Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN PUSTAKA

Serat Kasar
Serat kasar adalah bagian dari karbohidrat yang telah dipisahkan dengan
bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) yang terutama terdiri dari pati, dengan cara
analisis kimia sederhana (Tillman et al., 1989). Serat kasar terdiri atas selulosa,
hemiselulosa dan lignin. Fraksi serat kasar dapat diukur berdasarkan kelarutannya
dalam larutan-larutan detergen, yaitu menggunakan analisis Van Soest (Tillman et
al., 1989). Menurut Sutardi (1980), analisa Van Soest merupakan sistem analisis
bahan makanan yang lebih relevan manfaatnya bagi ternak, khususnya sistem
evaluasi nilai gizi hijauan.
Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin (Tillman et al.,
1989). Bagi hewan ruminansia, selulosa merupakan sumber energi bagi
mikroorganisme dalam rumen dan sebagai bahan pengisi rumen, sedangkan bagi
hewan-hewan monogastrik selulosa adalah komponen yang tidak dapat dicerna.
Meskipun bagi hewan non-ruminansia selulosa tidak memiliki peran spesifik, namun
keberadaannya penting dalam meningkatkan gerak peristaltik. Setiap pertambahan
1% serat kasar dalam tanaman menyebabkan penurunan daya cerna bahan
organiknya sekitar 0,7-1,0 unit pada ruminansia (Tillman et al., 1989).

Selulosa
Selulosa adalah zat penyusun tanaman yang jumlahnya banyak, sebagai
material struktur dinding sel semua tanaman (Tillman et al., 1989). Selulosa
mempunyai bobot molekul tinggi dan terdapat dalam jaringan tanaman pada dinding
sel sebagai mikrofibril (Suparjo et al., 2008a). Kandungan selulosa pada dinding sel
tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50% dari berat kering tanaman (Suparjo et al.,
2008b).
Selulosa dicerna dalam tubuh ternak dalam saluran pencernaan oleh selulase
hasil jasad renik dan menghasilkan selubiosa, yang kemudian dihidrolisis lebih lanjut
untuk menghasilkan glukosa. Hasil pencernaan oleh jasad renik terhadap selulosa
adalah asam-asam lemak terbang (VFA) yang terdiri dari campuran asam asetat,
asam propionat dan asam butirat, dan sebagai hasil sampingan adalah gas metan dan
CO2 (Tillman et al., 1989). Struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar 1.

4
Gambar 1. Struktur Selulosa (American Fiber Manufacturers Association, 2008)

Hemiselulosa
Hemiselulosa adalah polisakarida pada dinding sel tanaman yang larut dalam
alkali dan menyatu dengan selulosa. Hemiselulosa terdiri atas unit D-glukosa, D-
galaktosa, D-manosa, D-xylosa, dan L-arabinosa yang terbentuk bersamaan dalam
kombinasi dan ikatan glikosilik yang bermacam-macam (McDonald et al., 2002).
Hemiselulosa terdapat bersama-sama dengan selulosa dalam struktur daun
dan kayu dari semua bagian tanaman dan juga dalam biji tanaman tertentu.
Hemiselulosa yang terhidrolisis akan menghasilkan heksosa, pentosa dan asam
uronat. Hemiselulosa dihidrolisa oleh jasad renik dalam saluran pencernaan dengan
enzim hemiselulase, hasil akhir fermentasinya adalah VFA (Tillman et al., 1989).
Jumlah hemiselulosa biasanya antara 15-30% dari berat kering bahan
lignoselulosa. Hemiselulosa mengikat lembaran serat selulosa membentuk
mikrofibril yang meningkatkan stabilitas dinding sel. Hemiselulosa juga berikatan
silang dengan lignin membentuk jaringan kompleks dan memberikan struktur yang
kuat (Suparjo et al., 2008b). Berikut ini merupakan struktur hemiselulosa (Gambar 2)

Gambar 2. Struktur Hemiselulosa (Carpita, 2000)

5
Lignin
Lignin merupakan komponen yang tidak memiliki hasil akhir dari proses
pencernaan dan keberadaannya dapat menghambat proses pencernaan pada ternak.
Pada tanaman kandungan lignin akan bertambah seiring bertambahnya umur
tanaman dan mencapai level tertinggi pada saat tanaman sudah dewasa (Tillman et
al., 1989). Lignin merupakan komponen dinding sel yang sulit dicerna oleh bakteri,
sehingga dengan kadar lignin yang lebih rendah bakteri akan lebih mudah
mendegradasi zat-zat makanan yang terdapat dalam isi sel (McDonald et al., 1988).
Lignin adalah gabungan beberapa senyawa yang hubungannya erat satu sama
lain, mengandung karbon, hidrogen dan oksigen, namun proporsi karbonnya lebih
tinggi dibanding senyawa karbohidrat. Lignin sangat tahan terhadap degradasi kimia,
termasuk degradasi enzimatik (Tillman et al., 1989). Struktur lignin dapat dilihat
pada Gambar 3. Lignin sering digolongkan sebagai karbohidrat karena hubungannya
dengan selulosa dan hemiselulosa dalam menyusun dinding sel, namun lignin bukan
karbohidrat. Hal ini ditunjukkan oleh proporsi karbon yang lebih tinggi pada lignin
(Suparjo et al., 2008a).
Pengerasan dinding sel kulit tanaman yang disebabkan oleh lignin
menghambat enzim untuk mencerna serat dengan normal. Hal ini merupakan bukti
bahwa adanya ikatan kimia yang kuat antara lignin, polisakarida tanaman dan protein
dinding sel yang menjadikan komponen-komponen ini tidak dapat dicerna oleh
ternak (McDonald et al., 2002).

Gambar 3. Struktur Lignin (Gregory, 2007)

6
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)
Rumput gajah (Pennisetum purpureum) merupakan keluarga rumput
rumputan (Graminae) yang telah dikenal manfaatnya sebagai pakan ternak pemamah
biak (ruminansia) yang alamiah di Asia Tenggara. Rumput ini berasal dari Afrika
tropika, kemudian menyebar dan diperkenalkan ke daerah-daerah tropika di dunia
(Manglayang, 2005). Beberapa sifat rumput gajah yang menguntungkan adalah
mudah ditanam, cepat tumbuh dan menjadi besar, perakarannya relatif dalam
sehingga mampu menahan partikel-partikel tanah yang mudah terbawa aliran
permukaan, serta mempunyai gizi tinggi sebagai bahan makanan ternak (Soeyono,
1986). Sutardi (1980) menyatakan bahwa hijauan segar dari jenis rerumputan unggul
seperti rumput gajah nilai gizinya cukup terjamin, volumenya lebih banyak dan daya
cernanya lebih tinggi dibandingkan dengan rerumputan liar.
Tanaman ini berdiri tegak, berakar dalam dan tinggi dengan rimpang yang
pendek, memiliki tulang daun yang tampak jelas sepanjang permukaan bawah
(Prosea, 2000). Rumput gajah dapat dibiakkan secara vegetatif dengan stek batang
atau sobekan rumput. Tinggi tanaman ini dapat mencapai lebih dari 4,5 m, terdapat
pada tanah lembab di daerah dengan curah hujan lebih dari 1000 mm. Hasil
panennya memiliki kandungan bahan kering yang jumlahnya banyak, namun rendah
kandungan proteinnya jika tidak dipotong pada saat masih muda (FAO, 2007).
Rumput ini biasanya dipanen dengan cara membabat seluruh pohonnya lalu
diberikan langsung (cut and carry) sebagai pakan hijauan untuk kerbau dan sapi, atau
dapat juga dijadikan persediaan pakan melalui proses pengawetan pakan hijauan
dengan cara silase dan hay. Selain itu rumput gajah juga dapat dimanfaatkan sebagai
mulsa tanah yang baik (Manglayang, 2005).
Nilai pakan rumput gajah dipengaruhi oleh perbandingan jumlah daun
terhadap batang dan umurnya. Kandungan nitrogen dari hasil panen yang diadakan
secara teratur berkisar antara 2-4% protein kasar, semakin tua umur tanaman
kandungan protein kasar akan semakin menurun. Pada daun muda nilai kecernaan
(TDN) diperkirakan mencapai 70%, tetapi angka ini menurun cukup drastis pada usia
tua hingga 55%. Batang-batangnya kurang begitu disukai ternak (karena keras)
kecuali yang masih muda dan mengandung cukup banyak air (Manglayang, 2005).
Kandungan bahan kering rumput gajah umumnya berkisar antara 12-18%, tetapi

7
seiring dengan meningkatnya umur tanaman kandungan bahan kering juga akan
meningkat. Kandungan serat kasar berkisar dari 26,0-40,5%, Beta-N sekitar 30,4-
49,6% dengan kandungan lemak kasar 1,0-3,6%. Kandungan phosphornya cukup
tinggi yaitu 0,28-0,39% dan pada batang 0,38-0,52%. Sedangkan Ca masing-masing
0,43-0,48% dan 0,14-0,23% pada daun dan batang (Sofyan et al., 2000).

Jerami Padi (Oryza sativa)


Jerami padi adalah batang padi yang ditinggalkan termasuk daun sesudah
diambil buahnya yang masak (Arinong, 2008). Jerami padi merupakan limbah
pertanian yang sangat potensial untuk digunakan sebagai sumber energi bagi ternak
ruminansia. Tahun 2008 produksi padi sebanyak 60.325.925 ton, hal ini
menunjukkan melimpahnya produksi jerami padi (Biro Pusat Statistik, 2008).
Ruminansia yang terdapat di daerah Asia Tenggara sudah umum menggunakan
jerami padi sebagai pakan sumber energi (Dixon, 1988).
Limbah hasil pertanian biasanya memiliki kelemahan, beberapa diantaranya
adalah limbah pertanian umumnya mengandung kadar serat yang tinggi,
kecernaannya yang rendah, limbah pertanian biasanya rendah kadar nutrisi seperti
nitrogen (N), sulfur dan mineral penting lainnya yang berguna untuk mikroorganisme
yang memiliki peran pada fermentasi serat dan hewan inang (Dixon, 1988).
Rendahnya daya cerna ini disebabkan oleh adanya lignin dan silika yang mengikat
selulosa dan hemiselulosa dalam bentuk ikatan rangkap, sehingga sukar dicerna
oleh enzim dari mikroorganisme dalam rumen (Arinong, 2008). Menurut Sutardi
(1980), jerami padi sebagai makanan ternak masih terbatas sekali pemanfaatannya,
karena hanya berperan sebagai bulk dan menggantikan tidak lebih dari 25%
kebutuhan ternak akan rumput.
Jerami padi sebagai hasil sisa dari tanaman padi mengandung protein kasar
3,6%, lemak 1,3%, BETN 41,6%, abu 16,4%, lignin 4,9%, serat kasar 32,0%, silika
13,5%, kalsium 0,24%, kalium 1,20%, magnesium 0,11%, dan posphor 0,10%
(Arinong, 2008). Doyle et al. (1986) menerangkan bahwa nilai koefisien cerna bahan
organik jerami padi berkisar antara 31-59%.

Serat Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)


Berdasarkan taksonominya, kelapa sawit digolongkan ke dalam divisi
Tracheopyta, subdivisio Pteropsida, kelas Angiospermae, subkelas

8
Monocotyledonae, ordo Cocoideae, famili Palmae, subfamili Cocoideae, genus
Elaeis dan spesies Elaeis guenensis Jacq (Lubis, 1992). Serat sawit (palm press fibre)
adalah hasil ikutan pengolahan kelapa sawit yang dipisahkan dari buah setelah
pengutipan (pengambilan) minyak dan biji sawit dalam proses pemerasan (Agustin,
1991).
Limbah kelapa sawit semakin melimpah seiring dengan banyaknya pabrik
pengolahan kelapa sawit yang kini mencapai 470 pabrik. Sebuah pabrik kelapa sawit
(PKS) berkapasitas 60 ton tandan/jam menghasilkan limbah 100 ton/hari. Itu artinya,
total limbah 470 pabrik itu mencapai 28,7 juta ton dalam bentuk cair dan 15,2-juta
ton limbah padat per tahun (Trubus, 2008). Terdapat tiga jenis limbah industri kelapa
sawit yang dapat dimanfaatkan oleh ternak adalah bungkil kelapa sawit, lumpur
kelapa sawit dan serat kelapa sawit. Angka konversi dari lumpur sawit adalah 30%
dan serat 20%, sedangkan bungkil inti sawit 40-60% dari inti (Sofyan et al., 2000).
Produksi serat sawit tinggi, namun tidak diikuti dengan kualitasnya. Serat
sawit memiliki kandungan protein kasar yang rendah dan xylosa yang tinggi, namun
memiliki kandungan lignin yang tinggi (Vadiveloo and Fadel, 1992). Serat kelapa
sawit dapat diberikan pada ruminansia sebanyak 15-35% dari ransum (Sofyan et al.,
2000). Kandungan serat sawit adalah BK 93,2 %, abu 6,46 %, protein kasar 5,93 %,
lemak kasar 5,19 %, serat kasar 40,80 % dan beta-N 41,62 % (Agustin,1991).

Sistem Pencernaan Ruminansia


Lambung ruminansia terletak pada bagian kiri dari rongga abdomen,
menempati ¾ bagian dari total isi rongga perut. Lambung ruminansia terdiri atas 4
bagian, yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum (Dehority, 2004). Bagian-
bagian dari lambung ruminansia ini dapat dilihat pada Gambar 4. Proses pencernaan
pada ternak ruminansia terjadi secara mekanis (di dalam mulut), secara fermentatif
(oleh enzim-enzim yang berasal dari mikroba rumen) dan secara hidrolitis (oleh
enzim-enzim pencernaan hewan induk semang). Lokasi proses pencernaan
fermentatif bervariasi antar jenis ternak (Sutardi, 1980). Ruminansia berkembang
untuk memfermentasi makanannya dengan bantuan mikroorganisme (∅rskov, 2001).
Rumen dihuni oleh tidak kurang dari empat jenis mikroorganisme anaerob, yaitu
bakteri, protozoa, fungi atau jamur dan virus (Preston and Leng, 1987).

9
Gambar 4. Saluran Pencernaan Ruminansia (Raczykowski, 1995)

Di dalam rumen terdapat berbagai tipe bakteri, yang masing-masing


mempunyai fungsi yang berbeda sehingga karbohidrat kompleks dapat dikonversikan
menjadi asam organik yang dapat dimanfaatkan ternak. Bakteri bekerja dengan cara
menempel pada partikel hijauan dan perlahan mengikis bahan yang dapat dicerna
(∅rskov, 2001). Mikroba rumen menghasilkan enzim selulase. Enzim ini ada dua
macam, yaitu selulase I dan selulase II. Selulase I bersifat non hidrolitik dan fungsi
utamanya untuk memecah ikatan hidrogen antar molekul glukosa dalam selulosa.
Selulase II bersifat hidrolitik, yaitu memecah ikatan β-1,4 (Sutardi, 1980). Jumlah
bakteri di dalam rumen adalah 109-1010 per ml dari isi rumen. Sedangkan jumlah
protozoa lebih kecil dari bakteri (106 per ml), namun akan lebih besar dari bakteri
dalam massa total (McDonald et al., 2002).
Spesies bakteri selulolitik yang utama di dalam rumen adalah Ruminococcus
albus, R. flavefaciens, dan Bacteriodes succinogens. Populasi bakteri bervariasi
tergantung dari jenis hijauan. Enzim yang bekerja dalam rumen hanya dapat
mendegradasi beberapa komponen dinding sel, komponen keras dinding sel lainnya
akan dicerna oleh bakteri (Caroline et al., 2003).
Pemecahan makanan secara kimia di dalam retikulo-rumen diakibatkan oleh
sekresi enzim, tidak hanya oleh ternak itu sendiri, tetapi juga oleh bakteri dan
protozoa. Makanan dan air masuk ke dalam rumen dan difermentasi untuk
menghasilkan volatile fatty acids (VFA), sel mikroba, gas metan, dan CO2. Gas
metan akan dikeluarkan dengan cara eruktasi dan VFA diserap melalui dinding
rumen. Sel mikroba bersama dengan komponen makanan yang tidak terdegradasi,

10
masuk ke abomasum dan usus halus yang kemudian dicerna oleh enzim yang
disekresikan oleh ternak inang (McDonald et al., 2002).

Selulosa Pati

Selubiosa Maltosa Isomaltosa

Glukosa-1-phosphat Glukosa
Glukosa-6-phosphat
Pektin Asam Uronat
Sukrosa

Hemiselulosa Pentosa Fruktosa-6-phosphat Fruktosa Fruktan

Pentosan Fruktosa-1,6-diphosphat

Asam Piruvat

Format Asetil CoA Laktat Oksaloasetat Metilmalonil CoA

CO2 H2 Malonil Asetoasetil Laktil Malat


CoA CoA CoA
Metan
Asetil phosphat ß-Hidroksibutiril Fumarat
CoA Akrilil
CoA
Krotonil
CoA
Propionil Suksinil CoA
CoA Suksinat
Butiril
CoA

Asetat
Butirat Propionat
Gambar 5. Proses Metabolisme Karbohidrat di dalam Rumen Ternak Ruminansia
(McDonald et al., 2002)

Pakan ruminansia umumnya mengandung selulosa, hemiselulosa, pati dan


karbohidrat larut air yang sebagian besar berupa fruktan. Pemecahan karbohidrat di
dalam rumen dibagi menjadi dua tahap. Pertama, karbohidrat kompleks dipecah

11
menjadi gula sederhana. Gula sederhana yang dihasilkan pada tahap pertama jarang
terdeteksi di dalam cairan rumen karena gula-gula tersebut diambil dan dimetabolis
intraseluler oleh mikroorganisme. Tahap kedua merupakan proses pemecahan piruvat
menjadi produk akhir pencernaan karbohidrat pada ruminansia, yaitu asam asetat,
asam propionat, asam butirat, CO2, dan gas metan (McDonald et al., 2002). Proses
pemecahan karbohidrat pada ruminansia ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Protein pakan dihidrolisis menjadi peptida dan asam amino oleh
mikroorganisme rumen, tetapi beberapa asam amino didegradasi menjadi asam
organik, amonia dan CO2. Produk amonia bersama dengan peptida sederhana dan
asam amino bebas digunakan mikroorganisme rumen untuk sintesis protein mikroba.
Mikroorganisme yang terbawa dan berada di abomasum dan usus halus, protein
selnya akan dicerna dan diserap (McDonald et al., 2002). Proses pemecahan protein
pada ruminansia ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Pakan

Protein Non-protein N

Kelenjar
Saliva

Sulit Mudah Non-protein N


Didegradasi Didegradasi
Enzim protease

Peptida
Enzim peptidase Hati
Deaminasi
Asam Amino Amonia NH3 urea
Rumen

Protein Mikroba
Ginjal

Dicerna di Usus Diekskresikan


Halus (urine)

Gambar 6. Proses Metabolisme Protein di dalam Rumen Ternak Ruminansia


(McDonald et al., 2002)

12
Rayap
Di seluruh dunia jenis-jenis rayap yang telah dikenal ada sekitar 2000 spesies
dan sekitar 120 spesies diantaranya merupakan hama. Sedangkan di Indonesia
kurang lebih terdapat 200 spesies yang telah dikenal dan sekitar 20 spesies yang
diketahui berperan sebagai hama perusak kayu dan hama hutan atau pertanian
(Tarumingkeng, 2001). Rayap adalah serangga sosial yang termasuk ordo Isoptera.
Rayap berbeda dengan serangga sosial seperti semut dan lebah, namun struktur rayap
lebih mirip dengan kecoa (Krishna, 1969).
Rayap pada dasarnya adalah serangga daerah tropik dan subtropik. Di daerah
tropik rayap ditemukan mulai dari pantai sampai ketinggian 3000 m di atas
permukaan laut. Makanan utamanya adalah kayu atau bahan yang terutama terdiri
atas selulosa. Berdasarkan perilaku makan rayap, dapat dikatakan bahwa rayap
termasuk golongan makhluk hidup perombak bahan mati yang sebenarnya sangat
bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan dalam ekosistem. Rayap merupakan
konsumen primer dalam rantai makanan yang berperan dalam kelangsungan siklus
beberapa unsur penting seperti karbon dan nitrogen (Tarumingkeng, 2001).
Sebagian masyarakat juga sudah mengetahui bahwa dalam koloni setiap jenis
rayap, terdapat beberapa kasta individu yang wujudnya berbeda, yaitu:
1. Kasta prajurit
Kasta ini ditandai dengan bentuk tubuh yang kekar karena penebalan
(sklerotisasi) kulitnya agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya
mempertahankan kelangsungan hidup koloninya.
2. Kasta pekerja
Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80 %
populasi dalam koloni merupakan individu-individu pekerja. Peran dari kasta pekerja
adalah mencari makanan dan membawanya ke sarang, memelihara telur dan rayap
dari kasta lain, membunuh dan memakan rayap-rayap yang sudah tidak produktif lagi
baik dari kasta reproduktif, prajurit maupun kasta pekerja sendiri.
3. Kasta reproduktif
Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu betina (yang
abdomennya biasanya sangat membesar) yang tugasnya bertelur dan jantan (raja)
yang tugasnya membuahi betina. Jika koloni rayap masih relatif muda biasanya kasta

13
reproduktif berukuran besar sehingga disebut ratu. Kasta ini dibedakan menjadi kasta
reprodukif primer dan reproduktif suplementer atau neoten.
Rayap mempunyai sifat-sifat yang penting untuk diketahui antara lain sifat
kanibal dan trofolaksis. Sifat kanibal terutama menonjol pada keadaan yang sulit
misalnya kekurangan air dan makanan, sehingga hanya individu yang kuat saja yang
dipertahankan. Kanibalisme berfungsi untuk mempertahankan prinsip efisiensi dan
konservasi energi, dan berperan dalam pengaturan homeostatika (keseimbangan
kehidupan) koloni rayap. Trofalaksis adalah perilaku berkerumun di antara anggota-
anggota koloni, dan saling "menjilat" anus dan mulut. Dengan perilaku ini protozoa
dapat ditularkan kepada individu-individu yang memerlukannya. Penyebaran
feromon dasar juga diduga terlaksana melalui perilaku trofalaksis (Tarumingkeng,
2001).
Sistem Pencernaan Rayap
Rayap penting dalam degradasi bagian tanaman termasuk selulosa,
hemiselulosa, lignin dan flavonoid (Ramin et al., 2008b). Sistem pencernaan rayap
terdiri dari usus depan, usus tengah dan usus belakang. Usus belakang terbagi
menjadi lima segmen, yaitu proctodeal, katup yang mengontrol masuknya makanan,
perut sebagai tempat absorpsi dan banyak terdapat mikroorganisme simbion, usus
besar dan rektum (Varma et al., 1994). Mikroba yang terdapat di dalam saluran
pencernaan rayap terdiri dari protozoa, bakteri, spirochetes, dan fungi (Ramin et al.,
2008b).
Rayap memiliki kesamaan aktivitas dengan ruminansia dalam proses
pencernaannya, diantaranya adalah sumber pakan berupa selulosa, adanya
mikroorganisme pendegradasi serat kasar dalam saluran pencernaannya, produk
fermentasi yang dihasilkan dari proses pencernaan pakan, dan kondisi dalam alat
pencernaannya yaitu rumen pada ruminansia dan usus pada rayap sama-sama dalam
kondisi anaerob. Selain itu, terdapat perbedaan aktivitas pencernaan makanan antara
ruminansia dan rayap, yaitu pada rumen didominasi oleh bakteri, sedangkan pada
rayap lebih didominasi oleh protozoa. Pada rayap, produk fermentasinya tidak
selengkap pada ruminansia (Odelson and Breznak, 1983).
Enzim endo-β-1,4 glukanase yang dihasilkan rayap memegang peranan
penting dalam pencernaan selulosa. Metabolisme selulosa oleh flora rayap

14
menghasilkan asetat, CO2 dan hidrogen sebagai produk akhir (Varma et al., 1994).
Pada rayap tingkat rendah, pada saluran pencernaannya kaya akan protozoa. Paling
tidak, beberapa flagelata protozoa memiliki hubungan simbiosis mutualisme dengan
rayap inangnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rayap bergantung pada
protozoa untuk menyediakan enzim penting untuk mencerna selulosa. Pada rayap
tingkat tinggi (Termitidae), diduga bahwa bakteri mengambil alih tugas protozoa
dalam membantu pencernaan selulosa (Krishna, 1969).
Microtermes inspiratus Kemner terdapat di daerah Jawa dan hidup di bawah
tanah. Rayap ini merupakan hama perusak kayu yang serius dan menyerang bagian
tanaman yang mati dari pohon. Rayap ini memiliki ukuran tubuh yang sangat
bervariasi. Microtermes inspiratus Kemner merupakan rayap tingkat tinggi dari
family Termitidae dan subfamily Macrotermitinae (Roonwal, 1970).
Coptotermes curvignathus Holmgren terdapat di Asia Tenggara, seperti
Malaysia, Singapura, Indonesia (Jawa, Sumatra dan Kalimantan), Thailand, Vietnam,
dan Kamboja, serta kemungkinan di Filipina dan Cina selatan. Rayap ini merupakan
hama yang ganas untuk pohon karet di Asia Tenggara dan menyerang kulit pohon
serta bagian lain, bahkan terkadang mematikan pohon yang diserang. Untuk
mencapai makanannya, rayap ini membuat saluran dari kayu yang sudah termakan
hingga ke bawah tanah (Roonwal, 1970). Coptotermes curvignathus Holmgren
merupakan rayap tingkat rendah dalam family Rhinotermitidae dan subfamily
Coptotermitinae (Ramin et al., 2008a). Hasil penelitian Ramin et al. (2008a)
menunjukkan bahwa dari hasil isolasi tiga spesies bakteri yang berasal dari
Coptotermes curvignathus Holmgren, dapat diidentifikasi jenis bakteri ketiga isolat
tersebut, yaitu Enterobacter aerogenes, Enterobacter cloacae dan Clavibacter
agropyri (Corynebacterium). Saluran pencernaan rayap dapat dilihat pada Gambar 7.

15
Gambar 7. Saluran Pencernaan Rayap Reticulitermes flavipes (Kane, 1997 Dalam
Dehority, 2004)

Kemampuan Bakteri Rayap dalam Mendegradasi Pakan Sumber Serat


Penelitian Adawiah (2000) dan Setianingsih (2001) menunjukkan bahwa
rayap Coptotermes curvignathus Holmgren dapat mengkonsumsi pakan sumber
serat. Penelitian Adawiah menunjukkan bahwa rayap Coptotermes curvignathus
Holmgren lebih menyukai pod coklat dan bagas tebu. Hasil yang berbeda diperoleh
Setianingsih (2001), Coptotermes curvignathus Holmgren lebih menyukai
mengkonsumsi rumput gajah, serat sawit dan kayu pinus dibandingkan pod coklat.
Perbedaan ini disebabkan oleh komposisi dan kandungan zat makanan terutama
komponen serat kasar dalam pakan (Adawiah, 2000), adanya zat antinutrisi pada pod
coklat (Setianingsih, 2001) dan perbedaan prosedur penelitian.
Bakteri simbion rayap yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari hasil
pemurnian dari penelitian-penelitian sebelumnya. Setianegoro (2004) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa bakteri simbion rayap Macrotermes gilvus Hagen,
Coptotermes curvignathus Holmgren dan Microtermes inspiratus Kemner serta
gabungan ketiganya mempunyai kemampuan dalam mencerna pakan sumber serat
seperti jerami padi, serat sawit dan rumput gajah. Namun kemampuan bakteri
simbion rayap tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan dengan isolat bakteri
rumen. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Widyastuti (2005) menghasilkan
28 isolat bakteri rayap maupun rumen, kemudian diseleksi hingga diperoleh 13 isolat
murni bakteri rayap dan rumen yang mempunyai kemampuan selulolitik tertinggi.
Sulistiani (2005) mendapatkan lima isolat terbaik untuk diteliti lagi kemampuannya
dalam fermentabilitas dan kecernaan pakan berserat.

16
Penelitian selanjutanya dilakukan oleh Pradana (2006) dan Solihat (2006)
yang menunjukkan bahwa bakteri simbion rayap dapat hidup dalam kondisi rumen
dan mendapatkan tiga isolat terbaik yaitu isolat A (SB 53 5(3)1), D (SC 51 5 (2)) dan
C (SB 53 1(3)2) karena memiliki daya cerna yang tinggi. Sopandi (2007) mengkaji
kemampuan ketiga isolat bakteri tersebut bila dikombinasikan dan diperoleh hasil
dua isolat bakteri simbion rayap yang terbaik yaitu isolat A (SB 53 5(3)1) yang
berasal dari rayap Coptotermes curvignathus Holmgren dan isolat D (SC 51 5 (2))
yang berasal dari rayap Microtermes inspiratus Kemner. Novianto (2009) dan
Puspitasari (2009) mengkaji kemampuan kombinasi dua isolat bakteri rayap terbaik
dengan isolat bakteri rumen. Penelitian keduanya menunjukkan bahwa isolat bakteri
rayap dapat berinteraksi dengan baik dengan isolat bakteri rumen dalam
mendegradasikan pakan sumber serat.

17

Anda mungkin juga menyukai