Asuhan Keperawatan Pada Rhinitis
Asuhan Keperawatan Pada Rhinitis
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas mukosa
pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa hidung (mukosa olfaktori). Mukosa pernapasan
terdapat pada sebagian besar pada rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak
berlapis semu (pseudo stratified columnar ephitelium) yang mempunyai silia dan diantaranya
terdapat sel-sel goblet.
Alergi hidung adalah keadaan atopi yang aling sering dijumpai, menyerang 20% dari populasi
anak-anak dan dewasa muda di Amerika Utara dan Eropa Barat. Di tempat lain, alergi hidung
dan penyakit atopi lainnya kelihatannya lebih rendah, terutama pada negara-negara yang kurang
berkembang. Penderita Rhinitis alergika akan mengalami hidung tersumbat berat, sekresi hidung
yang berlebihan atau rhinore, dan bersin yang terjadi berulang cepat.
Tujuan Umum
TINJAUAN TEORITIS
• Pengertian
Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 )
Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi
dua:
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan
sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai
hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi
tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh
infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.
• Etiologi
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti
oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam
setelahnya
Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan
puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :
Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah,
tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur
Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat,
ikan dan udang
Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan
lebah
Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya
bahan kosmetik atau perhiasan
• Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap besar :
Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik
Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system humoral, system
selular saja atau bisa membangkitkan kedua system terebut, jika antigen berhasil dihilangkan
maka berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada, karena defek dari ketiga mekanisme system
tersebut maka berlanjut ke respon tersier
• Manifestasi Klinis
Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih
dari 6 kali).
Hidung tersumbat.
Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening
dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang
menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
• Patofisiologi
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung.
Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang
kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan
mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta
limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen
hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan
yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan
nonspesifik suatu pengaruh persiapan. (Behrman, 2000).
Hindari kontak & eliminasi, Keduanya merupakan terapi paling ideal. Hindari kontak dengan
alergen penyebab, sedangkan eliminasi untuk alergen ingestan (alergi makanan).
Antihistamin
Antihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin oral. Antihistamin oral dibagi menjadi
dua yaitu generasi pertama (nonselektif) dikenal juga sebagai antihistamin sedatif serta generasi
kedua (selektif) dikenal juga sebagai antihistamin nonsedatif.
Efek sedative antihistamin sangat cocok digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan tidur
karena rhinitis alergi yang dideritanya. Selain itu efek samping yang biasa ditimbulkan oleh obat
golongan antihistamin adalah efek antikolinergik seperti mulut kering, susah buang air kecil dan
konstipasi. Penggunaan obat ini perlu diperhatikan untuk pasien yang mengalami kenaikan
tekanan intraokuler, hipertiroidisme, dan penyakit kardiovaskular.
Antihistamin sangat efektif bila digunakan 1 sampai 2 jam sebelum terpapar allergen.
Penggunaan antihistamin harus selalu diperhatikan terutama mengenai efek sampingnya.
Antihistamin generasi kedua memang memberikan efek sedative yang sangat kecil namun secara
ekonomi lebih mahal.
Dekongestan
Dekongestan topical dan sistemik merupakan simpatomimetik agen yang beraksi pada reseptor
adrenergic pada mukosa nasal, memproduksi vasokonstriksi. Topikal dekongestan biasanya
digunakan melalui sediaan tetes atau spray. Penggunaan dekongestan jenis ini hanya sedikit atau
sama sekali tidak diabsorbsi secara sistemik (Dipiro, 2005). Penggunaan obat ini dalam jangka
waktu yang lama dapat menimbulkan rhinitis medikamentosa (rhinitis karena penggunaan obat-
obatan). Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan topical dekongestan antara lain rasa
terbakar, bersin, dan kering pada mukosa hidung. Untuk itu penggunaan obat ini memerlukan
konseling bagi pasien.
Sistemik dekongestan onsetnya tidak secepat dekongestan topical. Namun durasinya biasanya
bisa lebih panjang. Agen yang biasa digunakan adalah pseudoefedrin. Pseudoefedrin dapat
menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat walaupun digunakan pada dosis terapinya (Dipiro,
2005). Obat ini harus hati-hati digunakan untuk pasien-pasien tertentu seperti penderita
hipertensi. Saat ini telah ada produk kombinasi antara antihistamin dan dekongestan. Kombinasi
ini rasional karena mekanismenya berbeda.
Nasal Steroid
Merupakan obat pilihan untuk rhinitis tipe perennial, dan dapat digunakan untuk rhinitis
seasonal. Nasal steroid diketahui memiliki efek samping yang sedikit.
Obat yang biasa digunakan lainnya antara lain sodium kromolin, dan ipatropium bromida.
Operatif : Konkotomi merupakan tindakan memotong konka nasi inferior yang mengalami
hipertrofi berat. Lakukan setelah kita gagal mengecilkan konka nasi inferior menggunakan
kauterisasi yang memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar
rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk Rinitis alergi
musiman (Hay Fever)
Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal,
Jika obat semprot kortikosteroid masih juga tidak mampu meringankan gejala, maka
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan))
diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu
rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyegat
• Gejala
Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal, baik secara tiba-
tiba maupun secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair, bersin-bersin
dan hidung meler. Beberapa penderita mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi (bengek);
menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan nafsu makan dan mengalami gangguan
tidur. Jarang terjadi konjungtivitis. Lapisan hidung membengkak dan berwarna merah kebiruan,
menyebabkan hidung meler dan hidung tersumbat. Hidung tersumbat bisa menyebabkan
terjadinya penyumbatan tuba eustakius di telinga, sehingga terjadi gangguan pendengaran,
terutama pada anak-anak. Bisa timbul komplikasi berupasinusitis (infeksi sinus) dan polip
hidung.
• Pengobatan
Obat tetes atau obat semprot hidung yang mengandung dekongestan dan bisa diperoleh tanpa
resep dokter, sebaiknya digunakan tidak terlalu lama karena bisa memperburuk atau
memperpanjang peradangan hidung. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk membuang
polip atau pengobatan terhadap infeksi sinus.
Seseorang dapat mengalami rhinitis kombinasi antara dua jenis tersebut. Masih ada satu lagi
jenis rhinitis alergi, yaitu : Rhinitis alergi occupational adalah Rhinitis yang terkait dengan
pekerjaan. Paparan allergen didapat di tempat bekerja. Biasanya dialami oleh orang yang bekerja
dekat dengan binatang. (Sheikh, 2008)
Rhinitis non allergi disebabkan oleh : infeksi saluran napas (rhinitis viral dan rhinitis bakterial,
masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa,
penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.
• Manifestasi klinis
Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kana, tergantung pada posisi pasien. Terdapat rinorea
yang mukus atau serosa, kadang agak banyak. Jarang disertai bersin, dan tidak disertai gatal di
mata. Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang ekstrim,
udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.
Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan atas golongan obstruksi dan rinorea. Pemeriksaan
rinoskopi anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka berwarna
merah gelap atau merah tua, dapat pula pucat. Permukaannya dapat licin atau berbenjol. Pada
rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Namun pada golgongan rinorea, sekret
yang ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah banyak. ( kapita)
• Patofisiologi
• Pemeriksaan penunjang
• Penatalaksanaan
Neurektomi nervus vidianus sebagai saraf otonom mukosa hidung, jika cara-cara di atas tidak
berhasil. Operasinya tidak mudah dan komplikasinya cukup berat. (kapita )
• Pengobatan
Pengobatan Rinitis Vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor penyebab dan gejala yang
menonjol. Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam:
3. Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan bersin-bersin dengan
menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh mediator vasoaktif. Biasanya digunakan
paling sedikit selama 1 atau 2 minggu sebelum dicapai hasil yang memuaskan. Contoh steroid
topikal : Budesonide, Fluticasone, Flunisolide atau Beclomethasone
4. Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan utamanya.Contoh :
Ipratropium bromide ( nasal spray )
Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklorasetat pekat ( chemical
cautery ) maupun secara elektrik (electrical cautery).
• Rinitis Medikamentosa
Pengertian
Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal
vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat semprot
hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang
menetap.Dapat dikatakan hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan(Drug Abuse).
Penderita mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair. Pada pemeriksaan konka
dengan secret hidung yang berlebihan. Apabila diuji dengan adrenalin, adema konka tidak
berkurang.
Terapi
2. Untuk mengatasi sunbatan berulang, beri kortikosteroit secara penurunan bertahab dengan
menurunkan dosis 5 mg setiap hari.(misalnya hari 1: 40 mg, hari 2: 35 mg dan seterusnya).
• Rhinitis Atrofi
Pengertian
Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi progesif
tulang dan mukosa konka. Secara klinis, mukosa hidung menghasilkan secret kental dan cepat
mongering, sehingga terbentuk krusta berbau busuk. Sering mengenai masyarakat dengan tingkat
social ekonomi lemah dan lingkungan buruk. Lebih sering mengenai wanita, terutama pada usia
pubertas.
• Etiologi
Belum jelas, beberapa hal yang dianggap sebagai penyebabnya seperti infeksi oleh kuman
spesifik, yaitu spesies Klebsiella, yang seringKlebsiella ozanae, kemudian stafilokok, sreptokok,
Pseudomonas aeruginosa, defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronik, kelainan
hormonal, dan penyakit kolagen. Mungkin berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi.
• Manifestasi klinis
Keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya nafas berbau (sementara pasien
sendiri menderita anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman, sakit kepala,
dan hidung tersumbat.
Pada pemeriksaan THT ditemukan rongga hidung sangat lapang, konka inferior dan media
hipotrofi atau atrofi secret purulen hijau dan krusta berwarna hijau.
• Pemeriksaan penunjang
Dapat dilakukan transiluminasi, fotosinus para nasal, pemeriksaan mikro organisme uji resistensi
kuman, pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan Fe serum, dan serologi darah. Dari pemeriksaan
histo patologi terlihat mukosa hidung menjadi tipis, silia hilang, metaplasia thoraks menjadi
epitel kubik atau gepeng berlapis, kelenjar degenerasi dan atrofi, jumlahnya berkurang dan
bentuknya mengecil.
• Penatalaksanaan
Belum adanya yang baku. Penatalaksanaan ditunjukkan untuk menghilangkan etiologi, selain
gejalanya dapat dilakukan secara konservatif atau operatif. Secara konservatif dapat diberikan
Antibiotic presprektum luas atau sesuaiuji resistensi kuman sampai gejala hilang.
Obat cuci hidung agar bersih dari krusta dan bau busuk hilang dengan larutan betadine satu
sendok makan dalam 100 cc air hangat
Preparat Fe
• Komplikas
• Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.
• Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama
kita temukan pada pasien anak-anak.
• Sinusitis kronik
• Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan adanya
sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase.
Discharge planning
• Instruksikan pasien yang allergik untuk menghindari allergen atau iritan spt (debu, asap
tembakau, asap, bau, tepung, sprei)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Identitas
Nama
jenis kelamin
umur
bangsa
keluhan utama
Riwayat keluarga
Pemeriksaan fisik
Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan nasoendoskopi
Diagnosa
1. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan
medis
2. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya secret yang mengental
Intervensi
1. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan
medis
Kriteria :
Intervensi Rasional
- T Menemani klien
3. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta
gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
- Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
3. Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga
klien lebih kooperatif
Implementasi
1. Mendorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan dan
prognosis kesehatan
3. Menjauhkan hewan berbulu dari pasien alergi, namun hal ini sering tidak dipatuhi terutama
oleh pecinta binatang
3.5 Evaluasi
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 )
• Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat,
ikan dan udang
• Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan
lebah
• Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya
bahan kosmetik atau perhiasan
Saran
penyusun sangat membutuhkan saran, demi meningkatkan kwalitas dan mutu makalah yang
kami buat dilain waktu. Sehingga penyusun dapat memberikan informasi yang lebih berguna
untuk penyusun khususnya dan pembaca umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
-Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.1 Edisi 15. Jakarta: EGC
-Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.2 Edisi 18. Jakarta: EGC
-Dorland, WA. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC
-Hassan, rusepno dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Jakarta: Info Medika
-Junadi, purnawan dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
-Long, barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran
-Mansjoer, arif dkk. 1993. Kapita Selekta Kedokteran Jilid.1 Edisi 3. jakarta : Media Aesculapius
- Price, silvya A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta :
EGC