 6.2. Termometer


64

6.3.2. Bahan
1. Minyak mentah

Gambar 6.3. Sampel Minyak Mentah

2. Air

Gambar 6.4. Air

6.4. Waktu dan Tempat Praktikum


Hari : Minggu
Tanggal : 11 November 2018
Waktu : 13.00 – 17.00 WITA
Tempat : Kampus STT MIGAS BALIKPAPAN
65

6.5. Prosedur Percobaan


1. Untuk minyak mentah dengan titik nyala 55oF atau yang lebih tinggi,
isi bath dengan air hingga tumpah, untuk minyak mentah yang
mempunyai titik nyala yang rendah digunakan cairan yang berupa
campuran air dengan ethylene glycol atau cairan dengan viskositas
yang rendah dan mempunyai titik beku yang rendah.
2. Temperatur dari cairan di dalam bath harus berada pada temperatur
lebih rendah atau kurang dari 20F dibawah perkiraan titik nyala dari
sampel.
3. Mengisi mangkok (test cup) dengan sampel hingga batas (kira-kira 50
ml) dan membersihkan bila ada sampel yang membasahi dinding
mangkok, memasang penutup (lid) yang telah diberi termometer ke
dalam bath.
4. Menyalakan test fllame, mengatur nyala pada test fllame sehingga
mencapai ukuran sebesar bead yang terdapat pada penutup, mengatur
pula kenaikan temperatur sebesar 1 derajat setiap 30-60 detik.
5. Jika temperatur sampel di dalam mangkok 10F di bawah titik nyala
yang diperkirakan, menyulutkan test fllame ke dalam mangkok sampel
dengan memutar peralatan pada penutup mangkok. Mengulangi cara
ini setiap kenaikan 1, sehingga menyusutkan test fllame
menyebabkan uap mangkok sampel menyala, mencatat temperatur
saat sampel menyala.
6. Untuk menentukan titik bakar, lanjutkan pemanasan dengan perlahan-
lahan, dengan kenaikan kurang lebih 10F setiap menit, melanjutkan
penyulutan dengan test fllame setiap kenaikan 5F hingga sampel
menyala atau menyala 5 detik, mencatat temperatur tersebut sebagai
titik bakar.
7. Lakukan koreksi jika terdapat tekanan barometer lebih kecil dari pada
tabel di bawah ini :
66

Tabel 6.1. Koreksi Tekanan Barometer

Tekanan Barometer Koreksi


( mm Hg ) F C
751 – 835 5 2,8
634 – 550 10 5,5

6.6. Hasil Analisa dan Perhitungan


6.6.1. Hasil Analisa

Tabel 6.2. Parameter Data Umum dan Data Kelompok


Parameter Sampel Umum Sampel Kelompok
Titik Nyala 80,3oC = 176,54 oF 76,2 oC = 169,16 oF
Titik Bakar 94,8 oC = 202,64 oF 92,7oC = 198,86 oF

Tabel 6.3. Konversi Temperature Sampel Data Umum dan Kelompok


SAMPEL
Parameter Data Umum Data Kelompok
o o o o
C F K Rn C F K Rn
Titik Nyala 80,3 176,54 353,3 636,21 77,8 169,16 349,2 628,83

Titik Bakar 94,8 202,64 367,8 662,31 96,4 198,86 365,7 658,53

Tabel 6.4. Titik Nyala dan Titik Bakar Dari Data Tiap Kelompok

KELOMPOK Titik Nyala (oF) Titik Bakar (oF)


1&2 172,04 200,548
3&4 169,16 198,86
5&6 166,64 194,9
67

6.6.2. Perhitungan
1. Data Umum
a. Titik Nyala = 80,3 oC
9
 o
F = (5 x 80,3) + 32 = 176,54 oF

 K = 80,3 + 273 = 353,4 K


9
 Rn = (5 x 80,3) + 491,67 = 636,21 Rn

b. Titik Bakar = 94,8 oC


9
 o
F = (5 x 94,8) + 32 = 202,64 oF

 K = 94,8 + 273 = 367,8 K


9
 Rn = (5 x 94,8) + 491,67 = 662,31 Rn

2. Data Kelompok
a. Titik Nyala = 76,2 oC
9
 o
F = (5 x 76,2) + 32 = 169,16 oF

 K = 76,2 + 273 = 349,2 K


9
 Rn = (5 x 76,2) + 491,67 = 628,83 Rn

b. Titik Bakar = 92,7 oC


9
 o
F = (5 x 92,7) + 32 = 198,86oF

 K = 92,7 + 273 = 365,7 K


9
 Rn = (5 x 92,7) + 491,67 = 658,53 Rn
68

6.7. Pembahasan
Penentuan flash point dan fire point dilakukan untuk menghindari
terjadinya kebakaran pada minyak mentah. Maka dari itu kita harus
menghitung berapa temperatur terendah dari flash point dan fire point
suatu minyak mentah.
Minyak berat memiliki flash point dan fire point yang tinggi sehingga
tidak mudah terbakar, sedangkan minyak ringan memiliki flash point dan
fire point yang rendah sehingga mudah terbakar. Jika ditinjau dari segi
keselamatan minyak berat memiliki tingkat keamanan yang tinggi karena
tidak mudah terbakar tetapi residu dari minyak berat ini banyak,
sedangkan dari segi keuntungan minyak ringan memiliki nilai jual yang
tinggi karena sedikit mengandung residu tetapi minyak ringan ini mudah
terbakar.
Penentuan titik nyala dan titik bakar tergantung dari komposisi
minyak yang bersangkutan. Semakin berat minyak maka titik didihnya
semakin tinggi demikian juga titik nyala dan titik bakar.
Dalam percobaan kali ini, pada sampel umum temperatur flash point
(titik nyala) sebesar 80,3 oC = 176,54 oF sedangkan untuk fire point (titik
bakar) didapat sebesar 94,8 oC = 202,64 oF. Sedangkan pada sampel
kelompok temperatur flash point (titik nyala) sebesar 76.2 oC = 169.16 oF
sedangkan untuk fire point (titik bakar) didapat sebesar 92,7 oC = 198,86
oF.

Penentuan titik nyala dan titik bakar dari minyak mentah ini sangat
penting dalam mengatisipasi timbulnya kebakaran pada peralatan
produksi, karena temperatur minyak terlalu tinggi yang biasanya terjadi
akibat adanya gesekan antara minyak dengan flow line, sehingga kita dapat
melakukan pencegahan lebih dini.
69

Disamping itu, penentuan titik nyala dan titik bakar dapat juga dipakai
sebagai petunjuk tingkat penguapan relatif dari produksi minyak bumi.
Dari analisa dan perhitungan di atas juga disertakan data dari tiap
kelompok, kemudian diplotkan ke dalam suatu grafik di bawah ini :

Grafik 6.1. Data Kelompok Vs Titik Nyala & Titik Bakar

400

350

300

250

200 Titik Bakar

150 Titik Nyala

100

50

0
1 2 3 4 5 6

Jika kita perhatikan grafik di atas, nilai dari titik bakar lebih besar dari
pada titik nyala.
70

6.8. Kesimpulan
1. Titik nyala adalah suhu terendah dimana uap gas mulai muncul dan
bercampur dengan udara dan pada kondisi itu mudah terbakar,
sedangkan titik bakar adalah suhu terendah dimana material terbakar
untuk sementara.
2. Sampel pada data umum memiliki nilai titik nyala sebesar 176,54 oF,
titik bakar sebesar 202,64 oF. Pada data kelompok titik nyalanya
sebesar 169,16 oF dan titik bakarnya sebesar 198,86 oF.
3. Titik nyala dan titik bakar berhubungan terbalik dengan oAPI.
4. Hubungan antara titik nyala dan titik bakar dengan SG adalah
berbanding lurus.
5. Hubungan antara titik nyala dan titik bakar dengan titik kebut, titik
beku dan titik tuang adalah berbanding terbalik.

Anda mungkin juga menyukai