Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PEMULIAAN TERNAK

“PEMULIAAN PADA AYAM PEDAGING”

OLEH:
KELAS D
KELOMPOK 4

ANNISA MUSTIKA 200110170079


ABI WIDYA PRIHANTARA 200110170080
FENI FARIDA 200110170093
AFIFA NURAININGSIH 200110170099
INA MARLINA 200110170100

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat

dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah

Mata Kuliah Pemuliaan Ternak yang berjudul “Pemuliaan Pada Ayam

Pedaging”

Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terimakasih kepada Bapak

Dr.Agr. Ir. Asep Anang, M.Phil. sebagai dosen pengampu Pemuliaan Ternak

Kelas D yang telah memeberi arahan dan rekomendasi untuk menyusun makalah

ini, begitu pula kepada teman-teman yang telah menyumbangkan pemikirannya

demi kesempurnaan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini tentu saja tidak terlepas dari kesalahan,

untuk itu penyusun menerima kritikan dan saran yang dapat menyempurnakan

makalah ini. Akhir kata penyusun berharap agar makalah ini dapat bermanfaat dan

dapat meningkatkan pengetahuan bagi yang membacanya.

Sumedang, April 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

HALAMAN JUDUL ...............................................................

KATA PENGANTAR ............................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................... ii

I. PENDAHULUAN ................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah ............................................................... 2

1.3 Maksud dan Tujuan ................................................................ 2

II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN...........................................

III. PEMBAHASAN ................................................................... 3

3.1 Pemuliaan Ternak pada ayam pedaging ................................. 3

3.2 Contoh pemuliaan ayam pedaging ......................................... 4

3.3 Heritabilitas pada ayam pedaging .......................................... 5

3.4 Ripitabilitas pada ayam pedaging. ......................................... 6

3.5 Nilai Pemuliaan pada ayam pedaging .................................... 9

3.6 Sifat Kualitatif dan Kuantitatif pada ayam pedaging ............. 12

IV. KESIMPULAN ..................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 14


I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan akan produk peternakan sekarang ini sangat tinggi. Masyarakat

Indonesia sudah mulai sadar akan pentingnya kebutuhan protein hewani dalam

mencukupi kebutuhan nutrisinya. Produk peternakan adalah produk yang sangat

primer. Sebagai contoh yaitu daging, telur susu merupakan produk yang memiliki

nilai ekonomi tinggi. Untuk saat ini banyak kalangan yang beranggapan bahwa

dunia peternakan adalah dunia yang kurang mempunyai prospek ke depan. Salah

satunya adalah usaha ayam pedaging.

Keberlanjutan usaha ayam pedaging memerlukan adanya bibit, bibit yang

dimaksud adalah bibit unggul yang mudah diperoleh. Program pembibitan

dilakukan dengan melaksanakan program pemuliaan (seleksi dan persilangan) dan

memperbaiki performa reproduksi. Performa reproduksi ayam pedaging tidak

hanya tergantung pada gen-gen yang dimiliki ternak. Keadaan lingkungan dan

pakan juga turut menunjang munculnya performa reproduksi secara optimal. Pada

iklim mikro yang berbeda reproduksi ternak didaerah tropis dipengaruhi oleh suhu

lingkungan, kelembaban dan pakan yang tersedia bagi ternak. Suhu dan

kelembaban lingkungan yang tinggi serta kondisi pakan yang buruk menghambat

laju reproduksi. Laju reproduksi yang rendah akan membatasi program seleksi.

Daging ayam menjadi salah satu produk peternakan yang jumah konsumsi

perharinya sangat tinggi, maka dari itu seiring dengan perkembangan jaman dan
permintaan masyarakat,kini ayam pedaging (broiler) sudah dapat dipanen ketika

usianya mencapai 28 hari. Sehingga untuk mendapat hasil yang optimal

diperlukan gen-gen dari hewan ternak yang unggul.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana pemuliaan ternak pada ayam pedaging.

2. Bagaimana contoh pemuliaan ayam pedaging.

3. Bagaimana heretabilitas pada ayam pedaging.

4. Bagaimana ripitabilitas pada ayam pedaging.

5. Bagaimana nilai pemuliaan pada ayam pedaging.

6. Bagaimana sifat kualitatif dan kuantitatif pada ayam pedaging.

1.3 Maksud dan Tujuan

1. Mengetahui pemuliaan ternak pada ayam pedaging.

2. Mengetahui contoh pemuliaan ayam pedaging.

3. Mengetahui heretabilitas pada ayam pedaging.

4. Mengetahui ripitabilitas pada ayam pedaging.

5. Mengetahui nilai pemuliaan pada ayam pedaging.

6. Mengetahui sifat kualitatif dan kuantitatif pada ayam pedaging.


II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Indonesia memiliki puluhan galur ayam lokal yang cukup potensial,

namun belum dikembangkan secara baik, padahal sebenernya ayam lokal ini

memiliki kelebihan ditinjau dari kemampuan adaptasi dan secara finansial telah

mampu memberikan keuntungan yang tidak kecil bagi peternak (Dirdjopratono

dan Nuschati, 1994; Priyanto, 1994).

Nilai heretabilitas menunjukkan besarnya perbedaan genetik dalam

individu yang berkontribusi pada perbedaan antar individu untuk sifat yang

diamati. Nilai heretabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa pengaruh utamanya

adalah genetik (Warwick et al. 1990). Faktor lain yang mempengaruhi nilai

heretabilitas adalah tempat dan waktu. Nilai heretabilitas dibagi menjadi tiga yaitu

heretabilitas rendah berkisar antara 0-0,2 ; heretabilitas sedang berkisar 0,2-0,4

dan heretabilitas tinggi lebih dari 0,4. (Martojo, 1992).

Nilai ripitabilitas dapat digunakan untuk mengetahui daya ulang suatu sifat

yang dimiliki suatu individu selama individu tersebut hidup. Selain itu untuk

menduga besarnya suatu sifat yang diturunkan dari tetua kepada turunannya,

karena nilai ripitabilitas dapat untuk menduga nilai maksimum heretabilitas sifat

yang diketahui nilai ripitabilitasnya. Nilai ripitabilitas dapat pula digunakan

sebagia dasar kebijakan dalam melakukan seleksi (Falconer, 1989).

Pendugaan parameter genetik yaitu heretabilitas dan ripitabilitas suatu sifat

diperlukan untuk meningkatkan produksi. Pengetahuan tentang pendugaan nilai

ripitabilitas dan heretabilitas membantu peternak merancang pemuliaan yang tepat

untuk meningkatkan mutu genetik ternak (Bennewitz et al. 2007)


III

PEMBAHASAN

3.1 Pemuliaan Ternak pada Ayam Pedaging

Pemuliaan ternak ayam pedaging dalam produksi ternak unggas adalah

penerapan prinsip-prinsip genetika untuk meningkatkan produktifitas (sifat

produksi dan reproduksi) yang menunjang pertumbuhan daging suatu ternak

melalui peningkatan mutu genetiknya dengan jalan melakukan seleksi dan

perkawinan (breeding). Keragaman suatu sifat Performance dapat dipengaruhi

oleh dua faktor yaitu faktor genetik, dan faktor non genetik atau lingkungan.

A. Faktor Genetik

Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan kromosom yang dimiliki

oleh individu. Oleh karena itu, faktor genetik sudah ada sejak terjadinya

pembuahan atau bersatunya sel telur (ovum) dengan spermatozoa. Faktor genetik

ini tidak akan berubah selama hidup individu, sepanjang tidak terjadi mutasi dari

gen yang menyusunnya, dan faktor genetik dapat diwariskan kepada anak

keturunannya. Berbeda dengan faktor genetik, pengaruh lingkungan tidak akan

diwariskan kepada anak keturunannya.

Sebagai contoh yaitu ayam pedaging (ras) dengan ayam kampung (bukan

ras) diambil pada saat umur yang sama DOC (kira-kira1 hari setelah penetasan),

dengan memberikan pakan yang sama dan perlakuan yang sama pula setiap

harinya, pada saat ayam keduanya mencapai umur 2 bulan ayam broiler memiliki

berat 1,5 kg, dan ayam kampong memiliki berat 0,8 kg. Hal ini karena
dipengaruhi faktor genetik yaitu ayam broiler (ayam ras) dan ayam kampung

(bukan ras) yang secara genetik berbeda.

B. Faktor Lingkungan

Faktor lingkingan tergantung pada kapan dan dimana individu yang

bersangkutan berada. Sebagai contoh kita memilih ternak dengan jenis yang

sama, sebagai contoh ayam broiler dan diambil pada saat umur yang sama. Tetapi

kita memberikan pakan kedua ayam tersebut dengan pakan yang berbeda, maka

pada saat ayam mencapai umur kira-kira 2 bulanan kita akan melihat perbedaan

berat diantara keduanya, hal ini karena pemberian pakan yang berbeda pada kedua

ayam tersebut.

3.2 Contoh Pemuliaan Ternak pada Ayam Pedaging

Pemuliaan ayam yang dilakukan oleh Gunawan, B. dan Tike sartika.

Tahun 2001. Persilangan ayam Pelung jantan x Kampung betina hasil seleksi

generasi kedua (G2). Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6(1):21-27. Penelitian ini

bertujuan untuk menghasilkan ayam lokal pedaging dengan pertumbuhan cepat,

yaitu mencapai bobot badan lebih besar dari 1 kg pada umur 3 bulan. Materi yang

digunakan adalah 330 ekor DOC ayam silangan (PK) yang berasal dari

perkawinan inseminasi buatan (IB) Pelung jantan dengan Kampung betina hasil

seleksi generasi kedua (G2) dan 180 ekor DOC ayam Kampung murni (KK) yang

berasal dari populasi Kontrol.

Ayam-ayam tersebut ditempatkan dalam kandang grower sebanyak 10

ekor/cages yang dihitung sebagai 1 satuan unit ulangan percobaan. Pakan yang

diberikan selama penelitian dibagi dalam 3 fase, yaitu pakan starter I (protein

21%, energi 3000 kkal/kg) untuk ayam umur (0-21 hari); pakan starter II (protein
19%, energi 2900 kkal/kg) untuk ayam umur 22-42 hari, dan pakan grower

(protein 17%, energi 2900 kkal/kg) untuk ayam umur 43-84 hari. Peubah yang

diamati antara lain bobot badan setiap minggu selama 12 minggu, konsumsi

pakan, konversi pakan, mortalitas selama penelitian, bobot karkas, dan komponen

karkas serta perhitungan ekonomi sederhana (B/C ratio).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot badan ayam silangan Pelung x

Kampung (PK) lebih tinggi dibandingkan dengan ayam KK (1009 vs 923 g) dan

secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Konsumsi pakan

tidak nyata (3037 vs 3036 g/ekor/12 mg), tetapi konversi pakannya untuk ayam

silangan lebih baik (3,09 vs 3,4). Hasil evaluasi karkas menunjukkan bahwa untuk

bobot karkas dan komponen karkas antara kedua galur tidak berbeda nyata,

sedangkan berdasarkan jenis kelamin menunjukkan perbedaan yang nyata

(P<0,05). Berdasarkan perhitungan ekonomi sederhana diperoleh bahwa

pemeliharaan ayam PK lebih menguntungkan dibandingkan dengan hanya

memelihara ayam KK saja yang ditunjukkan oleh nilai B/C ratio sebesar 1,31

untuk PK dan 1,20 untuk KK. Mortalitas selama penelitian masih dalam kisaran

normal, yaitu untuk ayam silangan sebesar 6,36% dan ayam Kampung murni

sebesar 5,56%.

3.3 Heretabilitas pada Ayam Pedaging

Penelitian yang dilakukan oleh Muh. Affan Mu’in. Tahun 2008.

Heretabilitas beberapa ukuran tubuh ayam kampung. Junal Ilmu Peternakan, Vol.

3 No.1 Hal. 16-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi niai heretabilitas

ukuran tubuh ayam kampung. Beberapa laporan menginformasikan bahwa bobot

badan yang dicapai sampai umur 6 bulan hanya berkisar 1,4 – 1,8 kg (Mansjoer,
1985; Maryanto dan Noerdjito, 1988; Mugiyono dkk, 1988). Lambatnya

pertumbuhan ayam kampung disebabkan rendahnya mutu genetik yang dimiliki-

nya, karena umumnya peternak belum menerapkan program pemuliaan secara

ketat (Hakim, 1993; Hardjosubroto, 1994).

Kemajuan perbaikan mutu genetik ternak melalui seleksi dan atau

persilangan sangat ditentukan oleh kekuatan pewarisan dari sifat-sifat yang akan

diperbaiki . Informasi mengenai nilai heretabilitas sifat-sifat kuantitatif penting

artinya dalam membantu penyusunan program perbaikan mutu genetik. Dalam

penelitian ini digunakan 97 ekor ayam kampung sebagai kelompok anak yang

berasal dari kelompok tetua sebanyak 19 pasang ayam kampung di wilayah

kabupaten monokwari. Kemudian memasangkan ayam kampung jantan dan betina

dan tempatkan didalam unit-unit kandang perkawinan.

Telur dikumpulkan selama 10 hari dari tiap pasangan kemudian ditetaskan

selama 21 hari dan beri no identitas pada kedua kakinya dalam kelompok anak

dipelihara dikandang brooder, setelah 4 minggu dipindahkan ke kandang grower,

dan umur 8 minggu lakukan pengukuran terhadap panjang shang, panjang betis,

panjang paha, lingkar dada,panjang dada, lebar dada, panjang badan, panjang

sayap, panjang kepala dan tinggi kepala. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh

nilai estimasi h2 masing-masing ukuran tubuh sebagai berikut:

Tabel 1. Heretabilitas Beberapa Ukuran Tubuh Ayam Kampung Umur 8 Minggu


Ukuran Tubuh Heretabilitas (h2) Salah baku (SE)
Panjang shank O,8900 O,3831
Panjang betis 0,5212 0,2932
Panjang paha 0,3176 0,2289
Lingkar dada 0,1715 0,1682
Panjang dada 0,2510 0,2035
Lebar dada 0,3707 0,2473
Panjang badan 0,3901 0,2537
Panjang sayap 0,0237 0,0625
Panjang kepala 0,0282 0,0682
Tinggi kepala 0,0072 0,0345
Berdasarkan klasifikasi tersebut, maka dalam penelitian ini nilai h2

beberapa ukuran tubuh ayam kampung umur 8 minggu yang ditemukan yang ter-

masuk kategori (a) rendah: tinggi kepala (0,007), panjang sayap (0,024) dan tinggi

kepala (0,028); (b) sedang: lingkar dada (0,171) dan panjang dada (0,251); dan

tinggi: panjang paha (0,318), lebar dada (0,371), panjang badan (0,390), panjang

betis (0,521) dan panjang shank (0,890).

Nilai h2 yang tinggi dari suatu sifat menunjukkan adanya korelasi yang

tinggi antara ragam fenotipik dan ragam genetik aditif, sehingga seleksi

berdasarkan fenotipik individu (individual selection) akan lebih efektif karena

tanggap terhadap seleksi (Lasley, 1978), sedangkan apabila rendah maka seleksi

sebaiknya dilakukan berdasarkan per-formans keluarga (pedigree selection)

(Minkema, 1987). Berdasarkan petunjuk ini maka untuk meningkatkan mutu

genetik karakteristik panjang shank, pan-jang betis, panjang paha, panjang badan

dan lebar dada ayam kampung umur 8 minggu akan efektif bila dilakukan seleksi

berdasarkan fenotipik individu, sedangkan untuk karaktersitik lainnya dapat

dilakukan seleksi berdasarkan performans keluarga.

3.4 Ripitabilitas pada Ayam Pedaging

Ripitabilitas merupakan salah satu parameter genetik yang digunakan pada

program pemuliaan dengan tujuan untuk perbaikan sifat tertentu. Ripitabilitas

merupakan salah satu parameter genetik yang digunakan untuk menduga bagian

dari keragaman fenotip yang disebabkan oleh ke-ragaman genetik total (aditif,

dominan,dan epistasis) dan keragaman lingkungan permanen. Interaksi antara

keragaman genetik total dan keragaman lingkungan permanen terjadi pada sifat
yang kinerjanya diukur beberapa kali pada waktu yang berbeda namun pada

sekelompok individu yang sama.

Perbedaan kinerja suatu sifat pada sekelompok ayam pedaging pada waktu

yang berbeda terjadi karena adanya perbedaan keragaman lingkungan namun

tidak terjadi perubahan pada keragaman genetiknya (Nurgiyatiningsih, 2008).

Estimasi ripitabilitas yang tinggi sangat diharapkan karena kinerja sifat pada

waktu yang akan datang dapat diprediksi berdasarkan kinerja yang diukur pada

waktu lebih awal.

Ripitabilitas merupakan konsep yang berkaitan dengan heritabilitas yang

berguna untuk sifat-sifat yang muncul beberapa kali pada ayam pedaging.

Keterkaitan ripitabilitas dengan heritabilitas disebabkan oleh bagian dari

keragaman fenotipik yang sama-sama disebabkan oleh keragaman genetik aditif

tetapi pada ripitabilitas ditambah dengan keragaman genetik dominan dan

epistasis serta keragaman lingkungan permanen. Hal tersebut mengakibatkan nilai

ripitabilitas suatu sifat dalam populasi ayam pedaging selalu lebih tinggi daripada

nilai heritabilitas apabila diestimasi pada sifat dan kelompok individu yang sama.

Oleh karena itu, nilai ripitabilitas merupakan batas atas nilai heritabilitas.

Perhitungan nilai ripitabilitas terhadap parameter produksi pada ayam

pedaging perlu dilakukan pada program pemuliaan. Konsep ripitabilitas

berhubungan dengan pengaruh lingkungan permanen yang mempengaruhi sifat

tertentu. Ripitabilitas dihitung untuk mengetahui korelasi fenotip antara

performan sekarang dengan performa di masa mendatang pada suatu individu.

Hasil estimasi nilai ripitabilitas diharapkan dapat digunakan sebagai dasar

seleksi dan pemuliaan ayam pedaging selanjutnya. Nilai ripitabilitas berkisar

antara 0 (0%) sampai dengan 1 (100%) yang dapat di-golongkan menjadi tiga
kategori yaitu rendah apabila nilainya 0,00—0,20; sedang apabila nilainya 0,20—

0,40; tinggi apabila nilainya lebih dari 0,4. Nilai ini akan semakin rendah dan

mendekati 0,0 apabila ragam lingkungan temporer meningkat dan sebaliknya

semakin tinggi dan mendekati 1,0 apabila ragam suatu sifat se-bagian besar

dikendalikan oleh faktor genetik dan lingkungan yang sifatnya permanen.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai ripitabilitas antara lain

keragaman lingkungan temporer dan interaksinya dengan genetik individu-

individu dalam populasi pada waktu yang berbeda. Interaksi tersebut

menghasilkan keragaman kinerja pada waktu yang berbeda.Nilai ripitabilitas akan

semakin rendah dan mendekati 0,0 apabila ragam lingkungan temporer

meningkat. Sebaliknya, nilainya semakin tinggi dan men-dekati 1,0 apabila ragam

suatu sifat sebagian besar dikendalikan oleh faktor genetik dan lingkungan yang

sifatnya permanen. Manfaat ripitabilitas yaitu untuk:

a. Menunjukkan besarnya peningkatan yang dapat dicapai apabila satu sifat

individu diukursecara berulang-ulang

b. Menyusun batas atas rasio keragaman genetik total dengan keragaman

fenotipik atau rasio keragaman genetik aditif dengan keragaman fenotipik

c. Meramalkan kinerja yang akan datang berdasarkan catatan sebelumnya

d. Menghitung nilai Most Probable Producing Ability (MPPA) ternak betina

yang digunakan untuk seleksi

e. Menghitung Nilai Pemuliaan (NP) ternak betina pada sifat tertentu untuk

seleksi.

Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menentukan niai repitabilitas

pada ayam pedaging yaitu :

1. Metode korelasi antarkelas (interclass correlation)


Metode korelasi antarkelas digunakan untuk estimasi ripitabilitas dalam

populasi yang masing-masing individu memiliki catatan kinerja dua kali

pengukuran. Misalnya: produksi bertelur pertama dan kedua. Rumus estimasi

ripitabilitas sebagai berikut:


∑ 𝑋𝑌
∑ 𝑋𝑌−( )
r= (∑ 𝑋2 )
𝑛
∑ 𝑌2
√(∑(𝑋 2 − (∑ 𝑌 2 − )
𝑛 𝑛

Keterangan:

r = ripitabilitas

X = kinerja suatu sifat pada pengukuran pertama

Y = kinerja suatu sifat pada pengukuran kedua

n = jumlah individu

2. Metode korelasi dalam kelas (intraclass correlation)


Metode korelasi dalam kelas dapat digunakan dalam estimasi ripitabilitas

apabila masing-masing individu memiliki lebih dari dua pengukuran catatan

kinerja suatu sifat, misalnya produksi daging pada tiga generasi. Estimasi

ripitabilitas dengan metode korelasi dalam kelas menggunakan analisis keragaman

untuk memperoleh nilai keragaman yang diperlukan untuk menghitung estimasi

ripitabilitas. Model matematik pada estimasi ripitabilitas dengan metode korelasi

dalam kelas sebagai berikut:

Ykm = µ + αk + ekm

Keterangan:

Ykm = hasil pengamatan ke-m pada individu ke-k

µ = rata-rata kinerja suatu sifat dalam populasi

αk = pengaruh individu ke-k


ekm = pengaruh lingkungan tidak terkontrol

3.5 Nilai Pemuliaan pada Ayam Pedaging

Nilai pemuliaan atau Breeding Value merupakan faktor utama dalam

mengevaluasi keunggulan individu dalam mengevaluasi ternak dan merupakan

parameter penting dalam program pemuliaan ternak. Nilai pemuliaan pada

dasarnya merupakan regresi dari nilai fenotipik ternak terhadap nilai

heritabilitasnya. Pentingnya nilai pemuliaan dalam pemuliaan ternak,kecermatan

pendugaan nilai pemuliaan akan menentukan respon seleksi yang diperoleh. Nilai

pemuliaan dapat diduga dengan berbagai cara, salah satu cara yang cukup cermat

dalam menduga nilai pemuliaan adalah menggunakan Best Linear Unbiased

Prediction (BLUP). Keuntungan metode BLUP adalah :

(1) Model dapat memperhitungkan semua pengaruh lingkungan tetap dan bisa

langsung dimasukkan dalam model sehingga tidak perlu dikoreksi.

(2) Memungkinkan untuk turut diperhitungkannya seluruh informasi

kekerabatan antar ternak

(3) Bisa menduga nilai pemuliaan ternak yang tidak mempunyai catatan

produksi asalkan mempunyai hubungan kekerabatan dengan individu yang

mempunyai catatan.

(4) EBV yang dihasilkan lebih akurat (Anang, dkk. 2003).

Salah satu cara untuk perbaikan genetik pada ayam pedaging dilakukan

melalui seleksi dalam kelompok ternak lokal dengan tujuan untuk meningkatkan

frekuensi gen yang diinginkan. Kegiatan seleksi akan efektif bila jumlah ternak

yang diseleksi banyak, namun catatan performans individu dari jumlah yang

banyak akan sangat mahal. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah, seleksi
atau peningkatan mutu genetik dilakukan pada kelompok-kelompok tertentu

kemudian disebarkan pada kelompok lain (Wiener 1999).

Pola pemuliaan pada dasarnya ada dua bentuk yaitu pola inti tertutup

(Closed nucleus breeding scheme) dan pola inti terbuka (Open nucleus breeding

scheme). Pada pola tertutup aliran gen hanya berlangsung satu arah dari puncak

(nucleus) ke bawah tidak ada gen yang mengalir dari bawah ke nucleus. Croston

dan Pollot (1985) mengemukakan bahwa tiga hal penting untuk keberhasilan

program pemuliaan yaitu :

(1) Tujuan seleksi harus jelas serta sejalan dengan yang diinginkan peternak.

(2) Metode yang tepat untuk menilai genotip.

(3) Pola (scheme) harus praktis untuk memperoleh materi genetik yang tinggi

yang akan menguntungkan untuk digunakan dalam pemuliaan.

Langkah pertama dalam menyusun program pemuliaan adalah

menentukan tujuan pemuliaan, yang dirumuskan bersama peternak supaya bisa

berhasil dan sesuai dengan kepentingan peternak. Sifat yang ditingkatkan pada

ayam pedaging sebaiknya bernilai ekonomis tinggi serta mudah diukur, antara lain

adalah litter size, laju reproduksi, bobot lahir dan kualitas karkas. Langkah kedua

bersama-sama dengan petani menentukan bangsa dari ayam pedaging yang cocok

untuk dikembangkan. Langkah ke tiga mengelola program pemuliaan supaya

berhasil meningkatkan mutu genetik ternak serta dalam jangka panjang dapat

berkelanjutan. Selain adanya partisipasi peternak untuk dapat berkelanjutan

program pemuliaan harus berorientasi pasar.


3.6 Sifat Kualitatif dan Kuantitatif pada Ayam Pedaging

3.6.1 Sifat Kualitatif

Sifat kualitatif merupakan sifat yang dikontrol oleh beberapa gen yang

memiliki perbedaan yang jelas antar fenotipnya, biasanya bersifat tidak aditif, dan

variasinya tidak kontinyu (Noor, 2008). Menurut Warwick, et al., (1995), sifat

kualitatif adalah suatu sifat yang dapat mengklasifikasikan individu-individu ke

dalam satu dari dua kelompok atau lebih dan pengelompokan itu berbeda jelas

satusama lain. Sifat kualitatif sering dipertimbangkan dalam program pemuliaan

karena secara tidak langsung sifat ini berpengaruh terhadap sifat produksi. Sifat

kualitatif dikendalikan oleh satu atau beberapa gen dan sedikit atau tidak sama

sekali dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga variasi genetik juga menunjukkan

variasi sifat kualitatif. Karakteristik genetik eksternal dapat netral, bermanfaat

atau merugikan, tergantung pada lingkungan ternak itu dipelihara. Beberapa sifat

kualitatif yang penting yang merupakan ciri khas yang dipakai sebagai patokan

untuk penentuan suatu bangsa ayam diantaranya adalah warna bulu, warna

kerabang, warna cakar (shank) dan bentuk jengger yang tidak dipengaruhi oleh

lingkungan (Mansjoer, 1985).

3.6.2 Sifat Kuantitatif

Sifat kuantitatif merupakan sifata yang dapat diukur. Sifat ini dipengaruhi

banyak gen dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan, seperti pakan dan

tatalaksana. Perubahan pada bobot badan menunjukkan perkembangan tubuh

ayam muda ,sedangkan perubahan pada ukuran-ukuran tubuh menunjukkan

pertumbuhan dan perkembangan dari bagian-bagian tubuh (Sasimowski,1987)

setelah unggas dewasa sangat sedikit perubahan yang terjadi pada tulang sehingga
pengukuran pada tulang dapat memberikan hasil yang lebih akurat untuk

menetahui ukuran tubuh.

Panjang tulang tarsus merupakan pendugaan yang tepat untuk penentuan

bobot badan. Oleh karena itu panjang kaki mempunyai korelasi positif dengan

bobot badan dan menentukan komposisi tubuhnya. Namun dengan demikian

untuk seleksi ayam untuk produksi daging ayam yang mempunyai kaki yang

terlalu panjang tidak diinginkan karena kaki yang pendek lebih kuat menopang

tubuhnya (Jull, 1951). Soeharsono (1976) menyatakan bahwa pendugaan karakter

ayam pedaging dapat dilakukan dengan mengukur panjang paha atas ( panjang

tarsus) dan paha bawah. Perkembangan dari panjang paha bawah dan paha atas

dapat menunjukkan produksi daging karena merupakan peletakan daging.Hal ini

ditambahkan oleh pendapat Mansjoer (1981) bahwa panjang tarsometatarsus dan

diameter tarsometatarsus merupakan pendugaan yang tepat untuk penentuan bobot

banda. Kemudian diperjelas oleh Jull (1951) yang menyatakan bahwa panjang

kaki dan diameter kaki mempunyai korelasi positif dengan bobot badang dan

menentukan komposisi tubuhnya. Namun dengan demikian untuk seleksi ayam

untuk produksi daging ayam yang mempunyai kaki yang terlalu panjang dan

diameter kaki kecil tidak diinginkan karena kaki pendek dan diamter kaki yang

besar lebih kuat menopang tubuhnya. Dimensi tubuh ayam pedaging yang dapat

digunakan sebagai parameter antara lain :

a) Panjang tarsometatarsus (tulang kering ) dan diameter tarsometatarsus.

Panjang shank merupakan panjang tulang tarsometatarsus (Kusuma,

2002). Hal ini ditambahkan oleh Mansjoer (1981) bahwa panjang

tarsometatarsus dan diamater tarsometatarsus merupakan pendugaan yang

tepat untuk penentuan bobot badan. Kemudian diperjelas oleh Jull ( 1951)
yang menyatakan bahwa panjang kaki dan diameter kaki mempunyai

korelasi positif dengan bobot badan dan menentukan komposisi tubuhnlya.

Namun dengan demikian untuk seleksi ayam untuk produksi daging ayam

yang mempunyai kaki yang terlalu panjang dan diameter kaki kecil tidak

diinginkan karena kaki pendek dan diameter kaki yang besar lebih kuat

menopang tubuhnya.

b) Tinggi dan panjang badan Mansjoer (1981) menyatakan bahwa pendugaan

karakter ayam pedaging dapat dilakukan dengan mengukur tinggi badan

yang menyatakan bahwa perkembangan dari tinggi badan ayam pedaging

dapat menunjukkan produksi daging karena mempunyai korelasi positif

dengan bobot badan dan menentukan komposisi tubuhnya. Sedangkan

panjang badan mempengaruhi perkembangan rangka ayam pedaging.

Ayam broiler dapat digolongkan kedalam kelompok unggas penghasil

daging artinya dipelihara khusus untuk menghasilkan daging. Umumnya

memiliki kerangka tubuh besar, pertumbuhan badan cepat, pertumbuhan

bulu yang cepat, lebih efisien dalam mengubah ransum menjadi daging

(Hardjoswaro dan Rukminasih, 2000).

c) Lingkar dada lingkar dada merupakan komponen utama dalam

pertumbuhan daging. Besarnya dada dijadikan ukuran menilai kualitas

perdagingan karena sebagian besar otot yang merupakan komponen karkas

paling besar terdapat disekitar dada (JULL, 1979).

d) Panjang paruh, panjang sayap dan panjang tibia Pertumbuhan fisik yang

terjadi pada ayam dipengaruhi oleh faktorintrinsik dan ekstrinsik. Faktor

intrinsik yang mempengaruhi kecepatanpertumbuhan pada ayam adalah

umur, genetik, dan hormon. Sedangkan faktorekstrinsik yang


mempengaruhi kecepatan pertumbuhan adalah pakan (kualitasransum),

suhu, dan penyakit (Isnaeni, 2006).perubahan panjang paruh, panjang

sayap dan panjang tibiamemiliki dugaan korelasi dimensi antara berat

badan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari (Kadaryanto, 2003)

yangmenyatakan bahwa pertumbuhan adalah perubahan dari kecil ke besar

karenabertambahnya jumlah sel dan volume sel serta proses tersebut tidak

dapat dibalik.
IV

KESIMPULAN

1. Pemuliaan ternak ayam pedaging dalam produksi ternak unggas adalah

penerapan prinsip-prinsip genetika untuk meningkatkan produktifitas

(sifat produksi dan reproduksi) yang menunjang pertumbuhan daging

suatu ternak melalui peningkatan mutu genetiknya dengan jalan

melakukan seleksi dan perkawinan (breeding).

2. Pemuliaan ayam yang dilakukan oleh Gunawan, B. dan Tike sartika.

Tahun 2001. Persilangan ayam Pelung jantan x Kampung betina hasil

seleksi generasi kedua (G2). Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6(1):21-

27

3. Nilai heritabilitas ayam pedaging yang tinggi dari suatu sifat

menunjukkan adanya korelasi yang tinggi antara ragam fenotipik dan

ragam genetik aditif, sehingga seleksi berdasarkan fenotipik individu

akan lebih efektif karena tanggap terhadap seleksi, sedangkan apabila

rendah maka seleksi sebaiknya dilakukan berdasarkan per-formans


keluarga (pedigree selection)

4. Ripitabilitas merupakan salah satu parameter genetik yang digunakan

untuk menduga bagian dari keragaman fenotip yang disebabkan oleh

ke-ragaman genetik total (aditif, dominan,dan epistasis) dan

keragaman lingkungan permanen

5. Nilai pemuliaan dapat diduga dengan berbagai cara, salah satu cara

yang cukup cermat dalam menduga nilai pemuliaan adalah

menggunakan Best Linear Unbiased.


6. Sifat kualitatif merupakan sifat yang dikontrol oleh beberapa gen yang

memiliki perbedaan yang jelas antar fenotipnya, biasanya bersifat tidak

aditif, dan variasinya tidak kontinyu. Sedangkan Sifat kuantitatif

merupakan sifata yang dapat diukur. Sifat ini dipengaruhi banyak gen

dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan, seperti pakan dan tatalaksana.


DAFTAR PUSTAKA

Anang A, Dudi and D Heriyadi. 2003. Characteristics and Proposed Genetic


Improvement of Priangan Sheep in Small Holders. [research report].
Faculty of Animal Husbandry, Padjadjaran University Jatinangor, West
Java. Indonesia.
Bennerwitz, O., O. Morgandes, R. preieenger, G. Tnaker & E. Kalm. 2007.
Variane Componenet and Breeding Value Estimation For Reproductive
traits in laying hen using a Bayesian threshold model. Poult. Sci. 86: 823-
828
Croston D. and Pollot G. 1985. Planned Sheep Production. Collins, London.
Dirdjopratono, W. dan U. Nuschati. 1994. Studi Pemberian Pakan pada Anak
Ayam Buras Periode Lepas Sapih. Prosiding Pengolahan dan Komunikasi
Hasil Penelitian SubBalitnak Klepu, Jawa Tengah.
Falconer, D. S. 1989. Introduce to Quantitative Genetics. 2nd ed. London Inc,
London.
Gunawan, B. dan Tike sartika. Tahun 2001. Persilangan ayam Pelung jantan x
Kampung betina hasil seleksi generasi kedua (G2). Jurnal Ilmu Ternak dan
Veteriner 6(1):21-27.
Hakim, L., 1993. Perbaikan Performans Produksi Ayam kampung Melalui
Program Persilangan,. Forum Komunikasi Hasil Penelitian Bidang
Peternakan (Yogyakarta 22-25 Nopember 1993). Direktorat Pembinaan
Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.
Hardjosubroto, W., 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Mansjoer, S.S., 1985. Pengkajian Sifat-sifat Produksi Ayam kampung Serta
Persilangannya dengan Ayam RIR. (Disertasi) Bogor FPS IPB,
Martajo, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Bogor: IPB Pusat
Antar Bioteknologi.
Maryanto I. dan M. Noerdjito, 1988. Optimalisasi Produksi dan Pemanfaatan
Ayam Buras. Studi Kasus Desa Pondok dan Desa Pandaan. Kumpulan
Abstrak Seminar Nasional Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan
Aneka Ternak II, Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. Minkema, D.,
1987. Dasar Genetik dalam Pembudidayaan Ternak. Bhratara Karya Aksara,
Jakarta.
Mugiyono, S., Sukardi, Riswantiyah dan S. Mulyowati, 1988. Pengembangan
Ayam Buras di Pedesaan. Prosiding seminar Pemantapan Usaha
Peternakan dalam Rangka Menunjang Pembangunan Pertanian, ISPI Jatim
I dan II, Malang.
Muh. Affan Mu’in. 2008. Heritabilitas Beberapa Ukuran Tubuh Ayam
Kampung.Jurnal Ilmu Peternakan Vol.3 (1) : 16-19.
Nurgiartiningsih, V.M.A., G. Ciptadi, dan Muharlin. 2008. Estimasi nilai
ripitabilitas sifat kanibalisme pada puyuh (Coturnix coturnix
japonica). Jurnal Ilmu-ilmu Hayati (Life Science) 20 (1): 71 -- 76

Priyanto, D. 1994. Studi Ekonomi Usahatani Ternak Ayam Buras Berdasarkan


Tingkat Skala Pemilikan Induk di Jonggol Bogor (Kasus Peternak Program
INTAB). Prosiding Pengolahan dan Komunikasi Hasil Penelitian Sub
Balitnak Klepu Ungaran, Jawa Tengah.
Warwick, E., J. Jm M, Astuti & W. Hardjosubroto. 1985. Pemuliaan Ternak.
Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Wiener G. 1999. Animal Breeding. Centre for Tropical Veterinary Medicine
University of Edinburgh. First Published 1994 by Mac Millan Education
Ltd.

Anda mungkin juga menyukai