Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era globalisasi saat ini pola penyakit telah bergeser dari pola penyakit infeksi ke
pola penyakit degeneratif. Akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
berpengaruh pada pola makan masyarakat yang lebih banyak serba instan/ siap saji.
Juga berpengaruh pada pola hidup yang lebih banyak menjalankan segala aktifitas yang
serba praktis sehingga mencetuskan timbulnya keluhan-keluhan pada kapasitas fisik dan
mempengaruhi aktifitas fungsional sehari-hari. Keluhan-keluhan pada penyakit
degeneratif ini dipengaruhi oleh faktor usia yang semakin tinggi seiring dengan angka
harapan hidup yang semakin meningkat. Salah satu diantara penyakit degeneratif ini
adalah penyakit osteoartritis lutut.
Osteoarthritiss lutut adalah penyakit yang menyerang persendian tubuh yang
bergerak yang bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang dan ditandai
oleh adanya pengikisan dari rawan sendi, adanya pembentukan tulang baru pada
permukaan persendian (Carter, 1995).
Faktor resiko osteoarthritis lutut adalah usia, maka dapat dipahami jika makin
bertambah usia makin tinggi kemungkinan terkena osteoartritis. Setelah usia 60 tahun
hampir 100% mengalami perubahan histologis rawan sendi lutut. Secara radiologik
pada kelompok usia tersebut 80% diantaranya menunjukkan gambaran yang sesuai
dengan osteoartritis, sekitar 40% dengan simtom artritis dan 10% mengalami disabilitas
dengan osteoartritisnya (Putri dkk, 2008).
Faktor lain yang berperan pada timbulnya osteoartritis pada sendi lutut adalah
obesitas. Obesitas menurut Supariasa dkk (2002) adalah level berat badan seseorang
dengan nilai lebih dari 27 dengan menggunakan ukuran indeks massa tubuh (IMT).
Pada penelitian Framingham (Felson DT dkk, 1988), didapatkan hubungan yang kuat
antara obesitas dengan resiko kejadian osteoarthritis lutut.
Penderita osteoarthritis lutut mempunyai keluhan nyeri sendi yang khas yaitu nyeri
yang bertambah berat pada waktu menopang berat badan atau saat aktifitas, rasa kaku
pada waktu pagi serta rasa pegal bila sendi lama diistirahatkan. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan nyeri tekan, krepitasi dengan atau tanpa keterbatasan gerak sendi. Penderita

1
2

osteoarthritis lutut ekstremitas bawah dapat mengalami keterbatasan dalam aktifitas


sehari-hari seperti berjalan, menggunakan toilet, dan mengerjakan pekerjaan rumah
tangga. Kelemahan otot quadriceps merupakan keadaan yang sering dijumpai pada
pasien osteoarthritis lutut yang kemudian akan menjurus pada disused atropi hal ini
diakibatkan oleh kurangnya penggunaan otot tersebut pada sisi lutut yang sakit (Isbagio,
2001).
Berdasarkan hal tersebut, disinilah peran tenaga kesehatan dalam upaya promotif
dan preventif dalam masalah osteoartritis lutut. Sehingga penderita dan keluarga
mengetahui apa itu osteoartritis lutut yang masyarakat sering menyebutnya dengan
“pengapuran lutut”, bagaimana cara mencegah, mengurangi nyeri, dan cara mengurangi
berat badan agar tidak memperparah keadaan. Oleh karena itu institusi kesehatan
khususnya Poltekkes Kemenkes Surakarta meluncurkan program One Team One
Family (OTOF) dimana program ini mewajibkan mahasiswa Poltekkes Kemenkes
Surakarta turun kemasyarakat dan setiap mahasiswa memiliki keluarga binaan yang
penanganannya dikolaborasikan dengan 2 atau lebih disiplin ilmu yang diperlukan
dalam menangani masalah kesehatan yang ada di keluarga binaan, dalam laporan ini
masalah kesehatan yang ditangani adalah osteoartritis lutut.
Setelah melihat data tersebut menunjukan bahwa osteoartritis lutut berada pada
angka yang cukup tinggi diderita oleh masyarakat. Maka penulis tertarik untuk
mengetahui lebih lanjut tentang osteoartritis lutut dalam sebuah laporan yang berjudul
“Laporan Otof Keluarga Ny. N Di Rw 3 Kelurahan Tegalharjo Kecamatan Jebres Kota
Surakarta”.

B. Tujuan Studi Kasus

Tujuan dari studi kasus ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, tujuan itu
antara lain adalah:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari laporan ini yaitu : menerapkan program OTOF yang diberikan
kepada keluarga Ny. N yang menderita osteoarthritis lutut di RW 03 / RT 09 Kelurahan
Tegalharjo Kecamatan Jebres Kota Surakarta.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari laporan ini adalah :
3

a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian OTOF kepada Ny S yang menderita


menderita osteoarthritis lutut di RW 03 / RT 09 Kelurahan Tegalharjo
Kecamatan Jebres Kota Surakarta.
b. Mahasiswa mampu melakukan tindakan program OTOF kepada Ny S yang
menderita menderita osteoarthritis lutut di RW 03 / RT 09 Kelurahan Tegalharjo
Kecamatan Jebres Kota Surakarta.
c. Mahasiswa mampu memberikan edukasi OTOF kepada Ny S yang menderita
menderita osteoarthritis lutut di RW 03 / RT 09 Kelurahan Tegalharjo
Kecamatan Jebres Kota Surakarta.
d. Mahasiswa mampu melakukan kolaborasi antar disiplin ilmu yang diperlukan
guna menangani osteoarthritis lutut di RW 03 / RT 09 Kelurahan Tegalharjo
Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

C. Manfaat Kegiatan

Studi kasus ini dapat memberikan manfaat untuk klien/penderita, keluarga, penulis
dan institusi pendidikan. Manfaat tersebut antara lain adalah:
1. Bagi klien sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan mengenai pengertian
dan tanda gejala osteoarthritis lutut, cara menanganani nyeri, cara latihan
untuk mengurangi nyeri pada lutut
2. Bagi keluarga agar dapat menambah pengetahuan pada tentang osteoarthritis
lutut dan mengetahui latihan untuk mengurangi nyeri pada lutut apabila
anggota keluarga lain ada yang mengalami hal serupa
3. Bagi institusi, untuk menambah sumber informasi yang digunakan dalam
proses pembelajaran khususnya dalam penanganan klien dengan
osteoarthritis lutut
4. Bagi penulis, menambah pengetahuan dan meningakatkan pemahaman
tentang osteoarthritis lutut.
4

D. Review Literatur

1. Definisi osteoarthritis
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang melibatkan
kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan nyeri dan kekakuan
pada sendi (CDC, 2014). Dalam Perhimpunan Reumatologi Indonesia Osteoartritis
secara sederhana didefinisikan sebagai suatu penyakit sendi degeneratif yang terjadi
karena proses inflamasi kronis pada sendi dan tulang yang ada disekitar sendi tersebut
(Hamijoyo, 2007). Sjamsuhidajat, dkk (2011) mendefinisikan OA sebagai kelainan
sendi kronik yang disebabkan karena ketidakseimbangan sintesis dan degradasi pada
sendi, matriks ekstraseluler, kondrosit serta tulang subkondral pada usia tua
(Sjamsuhidajat et.al, 2011).
2. Etiologi
Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua, yaitu OA primer dan OA
sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yang mana penyebabnya tidak diketahui
dan tidak ada hubunganya dengan penyakit sistemik, inflamasi ataupun perubahan lokal
pada sendi, sedangkan OA sekunder merupakan OA yang ditengarai oleh faktor-faktor
seperti penggunaan sendi yang berlebihan dalam aktifitas kerja, olahraga berat, adanya
cedera sebelumnya, penyakit sistemik, inflamasi. OA primer lebih banyak ditemukan
daripada OA sekunder (Davey, 2006).
Menurut Sidartha (1999), faktor predisposisi dari OA adalah sebagai berikut :
a. Usia,
Diketahui bahwa, seiring penuaan yang terjadi pada individu, kualitas kartilago
persendian juga ikut menurun. Kartilago sebagai bantalan penahan tekanan, semakin tua
semakin berkurang elastisitasnya, hingga mengakibatkan gangguan fungsi.
b. Gangguan mekanik
Trauma langsung atau tidak langsung yang dialami sepanjang masa menjelang tua,
mampu mengakibatkan kerusakan katilago persendian.
c. Akibat genu valgus atau genu varus
Kecacatan tersebut mengakibatkan kerusakan pada kartilago persendian, karena
berat badan hanya ditumpu oleh sebagian persendian.
5

d. Infeksi
Infeksi yang disebabkan oleh virus yang masuk ke dalam tubuh, kemudian dialirkan
oleh darah secara hematogen dan berhenti di tempat yang disukainya untuk kemudian
bereplikasi. Perkembangan serta invasi yang disebabkan oleh virus tersebut mampu
menyebabkan manifestasi klinis khususnya pada persendian.
e. Metabolic Syndrome
Mitokondria berperan dalam menghasilkan energi yang akan digunakan oleh inti sel.
Pada usia tua, mitokondria tidak mampu menghasilkan energi sehingga DNA tidak bisa
menyelenggarakan proses metabolisme tubuh.
f. Kegemukan atau obesitas
Kelebihan berat badan akan menambah beban sendi penopang berat badan. Pada
orang bertubuh gemuk, umumnya akan timbul genu varus. Hal ini merupakan salah satu
penyebab OA.
g. Penyakit Endokrin
Pada pasien dengan hipotiroidisme, terjadi produksi air dan garam- garam
proteoglikan yang berlebih di seluruh jaringan penyokong, sehingga akan merusak sifat
fisik tulang rawan sendi, ligamen,tendon, cairan sinovium dan kulit. Pada diabetes
melitus, glukosa akan menyebabkan penurunan produksi proteoglikan. Hal tersebut
berpotensi menyebabkan OA.
h. Penyakit sendi lain
Osteoarthritis dapat timbul sebagai akibat dari berbagai penyakit sendi lain seperti
arthritis, arthritis karena infeksi akut, atau infeksi kronis seperti TBC. Sendi yang
terinfeksi tersebut menimbulkan reaksi peradangan dan mengeluarkan enzim permukaan
matrik rawan sendi oleh membran sinovium dan sel-sel radang.
3. Patofisiologi
OA terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodelling tulang, dan inflamasi.
Menurut Sudoyo et.al (2007) terdapat 4 fase penting dalam proses pembentukan
osteoartritis yaitu fase inisiasi, fase inflamasi, nyeri, fase degradasi.
- Fase inisiasi : Ketika terjadi degradasi pada rawan sendi, rawan sendi berupaya
melakukan perbaikan sendiri dimana khondrosit mengalami replikasi dan
memproduksi matriks baru. Fase ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu
polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar sel,
6

faktor tersebut seperti Insulin-like growth factor (IGF-1), growth hormon,


transforming growth factor b (TGF-b) dan coloni stimulating factors (CSFs).
Faktor-faktor ini menginduksi khondrosit untuk mensintesis asam deoksiribo
nukleat (DNA) dan protein seperti kolagen dan proteoglikan. IGF-1 memegang
peran penting dalam perbaikan rawan sendi.
- Fase inflamasi : Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-1
sehingga meningkatnya pro-inflamasi sitokin dan jumlah leukosit yang
mempengaruhi sendi. IL-1(Inter Leukin-1) dan tumor nekrosis faktor-a(TNF-a)
mengaktifasi enzim degradasi seperti collagenase dan gelatinase untuk membuat
produk inflamasi pada osteoartritis. Produk inflamasi memiliki dampak negatif
pada jaringan sendi, khususnya pada kartilago sendi, dan menghasilkan
kerusakan pada sendi.
- Fase nyeri: Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan
penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan penumpukan trombus
dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral sehingga menyebabkan
terjadinya iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini mengakibatkan lepasnya
mediator kimia seperti prostaglandin dan interleukin yang dapat menghantarkan
rasa nyeri. Rasa nyeri juga berupa akibat lepasnya mediator kimia seperti kinin
yang dapat menyebabkan peregangan tendo, ligamen serta spasme otot-otot.
Nyeri juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan
radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena
intramedular akibat stasis vena pada pada proses remodelling trabekula dan
subkondrial.
- Fase degradasi : IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu
meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi. Peran makrofag
didalam cairan sendi juga bermanfaat, yaitu apabila terjadi jejas mekanis,
material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs akan memproduksi sitokin
aktifator plasminogen (PA). Sitokin ini akan merangsang khondrosit untuk
memproduksi CSFs. Sitokin ini juga mempercepat resorpsi matriks rawan sendi.
Faktor pertumbuhan dan sitokin membawa pengaruh yang berlawanan selama
perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks
rawan sendi sedangkan faktor pertumbuhan merangsang sintesis.
7

4. Gambaran klinis
Secara klinis, OA diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan yakni : a. subklinis; pada
tingkatan ini belum didapati keluhan atau gejala yang cukup berarti. Kelainan baru
terbatas pada tingkat sekunder dan biokimiawi rawan sendi, b. osteoarthritis
manifestasi; pada tingkatan ini biasanya penderita datang dengan kerusakan rawan sendi
bertambah luas disertai reaksi peradangan. Tanda dan gejala yang muncul adalah nyeri
setelah bergerak beberapa saat serta kaku sendi saat memulai gerakan, c. osteoarthtritis
dekompensasi; pada tingkatan ini rawan sendi telah rusak sama sekali dan biasanya
diperlukan tindakan bedah. Tanda dan gejala yang muncul adalah rasa nyeri yang
timbul saat istirahat, kontraktur serta deformitas sendi (Hudaya, 2002).
5. Tanda dan gejala
Pada umumnya, gejala dan tanda OA adalah sebagai berikut :
a. Nyeri, merupakan gejala klinis yang paling menonjol. Nyeri pada sendi lutut,
diperberat oleh pemakaian sendi dan menghilang dengan istirahat. Ada 3 tempat
yang membedakan nyeri, yaitu: (a) sinovum, terjadi akibat reaksi radang yang
timbul karena adanya kristal dalam cairan sendi, (b) kerusakan pada jaringan
lunak dapat berupa robekan ligamen, kapsul sendi dan kerusakan meniscus, (c)
nyeri juga berasal dari tulang akibat rangsangan pada periosteum karena osteofit
merupakan penerima nyeri nosiseptor.
b. Kaku sendi, juga merupakan gejala yang sering ditemukan pada pagi hari atau
setelah imobilitas dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur.
c. Keterbatasan LGS yang disebabkan oleh berbagai macam masalah seperti nyeri,
spasme otot dan pemendekan otot. Keterbatasan LGS semakin bertambah berat
sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
d. Kelainan bentuk struktur sendi, dapat di temukan pada keadaan berupa genu
varus maupun genu valgus. Bila sudah ditemukan instabilitas ligamen,
mengartikan bahwa telah terjadi kerusakan progresif dengan prognosis yang
buruk.
e. Gangguan aktivitas fungsional yang disebabkan oleh akumulasi keluhan karena
menurunnya kekuatan otot (Soeroso et al., 2006).
8

6. Diagnosis
Kriteria Actman merupakan salah satu pedoman diagnosis OA sendi lutut, dimana
diagnosis OA dengan gejala nyeri sendi lutut, harus ditambah tiga dari lima kriteria,
yaitu : a. usia di atas 50 tahun, b. kaku sendi di pagi hari kurang dari 30 menit, c. nyeri
tekan pada tulang, d. pembesaran tulang dan e. perabaan sendi tidak panas. Bila ada
gambaran osteofit pada pemeriksaan radiologi, dibutuhkan satu dari tiga kriteria umum
di antaranya : a. usia di atas 50 tahun, b. kaku sendi kurang dari 30 menit dan c.
krepitasi (Soeroso et al., 2006).
7. Komplikasi dan prognosis
Osteoarthritis yang tidak mendapat penanganan yang baik dan tepat, akan
menimbulkan berbagai masalah baru yang terjadi akibat proses penyakit itu sendiri,
seperti adanya osteofit sehingga teriadi proses penghancuran tulang rawan sendi. Tulang
subkondral lama kelamaan dapat menusuk pada metafisis dari tulang tibia dan tulang
femur. Sebagai akibatnya, terjadi komplikasi seperti nyeri, kaki terbentuk varus dan
valgus, atrofi kelemahan otot meniscus quadriceps femoris, menurunya ketahanan
struktur dan komplikasi deformitas varus dan valgus. Hal ini menyebabkan
terganggunya aktivitas sehari-hari seperti aktivitas beribadah, jongkok, duduk, bendiri
dan berjalan (Azizah, 2008).
Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif, maka dapat dipahami bahwa
penyakit ini bersifat progresif sesuai dengan usia penderita. Namun apabila diketahui
secara dini dan belum menimbulkan deformitas (valgus atau varus), maka perjalanan
penyakit dapat dihambat dengan cara membuat atau berusaha memperbaiki
stabilitas sendi. Berikut merupakan prognosis untuk kasus OA :
a. Quo ad vitam : (Baik) mengingat kondisi penyakitnya secaralangsung tidak
membahayakan jiwa.
b. Quo ad sanam : (Ragu-ragu) karena intervensi fisioterapi tidak dapat
menyembuhkan OA sendi lutut. Bersifat simptomatik yaitu mengurangi keluhan
yang timbul.
c. Quo ad funcionam : (Ragu-ragu) karena tergantung pada derajat nyeri yang
timbul.
d. Quo ad cosmeticam : (Buruk) karena sudah terjadi adanya deformitas varus
(Azizah, 2008).
9

Diketahui bahwa, stabilitas sendi tergantung pada bentuk, ligamen dan kapsul sendi,
serta otot. Bentuk, ligamen dan kapsul sendi tidak dapat dipengaruhi kecuali menjaga
agar tidak terlalu mendapat beban dan stress yang berarti. Sedangkan otot dapat
diperkuat dengan cara latihan, sehingga kunci dan stabilitas yang masih bisa
dikendalikan adalah mengurangi rasa sakit dan melatih otot agar menjadi kuat (Azizah,
2008).

Anda mungkin juga menyukai