Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

1. Pengertian
Gangguan persepsi sensori: halusinasi merupakan suatu masalah keperawatan
yang ditemukan pada pasien gangguan jiwa. Bagian ini berisi pedoman agar
perawat dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami
halusinasi (Yosep, 2009).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan.Pasien merasakan stimulus
yang sebenarnya tidak ada (Keliat, 2009).

2. Jenis dan Isi Halusinasi


Berikut ini adalah jenis halusinasi menurut data objektif dan subjektifnya.
Data objektif dapat dikaji dengan cara mengobservasi perilaku pasien sedangkan
data subjektif dapat dikaji dengan melakukan wawancara dengan pasien. Melalui
data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien (Herman, 2011).

Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif


Dengar/suara Bicara atau tertawa Mendengar suara-suara
sendiri. atau kegaduhan.
Marah-marah tanpa Mendengar suara yang
sebab. mengajak bercakap-
Mencodongkan telinga cakap
ke arah tertentu. Mendengar suara
Menutup telinga. memerintah
Melakukan sesuatu yang
berbahaya
Penglihatan Menunjuk-nunjuk ke Melihat bayangan, sinar,
arah tertentu. bentuk geometris, bentuk
Ketakutan pada sesuatu kartun, melihat hantu
yang tidak jelas. atau monster.
Penghidu Tampak seperti sedang Mencium bau-bauan
mencium bau-bauan seperti bau darah, urine,
tertentu. feses, terkadang bau yang
Menutup hidung menyenangkan.
Pengecapan Sering meludah Merasakan rasa seperti
muntah darah, urine atau feses
Perabaan Menggaruk-garuk Mengatakan ada
permukaan kulit serangga di permukaan
kulit
Merasa seperti tersengat
listrik

Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusiinasi
yang dialami oleh pasien.Kapan halusinasi terjadi?Jika mungkin jam berapa?
Frekuensi terjadinya apakah terus menerus atau hanya sekali?Situasi terjadinya,
apakah jika sedang sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu?Hal ini dilakukan
untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi dan untuk
menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi sehingga pasien tidak
larut dengan halusinasinya.Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi,
tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi dapat direncanakan (Keliat, 2009).
3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf-syaraf pusat
dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul adalah:
hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku
menarik diri.
2) Psikologis
Keluarga pengasuh dan lingkungan Pasien sangat mempengaruhi respons
psikologis Pasien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah: penolakan atau tindakan kekerasan
dalam rentang hidup Pasien.

3) Sosial budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum Pasien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya.(Videbeck, 2008).

4. Manifestasi Klinis
a. Tahap I
1) Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2) Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3) Gerakan mata yang cepat
4) Respon verbal yang lambat
5) Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
b. Tahap II
1) Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
2) Penyempitan kemampuan konsenstrasi
3) Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
c. Tahap III
1) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
dari pada menolaknya
2) Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
3) Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
4) Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor,
ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk
d. Tahap IV
1) Prilaku menyerang teror seperti panik
2) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
3) Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,
menarik diri atau katatonik
4) Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
5) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang. (Keliat, 2009).

5. Tanda dan Gejala


Menurut Yosep (2007), gejala halusinasi adalah:
a. Bicara, senyum, tertawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa suara
c. Pergerakan mata yang cepat
d. Respon verbal lambat
e. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
f. Tidak dapat membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak nyata
g. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah
h. Perhatian dengan lingkungan kurang
i. Sulit berhubungan dengan orang lain
j. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah
k. Tidak mampu mengikuti perintah perawat
l. Tampak tremor dan berkeringat
m. Perilaku panik agitasi atau katakon
n. Tidak dapat mengurus diri sendiri

6. Rentang Respon
Halusinasi merupakan salah satu respon meladaptif individu yang berbeda dalam
rentang respon neurobilogist.Individu yang sehat persepsinya akurat mampu
mengidentifikasi stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera
(pendengaran, penglihatan, pengecapan, penghidu dan perabaan) sedangkan pasien
dengna halusinasi mempersiapkan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya
stimulus tersebut tidak ada.

Respon adaptif Respon maladaptif

Respon Adaptif Respon Maladaptif


1. Hubungan Pikiran terkadang 1. Kelainan fikiran
social Menyimpang 2. Halusinasi.
2. Perilaku sosial Ilusi 3. Tidak mampu
3. mengontrol Emosi berlebihan 4. Ketidak
4. Emosi Perilaku ganjil teraturan.
konsisten Menarik diri 5. Isolasi sosial
5. Persepsi akurat
6. Pikiran logis

Keterangan:
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budayayang berlak dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal
jikamenghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut,
responadaptif.
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli.
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
bataskewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
danlingkungan.
b. Respon psikososial
Respon psikosial meliputi:
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
2) Ilusi adalah miss interpretasi/penilaian yang salah tentang penerapanyang
benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
bataskewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain.
6) Respon maladaptif
c. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yangmenyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun
responmaladaptif meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankanwalaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan kenyataan sosial
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternalyang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
danditerima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yangnegatif mengancam. (Keliat, 2009).

7 Fase-Fase Halusinasi, Karakteristik, dan Perilakunya

Fase Halusinasi Karakteristik Prilaku Pasien


FASE 1 : Pasien mengalami perasaan Tersenyum atau tertawa
Comforting mendalam seperti ansietas, yang tidak sesuai,
Ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah takut menggerakkan bibir tanpan
Halusinasi dan mencoba untuk berfokus suara, pergerakan mata
menyenangkan pada pikiran yang yang cepat, respon verbal
menyenangkan untuk yang lambat jika sedang
meredakan ansietas. asik, diem dan asik sendiri.
Individu mengenali bahwa
pikiran-pikiran dan pengalaman
sensori jika ansietas dapat
ditangani.
Non spikotik
FASE 2 : Pengalaman sensori yang Meningkatnnya sistem
Condemi menjijikan dan menakutkan saraf otonom akibat
Ansietas bera, pasien mulai lepas kendali dan ansietas seperti
Halusinasi menjadi mungkin mencoba untuk peningkatan denyut
menjijikan mengambil jarak dirinnya jantung, pernafasan dan
dengan sumber yang tekanan darah. Rentang
dipersepsikan. Pasien mungkin perhatian menyempit. Asik
mengalami dipermalukan oleh dengan pengalaman
pengalaman sensori dan sensori dan kehilangan
menarik diri dari orang lain. kemampuan membedakan
Psikotik ringan halusinasi dengan realita.
FASE 3 : Pasien berhenti menghentiksn Kemampuan yang
Conntroling perlawanan terhadap halusinasi dikendalikan halusinasi
Ansietas berat, dan menyerah terhadap akan lebih diikuti.
pengalaman sensori halusinasi tersebut. Isi Kesukaran berhubungan
menjadi berkuasa halusinasi menjadi menarik. dengan orang lain.
Pasien mungkin mengalami Rentang perhatian hanya
pengalaman kesepian jika beberapa detik atau menit.
sensori halusinasi berhenti. Adannya tanda-tanda fisik
Psikotik ansietas berat :
berkeringat, tremor, tidak
mampu mematuhi
perintah.
FASE 4 : Pengalaman sensori menjadi Prilaku teror akibat panik.
Conquering, panik mengancam jika pasien Potensi kuat suicide atau
umumnya menjadi mengikuti perintah halusinasi. homicide, aktivitas fisik
melebur dalam Halusinasi berakhir dari merefleksikan isi
halusinasi beberapa jam atau hari jika halusinasi seperti perilaku
tidak ada intervensi terapiutik kekerasan, agitasi, menarik
diri atau katatonia. Tidak
mampu berespon terhadap
perintah yang kompleks.
Tidak mampu berespon
lebih dari satu orang.

8. Pohon Masalah
Risiko perilaku mencederai diri,
Akibat
orang lain, dan lingkungan

Masalah Utama Gangguan sensori/persepsi:


Halusisnasi

Penyebab Isolasi sosial: menarik diri

9. Asuhan Keperawatan Halusinasi


a. Pengkajian
Data yang Perlu Dikaji
a. Alasan masuk RS
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga
merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal
lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke
rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
b. Faktor prediposisi
1) Faktor perkembangan terlambat
a) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa
aman.
b) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
a) Komunikasi peran ganda
b) Tidak ada komunikasi
c) Tidak ada kehangatan
d) Komunikasi dengan emosi berlebihan
e) Komunikasi tertutup
f) Orangtu yang membandingkan anak-anaknya, orangtua yang
otoritas dan konflik dalam keluarga
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
4) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri,
ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis
peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
5) Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran
vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
6) Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui
kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson
nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan
22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami
skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia,
sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak
yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15%
mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya
skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
c. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1) Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima
dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme
penerimaan abnormal).
3) Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif
adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku.
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian,
kelelahan dan infeksi, obat-obatan sistem syaraf pusat, kurangnya
latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga,
kehilangan kebebasab hidup dalam melaksanakan pola aktivitas
sehari-hari, sukar dala, berhubungan dengan orang lain, isolasi
sosial, kurangnya dukungan sosialm tekanan kerja, dan
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya
kekuatan berlebihan, merasa malang, rendahnya kemampuan
sosialisasi, ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan gejala.
4) Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara sendiri.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada
jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adannya
tanda-tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya
harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasinya
saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang iperlukan meliputi :
a) Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan.
b) Waktu dan frekuensi
Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari.
c) Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum
halusinasi muncul. Perawat bisa mengobservasi apa yang dialami
klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi
pertanyaan klien.
d) Respon klien
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami
pengalamana halusinasi. Apakah klien bisa mengontrol stimulus
halusinasinya atau sebaliknya.
d. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan
darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan
klien.
1) Status mental
a) Penampilan : tidak rapi, tidak serasi
b) Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit
c) Aktivitas motorik : meningkat/menurun
d) Afek : sesuai/maladaprif
e) Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang
ada sesuai dengan nformasi
f) Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi
dengan baik dan dapat mempengaruhi proses pikir
g) Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis
h) Tingkat kesadaran
i) Kemampuan konsentrasi dan berhitung
2) Mekanisme koping
a) Regresi : malas beraktifitas sehari-hari
b) Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggungjawab kepada oranglain.
c) Menarik diri : mempeecayai oranglain dan asyik dengan stimulus
internal
3) Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan
ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
b. Diagnosis Keperawatan
a. Isolasi sosial: menarik diri
b. Gangguan persepsi sosial: halusinasi
c. Risiko perilaku mencederai diri, orang lain, dan lingkungan
c. Tindakan Keperawatan
RENCANA TINDAKAN
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Resiko perilaku kekerasan TUM: Selama perawatan diruangan, Tindakan Psikoterapi
pasien tidak memperlihatkan perilaku 1. Pasien
kekerasan, dengan criteria hasil (TUK): a. BHSP
1. Dapat membina hubungan saling b. Ajarakan SP I:
percaya 1) Diskusikan penyebab, tanda dan gejala, bentuk dan akibat PK yang dilakukan
2. Dapat mengidentifikasi penyebab, pasien serta akibat PK
tanda dan gejala, bentuk dan 2) Latih pasien mencegah PK dengan cara: fisik (tarik nafas dalam & memeukul
akibat PK yang sering dilakukan bantal)
3. Dapat mendemonstrasikan cara 3) Masukkan dalam jadwal harian
mengontrol PK dengan cara : c. Ajarkan SP II:
a. Fisik 1) Diskusikan jadwal harian
b. Social dan verbal 2) Latih pasien mengntrol PK dengan cara sosial
c. Spiritual 3) Latih pasien cara menolak dan meminta yang asertif
d. Minum obat teratur 4) Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
4. Dapat menyebutkan dan d. Ajarkan SP III:
mendemonstrasikan cara 1) Diskusikan jadwal harian
mencegah PK yang sesuai 2) Latih cara spiritual untuk mencegah PK
5. Dapat memelih cara 3) Masukkan dalam jadawal kegiatan harian
mengontrol PK yang efektif e. Ajarkan SP IV
dan sesuai 1) Diskusikan jadwal harian
6. Dapat melakukan cara yang 2) Diskusikan tentang manfaat obat dan kerugian jika tidak minum obat secara
sudah dipilih untuk mengontrl teratur
PK 3) Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
7. Memasukan cara yang sudah f. Bantu pasien mempraktekan cara yang telah diajarkan
dipilih dalam kegitan harian g. Anjurkan pasien untuk memilih cara mengontrol PK yang sesuai
8. Mendapat dukungan dari h. Masukkan cara mengontrol PK yang telah dipilih dalam kegiatan harian
keluarga untuk mengontrol PK i. Validasi pelaksanaan jadwal kegiatan pasien dirumah sakit
9. Dapat terlibat dalam kegiatan 2. Keluarga
diruangan a. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien PK
b. Jelaskan pengertian tanda dan gejala PK yang dialami pasien serta proses
terjadinya
c. Jelaskan dan latih cara-cara merawat pasien PK
d. Latih keluarga melakukan cara merawat pasien PK secara langsung
e. Discharge planning : jadwal aktivitas dan minum obat
Tindakan psikofarmako
1. Berikan obat-obatan sesuai program pasien
2. Memantau kefektifan dan efek samping obat yang diminum
3. Mengukur vital sign secara periodic
Tindakan manipulasi lingkungan
1. Singkirkan semua benda yang berbahaya dari pasien
2. Temani pasien selama dalam kondisi kegelisahan dan ketegangan mulai
meningkat
3. Lakaukan pemebtasan mekanik/fisik dengan melakukan pengikatan/restrain atau
masukkan ruang isolasi bila perlu
4. Libatkan pasien dalam TAK konservasi energi, stimulasi persepsi dan realita

Gangguan persepsi sensori: Setelah dilakukan tindakan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK


halusinasi keperawatan selama 3 x 24 jam klien Klien
mampu mengontrol halusinasi dengan 1. Bina hubungan saling percaya
kriteria hasil: 2. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
1. Klien dapat membina hubungan 3. Observasi tingkah laku klien terkait halusinasinya
saling percaya 4. Tanyakan keluhan yang dirasakan klien
2. Klien dapat mengenal 5. Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman
halusinasinya; jenis, isi, waktu, halusinasi, diskusikan dengan klien tentang halusinasinya meliputi :
dan frekuensi halusinasi, respon SP I
terhadap halusinasi, dan tindakan 1. Identifikasi jenis halusinasi Klien
yg sudah dilakukan 2. Identifikasi isi halusinasi Klien
3. Klien dapat menyebutkan dan 3. Identifikasi waktu halusinasi Klien
mempraktekan cara mengntrol 4. Identifikasi frekuensi halusinasi Klien
halusinasi yaitu dengan 5. Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
menghardik, bercakap-cakap 6. Identifikasi respons Klien terhadap halusinasi
dengan orang lain, terlibat/ 7. Ajarkan Klien menghardik halusinasi
melakukan kegiatan, dan minum 8. Anjurkan Klien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
obat harian
4. Klien dapat dukungan keluarga SP II
dalam mengontrol halusinasinya 1. Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien
5. Klien dapat minum obat dengan 2. Latih Klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
bantuan minimal lain
6. Mengungkapkan halusinasi sudah 3. Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
hilang atau terkontrol SP III
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien
2. Latih Klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang
biasa dilakukan Klien di rumah)
3. Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP IV
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien
2. Berikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
3. Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
4. Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.
5. Menganjurkan Klien mendemonstrasikan cara control yang sudah diajarkan
6. Menganjurkan Klien memilih salah satu cara control halusinasi yang sesuai
Keluarga
1. Diskusikan masalah yang dirasakn keluarga dalam merawat Klien
2. Jelaskan pengertian tanda dan gejala, dan jenis halusinasi yang dialami Klien serta
proses terjadinya
3. Jelaskan dan latih cara-cara merawat Klien halusinasi
4. Latih keluarga melakukan cara merawat Klien halusinasi secara langsung
5. Discharge planning : jadwal aktivitas dan minum obat

TINDAKAN PSIKOFARMAKO
1. Berikan obat-obatan sesuai program Klien
2. Memantau kefektifan dan efek samping obat yang diminum
3. Mengukur vital sign secara periodic

TINDAKAN MANIPULASI LINGKUNGAN


1. Libatkan Klien dalam kegiatan di ruangan
2. Libatkan Klien dalam TAK halusinasi

Referensi:
Herman, Ade. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta: Direja Surya
Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2009. Model Praktek Keperawatan Professional Jiwa, Jakarta: EGC
Videbeck, Sheila L,. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Yosep I. 2007.Keperawatan Jiwa, Bandung : PT.Refika Aditama
Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa, Edisi revisi, Bandung: PT. Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai