Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pekerjaan Lapangan (field work) merupakan proses untuk mendapatkan


keyakinan secara sistematis dengan mengumpulkan bahan bukti secara objektif
mengenai operasi entitas. Istilah “proses yang sitematis” istilah tersebut juga
memiliki makna bahwa auditor internal akan menerapkan persyaratan profesonal
dalam melakukan audit. “Persyaratan professional” berarti kebebasan penuh dari
segala bias yang akan mempengaruhi pengumpulan dan pengevaluasian bahan
bukti. Bebas dari bias dicapai melalui independensi dan objektivitas. Objektifitas
nyata muncul dari perilaku mental yang tidak memihak, dicapai tanpa
memedulikan perasaan, prasangka, opini, dan kepentingan, serta tekanan dari
pihak-pihak esksternal. Semua bahan bukti harus dianggap meragukan hingga
keraguan tersebut bisa dihilangkan melalui verifikasi yang tidak bias.

Jadi, pikiran seperti ini tidak menerima bukti sesuai apa yang kelihatan
dipermukaan; tetapi mencari hal-hal yang ada di balik asersi dan angka-angka
guna menemukan kebenaran. Auditor internal menguji semua sersi dengan
ketidakpastian-dengan pikiran tidak begitu saja percaya dan senantiasa
mempertanyakan.

Untuk memberikan opini professional, auditor internal harus


mengumpulkan bahan bukti yang objektif. Ketidakpastian ini, juga skeptitisme ini
adalah penting, tapi harus digunakan secara bijak. Jika auditor terus ragu
padahal auditor lain yang wajar dan berhati-hati bisa yakin dengan bahan bukti
yang dikumpulkan, maka skeptitisme tidak lagi produktif karena sama sekali tidak
mau menerima bukti sehingga bisa menghasilkan hal yang tidak bermanfaat.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi masalah adalah


apa tujuan pekerjaan lapangan dan bagaimana strategi untuk melakukan
pekerjaan lapangan?
2

I.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui


tujuan pekerjaan lapangan dan strategi untuk melakukan pekerjaan lapangan.
3

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Proses dan Tujuan Pekerjaan (Field Work)

Proses Pekerjaan Lapangan

Pekerjaan lapangan (field work) merupakan proses untuk mendapatkan


keyakinan secara sistematis dengan mengumpulkan bukti secara objektif
mengenai operasi entitas, mengevaluasinya dan melihat apakah operasi tersebut
telah memenuhi standar yang dapat diterima dan mencapi tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan dan menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan oleh
manajemen.

Istilah “proses yang sistematis” mengimplikasikan langkah-langkah audit


terencana yang dirancang untuk memenuhi tujuan-tujuan audit. Istilah tersebut
juga memiliki makna bahwa auditor internal akan menerapkan persyaratan
profesional dalam melakukan audit, serta menerapakan penelaahan yang tepat
saat mengumpulkan, menyusun, mencatat, dan mengevaluasi bahan bukti audit.

“Persyaratan profesional” berarti kebebasan penuh dari segala bias


yang akan mempengaruhi pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti. Beban
dari bias dicapai melalui independensi dan objektivitas, baik dalam kenyataan
maupun persepsi. Objektivitas nyata muncul dari perilaku mental yang tidak
memihak, perilaku yang mendasarkan pada pengetahuan dan menilai bukti
benar-benar murni dalam kenyataannya tanpa memandang orang yang
menyediakannya. Penilaian seperti ini harus dicapai tanpa memedulikan
perasaan, prasangka, opsi, dan kepentingan, serta tekanan dari pihak eksternal.

Tujuan Pekerjaan Lapangan

Tujuan pekerjaan lapangan adalah untuk membantu pemberian


keyakinan dengan melaksanakan prosedur-prosedur audit yang ada diprogram
audit, sehingga menjadi sesuai dengan tujuan audit yang ingin dicapai.
4

II.2 Pembuatan Strategi untuk Melakukan Pekerjaan Lapangan

Tahap persiapan untuk melakukan pekerjaan lapangan membutuhkan


perhatian dan perencanaan yang sama seperti halnya persiapan audit
keseluruhan. Pada tahap ini, survei pendahuluan telah diselesaikan dan program
audit telah disiapkan. Bagian-bagian dari rencana strategis mencakup :

1 Kebutuhan pegawai yaitu merencanakan jumlah dan kualifikasi staf yang


akan melakukan audit.
2 Kebutuhan sumber daya dari luar yaitu mengidentifikasi kebutuhan sumber
daya dari luar jika audit dilakukan pada hal yang bersifat khusus dimana
tidak adanya staf yang memiliki pengetahuan khusus tesebut.
3 Pengorganisasian staf audit yaitu mengidentifikasi apakah rencana
berbentuk ramping (dengan lapisan supervisi yang terbatas) atau gemuk
(banyak lapisan supervisi) tergantung pada kompleksitas kerja dan rentang
kontrol yang dibutuhkan.
4 Wewenang dan tanggungjawab, mencakup alur wewenang yang berkaitan
dan secara khusus menggambarkan otorisasi yang didelegasikan ke setiap
lini dan staf dalam tim audit.
5 Struktur pekerjaan lapangan, dimana pada bagian ini urutan – urutan
program audit direncanakan. Aktivitas yang berurutan saling berhubungan
untuk meyakinkan bahwa terdapat susunan alur kerja.
6 Waktu pelaksanaan pekerjaan lapangan yaitu estimasi waktu harus
mencakup kebutuhan waktu untuk aspek administratif seperti penghubung
antar kelompok dan dalam kelompok, kebutuhan waktu untuk kegiatan non
operasi dan pendokumentasian serta penulisan draf laporan audit berisi
hasil – hasil pekerjaan lapangan.
7 Metode pekerjaan lapangan. Ada enam metode yang bisa digunakan,
yaitu:observasi, konfirmasi, verifikasi, investigasi, analisis, dan evaluasi.
8 Metode pendokumentasian. Bagian ini melibatkan akumulasi bahan bukti
dan penyiapan kertas kerja. Bagian ini membutuhkan antisipasi hasil –
hasil metode pekerjaan lapangan dan juga penggunaan akhir dari audit.
9 Penyiapan laporan. Laporan harus dirancang dengan mempertimbangkan
pembaca dan pengguna. Pertimbangan kemampuan dan tanggapan
pembaca haruslah menjadi perhatian utama dalam rancangan dan isinya.
5

10 Rencana kontingensi. Rencana harus memuat kondisi terbaik yang bisa


dicapai, yang biasa, dan yang terburuk.

II.3 Tim Audit dengan Pengarahan Mandiri

Tim dengan pengarahan mandiri terpisah dari bentuk manajemen


tradisional yang beranggotakan direktur, wakil direktur, asisten direktur,
supervisor, manajer dan karyawan. Tim audit dengan pengarahan mandiri
merupakan sebuah unit operasional, yang sering kali terdiri dari ahli-ahli dalam
berbagai bidang audit, dan memiliki kepemimpinan dalam rotasi atau dasar-dasar
lainnya. Tim tersebut membuat keputusan sendiri, sering kali dengan bantuan
ahli yang bersama pimpinan tim memberikan keahlian dan bantuan dalam proses
pengambilan keputusan. Tim tersebut menerima tanggung jawab atas
pekerjaannya dan berbagi tanggung jawab bila terjadi kegagalan, termasuk pula
penghargaan dan bonus, jika ada, untuk pekerjaan yang bagus. Harus terdapat
resolusi mengenai tujuan-tujuan dasar organisasi, independensi, pekerjaan audit
yang tidak bagus, dan pengambilan keputusan yang tidak memadai.

Untuk beroperasi secara efektif, tim harus beranggotakan orang-orang


yang tidak egois dan sepakat untuk berbagi kepemimpinan. Pembimbing (yang
mungkin membimbing yang lebih dari satu tim) diberi banyak tanggung jawab
administrtatif. Karena lebih besarnya produktivitas dan efektivitas yang dimiliki
tim maka tim audit seperti ini dianggap sebagai aset operasional baru yang
potensial.

II.4 Audit Berhenti-Kemudian-Lanjut

Teknik “audit berhenti-kemudian-lanjut” membantu menghilangkan audit


dengan pengembalian yang rendah yang melewati proses penyaringan awal.
Konsep dasar dibalik pendekatan berhenti-kemudian-lanjut adalah untuk
memberdayakan auditor lapangan untuk menghentikan audit, jika tidak ada
indikasi adanya risiko-risiko yang substansial atau tidak ada temuan-temuan
penyimpangan potensial. Saat audit tersebut dihentikan, auditor pindah ke audit
selanjutnya yang termasuk dalam rencana audit tahunan departemen.
6

Komite audit dari Dewan Komisaris di Edison diperkenalkan dengan


teknik-teknik berhenti-kemudian-lanjut dan kemudian menerapkannya karena
audit ini :

 Memaksa tujuan aktivitas audit untuk memusatkan sumber dayanya pada


hal-hal berisiko tinggi dan aktivitas-aktivitas dari perusahaan (yaitu bekerja
pada titik tinggi dalam kurva prioritas) dan memberikan komite audit
keyakinan bahwa lebih banyak upaya audit yang dihabiskan pada hal-hal
tersebut daripada bidang-bidang berisiko tinggi.
 Memungkinkan fleksibilitas auditor untuk berhenti-kemudian-lanjut, guna
mengurangi atau meningkatkan lingkup audit, dan memotivasi auditor
untuk fokus pada aktivitas-aktivitas perusahaan yang akan menghasilkan
temuan-temuan yang paling bermanfaat dan bernilai tinggi bagi organisasi.
 Meningkatkan jumlah audit diatas cakupan audit minimum, karena auditor
melakukan lebih banyak audit dengan jangka waktu yang lebih pendek
setiap tahun.

II.5 Kontrol Self – Assessment

Control self-assessment (CSA) merupakan salah satu jenis audit


partisipatif. Audit tersebut diterapkan untuk mendapatkan informasi yang terbukti
sulit untuk dikumpulkan oleh staf audit tradisional.

Bisa jadi kejadian yang mendorong inovasi ini menjadi menonjol adalah
pengembangan konsep COSO tentang kontrol internal. Konsep ini
mengidentifikasi aspek-aspek kontrol internal yang kurang substantif
dibandingkan metode tradisional yang sedang dipertimbangkan. Control self-
assessment memperbaiki kekurangan ini dengan menggunakan staf untuk
mengevaluasi aspek-aspek kontrol internal ini berdasarkan apa yang mereka
lihat, alami, dan praktikkan.

Metode yang digunakan adalah mengembangkan semacam pertemuan


yang dilakukan staf audit, tetapi terdiri dari karyawan klien yang akan
mengevaluasi dan mengukur aspek-aspek dari kontrol internal. Peserta audit
internal membuat pertanyaan dan masalah yang akan didiskusikan. Peserta dari
klien membahas bahan-bahan tersebut dan mencapai kesimpulan mengenai
7

diterapkannya aspek-aspek kontrol internal dan efektivitas yang sedang


didiskusikan. Mereka juga berusaha mengidentifikasi penyebab masalah dan
aktivitas perbaikan yang mungkin.

II.6 Bagian-bagian Field Work

Tujuan-tujuan audit terkait dengan tujuan-tunjuan operasi, namun


memiliki maksud yang berbeda. Tujuan-tujuan audit dirancang untuk menentukan
apakah tujuan-tujuan operasi tertentu telah dicapai. Tujuan audit dicapai dengan
menerapkan prosedur-prosedur audit untuk menentukan apakah prosedur-
prosedur operasi berfungsi sebagaimana mestinya dan mencapai tujuan-tujuan
operasi. Tujuan operasi ditetapkan oleh manajemen. Tujuan audit ditetapkan
oleh auditor.

Prosedur-prosedut audit adalah sarana-sarana yang digunkan auditor


untuk memenuhi tujuan auditnya. Prosedur-prosedur audit merupakan langkah-
langkah dalam peroses audit yang menjadi pedoman bagi auditor dalam
melaksanakan penelaah yang direncanakan, berdasarkan tujuan-tujuan audit
yang ditetapkan.

II.7 Audit SMART

Metode audit SMART (Selective Monitoring and Assessment of Risk and


Trends) merupakan gabungan penentuan risiko dan audit analitis. Hal ini
dimaksudkan untuk mencerminkan efektifias system control internal dan
memungkinkan auditor untuk dengan segera mengidentifikasi masalah-masalah
potensial, trend yang tidak menguntungkan dan fluktuasi-fluktuasi yang tidak
normal. Metode ini menggunakan indicator-indikator kunci sebagai elemen dasar
dari proses audit. Terdapat empat tahap dalam audit SMART yaitu:

 Pemilihan bidang-bidang kunci untuk pegawasan dan penentuan


 Pengembangan indikator-indikator kunci untuk pengaawasan dan penentun
 Implementasi
 Pemeliharaan teknik-teknik audit SMART

Indicator-indikator kunci yang dimaksud diatas adalah:

 Penuh makna
8

 Tepat waktu
 Sensivitas
 Keandalan
 Dapat diukur
 Praktis

II.8 Pengukuran Kinerja

Untuk melakukan pemeriksaan yang berarti, auditor mencari unit


pengukuran dan kemudian standar. Standar bias ditemukan pada intruksi
pekerjaan, arahan organisasi, anggaran, spesifikasi produk, praktik-praktik bisnis
yang wajar, atau bahkan dalam table perkalian. Jadi, dengan membandingkan
temuan mereka dengan standar, mereka bisamembuat kesimpulan yang objektif.

II.9 Pengembang Standar

Auditor internal semakin lama semakin dalam masuk kedalam arus


operasi. Mereka mulai mengevaluasi fungsi-fungsi manajemen yang belum
memiliki standar. Pada saat mereka melakukan ini, mereka merasa perlu
menemukan standar yang otoritatif, atau membuat standar bersama klien. Hal ini
mungkin bukanlah hal yang sedarhana, namun jika dilakukan dengan cermat,
maka menghasilkan temuan audit yang sebelumnya dikira berada diluar
kemampuan auditor.

Standar harus sesuai dengan tujuan-tujuan operasi yang diperiksa.


Untuk hal-hal yang bersifat teknis, standarharus divalidasi oleh seorang ahli yang
secara teknis memiliki kualifikasi sebelum diterima oleh manajemen klien.

II.10 Penggunaa Tolok Ukur

Tolok ukur adalah pemilihan praktik-praktik terbaik yang dilakukan oleh


organisasi-organisasi lainnya oleh bagian-bagian organisasi itu sendiriyang
dimaksudkan untuk mmbantu dalam pencapaian tujuan. Arthur Andersen
dikabarkan melakukan studi Praktik-praktik Global Terbaik (Global Best
Practices) yang mengindentifikasi sebelas tindakan yang tepat untuk
9

menentukan aktivitas-aktivitas yang akan meningkatkan upaya organisasi.


Aktivitas-aktivitas ini dikelompokkan ke dalam empat tahap yaitu:

 Analisi proses-proses audit


 Merencanakan studi
 Laksanakan studi
 Dapatkan pemahaman

Penggunaan tolok ukur adalah proses audit yang diterapkan pada


disiplin ilmu audit internal secara internal secara utuh untuk mengidentifikasi
metode-metode yang inovatif dan produktif dan akan menghasilkan operasi audit
internal yang lebih efisien.

Evaluasi

Pengukuran melalui perbandingan dengan standar merupakan satu dari


dua tahap pekerjaan lapangan. Setelah pengukuran dilakukan, auditor internal
kemudian harus mengevaluasi temuan-temuan mereka untuk mencapai
pertimbangan professional. Evaluasi dimaksudkan untuk mencapai pertimbangan
tersebur dalam hal apa yang diketahui. Evaluasi jarang digunakan untuk
menentukan nilai moneter, tetapi, lebih pada menemukan hal-hal sejenis dalam
istilah-istilah yang lebih dikenal seperti ketetapan waktu pemrosesan faktur atau
akurasi matematisnya atau akurasi dalam pemeriksaan penerimaan. Konotasi
numeric memungkinkan pengukuran dan evaluasi dua hal kunci pada pekerjaan
lapangan untuk menelusuri jejak audit dengan penuh keselarasan. Evaluasi
numeric mencerminkan kemampuan untuk mengubah data mentah menjadi
penilaian yang beralasan.

Aspek-aspek Operasi

Pengukuran yang dilakukan auditor internal biasanya akan diarahkan ke


tiga aspek penting organisasi yaitu kualitas, biaya, dan jadwal. Contoh yang
sederhana misalkan auditor sedang memeriksa control atas operasi pembelian.
Termasuk dalam pengukurannya adalah:
10

 Kualitas. Tentukan apakah pesanan pembelian telah disetujui dengan


semestinya dan mengandung semua spesifikasi dan persyaratan yang
dibutuhkan.
 Biaya. Tentukan apakah para pemasok yang memberi penawaran telah
disetujui oleh penyedia departemen pembelian.
 Jadwal. Tentukan pakah tanggal saat barang dibutuhkn tercantum dalam
pesanan pembelian dan apakah tanggal tersebut sesuai dengan yang
diminta oleh oerganisasi pegguna.

II.11 Pengujian

Tujuan Umum Pengujian

Auditor mencapai tujuan audit melalui proses yang dikenal sebagai


pengujian. Pengujian berarti menempatkan aktivitas atau transaksi dalam
percobaan dengan memilih beberapa bukti dan menentukan kualitas atau
karakteristik inheren mereka. Bagi auditor internal, pengujian berarti pengukuran
hal-hal yang representative dan perbandingan hasilnya dengan standar atau
kriteria yang ditetapkan. Tujuannya adalah untuk memberi auditor dasar bagi
pembentukan opini audit. Pengujian audit biasanya mencangkup evaluasi
transaksi, catatan, aktivitas, fungsi, dan asersi dengan memeriksa semua atau
sebagainya.

Tujuan Khusus Pengujian

Pengujian audit terdiri dari metode pemeriksaan, perbandingan, analisis,


dan evaluasi data, materi dan transaksi berdasarkan beberapa jenis standar atau
kriteria. Tujuan khusus proses pengujian adalah untuk menentukan:

 Validitas, yaitu kelayakan, keaslian, kewajaran


 Akurasi, yaitu kuantitas, kualitas, klasifikasi
 Ketaatan dengan prosedur, regulasi, hukum yang berlaku, dan lain-lain
 Kompetensi kontrol, yaitu tingkat kenetralan risiko
11

Pengujian harus bertanggung jawab untuk memenuhi satu atau lebih tujuan-
tujuan di atas, tergantung pada arahan, baik implisit atau eksplisit, yang
dinyatakan organisasi audit dalam membuat penugasan proyek audit.

Merencanakan Pengujian

Seperti halnya bagian-bagian substantive dri proses audit, pengujian


harus diawali dengan perencanaan. Rencana tersebut harus diformalkan dengan
dokumentasi dan harus mencangkup:

 Pendefinisian tujuan pengujian


 Pengidentifikasian jenis pengujian untuk mencapai suatu tujuan
 Pengidentifikasian kebutuhan pegawai yang mencangkup: keahlian dan
disiplin ilmu yang dimilki, kualifikasi pengalaman, dan jumlah
 Penentuan urutan proses pengujian
 Pendefinisian standar atau kriteria
 Pendefinisian populasi pengujian
 Keputusan metodologi pengambilan sampel yang akan dilakukan
 Pemeriksaan transaksi atau proses terpilih

Pendefinisian Standar Kinerja Atau Kriteria

Standar kerja atau kriteria bisa berbentuk eksplisit dan implisit.


Berbentuk eksplisit bila dinyatakan secara jelas dalam arahan, instruksi
pekerjaan, spesifikasi, atau hukum. Instruksi bisa dinyatakan dalam kategori,
misalnya: rentang waktu tidak boleh melebihi lima hari, atau bahwa penawaran
kompetitif harus diperoleh untuk semua pembelian melebihi $1,000 atau bahwa
kerugian produksi harus ditolak jika tingkat kesalahan melebihi lima persen, atau
bahwa anggaran iklan boleh melebihi satu persen dari proyeksi penjualan.

Standar bersifat implisit bila manajemen mungkin telah menetapkan


tujuan dan sasaran, atau sedang mengupayakan penetapannya, tetapi tidak
menyatakan secara eksplisit bagaimana mencapainya.
12

Pendefinisian Populasi Pengujian

Populasi yang akan diuji harus dipertimbangkan sesuai tujuan audit. Jika
tujuannya adalah memberi opini atas transaksi yang terjadi sejak audit terakhir,
total transaksi mencerminkan populasi. Pada kondisi ini, manajemen tidak tertarik
pada apa yang terjadi di masa lampau. Perhatian dipusatkan pada saat ini dan
masa depan. Apakah sistem bekerja dengan semestinya? Jika tidak, bgaimana
kita memperbaikinya?

Dalam kedua kondisi, auditor harus mencari bukti-bukti untuk


mendukung kewajaran jumlah dan materialitas transaksi yang terlibat, bukti-bukti
tersebut misalnya pesanan pembelian, memo penerimaan, faktur, bukti,
penagihan, tiket pengiriman, pesanan toko, penolakan barang, slip penjualan,
kontrak, tiket perjalanan, cetak biru, perubahan pesanan, dan daftar muatan
kapal.

Metodologi Pengambilan Sampel yang Akan Dilakukan

Pemilihan sampel harus mengikuti rencana yang paling sesuai dengan


tujuan audit, baik melalui pertimbangan maupun menggunakan metode statistik.
Pemilihan yang paling andal dilakukan berdasarkan daftar yang terpisah dari
catatan transaksi itu sendiri.

II.12 Teknik-Teknik Pemeriksaan Transaksi-Transaksi atau Proses-


Proses Terpilih

Auditor memiliki banyak teknik untuk membantu mereka mencapai tujuannya.


Adapun teknik-teknik tersebut yaitu:

 Mengamati
 Mengajukan pertanyaan
 Menganalisis
 Memverifikasi
 Menginvestigasi
 Mengevaluasi
13

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Tujuan pekerjaan lapangan adalah untuk membantu pemberian


keyakinan dengan melaksanakan prosedur-prosedur audit yang ada di program
audit, sehingga tujuan audit dapat dicapai. Adapun metode pekerjaan lapangan
yang biasa digunakan dalam pekerjaan lapangan adalah:
 Observasi
 Konfirmasi
 Investigasi
 Verifikasi
 Analisis
 Evaluasi

III.2 Saran
Meskipun kami menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah
ini. Tetapi, kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu kami perbaiki.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami
harapkan untuk perbaikan makalah ini kedepannya.

Anda mungkin juga menyukai